Etnobotani dan potensi tumbuhan berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat

(1)

ETNOBOTANI DAN POTENSI TUMBUHAN BERGUNA

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, JAWA BARAT

DIAN ARIZONA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

DIAN ARIZONA. E34061327. Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Dibimbing oleh : EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.

Kehidupan masyarakat di sekitar TNGC mempunyai interaksi yang sangat erat dengan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Salah satunya adalah interaksi yang berhubungan dengan pemanfaatan tumbuhan (etnobotani). Pendokumentasian pengetahuan etnobotani masyarakat TNGC penting dilakukan agar pengetahuan masyarakat TNGC dalam pemanfaatan tumbuhan tersebut tidak hilang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar TNGC (etnobotani) dan mengetahui potensi tumbuhan berguna di kawasan TNGC. Kajian etnobotani dilakukan dengan wawancara dan untuk mengetahui potensi tumbuhan berguna di kawasan TNGC dilakukan dengan analisis vegetasi. Hasil penelitian menunjukan jumlah spesies yang ditemukan dari kajian etnobotani diperoleh sebanyak 131 spesies dari 62 famili. Penggunaan tumbuhan yang paling banyak adalah tumbuhan obat 37 spesies. Jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan dari hasil analisis vegetasi di kawasan TNGC diperoleh sebanyak 99 spesies dari 43 famili. Untuk spesies tumbuhan berguna terbanyak yaitu tumbuhan untuk bahan bangunan 14 spesies. Tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat dari 131 spesies itu tidak semua berasal dari dalam kawasan. Spesies yang dimanfaatkan masyarakat dan spesies tersebut tidak berada di dalam kawasan TNGC yaitu 113 spesies, sedangkan tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat dan tumbuh di dalam kawasan TNGC sebanyak 18 spesies. Semua tumbuhan yang diperoleh dari hasil etnobotani dan hasil analisis vegetasi didapat 10 spesies unggulan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC, diantaranya spesies unggulan yang lebih berpotensi untuk dikembangkan yaitu nilam (Pogostemon cablin) sebagai bahan aromatik dan menjadi bahan baku pembuatan parfum dan anggrek tanah bunga kuning (Phaius flavus) untuk tumbuhan hias. Spesies-spesies unggulan ini jika dibudidayakan dan dikembangkan secara lestari diharapkan dapat membantu pendapatan masyarakat di sekitar TNGC.


(3)

SUMMARY

DIAN ARIZONA. E34061327. Etnobotany and Potential of Useuful Plants on Mount Ciremai National Park, West Java. Under supervision of EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.

The people around TNGC have a very close interaction with the surrounding natural resources as can be seen when they deal with the use of plants (ethnobotany). Documenting the people‟s knowledge in TNGC ethnobotany is especially important so that the knowledge of TNGC people in the use of these plants can be preserved. This study aimed to identify the use of plants by the people around TNGC (etnobotany) and to find out the potential of useful plants in the TNGC region. Ethnobotany study was conducted by interviews and the potential of useful plants in the TNGC region was learned through a vegetation analysis. The number of species obtained from the ethnobotany results was 131 species and 62 families. Medicinal plants were among the much used reaching 37 species. The number of spesies obtained from the results of vegetation analysis was 99 plant spesies and 43 families residing in the TNGC area. The most useful plant species were plants producing buildings as many as 14 species. Out of 131 plant that were used by community, many them were not be found in the area of TNGC reached 113 species, whereas plants that were aas many as 18 species. Of all the plants obtained from the ethnobotany results and vegetation analysis, 10 superior species can be develoved by communities around the TNGC area, for example, nilam (Pogostemoncablin) as aromatic material and raw material for the manufacture of perfume and ground orchids with yellow flowers (Phaius flavus )

for ornamental plants. These superior species if well-cultivated are expected to help TNGC community improve their income.


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun di Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Dian Arizona E34061327


(5)

Judul Skripsi : Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat

Nama : Dian Arizona NIM : E34061327

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II

Ir. Edhi Sandra, M.Si Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F

NIP. 19661019 199303 1002 NIP. 19620918 198903 100

Mengetahui,

Ketua Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP : 19580915 198403 1003

Tanggal Lulus :


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat” disusun

untuk suatu syarat untuk memperoleh gelar sarjana bidang kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang pemanfaatan tumbuhan berguna oleh masyarakat di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dan potensi tumbuhan berguna yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan data tentang pemanfaatan tumbuhan dan potensi tumbuhan berguna di kawasan TNGC. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat harapkan penulis untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Bogor, Januari 2011


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 mei 1988 di Sumedang, Jawa Barat dari pasangan Bapak Dasko dan Ibu Siti Supiah sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di SDN Awilega tahun 1994-2000. Selanjutnya di SMPN 1 Tanjungkerta tahun 2000-2003 dan pendidikan menengah atas di SMAN 2 Cimalaka-Sumedang tahun 2003-2006. Pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Siswa Masuk IPB (USMI). Pada Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada masa kuliah penulis aktif sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan organisasi mahasiswa Daerah Sumedang (WAPEMALA). Di HIMAKOVA penulis bergabung dengan Kelompok Pemerhati Flora (KPF). Penulis tergabung dalam Eksplorasi Flora, Fauna, dan Ekowisata Indonesia 2007 dan 2008 di Cagar Alam Gunung Simpang, Bandung-Cianjur dan Cagar Alam Rawa Danau, Banten.

Praktek Lapang Kehutanan yang pernah diikuti yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Slamet, Baturraden (Purwokerto)-Nusakambangan, Cilacap (2008), Praktek Pengolahan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2009) dan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur (2010). Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian berjudul “Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat” di bawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si dan Dr.Ir.Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bimsillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirobbilla’lamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan kemudahan dari-Nya sehinga skripsi ini berhasil diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu dan Ayah tercinta, atas segala do‟a, kasih sayang, kesabaran, semangat, serta segala dukungan dan pengorbanannya.

2. Bapak IR. Edhi Sandra, M.Si dan Bapak Dr.Ir.Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop. atas bimbingan, arahan, waktu, kesabaran dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Kepada dosen penguji Bapak Dr.Ir. Bahruni, MS, Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Achmad, MS.

4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, pengajaran dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

5. Kepada adiku Dede Rahmat Hidayat dan seluruh keluarga besar atas do‟anya, kasih sayang dan dukungannya.

6. Kepada Mellyana Rosmadewi Sunarya atas dukungan, do‟a dan kasih sayang yang diberikan.

7. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dan seluruh stafnya, Mba Nisa, Pa Robi, Pa Mahmud, Pa Rodi, Pa Syarif, Pa Taryana dan Pa Agus atas bantuannya.

8. Bapak Mul, Bapak Yono, Bapak Uro, Pa saefudin, atas dampingannya dilapangan dan seluruh masyarakat Desa Cisantana dan Desa Argalingga. 9. Seluruh staf Tata Usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi.

10.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan Kelompok Pemerhati Flora (KPF) atas


(9)

dukungan dan kekeluargaan, canda, tawa, pengalaman, ilmu pengetahuan dan kebersamaan dalam pendidikan dan penyusunan skripsi.

11.Keluarga besar KSHE 43 (Cendrawasih 43) atas kebersamaan, tawa, canda, duka, dan pengalaman bersama-sama.

12.Kawan-kawan Lab. Konservasi Tumbuhan Departemen KSHE atas bantuan, kerjasama dan motivasinya.

13.Keluarga besar FAHUTAN IPB atas dukungan dan kekeluargaan, canda, tawa, pengalaman, ilmu pengetahuan dan kebersamaan.

14.Keluarga besar WAPEMALA Sumedang, atas kebersamaannya. 15.Teman-teman seperjuangan satu daerah Des, Rully, Edi, dan Agung. 16.Teman Asrama Putra C2 dan Teman Wisma “Sarang Sanca” atas

kebersamaannya.

17.Teman-teman satu SD,SMP dan SMA atas pertemannannya yang sampai saat ini masih terjalin.

18.Semua pihak yang membantu semasa penulis kuliah, praktek dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan bantuannya.

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan, AMIN.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR TABEL……… iii

DAFTAR GAMBAR……… v

DAFTAR LAMPIRAN……… vi

i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Tujuan Penelitian……… 2

1.3 Manfaat Penelitian……….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani………... 3

2.1.1 Definisi……….. 3

2.1.2 Ruang lingkup………. 3

2.2 Tumbuhan Berguna………... 4

2.2.1 Tumbuhan obat……… 4

2.2.2 Tumbuhan hias………... 5

2.2.3 Tumbuhan aromatik……….……… 5

2.2.4 Tumbuhan penghasil pangan……….. 6

2.2.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak……….. 6

2.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati……….. 6

2.2.7 Tumbuhan bahan pewarna dan tannin….……… 7

2.2.8 Tumbuhan keperluan ritual, adat dan keagamaan………... 7

2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar………. 8

2.2.10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan……….. 8

2.2.11 Tumbuhan anyaman dan kerajinan……… 8

2.3.Taman Nasional.……….. 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 10

3.2 Objek dan Alat Penelitian………... 11

3.3 Metode Penelitian……… 11

3.3.1 Pengumpulan data……… 12

3.3.2 Analisis data………. 14

BAB IV KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas……….... 19

4.2 Kondisi Fisik Kawasan ………. 4.2.1 Geologi dan tanah……… 19 19 4.2.2 Topografi………... 20

4.2.3 Iklim dan hidrologi……… 20


(11)

