Strategi Kebijakan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Secara Berkelanjutan Di Taman Nasional Gunung Ciremai Kuningan-Jawa Barat

STRATEGI KEBIJAKAN PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR
SECARA BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL
GUNUNG CIREMAI KUNINGAN–JAWA BARAT

RISMUNANDAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Kebijakan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air secara Berkelanjutan di Taman Nasional
Gunung Ciremai Kuningan-Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Agustus 2016
Rismunandar
NIM P052130914

iv

RINGKASAN
RISMUNANDAR. Strategi Kebijakan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Secara
Berkelanjutan di Taman Nasional Gunung Ciremai Kuningan-Jawa Barat.
Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan LAILAN SYAUFINA.
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) adalah salah satu
sumber air yang potensial di Jawa Barat. Sumber air tersebut memberi
penghidupan kepada jutaan penduduk daerah Kabupaten Kuningan, Kabupaten
dan Kota Cirebon, serta sebagian mengaliri Kabupaten Brebes dan Tegal di Jawa

Tengah. Selain sumber mata airnya, kawasan Gunung Ciremai juga menyimpan
kekayaan alam lain yang berlimpah seperti bahan galian tambang, tanah subur,
serta berfungsi pula sebagai kawasan konservasi alam dan zona resapan air.
Terdapat sekitar 242 mata air yang bersumber dari kawasan Gunung Ciremai
dengan debit air sekitar 5 s/d 40 L/detik (Irawan et al. 2009). Berdasarkan kajian
Noerdjito dan Mawardi (2008), ekosistem Gunung Ciremai merupakan daerah
resapan air potensial yang merupakan sumber mata air bagi tujuh Daerah Aliran
Sungai (DAS) yaitu DAS Jamblang, DAS Pekik, DAS Subah, DAS Bangkaderes,
DAS Cisanggarung, DAS Cimanuk, dan DAS Ciwaringin.
Pemerintah Kabupaten Kuningan telah memiliki komitmen dalam
menghadapi berbagai perubahan sebagai dampak pembangunan berkelanjutan
berupa political will bahwa Kabupaten Konservasi menjadi salah satu arus utama
(mainstream) pembangunan. Kabupaten Kuningan memiliki potensi sebagai
wilayah hulu dan sumberdaya air untuk wilayah hilir yang secara teknis
berimplikasi terhadap kebutuhan air di wilayah hilir. Dengan demikian, alternatif
kebijakan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam, khususnya jasa
lingkungan air secara partisipatif di Kabupaten Kuningan diperlukan sebagai
implementasi arahan dan kebijakan berdasarkan kaidah-kaidah perlindungan
kawasan dalam pemanfaatannya serta mewujudkan keberlanjutan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup bagi generasi masa mendatang.

Penelitian ini memiliki empat tujuan utama yaitu (1) menganalisis kondisi
biofisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGC; (2)
menentukan status keragaan keberlanjutan pengelolaan kawasan TNGC untuk
pemanfaatan jasa lingkungan air; (3) memformulasikan kebijakan pengelolaan
kawasan TNGC untuk mendukung pemanfaatan air secara berkelanjutan; dan (4)
memformulasikan pengembangan kelembagaan pengelolaan kawasan TNGC
untuk pemanfaatan air secara berkelanjutan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui empat
tahapan yaitu (1) pengumpulan dan analisis data biofisik lingkungan, sosial
ekonomi masyarakat serta kelembagaan pengelolaan menggunakan metode
statistik deskriptif; (2) penentuan status keragaan pengelolaan TNGC untuk
pemanfaatan jasa lingkungan air melalui analisis keberlanjutan menggunakan
metode MDS-RAP Jasling Air; (3) formulasi kebijakan pengelolaan TNGC secara
keberlanjutan menggunakan analisis prospektif; dan (4) tahap formulasi
pengembangan kelembagaan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa
lingkungan air berkelanjutan menggunakan metode ISM.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara potensi biofisik lingkungan
dan sosial ekonomi, wilayah TNGC memiliki potensi fisik dan sosial ekonomi

vi


wilayah yang mendukung untuk dapat dikembangkan dalam pengembangan
pemanfaatan jasa lingkungan air. Berdasarkan analisis keberlanjutan
menggunakan metode MDS-RAP JASLING AIR, status keberlanjutan
pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC dari dimensi ekologi cukup
berkelanjutan untuk wilayah Selatan dan Tengah, dan kurang berkelanjutan untuk
wilayah selatan. Status ini dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknik-teknik
yang dapat mendorong meningkatnya tingkat curah hujan, penetapan komposisi
jenis tanaman dan pencegahan erosi dan longsor dari lahan dengan kemiringan
tinggi melalui penghijauan (reboisasi) dengan mempertimbangkan pola
pemanfaatan lahan sesuai peruntukan. Sedangkan dari dimensi ekonomi, status
keberlanjutan di tiga wilayah (Selatan, Tengah dan Utara) status kurang
berkelanjutan. Status ini dapat ditingkatkan melalui pemberlakuan status hukum
pajak pemanfaatan air, peningkatan pendapatan masyarakat melalui peningkatan
kapasitas masyarakat dalam pengembangan usaha ekonomi produktif bidang
kehutanan dan pemberlakuan kompensasi air bagi Pemkab dan masyarakat yang
berlandaskan keadilan. Dari dimensi sosial, untuk wilayah Selatan dan Tengah
berstatus cukup berkelanjutan, sedangkan untuk wilayah Utara berstatus kurang
berkelanjutan. Status ini dapat diperbaiki melalui peningkatan dukungan terhadap
pengelolaan TNGC dengan cara sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat di