4.3.1 Flora……… 21

4.3.2 Fauna……… 22

4.4 Pengelolaan TNGC………. 23

4.5 Kependudukan……….... 23

4.5.1 Demografi……… 23

4.5.2 Agama………. 23

4.5.3 Perekonomian……….. 23

4.5.4 Pendidikan……… 24

4.5.5 Sosial dan budaya masyarakat……… 24

BAB V ISI DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden………. 25

5.1.1 Tingkat pendidikan……….. 26

5.1.2 Pekerjaan………. 26

5.1.3 Karakteristik umur……….. 27

5.1.4 Jenis kelamin ………. 28

5.2 Potensi Tumbuhan Berguna di Masyarakat Sekitar Kawasan TNGC………. 29

5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan habitusnya… 29 5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan family…….. 30

5.2.3 Potensi dan pemanfaatan tumbuhan berguna……….. 31

5.2.4 Bagian tumbuhan yang digunakan……….. 32

5.2.5 Potensi tumbuhan berguna pada masyarakat TNGC………….. 33

5.3 Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan TNGC……….... 49

5.3.1 Keanekaragaman spesies dan famili tumbuhan berguna……… 49

5.3.2 Dominansi tumbuhan………. 51

5.3.3 Keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan……….. 53

5.4 Kaitan Masyarakat dengan TNGC……….. 56

5.5 Pengembangan Spesies Unggulan……….. 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan……….……… 60

6.2 Saran……….……….. 60

DAFTAR PUSTAKA……….……… 61 LAMPIRAN……….………


(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Tahapan kegiatan dan aspek kajian penelitian etnobotani masyarakat

disekitar Taman Nasional Gunung Ciremai………. 11 2. Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan berguna di Taman

Nasional Gunung Ciremai……….………... 15

3. Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener…………. 17 4. Tipologi masyarakat berdasarkan karakteristik kelas umur

responden. ……….………... 28

5. Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan berguna di TNGC

berdasarkan nama habitusnya……….…….. 29

6. Kelompok kegunaan jenis-jenis tumbuhan di TNGC……….. 32 7. Bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat………

33 8. Beberapa spesies tumbuhan obat penting yang digunakan oleh

masyarakat di kawasan TNGC……….…… 36

9. Beberapa spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai tumbuhan hias……….. 37 10. Spesies tumbuhan berguna yang dimanfaatkan masyarakat sekitar

TNGC sebagai bahan aromatik……….…... 39

11. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar

TNGC sebagai tumbuhan pangan……….… 40

12. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai pakan ternak……….…... 41 13. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar

TNGC sebagai penghasil pestisida nabati……… 43 14. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar

TNGC sebagai penghasil pewarna dan tanin………... 44 15. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar

TNGC sebagai kayu bakar……….…... 44 16. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar


(13)

17. Beberapa spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai bahan bangunan………... 46 18. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar

TNGC sebagai penghasil tali, anyaman dan kerajinan………. 47 19. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar

TNGC untuk keperluan lainnya……….….. 48

20. Kelompok kegunaan jenis-jenis tumbuhan di TNGC……….. 50 21. Rekapitulasi jenis tumbuhan berguna yang mempunyai INP paling

tinggi……….…...……… 52

22. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks kemerataan pada berbagai resort di TNGC……….…... 54 23. Spesies unggulan untuk dikembangkan……….. 57


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Peta Taman Nasional Gunung Ciremai………. 10

2. Metode garis berpetak untuk analisis vegetasi……….. 13

3. Rumah masyarakat TNGC………..…………... 25

4. Jumlah pendidikan responden……… 26

5. Jumlah pekerjaan responden……….. 27

6. a) Pengepakan dan pengangkutan hasil panen kubis b). Pengangkutan daun cengkeh………. 29

7. Sawuheun (Setaria palmifolia)………. 30 8. Jumlah spesies tumbuhan berguna berdasarkan famili………. 31 9. Jumlah tumbuhan obat berdasarkan famili……… 34 10. Jumlah tumbuhan obat berdasarkan habitus di kawasan TNGC………..……….. 35

11. Jumlah bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat TNGC………..……….. 36

12. (a). Bunga Bokor (Hydrangea sp.), (b) Patah tulang (Pedilanthus pringlei) dan (c). Ephorbia (Euphorbia mili)………. 38

13. (a). Cempoko (Talauma candollii) dan (b).Nilam (Pogostemon cablin) ………..………. 39

14. Kubis (Brassica oleracea) ……… 41

15. Kaliandra (Calliandra callothyrus) ……….. 42

16. Haur koneng (Bambusa vulgaris) ………. 45

17. Sengon (Paraserientes falcataria) ……… 47

18. Bambu atau awi (Gigantochloa apus) ………. 48

19. Jumlah tumbuhan berdasarkan famili yang ditemukan di TNGC………..……….. 49


(15)

20. Masawa (Anisoptera marginata) ……….. 51 21. Jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan dan berada di kawasan

TNGC………..………... 56


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Tumbuhan berguna yang ditemukan di dalam kawasan TNGC

dan dari masyarakat………..………... 65

2. Spesies tumbuhan obat hasil etnobotani dan potensi tumbuhan

yang berada di kawasan TNGC………..……. 73

3. Spesies tumbuhan hias hasil etnobotani dan potensi tumbuhan

yang berada di kawasan TNGC………..……. 79

4. Spesies tumbuhan aromatik hasil etnobotani dan potensi

tumbuhan yang berada di kawasan TNGC……….. 80

5. Spesies tumbuhan penghasil pangan hasil etnobotani dan potensi

tumbuhan yang berada di kawasan TNGC……….………. 80

6. Spesies tumbuhan penghasil pakan ternak hasil etnobotani dan

potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 81

7. Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati hasil etnobotani dan

potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 81

8. Spesies tumbuhan penghasil pewarna dan tanin hasil etnobotani

dan potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………….. 82

9. Spesies tumbuhan penghasil minuman potensi tumbuhan yang

berada di kawasan TNGC……….……….………. 82

10. Spesies tumbuhan penghasil kayu bakar hasil etnobotani dan

potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 82

11. Spesies tumbuhan untuk upacara adat hasil etnobotani dan

potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 83

12. Spesies tumbuhan sebagai bahan bangunan hasil etnobotani dan

potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 83

13. Spesies tumbuhan penghasil kerajinan tangan dan tali hasil etnobotani dan potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC. ……….……….……….…………

84 14. Spesies tumbuhan berguna di TNGC sebagai tumbuhan penghasil


(17)

15. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Cigugur……… 85 16. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Jalaksana………….. 86 17. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Pasawahan………… 86 18. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Argalingga………… 87 19. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Sanghiang…………. 87 20. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Cigugur…………. 88 21. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Jalaksana………... 89 22. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Pasawahan……… 90 23. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Argalingga……… 91 24. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Sanghiang………. 92 25. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Cigugur……….. 92 26. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Jalaksana……… 93 27. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Pasawahan………….. 94 28. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Argalingga…………. 94 29. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Sanghiang………….. 95 30. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Cigugur……… 95 31. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Jalaksana………….. 96 32. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Pasawahan………… 98 33. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Argalingga………... 99 34. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Sanghiang………… 100 35. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort

Cigugur……….……….……….…………. 101

36. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort

Jalaksana……….……….……….……….. 102

37. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort


(18)

38. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort

Argalingga……….……….……….……… 104

39. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna. Selain keanekaragaman hayati tersebut, Indonesia juga memiliki keanekaragaman yang lain yaitu keanekaragaman suku/etnis yang tersebar diseluruh Indonesia. Setiap suku di Indonesia mempunyai pengetahuan tradisional yang biasanya diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya, yang pada umumnya dilakukan secara oral. Salah satu pengetahuan tradisional yang dimiliki suku di Indonesia yaitu pemanfaatan tumbuhan untuk kebutuhan sehari-hari.

Pengetahuan tradisional yang dimiliki setiap suku di Indonesia perlu didokumentasikan melalui kajian etnobotani supaya pengetahuan pemanfaatan tumbuhan yang dimiliki dari setiap suku tidak hilang ditelan modernisasi budaya. Menurut Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional.

Adanya modernisasi budaya tersebut di atas dapat menyebabkan hilangnya pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat (Santhyami & Sulistyawati 2010). Kecenderungan hilangnya pengetahuan tradisional seperti yang terjadi pada masyarakat kampung Kuta, Ciamis, Jawa Barat. (Dwiartama 2005).

Di Jawa Barat hidup masyarakat asli yaitu Suku Sunda yang diantaranya tinggal di sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Masyarakat tersebut sangat berkaitan erat dengan kawasan TNGC dalam hal pemanfaatan tumbuhan berguna. Dengan kegiatan pemanfaatan tumbuhan ini maka dapat membantu masyarakat dalam memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk mendukung kegiatan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan tersebut maka perlu adanya informasi mengenai potensi tumbuhan berguna yang ada di kawasan TNGC.


(20)

Potensi tumbuhan berguna tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan untuk sumber pendapatan masyarakat yang berada di sekitar taman nasional. Spesies tumbuhan berguna yang berpotensi untuk dikembangkan meliputi tumbuhan obat, tumbuhan hias, aromatik, penghasil pangan, penghasil minuman, penghasil pakan, penghasil pestisida nabati, penghasil pewarna tanin, untuk upacara adat, penghasil kayu bakar, penghasil bahan bangunan, penghasil tali anyaman dan kerajinan.

Informasi tentang tumbuhan berguna di masyarakat dan TNGC belum banyak diungkap, oleh karena itu perlu dikaji potensi tumbuhan berguna, baik melalui kajian etnobotani masyarakat di sekitar TNGC tentang tumbuhan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maupun pengamatan langsung potensi tumbuhan berguna di kawasan TNGC.

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat (etnobotani) di sekitar TNGC.

2. Mengetahui potensi tumbuhan berguna di dalam kawasan TNGC.

1.3Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi, data dasar dan masukan bagi pengelola TNGC dalam pengembangan pemanfaatan tumbuhan berguna secara lestari bagi masyarakat di sekitar TNGC.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani

2.1.1 Definisi etnobotani

Etnobotani merupakan suatu ilmu yang kompleks dan dalam pelaksanaannya memerlukan pendekatan yang terpadu dari banyak disiplin ilmu antara lain, taksonomi, ekologi, dan geografi tumbuhan, pertanian, kehutanan, sejarah, antropologi dan ilmu yang lain (Soekarman & Riswan 1992).

Definisi etnobotani menurut Ford (1980) diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992) etnobotani adalah ilmu yang mempelajari penempatan tumbuhan secara keseluruhan di dalam budaya dan interaksi langsung manusia dengan tumbuhan. Menurut Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional. Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spiritual dan nilai budaya lainnya. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pemanfaatan tumbuhan sebagai obat, sumber pangan, dan kebutuhan hidup manusia lainnya.

2.1.2 Ruang lingkup

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, ilmu etnobotani berkembang dari hanya mengungkapkan pemanfaatan keanekaragaman spesies tumbuhan oleh masyarakat lokal, berkembang dengan pesat yang cakupannya interdisipliner meliputi berbagai bidang seperti sosial budaya (antropologi), botani, pertanian, arkeologi, paleobotani, fitokimia, ekologi dan biologi konservasi dan bidangnya (Purwanto 2000). Keseluruhan bidang ilmu tersebut merupakan instrument untuk menganalisis hubungan suatu kelompok masyarakat atau suatu etnik dengan sumber daya alam tumbuhan dengan lingkungannya.

Purwanto (2000) mendeskripsikan ruang lingkup bidang penelitian etnobotani, sebagai berikut :


(22)

1. Etnoekologi, mempelajari sistem pengetahuan tradisional tentang fenologi tumbuhan, adaptasi dan interaksi dengan organisme lainnya, pengaruh pengelolaan tradisional terhadap lingkungan alam.

2. Pertanian tradisional mempelajari sistem pengetahuan tentang varietas tanaman dan sistem pertanian, pengaruh alam dan lingkungan pada seleksi tanaman serta sistem pengelolaan sumberdaya tanaman.

3. Etnobotani kognitif, mempelajari tentang persepsi tradisional terhadap keanekaragaman sumberdaya alam dan tumbuhan, melalui analisis simbolik dalam ritual dan mitos, dan konsekuensi ekologisnya.

4. Budaya materi, mempelajari sistem pengetahuan tradisional dan pemanfaatan tumbuhan dan produk tumbuhan dalam seni dan teknologi.

5. Fitokimia tradisional, mempelajari tentang pengetahuan tradisional penggunaan berbagai spesies tumbuhan dan kandungan bahan kimianya, contoh bahan insektisida lokal dan tumbuhan obat-obatan.

Dalam kajian etnobotani terdiri dari pola pemanfaatan tumbuhan dan interaksinya dengan manusia termasuk upaya pelestarian terhadap sumber botani tersebut. Dalam hal pemanfaatan tumbuhan mencakup kepada hampir seluruh aspek kebutuhan hidup masyarakat seperti pangan, obat, bangunan, hiasan, pakan dan kebutuhan hidup lainnya.

Dokumentasi sebagai salah satu usaha utama dalam etnobotani merupakan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan. Dokumentasi dapat berupa dokumen tertulis, rekaman foto, majalah, film dokumenter. Dalam hal botani dokumentasi juga dilakukan dengan cara pengumpulan spesies.

2.2 Tumbuhan Berguna 2.2.1 Tumbuhan obat

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan manjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat


(23)

dipertanggungjawabkan secara medis; (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud et al. 2004).

2.2.2 Tumbuhan hias

Tanaman hias mencakup semua tumbuhan, baik berbentuk merambat, semak, perdu, ataupun pohon, yang sengaja ditanam orang sebagai komponen taman, kebun rumah, penghias ruangan, upacara, komponen riasan/busana, atau sebagai komponen karangan bunga. Bunga potong pun dapat dimasukkan sebagai tanaman hias (Ramadhany 1994). Dalam konteks umum, tanaman hias adalah salah satu dari pengelompokan berdasarkan fungsi dari tanaman hortikultura. Bagian yang dimanfaatkan orang tidak semata bunga, tetapi kesan keindahan yang dimunculkan oleh tanaman ini. Selain bunga (warna dan aroma), daun, buah, batang.

2.2.3 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik yakni tanaman yang mampu mengeluarkan aroma, bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya spesies selasih (Occimum), yaitu Occimum minimum, Occimum tenuiflorum, Occimum sanctum

dan lainnya. Selain tanaman selasih ada juga tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman yang bersifat sinergis (meningkatkan efektifitas atraktan), seperti pala (Myristica fragans). Semua tanaman ini mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat buah, yaitu Methyl eugenol, dengan kadar yang berbeda (Mangun 2008).

Menurut Heyne (1987), tumbuhan aromatik yaitu tumbuhan penghasil minyak atsiri, antara lain dari famili poaceae, misalnya akar wangi (Andropogon zizinioides); lauraceae misalnya kayu manis (Chinnamomum burmanii), zingibereceae misalnya jahe (Zingiber officinate), piperaceae misalnya sirih (Piper betle), salantalaceae misalnya cendana (Santalum album), anonaceae misalnya kenanga (Canangium odoratum) dan sebagainya. Tumbuhan penghasil minyak atsiri bersumber dari daun, batang, bunga, biji, kulit, buah dan akar atau umbi (rhizoma).


(24)

2.2.4 Tumbuhan penghasil pangan

Menurut kamus bahasa Indonesia tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berakar, berdaun, dan dapat dikonsumsi oleh manusia jika pada hewan disebut pakan. Contohnya buah-buahan, sayur-sayuran, gandum dan padi.

Tanaman pangan di Indonesia ada yang memiliki daerah penyebaran khususnya hanya terdapat didaerah tertentu karena perbedaan iklim dan ada yang menyeluruh. Demikian pula dengan penggunaannya, selain memenuhi kebutuhan pangan dengan berbagai bentuk, digunakan pula untuk kepentingan lain (Moeljopawiro & Manwan 1992). dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Komoditas utama, seperti padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max), kacang tanah (Arachsis hypogeal), jagung (Zea Mays) dan sebagainya

2. Komoditas potensial, seperti sorgum (Andropogon sorgum), sagu (Metroxylon

sp.) dan sebagainya

3. Komoditas introduksi, seperti ganyong (Canna edulis), jawawut (Panicum viridae), kara (Dolicchos lablab) dan sebagainya.

2.2.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Menurut Mannetje dan Jones (1992) diacu dalam Kartikawati (2004), pakan ternak adalah tanaman konsentrasi rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora. Spesies ini bisa dibudidayakan dan mudah dijumpai. Misalnya dipadang rumput, pematang sawah, tebing, dan tanaman penutup pada perkebunan. Salah satu spesiesnya adalah rumput pahit (Axonopus compresus). Tumbuhan penghasil pakan ternak adalah seluruh spesies tumbuhan yang diberikan kepada hewan pemeliharaan.

2.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat beracun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi tumbuhan (Kardinan 1999).

Pestisida nabati adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan (Kardinan 1999). Sedangkan menurut Soenandar et al. (2010) pestisida


(25)

nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan berkhasiat mengendalikan hama pada tanaman.

2.2.7 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin

Istilah warna dalam suatu bahasa dimunculkan setelah suku bangsa yang bersangkutan menguasai teknologi untuk menyediakan bahan yang dapat dipakai zat pewarna yang bersangkutan dan tumbuhan merupakan sumber utama yang dipakai untuk meramu dan menemukan atau menciptakan bahan pewarna alaminya (Rifai & Waluyo 1992)

Pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol). Spesies pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpinia sp, warna biru dari

Indigofera tinctoria, warna jingga dari Bixa orellana dan warna kuning dari

Mimosa pudica.

Menurut Husodo (1999) terdapat kurang lebih 150 spesies pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol).

2.2.8 Tumbuhan untuk keperluan ritual, adat dan keagamaan

Diantara berbagai macam pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat magis, spiritual dan ritual. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatannya di bidang upacara-upacara. Di berbagai etnis tumbuhan-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat masing-masing. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup (Kartiwa & Wahyono 1992).

Menurut Kartiwa dan Wahyono (1992) upacara ritual yang dilakukan oleh masyarakat dibedakan atas tiga tujuan pokok :

1. Memisahkan (Separation), misalnya dalam upacara kematian. Dalam upacara tersebut untuk memisahkan orang yang sudah meninggal dari orang-orang yang masih hidup.


(26)

2. Menyatukan (incorporated), misalnya pada upacara perkawinan. Menyatukan antara pasangan pengantin laki-laki dengan perempuan.

3. Tradisi dan Peralihan (Transition), misalnya pada upacara pasha gigi, khitanan yaitu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja atau dewasa, „nuju bulan‟ yaitu dari masa sebelum mempunyai anak, mengandung hingga melahirkan.

2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Hampir semua spesies tumbuhan berkayu dapat dijadikan bahan untuk kayu bakar. Namun tentunya ada beberapa kriteria (Sutarno 1996) :

1. Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim.

2. Beradaptasi pada rentangan kondisi lingkungan yang luas 3. Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya

4. Tahan penyakit dan hama

5. Pengelolaannya singkat waktunya

6. Memiliki manfaat lain yang menguntungkan pertanian

7. Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya.

8. Menghasilkan kayu yang mudah dibelah

9. Pertumbuhan tajuk baik, setiap tumbuh pertunasan yang baru.

10.Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat.