sekitar hutan, peningkatan kapasitas kelompok tani dan kelembagaan desa melalui
pembentukan model desa konservasi di wilayah sekitar TNGC.
Adapun hasil analisis prospektif dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 faktor
kunci yang mempengaruhi kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air, yaitu: (L)
dukungan terhadap pengelolaan TNGC, (H) pendapatan masyarakat sekitar
TNGC, (K) upaya peningkatan pendapatan masyarakat, dan (F) perlindungan
mata air. Berdasarkan faktor-faktor kunci tersebut, selanjutnya akan
diformulasikan skenario kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air di TNGC.
Hasil analisis dengan menggunakan Interpretative Structural Modeling
(ISM) menyimpulkan bahwa elemen kelembagaan yang memiliki peranan besar
dalam pemanfaatan jasa lingkungan air adalah Balai Taman Nasional Gunung
Ciremai (BTNGC), Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) dan
Forum Kemitraan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (FKKGC). Untuk
hasil analisis elemen tujuan yang menjadi sub elemen kunci yang berpengaruh
dalam pemanfaatan jasa lingkungan air yaitu (1) dukungan terhadap pengelolaan
TNGC, (2) peningkatan pendapatan masyarakat, (3) upaya perlindungan sumber
mata air, (4) meningkatnya tata kelola TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan
air, (5) peningkatan kesadaran stakeholder terkait, dan (6) penegakan supremasi
hukum. Sedangkan untuk elemen kendala yang menjadi sub elemen kunci yang
berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa lingkungan air adalah kurangnya

koordinasi dan keterpaduan pengelolaan sumberdaya air antar stakeholder terkait.
Oleh karena itu, strategi kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air secara
berkelanjutan di TNGC diperlukan adanya peranan kelembagaan yang dapat
mensinergikan arah kebijakan pembangunan dengan memperhatikan kaidah
kaidah konservasi untuk keberlanjutannya.

SUMMARY
RISMUNANDAR. Policy Strategy for Sustainable Water Environment Services
Management at Mount Ciremai National Park Kuningan-West Java. Supervised
by CECEP KUSMANA dan LAILAN SYAUFINA.
Mount Ciremai National Park (TNGC) area is one potential water resource
in West Java. This water resource provides livelihoods to millions of residents in
Kuningan regency, Cirebon regency and Cirebon City, as well as partially flows
through Brebes and Tegal regency in Central Java. Apart as water resource,
Mount Ciremai area is also contain other abundant natural resources such as
minerals mine, fertile land, and also have function as natural conservation area
and water catchment zone. There are around 242 springs originating from Mount
Ciremai area which its water discharge about 5 to 40 Liter/second (Irawan et al.
2009). Based on Noerdjito and Mawardi (2008) study, the ecosystem of Mount
Ciremai is a potential water catchment which is a source of seven Watersheds

namely DAS Jamblang, DAS Pekik, DAS Subah, DAS Bangkaderes, DAS
Cisanggarung, DAS Cimanuk, and DAS Ciwaringin.
Kuningan regency government has a commitment in the face of changes as
an impact of sustainable development in the form of political will that the
Conservation Regency became one of the mainstream developments. Kuningan
regency has a potential as upstream area and water resources for the downstream
area which is technically has an implications on water demand in the downstream
area. Thus, the alternative policy of institutional management for natural
resources, especially for water environmental services in a participatory for
Kuningan Regency is required as the implementation of directives and policies
based on the principles of area protection utilization and also to actualize in the
region and realize the sustainable utilization of natural resources and
environment for future generations.
This study has four main objectives: (1) to analyze biophysical environment
and socioeconomic of society around TNGC area; (2) to determine the
performance status of the sustainable management of TNGC area for water
environmental services; (3) to formulate management policies for TNGC area to
support the sustainable utilization of water; and (4) to formulate the development
of TNGC institutional management for sustainable utilization of water.
Method used in this research carried out through four stages: (1) data

collection and analysis of biophysical environment, socio-economic and
institutional management using descriptive statistical methods; (2) determination
of performance status by TNGC management for water environmental services
through sustainability analysis using the MDS-RAP JASLING AIR; (3)TNGC
sustainable management policy formulation using prospective analysis; and (4)
Institutional management development formulation for sustainable water
environmental services of TNGC using ISM method.
The results of this study reveal that in biophysical environment and socioeconomic potential, TNGC area has a bolster to develop utilization of water
environmental services. Based on sustainability analysis using the MDS-RAP
Jasling Air, the status of sustainable water environmental services from
ecological dimensionare sufficiently sustainable for the South and Central of

viii

TNGC area, and less sustainable for the South area.This status can be improved
by applying techniques that can lead to greater levels of precipitation,
composition determination of plant species and prevention of soil erosion and
landslides through reforestationwith consideration of land use pattern in
accordance of allotment.While from the economic dimension, the status of
sustainability in three areas (South, Central and North) is less sustainable. This

status can be improved through the implementation of the legal status for
waterutilization tax, household revenue increment through community capacity
enhancement in the development of economically productive activities in forestry,
andenactment of water compensation for regency government and the society
based on equity.From social dimension, the sustainability status for the South and
Central area are sufficiently sustainable, while for the North area is less
sustainable. This status can be improved through increment support for TNGC
management by conducting socialization and empowerment of local forest
communities, capacity building of farmers and village institutions through the
establishment of conservation model villages around TNGC area.
The results of prospective analysis concluded that there are four key factors
that influence the policy of waterenvironmental services, namely: (L) management
support for TNGC, (H), community’sincome around TNGC, (K) efforts to improve
community’sincome, and (F) protection of water springs. Based on these key
factors, policy scenarios of water environmental services in TNGC will be
formulated.
The results of analysis by using Interpretative Structural Modeling (ISM)
concluded that the institutions elements which have major role for utilization of
water environmental services are Mount Ciremai National Park Agency
(BTNGC), Water Resources and Mines Agency (SDAP) and the Partnership

Forum of Mount Ciremai National Park (FKKGC). Furthermore, the results of
elemental purposes analysis which become sub key elements that could affect the
utilization of water environmental services namely (1) management support for
TNGC, (2) improvementin community’sincome, (3) efforts to protect water
springs, (4) improved governance of TNGC for the utilization of water
environmental services, (5) awareness enhancement of relevant stakeholders, and
(6) law enforcement. Where as constraint elements which become sub key
elements that could affect the utilization of water environmental services is
insufficient coordination and integration of water resources management among
stakeholders.
In the end, policy strategy of sustainable utilization of water environmental
services in TNGC needed institutional role to synergize the direction of
development in the utilization of water environmental services by taking into
account conservation principles for its sustainability.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

x

STRATEGI KEBIJAKAN PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR
SECARA BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL
GUNUNG CIREMAI KUNINGAN–JAWA BARAT

RISMUNANDAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Omo Rusdiana, M.Sc.Forest Trop.