11.Kadar air rendah dan mudah dikeringkan.

12.Menghasilkan kayu yang padat dan tahan lama ketika dibakar. 13.Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar. 2.2.10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat, dan sarana ibadat. Katikawati (2004) menyebutkan bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon dihutan, ada pula rotan dan bambu. Spesies-spesies yang umum digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria), jati (Tectona grandis), ulin (Eusideroxylon zwageri), dan sebagainya.


(27)

2.2.11 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

Menurut Isdijoso (1992) tumbuhan yang termasuk dalam kelompok sumber bahan sandang, tali-temali, dan anyam-anyaman : kapas (Gossypium hirsutum), kenaf (Hibiscus cannabinus), rosella (Hibiscus sabdariffa), yute (Corchorus capsularis dan C. olitorius), rami (Boehmeria nivea), abaca (Musa Textilis) dan agave/sisal (Agave sisalana dan A. cantula).

2.3Taman Nasional

Menurut UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekowisata, kawasan konservasi dibagi dalam 2 kelompok utama yaitu Kawasan Suaka Alam (meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) dan Kawasan Pelestarian Alam (meliputi Taman Nasional,Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam).

Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sistem zonasi di dalam taman nasional terbagi atas beberapa zonasi, tergantung dari masing-masing kondisi taman nasional. Tapi pada dasarnya setiap taman nasional terdapat zona inti (core), zona rimba, zona pemanfaatan, zona daerah penyangga dan zona lainnya (Departemen Kehutanan 2006).

Taman nasional adalah suatu kawasan yang diperuntukan bagi perlindungan kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting secara nasional dan internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi. Kawasan alami ini relatif luas, materinya tidak diubah oleh kegiatan manusia serta pemanfaatan sumberdaya tambang tidak diperkenankan (Mackinnon et al. 1990).


(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Ceremai (TNGC), Kabupaten Kuningan dan Majalengka, propinsi Jawa Barat (Gambar 2), yaitu pada bulan Juni sampai Juli 2010.


(29)

3.2 Objek dan Alat Penelitian

Objek kajian adalah masyarakat sekitar dan kawasan hutan TNGC. Tumbuhan untuk pembuatan herbarium, alkohol 70% sedangkan alat yang digunakan adalah peta, kamera, kertas karton, kantong plastik, tally sheet, meteran gulung,kompas, tambang, kuesioner, label gantung, alat tulis menulis dan komputer beserta perlengkapannya.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari 5 tahap kegiatan, yaitu : kajian kondisi umum, kajian etnobotani, inventarisasi potensi tumbuhan berguna, identifikasi spesies tumbuhan berguna dan pengolahan serta analisis data. Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji dalam penelitian ini seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji Tahapan kegiatan Aspek yang dikaji Sumber

data

Metode I. Kajian Kondisi

Umum Kawasan TNGC

1. Letak, Luas dan Status Kawasan 2. Kondisi Fisik

Kawasan 3. Flora dan Fauna 4. Administrasi

Pemerintahan 5. Kependudukan 6. Suku dan Agama

(Kepercayaan)

Balai TNGC

Studi literatur

II. Kajian Etnobotani masyarakat di Sekitar Kawasan TNGC Jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Masyarakat sekitar TNGC Wawancara langsung dengan responden III. Inventarisasi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan TNGC Jenis potensi tumbuhan berguna Kawasan TNGC Pengamatan lapangan/analisis vegetasi Studi literatur IV. Identifikasi Spesies-spesies Tumbuhan di kawasan TNGC

Nama ilmiah tumbuhan

berguna Data hasil survei lapangan

1. Cek silang dengan literatur

2. Cek silang dengan herbarium


(30)

Tabel 1 Lanjutan

Tahapan kegiatan Aspek yang dikaji Sumber data

Metode

V. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan dan analisis data primer

2. Pengolahan dan analisis data sekunder Data hasil survei lapangan/ literatur

1. Pengolahan data secara manual dan komputer

2. Analisis data secara deskriptif, kualitatif dan kuantitatif

3.3.1 Pengumpulan data 3.3.1.1 Studi literatur

Studi literatur dilakukan sebelum berangkat ke lokasi penelitian dan sesudah dilakukan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum lokasi penelitian (kondisi fisik, biotik dan kependudukan), data inventarisasi vegetasi yang telah dilakukan, serta untuk verifikasi (cek silang) spesies-spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil wawancara. Data-data tersebut juga untuk jadi acuan atau panduan dalam identifikasi spesies dan untuk melengkapi data-data hasil pengamatan dilapangan.

3.3.1.2 Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai spesies-spesies tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga TNGC. Wawancara dilakukan dengan metode pemilihan responden secara acak. Jumlah responden terpilih yang mewakili dari jumlah penduduk desa penyangga TNGC yaitu 63 orang.

3.3.1.3 Survei lapangan

Survei lapangan bertujuan untuk verifikasi spesies-spesies tumbuhan berguna yang diperoleh dari hasil wawancara. Verifikasi dilakukan dengan mencari berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari hasil wawancara sebagai sampel dan membuat dokumentasi atau membuat contoh spesimen herbarium yang telah diidentifikasi dan cek silang dengan literatur.

Selain itu pengambilan data dilakukan dengan analisis vegetasi di dalam kawasan TNGC sesuai dengan tipe vegetasi yang ada. Analisis


(31)

vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak sebanyak 15 jalur, ukuran jalur 20 m x 100 m. kondisi jalur tersebut dibagi 20 x 20m untuk pohon, 10 x 10 m untuk tiang, 5 x 5m untuk pancang dan 2 x 2m untuk semai.

Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002), tingkat pertumbuhan semai (a) (tinggi < 1,5, diameter < 3 cm) petak berukuran 2 m x 2 m, untuk tingkat pertumbuhan pancang 5 m x 5 m (b)(diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m ), untuk tingkat pertumbuhan tiang 10 m x 10 m (c)(diameter 10-19 cm) dan untuk tingkat pertumbuhan pohon ukuran petaknya adalah 20 m x 20 m (Gambar 2).

10m

20 m

Gambar 1. Petak pengamatan vegetasi. Keterangan :

a : 2m x 2 m (semai) b : 5m x 5m (pancang) c : 10m x 10m (tiang) d : 20m x 20m (pohon)

Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies untuk tingkat pertumbuhan semai dan pancang, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu, diameter batang.

d

D

d c

c

b

b

a


(32)

3.3.1.4 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kalau ada bunga dan buahnya). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah :

 Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, kalau ada bunga dan buahnya diambil.

 Contoh herbarium tadi dengan menggunakan gunting daun, dipotong dengan panjang kurang lebih 40 cm.

 Kemudian contoh herbarium dimasukan kedalam kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran (3 x 5) cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor.

 Selanjutnya beberapa herbarium disusun diatas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa dan dikeringkan dengan menggunakan oven.

 Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi nama spesiesnya.

3.3.1.5 Identifikasi kegunaan tumbuhan

Kegunaan tumbuhan hasil analisis vegetasi diidentifikasi dengan menggunakan berbagai literatur juga hasil kajian etnobotani di cross cek

dengan menggunakan literatur yang sama. Literatur yang menjadi acuan utama, yaitu : Heyne (1987) dan Zuhud et al. (2004).

3.3.2 Analisis data

3.3.2.1 Pengklasifikasian kelompok kegunaan

Tumbuhan memiliki berbagai macam kegunaan. Kelompok-kelompok kegunaan tersaji pada Tabel 2.


(33)

Tabel 2 Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan

No Kelompok Kegunaan

1 Tumbuhan obat 2 Tumbuhan hias 3 Tumbuhan aromatik

4 Tumbuhan penghasil pangan 5 Tumbuhan penghasil pakan ternak 6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati 7 Tumbuhan bahan pewarna dan tanin 8 Tumbuhan penghasil kayu bakar 9 Tumbuhan keperluan upacara adat 10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

11 Tumbuhan penghasil bahan tali, anyaman, dan kerajinan Sumber :Purwanti dan Walujo (1992) diacu dalam Kartikawati (2004)

3.3.2.2 Persentase habitus

Habitus adalah perawakan suatu tumbuhan (Syahid 2010). Habitus tersebut meliputi pohon adalah tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu dan memiliki satu batang utama yang tumbuh tegak. Menurut Natasaputra et al. (2009) pohon adalah (tree) adalah tumbuhan berkayu yang mempunyai satu batang utama dan tingginya lebih dari 6 m. Liana adalah tumbuhan yang merambat, memanjat, atau menggantung (Natasaputra et al. 2009). Perdu adalah suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah, biasanya kurang dari 5-6 meter. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu. Menurut Natasaputra et al. (2009) semak adalah tumbuhan berkayu yang mempunyai beberapa batang utama dan tingginya tidak lebih dari 4,5 m. Untuk mengetahui persentase habitus suatu kelompok kegunaan, dihitung dengan rumus :


(34)

3.3.2.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan

Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/daun sampai ke bagian bawah/akar. Untuk menghitungnya digunakan rumus :

3.3.2.4 Indeks nilai penting

Data analisis vegetasi di kawasan TNGC diolah dalam variabel kerapatan, frekuensi dan dominansi dengan rumus (Indriyanto 2006) : - Kerapatan (K) (ind/ha)

Jumlah individu suatu spesies K =

Luas seluruh petak contoh - Frekuensi (F)

Jumlah petak ditemukan suatu spesies F =

Jumlah seluruh petak contoh - Dominasi (D)

Luas bidang dasar suatu spesies D =

Luas petak contoh - Kerapatan Relatif (KR)

Kerapatan suatu spesies

KR = x 100% Kerapatan seluruh spesies

- Frekuensi Relatif (FR )

Frekuensi suatu spesies

FR = x 100% Frekuensi seluruh spesies


(35)

- Dominansi Relatif (DR)

Dominansi suatu spesies

DR = x 100% Dominansi seluruh spesies

Indeks Nilai Penting (INP) untuk vegetasi tingkat tiang dan pohon merupakan penjumlahan dari nilai – nilai kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), dan frekuensi relatif (FR) atau INP = KR+FR+DR. Sedangkan untuk vegetasi tingkat semai dan pancang, INP = KR+FR. 3.3.2.4 Indeks keanekaragaman spesies (H')

Indeks keanekaragaman spesies dihitung dengan menggunakan

Shannon-wienner Index (Krebs 1989), yaitu :

H' = ∑ dimana pi = ni / N Keterangan :

H' = Indeks keanekaragaman spesies ni = INP setiap spesies

N = Total INP seluruh spesies

Sedangkan besarnya nilai H‟ menggunakan kategori tertentu, seperti tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Nilai indeks Kategori

>3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan kesetabilan komunitas tinggi

1-3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kesetabilan komunitas sedang

< 1 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah

Sumber : Barbour et al. (1987) diacu dalam Suwena (2007)

3.3.2.5 Indeks kemerataan (Evenness)

Derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap spesies dapat ditentukan dengan menggunakan indeks kemerataan spesies tumbuhan (Magurran 1988). Indeks kemerataan spesies tumbuhan dihitung berdasarkan persamaan dibawah (Ludwig & Reynold 1988) :


(36)

Keterangan :

E1 = Nilai eveness

H‟ = Indeks Keragaman Shannon-Wiener Ln(S) = Logaritma natural dari jumlah spesies

Nilai eveness berkisar antara 0 dan 1, jika nilainya 0 menunjukan tingkat kemerataan spesies tumbuhan pada tingkat sangat tidak merata sedangkan jika nilainya mendekati 1 maka hampir seluruh spesies yang ada mempunyai kelimpahan yang sama (Magurran 1988).


(37)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak, Luas dan Status Kawasan

Gunung Ciremai merupakan gunung berapi aktif (strato) tertinggi di Jawa Barat dengan puncak tertinggi yaitu 3.078 m dpl dengan luas 15.518,23 hektar dan secara geografis berada pada koordinat 108028‟0” BT – 108021‟35” BT dan 6050‟25” LS – 6058‟26” LS. Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan kawasan TNGC termasuk pada 2 Kabupaten Kuningan (bagian timur) seluas 8.205,38 hektar dan Kabupaten Majalengka seluas 7.308,95 di sebelah barat.

Penunjukan kawasan ini sebagai Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 dengan luas ± 15.500 Ha (BTNGC 2006).

4.2 Kondisi Fisik Kawasan 4.2.1 Geologi dan tanah

Jenis batuan pada daerah ini terdiri dari berbagai jenis batuan vulkanik, baik berupa vulkanik tua maupun muda yang merupakan produk dari aktivitas vulkanik Gunung Ciremai. Terlebih pada bagian utara kawasan yang pada lereng bagian bawah dan bagian kaki gunungnya dipenuhi oleh batu – batuan vulkanik dengan vegetasi dominan adalah semak belukar.

Kawasan Gunung Ciremai berdasarkan peta Kelas Tanah Kelompok Hutan Gunung Ciremai pola penyebaran jenis tanah penyusunan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai adalah berikut :

 Regosol coklat kelabu, asosiasi regosol kelabu, regosol coklat kelabu dan latosol dengan penyebaran mulai dari puncak Gunung Ciremai sampai bagian lahan yang landai di Kecamatan Jalaksana dan sebagian Kecamatan Mandirancan.

 Kelompok asosiasi andosol coklat dan regosol dengan penyebaran pada daerah – daerah tinggi yaitu di sekililing puncak Gunung Ciremai.


(38)

 Kelompok latosol coklat, latosol coklat kemerahan umumnya menempati daerah yang lebih rendah dengan penyebaran yang cenderung merata di setiap wilayah.

4.2.2 Topografi

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki topografi yang bergelombang dan berbukit sepanjang bagian kaki gunung hingga bagian puncak pada ketinggian mencapai 3.078 m dpl (BTNGC 2006).

4.2.3 Iklim dan hydrologi

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki iklim tropis. Curah hujan pada kawasan ini berkisar antara 2.000 – 4.000 mm/tahun dengan curah hujan rata – rata 3.500 mm/tahun, sedangkan curah hujan tertinggi mencapai 4.000 – 4.500 mm/tahun yang terjadi di daerah sekitar puncak dan curah hujan terendah antara 2.000 – 2.500 mm/tahun yang terjadi disebelah timur kawasan. Bulan kering terjadi antara bulan Juli – September dengan curah hujan rata – rata bulanan antara 25 – 150 mm dan bulan basah terjadi antara bulan November – Maret dengan curah hujan rata – rata bulanan antara 200 – 900 mm. Suhu udara antara 150C – 270C kecuali pada daerah puncak Gunung Ciremai antara 40C – 180C.

Kawasan Gunung Ciremai kaya dengan sumber daya air berupa sungai dan mata air. Sungai – sungai yang bersumber dari kawasan Gunung Ciremai berjumlah ± 43 buah dan 156 titik mata air, dimana 147 titik mata air terus – menerus mengalirkan air sepanjang tahun dengan debit rata – rata 50 – 2.000 liter/detik serta kualitas airnya memenuhi standar criteria kualitas air minum.

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki fungsi hydrologis yang sangat penting yaitu sebagai kawasan resapan air dan sumber mata air. Potensi sumberdaya airnya meliputi 43 sungai dan 156 sumber mata air yang potensial dimana sebanyak 147 titik sumber mata air mengalir terus menerus sepanjang tahun dengan rata-rata debit air yang cukup besar 50-2000 liter/detik (BAPPEDA Kab. Kuningan & RISSAPEL 2000), mata air-mata air tersebut mengaliri sekitar 43 sungai-sungai yang bersumber dari Gunung Ciremai. Sumberdaya air dari Kawasan Gunung Ciremai dimanfaatkan untuk


(39)

kepentingan rumah tangga, pertanian, industri dan kegiatan ekonomi lainnya, diantaranya untuk :

- Suplai air bagi PDAM Kabupaten Cirebon dengan debit 200 liter/detik dan bagi PDAM Kota Cirebon dengan debit 800 liter/detik.

- Suplai air untuk Pertamina Cirebon dengan debit 50 liter/detik.

- Suplai air untuk PT. Indocement Cirebon dengan debit sebesar 36 litter/detik.

- Suplai air untuk kegiatan pertanian, perkebunan tebu dan pabrik gula adalah 2.500 liter/detik.

4.3 Flora dan Fauna 4.3.1 Flora

Hutan Gunung Ciremai merupakan hutan sekunder yang berumur sekitar 35 tahunan, sebagian kawasan sering terganggu oleh masyarakat dan bencana alam seperti kebakaran. Sebagian besar penutupan lahan di kawasan Gunung Ciremai berupa vegetasi hutan, baik hutan alam maupun hutan produksi. Hutan di kawasan tersebut sebagian besar merupakan hutan alam primer (virgin forest) yang dikelompokan ke dalam tiga, yaitu :

 Hutan hujan dataran rendah (2-1.000 m dpl)

 Hutan hujan pegunungan/zona Montana (1.000 – 2.400 m dpl)

 Hutan pegunungan sub alpin (>2.400 m dpl)

Berdasarkan inventarisasi tumbuhan yang dilakukan pada tahun 1930 vegetasi TNGC antara lain terdiri dari huru (Lauraceae), mareme (Glochidion sp), saninten (Castanopsis argentea). Berdasarkan hasil studi dari Suwandhi (2001) bahwa di kawasan Gunung Ciremai ditemukan sekitar 32 spesies tanaman pada ketinggian antara 1.200 – 2.400 meter di atas permukaan laut, antara lain : saninten (Castanopsis argentea), kitandu (Fragraera blumii), ki pulusan (Villubrunes rubescens), kalimorot (Castanopsis javanica), mara (Macaranga denticulata), ki keper (engelhardia spicata), tangogo (Castanopsis tungurut), pasang (Lithocarpus sundaicus), janitri (Elaeocarpus stipularis), pasang bodas (Lithocarpus spicatus), saninten (Castanopsis argentea), kiara (Ficus sp.), ki jalantir. Diantara tanaman tersebut antara lain


(40)

berupa (Eurya acuminata), tanaman langka seperti lampeni (Ardisia cymosa), kakaduan (Platea latifolia)(BTNGC 2006).

Berdasarkan hasil eksplorasi kawasan hutan Gunung Ciremai (di wilayah Kab. Kuningan) oleh Tim Kebun Raya Bogor, LIPI ditemukan 119 koleksi tumbuhan terdiri dari 40 koleksi anggrek dan 79 koleksi non anggrek. Spesies–spesies anggrek yang mendominasi adalah Vanda tricolor, Eria miltiflora, Eria hyancinthoides, Eria compressa, Coelogyne miniata, Pholidota imbricate, Liparis latifolia. Sedangkan spesies anggrek terestrial yang mendominasi adalah Calenthe triplicate, Macodes sp., Cymbidium lancefolium,

Cymbidium finlaysonianum dan Malaxis iridifolia (BTNGC 2006).

Pada kawasan dataran tinggi kering, vegetasi non anggrek didominasi oleh Pinanga javana, Pandanus sp., Nicolaia sp. Sedangkan vegetasi dataran tinggi basah di dominasi dengan paku tiangi (Cyathea sp.). Secara umum vegetasi hutan Gunung Ciremai banyak ditumbuhi keluarga huru (Litsea sp.), mareme (Glochidion sp.), mara (Macaranga tanarius), saninten (Castanopsis argentea), sereh gunung (Cymbophogon sp.), Hedychium sp., Ariasema sp.