xii

Judul

Nama
NRP

: Strategi Kebijakan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Secara
Berkelanjutan di Taman Nasional Gunung Ciremai
Kuningan-Jawa Barat
: Rismunandar
: P052130914

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Ketua

Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dr. Ir. Dachrial Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga tesis penelitian yang berjudul Strategi Kebijakan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Air secara Berkelanjutan di Taman Nasional Gunung Ciremai
Kuningan–Jawa Barat ini telah diselesaikan dengan baik.
Dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku
Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan
bimbingannya yang diberikan mulai dari tahapan awal sampai dengan
penyelesaian tesis ini.
2. Dr.Ir. Omo Rusdiana, M.Sc. Forest Trop. selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf managemen Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor yang
telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Lingkungan Hidup
atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
5. Bapak/Ibu dan rekan-rekan Bidang Fisik dan Lingkungan Hidup Bappeda
Kabupaten Kuningan atas dukungan dan motivasinya.
6. Rekan-rekan PSL-IPB Kelas Khusus maupun Reguler angkatan 2013 atas
kebersamaan dan telah berjuang bersama.
7. Rekan-rekan PT. Meganesia Tirta Foresta (METTA) atas dukungan dan
fasilitasnya serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis
ini.
8. Keluarga tercinta, Ayahanda E. Soekarna (Alm), ibunda Erlinda Danas,
Teristimewa istriku tercinta Uhen Suhenti, SE dan anak-anak ku: Kharisma
Manggala Putra, Ikrina Sylva Maulin dan Radhitya Arrizqi Munandar serta
seluruh keluarga besar Bapak H.Mahmud, keluarga besar Bapak H. Bagja
Armawijaya, Keluarga besar Bapak H. Nuriani dan keluarga besar Bapak
Prof. Dr. Ir. H. Hadi S.Alikodra, MS., atas segala bantuan doa dan kasih
sayangnya.
Penulis menyadari atas keterbatasan ilmu dan kemampuan sehingga dalam
penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Akhirnya, semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Bogor, Agustus 2016
Rismunandar

xiv

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan Sumberdaya Air
Pengertian Sumberdaya Air
Pemanfaatan Sumberdaya Air Lintas Wilayah
Jasa Lingkungan Air di Taman Nasional
Konsep Pembayaran Jasa Lingkungan
Konservasi Sumberdaya Air
Kelembagaan
Stakeholder
Penelitian Terdahulu
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Jenis, Bentuk, Sumber dan Metode Analisis Data
Metode Pemilihan Responden
Analisis Data
Analisis Keberlanjutan
Analisis Prospektif dalam Penentuan Strategi Kebijakan
Kelembagaan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air
Analisis Kebijakan Model Pengembangan Kelembagaan
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Rencana Biaya Penelitian

1
1
4
4
5
5
7
7
7
7
9
14
16
17
19
20
23
23
24
24
24
25
26
26
31
33
36
37

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

37

HASIL DAN PEMBAHASAN

47

SIMPULAN DAN SARAN

88

DAFTAR PUSTAKA

89

LAMPIRAN-LAMPIRAN

95

RIWAYAT HIDUP

120

DAFTAR TABEL

1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Ketersediaan dan kebutuhan air pulau-pulau di Indonesia
Jenis, bentuk, sumber dan analisis data
Kategori status keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk
kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air berdasarkan nilai indeks
analisis Rap-JASLING AIR
Atribut dari dimensi ekologi
Atribut dari dimensi ekonomi
Atribut dari dimensi sosial
Matrik pengaruh dan ketergantungan faktor dalam sistem
kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air berkelanjutan
Pedoman penilaian kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagan
pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC
Transformasi bentuk hubungan kontekstual antar elemen menjadi
bentuk hubungan matematik
Keadaan fisik berdasarkan kelas lereng
Tipe vegetasi di kawasan TNGC
Keanekaragaman flora di kawasan TNGC
Jenis-jenis fauna yang ada di Kawasan TNGC
Penggunaan lahan kawasan TNGC
Luasan zonasi kawasan TNGC
Objek wisata alam di kawasan TNGC
Data potensi sumber mata air kawasan TNGC
Aksesibilitas pemukiman kawasan TNGC
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Semak di Blok Lambosir, Taman
Nasional Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Semak di Blok Karangsari, Taman
Nasional Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Semak di Blok Seda, Taman Nasional
Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tingkat Pertumbuhan Pancang di Blok Seda,
Taman Nasional Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tingkat Pertumbuhan Pohon di Blok Seda, Taman
Nasional Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tingkat Pertumbuhan Tiang di Blok Seda, Taman
Nasional Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Semak di Cilengkrang, Taman
Nasional Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Semai di Cilengkrang, Taman Nasional
Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Pancang di Cilengkrang, Taman
Nasional Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Tiang di Cilengkrang, Taman Nasional
Gunung Ciremai
Indeks Nilai Penting Tumbuhan Pohon di Cilengkrang, Taman Nasional
Gunung Ciremai

8
24

28
28
29
29
32
32
34
38
38
38
41
42
42
44
45
46
49
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55

xvi

30 Parameter kualitas air di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai-Kuningan
31 Penduduk pada tujuh kecamatan di daerah penyangga TNGC
32 Pendapatan kompensasi pemanfaatan sumberdaya air Pemerintah
Kabupaten Kabupaten Kuningan
33 Nilai dan status indeks keberlanjutan dari tiap dimensi
34 Atribut sensitif dari tiap dimensi
35 Nilai stress dan R2 dari tiap dimensi
36 Selisih nilai MDS dengan Montecarlo sebagai error tiap dimensi
37 Skenario Pemanfaatan Jasa Lingkungan air di TNGC
38 Skenario Kebijakan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air di TNGC
39 Sub Elemen Aktor/Lembaga yang akan terlibat dalam pemanfaatan jasa
lingkungan air
40 Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Sub Elemen Kelembagaan
yang akan terlibat dalam pemanfaatan Jasa Lingkungan Air
41 Reachability Matrix (RM) Sub Elemen Kelembagaan yang akan terlibat
dalam pemanfaatan jasa lingkungan air
42 Penentuan Driven Power dan Dependency Sub Elemen Kelembagaan
yang akan terlibat dalam pemanfaatan jasa lingkungan air
43 Sub Elemen Tujuan yang berperan dalam pemanfaatan jasa lingkungan
air
44 Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Sub Elemen Tujuan
45 Reachability Matrix (RM) Elemen Tujuan
46 Penentuan Driven Power dan Dependency Elemen Tujuan
47 Sub Elemen Kendala dalam pemanfaatan jasa lingkungan air di
kawasan TNGC
48 Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Sub Elemen Kendala
49 Reachability Matrix (RM) Elemen Kendala
50 Penentuan Driven Power dan Dependency Elemen Kendala
51 Pengaruh dan kepentingan keterlibatan peranan stakeholder dalam
pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC

58
65
67
72
72
73
73
75
76
77
78
78
79
80
80
81
81
83
83
84
84
86

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka pikir penelitian
Peta lokasi penelitian di kawasan TNGC
Tahapan proses analisis Rap-JASLING AIR menggunakan MDS
dengan aplikasi modifikasi RAPFISH untuk evaluasi pembangunan
4 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem
5 Tahapan pada Teknik Permodelan Interpretasi Struktural (Interpretative
Structural Modelling)
6 Matrik driver power-dependence dalam analisis ISM (Marimin 2004)
7 Peta sebaran kebakaran hutan 2011-2015 di kawasan TNGC
8 Peta vegetasi kawasan TNGC
9 Peta potensi mata air kawasan TNGC
10 Peta sebaran sumber mata air Kabupaten Kuningan
11 Kontur wilayah Gunung Ciremai

6
23
31
33
35
35
42
49
57
58
59

12 Peta geologi Gunung Ciremai

13 Diagram rata-rata curah hujan bulanan stasiun hujan sekitar TNGC
tahun 2010-2013
14 Data series luas areal kebakaran kawasan TNGC (hektar)
15 Peta rawan gerakan tanah longsor di sekitar zonasi TNGC Kabupaten
Kuningan
16 Mata Pencaharian responden masyarakat sekitar TNGC di Kabupaten
Kuningan dan Majalengka (DFID 2006)
17 Latar belakang pendidikan responden masyarakat sekitar TNGC di
Kabupaten Kuningan dan Majalengka
18 Diagram layang indeks keberlanjutan pemanfaatan jasa lingkungan air
di kawasan TNGC
19 Indeks keberlanjutan dimensi ekologi
20 Atribut sensitif analisis Leverage Factor dimensi ekologi
21 Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi
22 Atribut sensitif analisis Leverage Factor dimensi ekonomi
23 Indeks keberlanjutan dimensi sosial
24 Atribut sensitif analisis Leverage Factor dimensi sosial
25 Tingkat Ketergantungan terhadap pengaruh jasa lingkungan air
26 Struktur/Level Sub-Elemen Kelembagan yang akan terlibat dalam
pemanfaatan jasa lingkungan air
27 Hubungan antara Driver Power-Defedence dan struktur hierarki pada
elemen lembaga/stakeholders
28 Struktur/level sub-elemen tujuan
29 Matriks Driver Power (DP) dan Defedence (D) sub-elemen tujuan
30 Struktur/level sub-elemen kendala
31 Matriks Driver Power (DP) dan Defedence (D) sub-elemen kendala

60
62
63
64
65
66
67
68
68
70
70
71
72
75
79
80
82
82
84
85

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kegiatan ekonomi
masyarakat, permasalahan rusaknya dan menurunnya fungsi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup semakin meningkat. Pencemaran lingkungan, menurunnya luas
hutan dan tidak meratanya ketersediaan sumberdaya air, intensifnya erosi tanah,
serta tidak tertanganinya timbunan sampah dengan baik merupakan contoh
gangguan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perkembangan kependudukan
dan ekonomi.
Adanya eskalasi permasalahan lingkungan tersebut menuntut berbagai
upaya penanganan yang sungguh-sungguh, baik yang bersifat antisipatif,
preventif, maupun penanggulangan. Upaya yang efektif diawali dengan
perencanaan (planning) yang terarah dan matang. Penerapan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan juga merupakan kebutuhan mendesak bagi
masyarakat Indonesia. Propinsi Jawa Barat memiliki kawasan berfungsi lindung
dengan karakteristik potensi keanekaragaman cukup tinggi, diantaranya kawasan
konservasi Taman Nasional Gunung Ciremai yang secara administratif berada di
wilayah Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Cirebon.
Kemorosotan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang drastis di
penghujung abad ke dua puluh telah memunculkan keprihatinan dan kepedulian
global. Banyak pihak meyakini bahwa keberlanjutan pembangunan umat manusia
bahkan kelangsungan eksistensinya sedang terancam. Jika intensitas dan cara
masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam tetap bersifat eksploitatif bukan
tidak mungkin ancaman tersebut terwujud dalam waktu relatif cepat. Gejala
pemanasan global (global warming), hujan asam (acid rain), dan merebaknya
bencana lingkungan yang bersumber dari kegiatan pembangunan adalah sebagian
dari banyak indikasi yang menjustifikasi kekhawatiran tersebut.
Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan juga merupakan
kebutuhan mendesak bagi masyarakat Indonesia. Dengan penyelenggaraan
pembangunan berkelanjutan yaitu yang menggunakan input sumberdaya alam
seefisien mungkin, menghasilkan limbah seminimal mungkin, dan mengindahkan
kelangsungan fungsi ekosistem sebagai penyangga kehidupan manusia diharapkan
kesejahteraan masyarakat dan upaya peningkatannya bisa berlangsung secara
berkelanjutan pula.
Sebagai salah satu daerah yang sedang intensif melaksanakan pembangunan
dalam berbagai bidang, Kabupaten Kuningan sangat berkepentingan
memperhatikan keseimbangan dan keserasian antara pemanfaatan sumberdaya
alam untuk pembangunan dan kelestarian eksistensi dan fungsinya. Pertumbuhan
penduduk Kuningan baik yang bersumber dari angka pertumbuhan alamiah
(natural growth) maupun migrasi masuk (imigration) telah melahirkan tuntutan
sosial ekonomi yang meningkatkan laju pemanfaatan sumberdaya alam untuk
kepentingan jangka pendek. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya risiko
degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian, untuk
mengantisipasi
keadaan
tersebut
Kabupaten
Kuningan
perlu
mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan dalam lingkup wilayahnya.
Wilayah Propinsi Jawa Barat memiliki kawasan berfungsi lindung dengan
karakteristik potensi keanekaragaman cukup tinggi, diantaranya kawasan