Koleksi yang berpotensi sebagai tanaman hias adalah Nephenthes gymnaflora

yang merupakan anggota dari suku kantong semar (Nepenthaceae) dan Rosaceae. Jenis tegakan yang cukup menarik adalah ditemukannya koleksi dadap jingga (Erythrina sp.) (BTNGC 2006).

4.3.2 Fauna

Beberapa jenis fauna yang dapat ditemukan pada kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai adalah :

Mamalia : Macan kumbang (Phantera pardus), Kijang (Muntiacus muntjak), landak (Zaglossus brujini), babi hutan, kera abu – abu (Macaca fascicularis) dan surili (Presbytis comata)

Burung, antara lain spesies yang dilindungi seperti elang jawa (Spizaetus bartelsii)


(41)

4.4 Pengelolaan TNGC

Pengelolaan Balai TNGC sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.29/Menhut-II/2006 tentang perubahan pertama atas keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Dimana terbagi kedalam dua seksi pengelolaan yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Maja di Kabupaten Majalengka.

4.5 Kependudukan 4.5.1 Demografi

Masyarakat lokal yang tinggal berbatasan dengan kawasan TNGC yaitu ada 14 kecamatan yaitu 7 kecamatan yang terdiri dari 25 desa termasuk wilayah administratif Kabupaten Kuningan dan 7 kecamatan dengan jumlah desa 20 termasuk pada wilayah administratif Kabupaten Majalengka. Untuk 7 kecamatan di Kabupaten Kuningan jumlah laki-laki sekitar 144.096 jiwa dan jumlah perempuan ada 143.341 jiwa. Untuk 7 kecamatan di Kabupaten Majalengka jumlah laki-laki ada 141.024 jiwa dan untuk perempuan ada 138.604 jiwa (BTNGC 2006).

4.5.2 Agama (Kepercayaan)

Berdasarkan Data Pusat Statistik tahun 2001 Kabupaten Kuningan masyarakat dari ke tujuh desa tiga desa yaitu Jalaksana, Mandirancan dan Pasawahan semua pemeluk agama Islam, desa Darma 56 orang dan desa Cilimus 24 orang menganut agama Katolik dan selebihnya menganut agama Islam, sedangkan untuk desa Cigugur dari 38.083 orang pemeluk agama Islam 32.068 orang, Katolik 5.645 orang dan Protestan 80 orang, serta 290 orang penganut agama lainnya. Hal tersebut berbeda dengan daerah Majalengka karena hampir semua masyarakat dari 20 desa memeluk agama Islam kecuali 10 orang pemeluk agama Protestan di desa Sukahaji.

4.5.3 Perekonomian

Mata pencaharian penduduk di sekitar Gunung Ciremai terdiri dari petani sebanyak 65.476 orang (68,79 %), industri sebanyak 2.323 orang (2,46 %) dan sektor jasa sebanyak 27.097 orang (28,55 %). Besarnya jumlah petani menunjukkan besarnya jumlah masyarakat yang bergantung pada lahan


(42)

pertanian dengan luas kepemilikan lahan pertanian oleh petani hanya mencapai 0,2119 Ha. Adapun komoditas pertanian yang dihasilkan diantaranya adalah padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan.

Mata pencaharian penduduk di sekitar Gunung Ciremai wilayah Kabupaten Kuningan dan Majalengka, sebagian besar di sektor pertanian baik di lahan milik, penggarap atau buruh tani dengan komoditi spesies yang ditanam di atas lahan ladang/kebun/tegalan diantaranya jenis sayuran dan rempah-rempah (BTNGC 2006).

4.5.4 Pendidikan

Tingkat pendidikan 7 kecamatan di Kabupaten Kuningan untuk yang tidak tamat SD ada 3.159 jiwa, tamat SD ada 11.225 jiwa, tamat SMP ada 3.625 jiwa, tamat SMA ada 2932 jiwa, tamat sarjana muda ada 619 jiwa dan yang tamat sarjana 17 jiwa.

Tingkat pendidikan 7 kecamatan di Kabupaten Majalengka tamat SD ada 24.583 jiwa, tamat SMP ada 3.570 jiwa, tamat SMA ada 1.305 jiwa, tamat sarjana muda dan tamat sarjana 235 jiwa.

4.5.5 Sosial dan budaya masyarakat

Interaksi masyarakat desa dengan kelompok hutan Gunung Ciremai telah lama berlangsung sejak kawasan tersebut belum ditunjuk sebagai taman nasional. Berbagai aktifitas masyarakat, baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial berhubungan dengan kawasan tersebut. Interaksi secara ekologi dapat dilihat dari dimanfaatkannya jasa lingkungan yang keluar dari kawasan Gunung Ciremai untuk mendukung kehidupan masyarakat, misalnya jasa hidrologis yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, pertanian, dan sebagainya. Interaksi masyarakat dengan kawasan Gunung Ciremai secara ekonomi ditunjukkan dengan ketergantungan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan yaitu hasil hutan kayu maupun hasil hutan non-kayu. Selain itu, beberapa situs yang terdapat di dalam kawasan Gunung Ciremai merupakan bagian dari kegiatan ritual kepercayaan dan budaya bagi sebagian masyarakat di sekitar dan di luar kawasan Gunung Ciremai.


(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Karakteristik Responden

Masyarakat Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) tergolong masyarakat yang cukup maju dalam perekonomiannya. Hal itu dilihat dari rumah-rumah disekitar kawasan TNGC termasuk rumah yang bagus dan layak huni. Interaksi antara masyarakat dengan kawasan TNGC sangat erat karena sebagian masyarakat TNGC yang berdekatan dengan kawasan TNGC mempunyai ladang di dalam kawasan TNGC. Masyarakat TNGC menggarap lahan kawasan TNGC dikarenakan masyarakat tidak mempunyai mata pencaharian lain untuk kebutuhan hidupnya dan tidak mempunyai lahan yang luas untuk digarap. Hanya sebagian masyarakat TNGC yang mempunyai lahan sendiri. Masyarakat TNGC termasuk masyarakat agroholtikultura yaitu masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian pada bidang pertanian. Rumah masyarakat TNGC tersaji pada Gambar 3.


(44)

5.1.1 Tingkat pendidikan

Pendidikan masyarakat kawasan TNGC masih rendah, hal ini didapat dari hasil wawancara, masyarakat kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki pendidikan SD sebanyak 47 orang (74,60%), SMP 10 orang (15,87%), SMA 4 orang (6,35%) dan S1 sebanyak 2 orang (3,13%). Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 Jumlah pendidikan responden.

Berdasarkan Gambar 4 terlihat tingkat pendidikan masyarakat kawasan TNGC yang masih rendah, hal ini membuat kurangnya kesadaran masyarakat TNGC tentang pentingnya menjaga kawasan hutan untuk kelangsungan kehidupan sebagai sumber penyangga kehidupan masyarakat TNGC. Selain itu kurangnya kepedulian masyarakat TNGC jika kawasan hutan TNGC mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan perladangan masyarakat di kawasan TNGC. Jika hal tersebut tidak diubah maka tekanan terhadap kawasan TNGC akan semakin besar. Hal ini berbeda dengan masyarakat tradisional meskipun pendidikan masyarakat tradisional rendah tetapi masyarakat tradisional tersebut menjaga hutan dengan aturan-aturan adat yang berlaku disana seperti yang dilakukan masyarakat Baduy di Kabupaten Banten (Fawnia et al. 2004).

5.1.2 Pekerjaan

Dari hasil wawancara, pekerjaan/profesi masyarakat kawasan TNGC rata-rata bekerja sebagai petani yaitu 57 orang (90,48%), Pedagang 3

SD 74,60% SMP

15,87% SMA 6,35%

S1 3,13%


(45)

orang (4,76%), sebagai pelajar 2 orang (3,17%) dan PNS yaitu 1 orang (1,59%). Untuk lebih jelasnya dapat tersaji di Gambar 5.

Gambar 5 Jumlah pekerjaan responden.

Berdasarkan Gambar 5 dapat dijelaskan, bahwa dengan jenis pekerjaan terbanyak sebagai petani akan mengakibatkan banyaknya perambahan hutan/pembukaan lahan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian. Perambahan hutan tersebut mengakibatkan tekanan terhadap kawasan akan semakin besar karena kegiatan masyarakat TNGC yang merambah kawasan TNGC. Untuk mengatasi tekanan seperti ini sangat sulit karena dapat mengakibatkan terjadinya pertikaian antara masyarakat dengan Balai TNGC. Untuk itu perlu adanya solusi untuk mengurangi tekanan seperti ini, solusi yang menguntungkan kedua belah pihak seperti pengalihan pekerjaan masyarakat dari pembukaan lahan menjadi budidaya tumbuhan berguna secara intensif. Dampak kegiatan ini, kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan.

5.1.3 Karakteristik umur

Karakteristik umur responden terdiri dari anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia. Usia mempengaruhi tingkat pemanfaatan sumberdaya hutan. Semakin tua usia seseorang maka semakin kurang produktif, sehingga pemanfaatan sumberdaya hutan sebagian besar berada pada usia produktif. Untuk lebih jelasnya tersaji di Tabel 4.