2

konservasi Taman Nasional Gunung Ciremai. Dominansi kawasan berfungsi
lindung sesuai arahan kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Barat menjadikan
Ruang Kawasan Berfungsi Lindung mencapai 45%. Sehubungan dengan itu,
Kabupaten Kuningan perlu mengalokasikan ruang dalam implementasi kebijakan
tersebut. Dalam hal ini Kabupaten Kuningan, diantaranya menekan kebijakan
kawasan untuk kegiatan budidaya, optimalisasi kawasan dengan menerapkan pola
intensifikasi, dan berusaha untuk meminimalkan alih fungsi lahan secara
menyeluruh.
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) adalah salah satu
“menara air” yang potensial di Jawa Barat, “menara air” tersebut memberi
penghidupan kepada jutaan penduduk daerah Kabupaten Kuningan, Kabupaten
dan Kota Cirebon, serta sebagian mengaliri Kabupaten Brebes dan Tegal Jawa
Tengah. Gunung Ciremai menyimpan kekayaan alam yang berlimpah selain
sumber mata airnya seperti bahan galian tambang, tanah subur, serta fungsinya
sebagai kawasan konservasi alam dan zona resapan air. Terdapat sekitar 242 mata
air yang bersumber dari kawasan Gunung Ciremai dengan debit air sekitar 5 s/d
40 L/detik (Irawan et al. 2009).
Berdasarkan kajian Noerdjito dan Mawardi (2008), ekosistem Gunung
Ciremai merupakan daerah resapan air potensial yang merupakan sumber mata air
bagi tujuh Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Jamblang, DAS Pekik, DAS
Subah, DAS Bangkaderes, DAS Cisanggarung, DAS Cimanuk, dan DAS
Ciwaringin. Muara DAS Cimanuk berada di Ujung Indramayu, sedangkan muara
DAS Cisanggarung di perbatasan Jawa Tengah di daerah Losari, sehingga
pengaruh daerah tangkapan air di Ciremai cukup luas, meliputi ujung Indramayu Waduk Darma - Losari. Gunung Ciremai merupakan daerah tangkapan air yang
sangat penting untuk pertanian dan industri bagi masyarakat Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu serta air baku rumah
tangga bagi masyarakat kota Cirebon. Kondisi hidrologi di lereng timur Gunung
Ciremai menunjukkan adanya mata air pada ketinggian sekitar 400 s/d 800 m dpl,
umumnya muncul di daerah regosol kelabu dan regosol coklat. Untuk berfungsi
secara optimal sebagai kawasan perlindungan daerah resapan air, luasan areal
yang harus dilindungi di kawasan Gunung Ciremai setidaknya membutuhkan
areal seluas + 22 600 hektar (LIPI 2006). Dalam hal ini luasan 15 500 ha adalah
kawasan hutan konservasi TNGC sedangkan sisanya 7 100 ha berada pada lahan
milik masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi resapan air
Gunung Ciremai menjadi tanggung jawab seluruh pihak baik pemerintah pusat
(selaku pengelola hutan Gunung Ciremai), pemerintah daerah dan masyarakat
disekitar kawasan hutan negara.
Terkait dengan upaya perlindungan daerah resapan air ini, tentunya tekanan
terhadap kawasan semakin tinggi. Salah satu sumber tekanan adalah kondisi
sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Gunung Ciremai. Kawasan TNGC
dikelilingi oleh 27 Desa penyangga di Kabupaten Kuningan dan 18 desa
penyangga di Kabupaten Majalengka dengan total jumlah penduduk sebanyak
132 258 jiwa terdiri atas 40 702 Kepala Keluarga (Profil Desa 2007-2009).
Karakteristik penduduk sekitar desa-desa penyangga tersebut memiliki mata
pencaharian petani (68.79%), industri (2.46%) dan sektor jasa (28.55%). Luas
rata-rata kepemilikan lahan pertanian penduduk yang terbatas yaitu sekitar
0.21 Ha, menyebabkan banyak di antara petani di desa-desa penyangga tersebut

3

menggantungkan hidupnya dengan menggarap lahan pada kawasan Taman
Nasional (BTNGC 2010).
Ketergantungan lahan pada kawasan hutan negara yang hanya seluas
15 500 Ha ini tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja. Sebagai kawasan hutan,
Gunung Ciremai tidak hanya memiliki fungsi daerah resapan air saja, namun juga
berfungsi sebagai daerah untuk pengawetan keanekaragaman hayati dan
perlindungan tumbuhan dan satwa. Berkurangnya wilayah jelajah satwa akibat
tekanan manusia akan menyebabkan peran ekologis tumbuhan dan satwa
terganggu. Bentuk gangguan akibat kerusakan lingkungan bermacam-macam
yang salah satunya adalah timbulnya gangguan satwa liar keluar dari kawasan
hutan Gunung Ciremai maupun eksistensi punahnya akibat degradasi lahan hutan
sebagai habitat satwa liar. Hal ini merupakan akibat kegiatan penggarapan lahan
yang telah dilakukan sebelumnya. Tentunya untuk memulihkan kembali
ekosistem hutan ke arah keseimbangan dibutuhkan kerjasama seluruh pihak, agar
tidak melakukan perusakan kawasan hutan atau pun mengganggu kehidupan dan
rumah satwa di dalam kawasan. Kegiatan penurunan penggarapan yang telah
dilakukan merupakan bentuk kerjasama seluruh pihak dalam rangka mengurangi
dampak tekanan masyarakat terhadap kawasan. Peningkatan populasi satwa dan
pemulihan habitat saat ini sedang dalam proses yang lama dan panjang. Tidak bisa
serta merta dengan beralihnya fungsi kawasan dari hutan produksi ke lindung atau
konservasi maka fungsi kawasan sebagai daerah resapan air dapat menjadi
optimal.
Pemanfaatan sumberdaya air merupakan salah satu target yang harus dicapai
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka memenuhi
kebutuhan air minum bagi masyarakat. Menurut Hoelman M.B et al. (2015)
Indonesia akan menggunakan tiga indikator terkait dengan dokumen Sustainable
Development Goals (SDG’s), yaitu pembangunan manusia atau human
development yang meliputi pendidikan dan kesehatan, lingkungan dalam skala
kecil atau social economic development dan lingkungan yang besar atau
environmental development berupa ketersediaan kualitas lingkungan dan sumber
daya alam yang baik, diantaranya sumberdaya air. Untuk meningkatkan kinerja
pengelolaan sumberdaya air di dalam kawasan konservasi telah dirumuskan
kebijakan pengelolaan sumberdaya air dari dalam kawasan konservasi yang saat
ini telah disahkan berupa Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.64/Menhut-II/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam serta
adanya Surat Edaran Dirjen PHKA Nomor: 43/IV-SET/2015 tentang Penetapan
Pemanfataan Air dan Energi Air pada Taman Nasional Gunung Ciremai.
Walaupun Permenhut dan Surat Edaran Dirjen PHKA tentang sumberdaya
air telah dikeluarkan sebagai bentuk mandatori dari pemanfaatan jasa lingkungan
air di dalam kawasan konservasi, namun hal-hal terkait dengan kegiatan voluntary
dirasakan masih tetap perlu dilakukan. Air tidak hanya menjadi pengelolaan satu
pihak saja tetapi air juga merupakan persoalan yang bersifat lintas sektoral,
sehingga perlu ada kesepahaman dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan
sumber daya air tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya kebijakan
kelembagaan pengelolaan TNGC yang merupakan satu-satunya wadah partisipatif
para pihak yang berkepentingan dalam upaya pelestarian ekosistem Gunung
Ciremai dan kesejahteraan masyarakat dengan pola kemitraan melalui

4

pemanfaatan jasa lingkungan. Dengan demikian keberadaan kelembagaan
pengelolaan sumberdaya air sangat penting, terutama setelah adanya mandatori
peraturan perundang-undangan terkait pemanfaatan jasa lingkungan air tersebut.
Mekanisme kemitraan dalam pemanfaatan jasa lingkungan air dari hulu sampai ke
hilir diperlukan agar keberadaan kelembagaan bermanfaat dan dapat mencapai
tujuannya. Tanggung jawab masing-masing pihak yang berkepentingan serta
peran serta seluruh pihak menjadi tolak ukur keberhasilan kelembagaan yang
diharapkan.
Pemerintah Kabupaten Kuningan telah memiliki komitmen dalam
menghadapi berbagai perubahan sebagai dampak pembangunan berkelanjutan
diantaranya political will bahwa Kabupaten Konservasi menjadi salah satu arus
utama (mainstream) pembangunan. Kabupaten Kuningan memiliki potensi
sebagai wilayah hulu dan sumberdaya air untuk wilayah hilir yang secara teknis
berimplikasi terhadap kebutuhan air di wilayah hilir. Dengan demikian, alternatif
kebijakan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam khususnya jasa lingkungan
air secara partisipatif di Kabupaten Kuningan diperlukan sebagai implementasi
arahan dan kebijakan berdasarkan kaidah-kaidah perlindungan kawasan dalam
pemanfaatannya serta mewujudkan keberlanjutan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup bagi generasi masa mendatang.
Perumusan Masalah
Pengelolaan TNGC secara berkelanjutan memerlukan data dan informasi
tentang kondisi potensi kawasan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan
kelembagaan masyarakat yang ada yang didasarkan pada kajian biofisik
lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan pengelola
yang efektif yang dapat memformulasikan kebijakan dan keragaan status
keberlanjutan pengelolan TNGC. Oleh karena itu, rumusan permasalahan yang
ingin dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana potensi biofisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat
sekitar kawasan TNGC?
2. Bagaimana keragaan status keberlanjutan pengelolaan kawasan TNGC saat
ini untuk pemanfaatan jasa lingkungan air secara berkelanjutan?
3. Bagaimana formulasi kebijakan pengelolaan kawasan TNGC untuk
mendukung pemanfataan air secara berkelanjutan?
4. Bagaimana pengembangan kelembagaan untuk pemanfataan jasa lingkungan
air berkelanjutan di TNGC?

1.
2.
3.
4.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
Menganalisis kondisi biofisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat
kawasan TNGC;
Menentukan keragaan status keberlanjutan pengelolaan kawasan TNGC
untuk pemanfaatan jasa lingkungan air secara berkelanjutan;
Memformulasikan kebijakan pengelolaan kawasan TNGC untuk mendukung
pemanfaatan air secara berkelanjutan;
Memformulasikan pengembangan kelembagaan pengelolaan kawasan TNGC
untuk pemanfaatan air secara berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat untuk:

5

1.

Pemerintah: untuk memberikan arahan
tentang strategi kebijakan
pengelolaan kawasan TNGC dalam pemanfaatan jasa lingkungan air secara
berkelanjutan;
2. Praktisi: dapat memberikan informasi bagi implementasi pemanfaatan jasa
lingkungan air secara terpadu;
3. Pengembangan ipteks: dapat memperkaya khazanah ipteks terkait kebijakan
pengelolaan kawasan Taman Nasional untuk pemanfaatan jasa lingkungan
air.
Kerangka Pemikiran
Salah satu peran kawasan TNGC adalah sebagai penyedia sumberdaya dan
pengatur tata air, dimana jasa lingkungan sumberdaya air yang berasal dari
kawasan TNGC termasuk ke dalam sumberdaya alam Stock yang melekat
padanya karakteristik common pool resources (CPRs). Namun demikian,
pemanfaatan jasa lingkungan sumberdaya air yang ada memiliki berbagai
permasalahan yang meliputi: belum optimalnya pemanfaatan jasa lingkungan air
yang lintas wilayah, pendekatan PES (payment for environmental services) yang
belum berjalan efektif, dan terjadinya degradasi kawasan TNGC yang
berpengaruh pada penyedia jasa lingkungan air. Gejala tersebut berpengaruh
terhadap persepsi masyarakat pengelolaan TNGC.
Berdasarkan pengertian kelembagaan yang ada, konstruksi pengertian
kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air dapat dibangun. Kelembagaan
pemanfaatan jasa lingkungan air adalah hubungan antara stakeholder (individu,
komunitas, lembaga, maupun organisasi) dengan jasa lingkungan air dan
seperangkat aturan main baik formal maupun informal yang saling membutuhkan
untuk mencapai tujuan pemanfaatan jasa lingkungan sumberdaya air yang
berkelanjutan. Merujuk pada pengertian kelembagaan pemanfaatan jasa
lingkungan sumberdaya air tersebut, jika kelembagaan pemanfaatan jasa
lingkungan air berjalan efektif maka permasalahan di atas tidak akan terjadi.
Sebaliknya, apabila kebijakan Pusat dan Daerah belum terintegrasi dan optimal,
maka pengelolaan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC belum
efektif.
Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan
pemanfaatan jasa lingkungan air yang efektif dan berkelanjutan. Aspek yang
diteliti terkait dengan kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air, yaitu:
1. Aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan TNGC
2. Aspek keberlanjutan dan formulasi kebijakan pengelolaan kawasan TNGC
3. Aspek kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi arahan mengenai kebijakan
pengelolaan untuk pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC yang
efektif yang dapat mendukung pemanfaatan sumberdaya air wilayah. Kerangka
pemikiran penelitian ini secara singkat disajikan pada Gambar 1.