Petani 90,48% Pedagang

4,76%

Pelajar 3,17%

PNS 1,59%


(46)

Tabel 4 Tipologi masyarakat berdasarkan karakteristik kelas umur responden No Karakteristik

umur

Kelas umur (Tahun)

Jumlah Persentase (%)

1 Anak-anak 6-12 2 3,17

2 Remaja 13-19 5 7,34

3 Dewasa 20-59 53 85,71

4 Lansia ≥60 3 4,76

Jumlah 63 100

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan dari 63 responden yang diwawancarai dalam penelitian ini 85,71% berusia dewasa, anak-anak 3,17% dan remaja 7,34% dan 4,76% berusia tua. Secara umum menunjukkan bahwa responden di lokasi penelitian masih termasuk kedalam kelompok berusia produktif (usia kerja). Mayoritas responden yang diamati berusia dibawah atau sama dengan 50 tahun. Hanya 3 orang yang berusia lanjut.

5.1.4 Jenis kelamin

Jenis kelamin responden terdiri dari jenis kelamin laki-laki berjumlah 46 orang dan perempuan berjumlah 17 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat TNGC, hubungan jenis kelamin dengan pemanfaatan tumbuhan dapat dilihat dari interaksi antara masyarakat dalam mengelola hasil tanamnya yang berada di kebun ataupun di dalam kawasan TNGC. Untuk laki-laki dewasa memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan kegiatan pemanfaatan tumbuhan, Laki-laki melakukan pengolahan lahan seperti mencangkul, mengambil bibit dari rumah, pengangkutan hasil panen dan memupuk hasil tanam. Untuk perempuan hanya menanam tanaman pertanian dan memanennya ketika musim panen. Kegiatan masyarakat TNGC tersaji pada Gambar 6.


(47)

a) b)

Gambar 6 a). Pengepakan dan pengangkutan hasil panen kubis. b). Pengangkutan daun cengkeh.

5.2Potensi Tumbuhan Berguna di Masyarakat Sekitar Kawasan TNGC Berdasarkan hasil kajian etnobotani di masyarakat sekitar kawasan TNGC dihasilkan 131 spesies dan 62 famili tumbuhan yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC untuk berbagai kegunaan.

5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan habitusnya Berdasarkan habitusnya, 131 spesies tumbuhan hasil etnobotani dapat dikelompokan menjadi 7 macam habitus, yaitu pohon, herba, perdu, semak, epifit, bambu dan liana. Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan berguna hasil etnobotani berdasarkan nama habitusnya tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan berguna hasil etnobotani

berdasarkan nama habitusnya

No Nama habitus Jumlah habitus Persentase (%)

1 Pohon 55 41.98

2 Herba 48 36.64

3 Perdu 14 10.69

7 Epifit 5 3.82

4 Semak 4 3.05

6 Bambu 4 3.05

5 Liana 1 0.76

Berdasarkan hasil penelitian, pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah spesies tertinggi pada kelompok habitus pohon 55 (41,98%), sedangkan jumlah habitus terendah terdapat pada habitus liana 1 (0,76%).


(48)

Habitus pohon menjadi pemanfaatan terbanyak karena banyaknya bagian dari pohon yang bisa dimanfaatkan seperti buah, daun, akar, batang dan biji. Selain itu habitus pohon mempunyai nilai yang paling tinggi karena daya tahan hidup pohon lebih lama dibandingkan dengan habitus yang lainnya sehingga pemanfaatannya bisa lebih berkelanjutan. Selain pohon, terdapat habitus herba yang banyak dimanfaatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan spesies-spesies tumbuhan dari habitus heba merupakan tumbuhan-tumbuhan yang sering dijumpai dan banyak terdapat di sekitar lingkungan masyarakat dan pada umumnya adalah tanaman hasil budidaya seperti bahan pangan, obat dan untuk kegunaan lainnya.

5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan famili

Spesies yang ditemukan dari hasil kajian etnobotani masyarakat kawasan TNGC berjumlah 131 spesies termasuk ke dalam 62 famili dengan 12 kelompok kategori kegunaan. Dari 62 famili ditemukan 36 famili masing-masing berjumlah satu spesies. Famili terbanyak adalah Poaceae sebanyak 8 spesies, diikuti dengan Zingiberaceae, Moraceae, Euphorbiaceae dan Asteraceae dengan 6 spesies. Selengkapnya tersaji pada Gambar 8.

Famili Poaceae sering digunakan masyarakat TNGC untuk bahan pakan ternak yaitu rumput-rumputan yaitu sawuheun (Setaria palmifolia) dan jampang (Eleusine indica) untuk spesies lainnya yaitu bambu (Gigantochloa apus) yang digunakan untuk bahan tali. Salah satu Famili Poaceae tersaji pada Gambar 7.


(49)

Gambar 8 Jumlah spesies tumbuhan berguna berdasarkan famili. 5.2.3 Potensi dan pemanfaatan tumbuhan berguna

Berdasarkan kelompok kegunaan, spesies-spesies tumbuhan hasil etnobotani di TNGC dapat dikelompokan kedalam 12 kelompok kegunaan. Berdasarkan hasil etnobotani kelompok kegunaan terbanyak yaitu tumbuhan obat dengan 37 spesies dari 25 famili, diikuti oleh tumbuhan hias sebanyak 29 spesies dari 18 famili dan tumbuhan penghasil bangunan 22 spesies dari 16 famili. Untuk kelompok kegunaan yang paling sedikit yaitu tumbuhan penghasil lainnya, ada 3 spesies dari 3 famili. Untuk lebih jelasnya, Kelompok kegunaan spesies-spesies tumbuhan hasil etnobotani tersaji pada Tabel 6. 2 3 2 2 6 2 6 5 2 2 4 4 2 3 2 2 6 5 2 5 8 5 2 3 6

0 2 4 6 8 10

Anacardiaceae Apiaceae Apocynaceae Araceae Asteraceae Brassicaceae Euphorbiaceae Fabaceae Fagaceae Lamiaceae Lauraceae Liliaceae Magnoliaceae Malvaceae Melastomataceae Meliaceae Moraceae Myrtaceae Nyctaginaceae Piperaceae Poaceae Rubiaceae Rutaceae Verbenaceae Zingiberaceae Jumlah spesies F a m ili


(50)

Tabel 6 Kelompok kegunaan spesies-spesies tumbuhan hasil etnobotani pada masyarakat sekitar TNGC

No Kelompok Kegunaan Jumlah

Spesies Famili

1 Obat 37 25

2 Hias 29 18

3 Penghasil bahan bangunan 22 16

4 Penghasil pangan 15 13

5 Penghasil pakan ternak 8 7

6 Penghasil bahan tali, anyaman, dan kerajinan

7 6

7 Aromatik 9 8

8 Penghasil kayu bakar 6 4

9 Penghasil bahan pewarna dan tanin 5 4 10 Tumbuhan penghasil pestisida nabati 5 5

11 Keperluan upacara adat 4 4

12 Penghasil lainnya 3 3

Berdasarkan hasil etnobotani kelompok kegunaan terbanyak yaitu tumbuhan obat dengan 37 spesies dari 25 famili. Dari hasil ini, tidak semua spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat merupakan tumbuhan berguna dari kawasan TNGC. Hal ini dikarenakan ada masyarakat yang membeli tumbuhan dari luar kawasan dan ditanam di sekitar rumah masyarakat, contohnya rosella (Hibiscus sabdariffa) yang banyak dibeli di pasar.

Selain tumbuhan rosella (H. sabdariffa) sebagai tumbuhan obat, ditemukan juga tumbuhan lain yang biasa dibudidayakan masyarakat di dalam kawasan TNGC dan dikebun masyarakat, yaitu tumbuhan penghasil pangan diantaranya kubis (Brassica oleracea), kentang (Solanum tuberosum), sawi (Brassica rapa) dan bawang daun (Allium fistulosum).

5.2.4 Bagian tumbuhan yang digunakan

Penggunaan tumbuhan oleh masyarakat kawasan TNGC dalam pemenuhan kebutuhan hidup menggunakan seluruh bagian tumbuhan mulai dari bagian akar sampai daun. Bagian yang paling banyak digunakan adalah daun sebanyak 56 spesies (34,36%) dan terkecil adalah biji sebanyak 4 spesies (2,45%), selengkapnya tersaji pada Tabel 7.


(51)

Tabel 7 Bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat

No Bagian yang digunakan Jumlah spesies Persentase (%)

1 Daun 56 34,36

2 Batang 46 28,22

3 Bunga 19 11,66

4 Buah 14 8,59

5 Umbi/rimpang 11 6,75

6 Kulit 7 4,29

7 Akar 4 2,45

8 Biji 4 2,45

Jumlah bagian terbanyak dari tumbuhan yang dimanfaatkan sesuai dengan penelitian lain, diantaranya penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) tentang Etnobotani Masyarakat Kampung Adat Dukuh di Garut, Jawa Barat, menyebutkan dari 292 spesies tumbuhan yang ditemukan sebanyak 110 spesies (37,67%) diantaranya diambil pemanfaatannya dari bagian daun. Pemanfaatan daun tidak menimbulkan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu spesies dibandingkan dengan bagian batang atau akar dari tumbuhan tertentu (Fakhrozi 2009).

5.2.5 Potensi tumbuhan berguna pada masyarakat TNGC 5.2.5.1Tumbuhan obat

Menurut Suhirman (1990) tumbuhan obat merupakan tumbuhan yang bagian tumbuhannya (akar, batang, daun, umbi, buah, biji dan getah) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar kawasan TNGC diketahui bahwa terdapat sekitar 37 spesies dan 25 famili tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar TNGC yang digunakan sebagai obat. Famili Zingiberaceae, Lauraceae, Piperaceae dan Apiaceae merupakan kelompok terbanyak dengan 3 spesies dan lainnya sebanyak 16 famili masing-masing 1 spesies. Secara rinci tersaji pada Gambar 9.


(52)

Gambar 9 Jumlah tumbuhan obat berdasarkan famili.