6

Taman Nasional Gunung Ciremai
(TNGC)

Biofisik
Lingkungan

Sosial Ekonomi
Masyarakat Sekitar
TNGC

Kelembagaan
Pengelola

Pemanfaatan Sumber
Daya Air belum
optimal

Regulasi
Kebijakan
1. Pajak Air

PES dan
Pajak Air

Analisis Keberlanjutan
MDS-RAP Jasling Air

Keragaan status keberlanjutan
pengelolaan TNGC untuk
pemanfaatan jasa ingkungan Air
secara Berkelanjutan
Formulasi kebijakan pemanfaatan
Jasa Lingkungan Air secara Berkelanjutan di TNGC

Formulasi kelembagaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air

Strategi kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air secara berkelanjutan
di TNGC
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan Sumberdaya Air
Pengertian Sumberdaya air
Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputi
70% perrnukaan bumi dan jumlahnya kira-kira 1.4 ribu juta kilo kubik. Namun
hanya sebagian kecil saja yang benar-benar dapat dimanfaatkan yaitu kira-kira
0.003% dari jumlah yang ada, ketersediaan ini berasumsi cukup menjamin
persediaan bagi setiap penduduk, tetapi kenyataannya air tersebut sering kali
tersedia di tempat-tempat yang tidak tepat (Sanin 2011).
Berdasarkan pengertian sumberdaya air menurut Undang-Undang (UU)
Nomor 7 Tahun 2004 adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya. Dimana pengertian air sendiri adalah semua air yang terdapat pada, di
atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam, pengertian ini air
permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Sumberdaya air
mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan
dan diwujudkan secara selaras.
UU Nomor 7 Tahun 2004 secara eksplisit terhadap sumberdaya air, yang
pertama sumberdaya air bersifat common pool resources yang dalam
pengelolaannya memerlukan perhatian khusus dengan yaitu menerapkan asas
desentralisasi, partisipasi masyarakat, dan keterpaduan, kedua air bukan saja
merupakan barang sosial melainkan juga merupakan barang ekonomi yang untuk
mendapatkannya memerlukan pengorbanan, sehingga pemanfaatannya harus
mengikuti asas efisiensi dan keadilan.
Pemanfaatan Sumberdaya Air Lintas Wilayah
Pembagian dan pemanfaatan air selalu merupakan isu yang menyebabkan
konflik. Konflik air ini dapat terjadi dalam suatu negara, kawasan ataupun
berdampak ke benua luas, dengan semakin langkanya sumberdaya air yang
berkualitas baik maka konflik pemanfaatan air juga semakin memanas, selain
akibat ketersediaan air yang berkualitas yang semakin langka, pertambahan
jumlah penduduk dunia yang semakin tinggi terutama di negara-negara
berkembang juga menjadi salah satu faktor penyebab konflik pemanfaatan air
semakin meningkat.
Menurut Fauzi (2011) pemanfaatan sumberdaya air oleh manusia terbagi
dua kelompok yaitu kelompok pemanfaatan air konsumtif yaitu mereka yang
memanfaatkan suplai air untuk konsumsi antara lain untuk keperluan rumah
tangga, industri, pertanian, dan kehutanan. Kelompok pemanfaatan konsumtif
memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya tidak terbaharukan.
Kelompok kedua adalah kelompok non konsumtif yaitu kelompok yang
memanfaatkan sumberdaya air sebagai media seperti medium perikanan, sumber
energi listrik dan rekreasi, kelompok ini memperlakukan sumberdaya air sebagai
sumberdaya terbaharukan.
Salah satu karakteristik yang melekat pada sumberdaya air adalah
dipergunakan oleh berbagai sektor dan wilayah sehingga ada potensi konflik antar
pengguna, penggunaan, dan wilayah, hal ini terkait dengan karakteristik
sumberdaya air yang lain yaitu sebagai sumberdaya mengalir (flowing/dynamic
resources) sehingga mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara hulu dengan

8

hilir, instream dengan offstream, kuantitas dengan kualitas, air permukaan dengan
air bawah tanah, sehingga dapat mencakup beberapa wilayah administratif.
UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Pasal 85 dan Pasal 86)
mengamanatkan bahwa pengelolaan sumberdaya air mencakup kepentingan lintas
sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga
kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air. Pengelolaan itu harus
dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai
sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumberdaya air,
sumberdaya lahan, dan sumberdaya lainnya.
Pemanfaatan sumberdaya air di Indonesia menurut Sanin (2011) memiliki
beberapa kendala terutama terkait dengan permasalahan sumberdaya air nya
sendiri, dimana menurut Sanin (2011) permasalahan sumberdaya air yang
dihadapi di bagi menjadi 3 (tiga) berdasarkan skala wilayahnya, yaitu meliputi:
1. Permasalahan pada skala global.
2. Permasalahan skala makro Indonesia
3. Permasalahan skala mikro Indonesia, hal ini terkait dengan krisis air bersih
dibeberapa wilayah di Indonesia dan pengelolaan sumberdaya air yang belum
efektif.
Menurut Sanin (2011) ketersediaan air bersih di Indonesia berdasarkan hasil
perhitungan. Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2000 ketersediaan air
pemukaan untuk pulau Jawa dan Bali sudah defisit sejak tahun 1995, hal ini dapat
dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1 Ketersediaan dan kebutuhan air di beberapa pulau di Indonesia
Pulau

Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Bali
NTB
NTT
Maluku
Papua
Indonesia

Ketersediaan
air (x106
m3/thn)
111 077.7
30 569.2
140 005.6
34 784.6
1 067.3
3 508.6
4 251.2
15 457.7
350 589.7
691 314.6

Kebutuhan air (x106 m3/thn)
1995

2000

19 164.8
62 927.0
5 111.3
15 257.0
2 574.4
1 628.6
1 736.2
235.7
128.3
108 763.3

25 297.5
83 378.2
8 203.6
25 555.5
8 598.5
1 832.2
2 908.1
305.2
283.4
156 362.2

2015
49 583.2
164 672.0
23 093.3
77 305.3
28 719.0
2 519.3
8 797 .1
575.4
1.310.6
356 575.2

Defisit Air (x106 m3/thn)
1995
91 912.9
-32 357.8
134 894.3
19 530.6
-1 507.1
1 880.0
2 515.0
15 .222
350 461.4
582 551.3

2000
85 780.2
-52 809.0
131 802.0
9 232.1
-7 531.2
1 676.4
1 343.1
15 152.5
350 306.3
534 952.4

2015
61 494.5
-134 102.8
116 912.3
-42 517.7
-27 651.7
989.3
4 545.9
14 882.3
349 279.1
334 739.4

Kantor Kementerian Lingkungan Hidup 2011

Konflik air minum lintas wilayah pada dasarnya menyangkut sistem
manajemen dan alokasi air minum yang efisien dan adil (equitable), seperti
variabilitas dan ketidakpastian pasokan air, ketergantungan (inter dependencies)
diantara pemakai, serta peningkatan kelangkaan dan biaya pengadaan air minum
(Frederick 2001). Adapun pengaruh manusia sebagai akar dari konflik air minum
adalah penurunan kualitas air dan ekosistem akuatik akibat kegiatan manusia,
kegagalan menjadikan air sebagai komoditas ekonomi yang menyebabkan
pemanfaatan air tidak efisien, serta kebutuhan air minum yang tidak seimbang
dengan ketersediaan air minum yang ada.
Konflik air minum lintas wilayah diantara pengguna air yang secara
administratif dan atau politis berbeda, berkaitan pula dengan rnasih kuatnya

9

doktrin kedaulatan wilayah tanpa batas (unlimited territorial sovereignty) dan
tidak jelasnya hak kepemilikan (property rights) dari sumberdaya air. Doktrin
kedaulatan wilayah tanpa batas menyatakan bahwa wilayah memiliki hak
eksklusif untuk memanfaatkan sumber air minum di dalam wilayahnya, sehingga
wilayah tersebut merasa lebih berhak untuk mengeksploitasinya tanpa
memberikan kompensasi terhadap wilayah lain yang dirugikannya. Akibat dari
doktrin ini wilayah atau negara yang merasa dirugikan akan melakukan gugatan
yang berujung kepada terjadinya konflik. Kondisi yang hampir mirip terjadi
dengan menguatnya kewenangan daerah untuk mengatur sumberdaya alam yang
ada di dalam wilayah administratifnya. Daerah yang memiliki sumber air minum
cenderung merasa lebih berhak untuk mengatur sistem pengelolaan air minumnya
dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang menggantungkan pasokan air dari
padanya, misalnya tuntutan daerah hulu terhadap daerah hilir yang terjadi di
beberapa wilayah di Indonesia. Sebaliknya, doktrin keterpaduan wilayah tidak
terbatas (unlimited territorial integrity) yang merupakan kebalikan dari doktrin
kedaulatan wilayah tanpa batas, menyatakan bahwa satu wilayah tidak berhak
mengubah kuantitas dan kualitas dari ketersediaan air yang mengalir ke wilayah
lainnya. Doktrin ini mengatur bagaimana pemanfaatan air di bagian hulu sehingga
tidak mengganggu daerah lainnya, seperti diaplikasikan oleh Mesir terhadap
negara-negara yang memiliki proyek-proyek air di sepanjang Sungai Nil yang
diperkirakan akan mengurangi pasokan air ke Mesir (Frederick 2001). Kedua
doktrin tersebut tidak akan menghasilkan penggunaan air yang efisien apabila
tidak diikuti oleh proses tawar (bargaining process) antar wilayah yang terlibat,
misalnya doktrin pertama menjadikan India tidak berkeinginan untuk
menyediakan insentif dalam mengurangi dampak polusi air sungai yang dirasakan
oleh Banglades. Posisi tawar (bargaining position) dalam alokasi sumber air
minum lintas regional akan dapat dilaksanakan apabila hak kepemilikan sumber
air (water sources property rights) yang dimiliki oleh masing-masing wilayah
dapat dinyatakan secara jelas. Adanya water sources property rights yang jelas
akan memunculkan posisi tawar antar wilayah, dan selanjutnya akan menciptakan
mekanisme transfer air yang secara ekonomis akan efisien (Frederick 2001).
Resolusi konflik air minum lintas wilayah dapat dilakukan dengan
menentukan mekanisme alokasi air minum yang sesuai dengan karakteristik
wilayah. Alokasi air minum dalam perspektif kebijakan publik berbeda-beda
antara satu tempat dengan tempat lainnya, baik dari yang langsung dikendalikan
pemerintah, menggabungkan sistem pasar dan alokasi pemerintah, dan mekanisme
sistem pasar dalam transaksi air. Struktur dari alokasi air minum lintas wilayah
yang dipilih dipengaruhi oleh keberadaan institusi, kerangka hukum, dan sistem
infrastruktur sumberdaya air yang berlaku di tempat tersebut, sehingga setiap
sistem alokasinya untuk masing-masing tempat berbeda-beda (Dinar et al. 2001).
Jasa Lingkungan Air di Taman Nasional
a. Jasa Lingkungan air Taman Nasional sebagai Common Pool Resources
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, fungsi kawasan konservasi termasuk taman
nasional adalah untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman tumbuhan serta pemanfaatan sumber daya alam
dan ekosistemnya secara berkelanjutan.

10

Hutan sebagai kawasan penyimpan cadangan air tidak bisa dipisahkan
begitu saja dengan aspek hidrologi dan lingkungan terutama bagi wilayah
sekitarnya. Keberadaan hutan yang rusak juga akan mempengaruhi kondisi
ekol