Famili Apiaceae banyak digunakan oleh masyarakat karena masyarakat membudidaya tumbuhan tersebut dikebunnya dan di dalam kawasan taman nasional, contoh famili Apiaceae yaitu wortel (Daucus carota) dan saledri (Apium graveolens ). Famili Lauraceae terbanyak karena tumbuhan ini sering digunakan masyarakat untuk tumbuhan obat contohnya alpukat (Persea americana) yang digunakan akarnya untuk obat pegal-pegal. Famili Zingiberaceae dan Famili Piperaceae paling sering digunakan masyarakat karena pengolahan dari famili Zingiberaceae dan Piperaceae sudah umum diketahui semua orang, dari cara pengolahannya sampai khasiatnya sudah terbukti. Contohnya kencur (Kaempferia galanga) yang digunakan airnya

1 1 3 2 1 2 1 1 1 1 3 1 2 1 3 1 1 1 3 1 1 2 1 1 1

0 1 2 3

Caricaceae Acanthaceae Apiaceae Solanaceae Araceae Asteraceae Cannaceae Carumaceae Cucurbitaceae Lamiaceae Lauraceae Liliaceae Malvaceae Myrtaceae Piperaceae Rubiaceae Schisandraceae Thymelaeaceae Zingiberaceae Magnoliaceae Amarathaceae Verbenaceae Euphorbiaceae Maratiaceae Begoniaceae Jumlah spesies F a m ili


(53)

untuk obat pegal linu dan seuseureuhan (Piper oduncum) yang digunakan untuk obat bisul.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat oleh masyarakat kawasan TNGC masih sedikit karena masyarakat lebih sering memakai obat modern ketika sakit. Hal ini dikarenakan obat modern dinilai lebih efisien. Selain itu masyarakat lebih suka pergi ke puskesmas karena mudah dan cepat penanganannya.

Persentase habitus tumbuhan obat didominasi oleh tingkat herba sebanyak 18 spesies (48,65%) sedangkan paling sedikit adalah tingkat semak sebanyak 1 spesies (2,7%). Ada beberapa alasan dari banyaknya yang ditemukan habitus herba di sekitar masyarakat, diantaranya habitus herba sangat mudah dalam penanaman dan perawatan, habitus herba cepat dalam pertumbuhan dibandingkan habitus pohon dan habitus herba tidak seperti habitus pohon yang memerlukan lahan yang luas untuk menanam. Habitus herba hanya memerlukan pekarangan rumah untuk melakukan penanaman. Selengkapnya jumlah habitus tumbuhan obat tersaji pada Gambar 10.

Gambar 10 Jumlah tumbuhan obat berdasarkan habitus di kawasan TNGC. Bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kawasan TNGC adalah daun 23 spesies (62,16%) dan yang terkecil adalah biji dan bunga yaitu 1 spesies (2,7%). Selengkapnya tersaji pada Gambar 11.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Herba Pohon Perdu Liana Semak

J

um

la

h

spes

ies


(54)

Gambar 11 Jumlah bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat TNGC.

Dibandingkan dengan penelitian lain, pada umumnya daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan. Penelitian Hidayat (2009) menyatakan hal yang sama yaitu bagian daun paling banyak digunakan oleh masyarakat Kampung Adat Dukuh, Jawa Barat sebesar 50% dari 150 spesies tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat. Daun juga memiliki regenerasi yang tinggi untuk kembali bertunas dan tidak memberi pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu tanaman meskipun daun merupakan tempat fotosintesis (Fakhrozi 2009). Berikut merupakan beberapa tumbuhan obat penting beserta manfaatnya yang digunakan oleh masyarakat di kawasan TNGC seperti tersaji pada Tabel 8. Informasi lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 2.

Tabel 8 Beberapa spesies tumbuhan obat penting yang digunakan oleh masyarakat di kawasan TNGC

No Nama ilmiah Nama lokal Bagian yang digunakan

Manfaat

1 Kadsura scandens Hunyur buut Daun, akar,

batang dan buah

Obat batuk, menghilangkan lendir dan sakit pinggang

2 Talauma candollii Cempoko Daun Obat demam

3 Piper oduncum Seuseureuhan Daun Obat bisul dan obat luka

4 Centella asiatica Antanan Daun Obat batuk, asma

5 Murraya paniculata Kemuning Daun Radang saluran pernapasan.

0 5 10 15 20 25

J

u

m

la

h

s

p

es

ie

s


(55)

Spesies tumbuhan obat yang paling sering digunakan oleh masyarakat adalah antanan (Centella asiatica). Antanan biasa digunakan masyarakat untuk obat batuk dan asma, selain itu masyarakat sering menggunakan tumbuhan ini menjadi lalapan. Tumbuhan ini banyak ditemukan di pekarangan rumah karena masyarakat sengaja menanam tumbuhan ini untuk keperluan sehari-hari.

5.2.5.2Tumbuhan hias

Pemanfaatan tumbuhan hias oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC sangatlah mudah ditemui. Dari hasil wawancara, jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan hias sebanyak 29 spesies. Berikut merupakan beberapa tumbuhan hias yang digunakan oleh masyarakat di kawasan TNGC seperti tersaji pada Tabel 9. Informasi lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 3.

Tabel 9 Beberapa spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai tumbuhan hias

No Nama ilmiah Nama lokal Famili Habitus

1 Pedilanthus pringlei Patah tulang Euphorbiaceae Herba

2 Hydrangea sp. Bunga Bokor Nyctaginaceae Perdu

3 Macodes petola Anggrek Orchidaceae Epifit

4 Plectoma horrid Kaliage Lentibulariaceae Perdu

5 Rhodendron citrinum Cantigi Ericaceae Pohon

Spesies yang paling banyak dijumpai adalah bunga bokor (Hydrangea

sp.), lidah mertua (Sanmsevieria laurentii) dan patah tulang (Pedilanthus pringlei). Masyarakat sekitar TNGC banyak yang memiliki tanaman hias di depan rumahnya tetapi masyarakat di sana hanya untuk menanam saja atau hanya untuk keindahan pekarangan rumahnya saja, tidak untuk diperdagangkan atau untuk dibudidayakan. Hal ini sebenarnya adalah potensi yang bagus jika dikembangkan, apalagi spesies-spesies yang di tanam di depan rumahnya ada spesies yang menguntungkan jika dijadikan usaha. Seperti anggrek (Dendrobium sp.). Spesies- spesies yang dimanfaatkan masyarakat kawasan


(1)

9 Ki teja Machilus rimosa BLUME. Lauraceae 1.67 2.27 0.07 2.94 0.0001 0.22 5.44 10 Masawa Anisoptera marginata Kort. Dipterocarpaceae 11.67 15.91 0.40 17.65 0.0061 26.04 59.60 11 Pasang Quercus sundaica BI. Fagaceae 30.00 40.91 0.67 29.41 0.0091 39.03 109.35 12 Saninten Castanopsis argentea (BLUME.) DC. Fagaceae 5.00 6.82 0.13 5.88 0.0017 7.36 20.06

73.33 100.00 2.27 100 0.0233 100 300

Lampiran 35 Tumbuhan bawah Cigugur

No Habitus Nama lokal Nama ilmiah Famili K KR F FR INP


(2)

1 Cacabutan Amomum hochreutineri VAL. Zingiberaceae 166.67 50.00 0.20 75.00 125.00

2 Ki kopi Hypobathrum frutescens BI. Rubiaceae 166.67 50.00 0.07 25.00 75.00

333.33 100.00 0.267 100.00 200.00 Semak

1 Jajagoan Echinochloa crussgalli L. Poaceae 166.67 100.00 0.067 100.00 200.00

Perdu

1 Ki cangkudu Tarenna incerta. K. & V. Rubiaceae 666.67 44.44 0.07 14.29 58.73 2 Ki cengkeh Urophyllum arboreum (Reinw.Ex BI)

Korth.

Rubiaceae 166.67 11.11 0.07 14.29 25.40

3 Ki jangkar Syzygium fastigiata MIQ. Myrtaceae 333.33 22.22 0.20 42.86 65.08

4 Ki Taleus Notaphoebe umbellilora BLUME. Annonaceae 166.67 11.11 0.07 14.29 25.40

5 Pakis Tectaria sp. Polypodiaceae 166.67 11.11 0.07 14.29 25.40

1500.00 100.00 0.47 100.00 200.00

Lampiran 36 Tumbuhan bawah Jalaksana


(3)

Epifit

1 Anggrek x Dendrobium sp. Orchidaceae 125.00 100 0.05 100 200

Herba

1 Paku andam Gleichenia linearis Gleicheniaceae 625.00 9.26 0.15 20.00 29.26

2 Raraweyah Mucuna pruriensDC Fabaceae 3750.00 55.56 0.20 26.67 82.22

3 Ki Rinyuh Eupatorium inulifolium Kunth Asteraceae 125.00 1.85 0.05 6.67 8.52

4 Anggrek tanah

bunga kuning

Phaius flavus Orchidaceae 125.00 1.85 0.05 6.67 8.52

5 Sauheun Setaria palmifolia Willd. Poaceae 1375.00 20.37 0.15 20.00 40.37

6 Sampang Evodia Latifolia DC. Rutaceae 250.00 3.70 0.05 6.67 10.37

7 Gompong Meliosma ferriginea Euphorbiaceae 500.00 7.41 0.10 13.33 20.74

6750 100 0.75 100 200

Liana

1 Rotan Calamus sp. Arecaceae 750.00 13.95 0.10 33.33 47.29

2 Rotan tali hijau Calamus ciliaris BLUME. Arecaceae 4625.00 86.05 0.20 66.67 152.71


(4)

Lampiran 37 Tumbuhan bawah Pasawahan

No Habitus Nama lokal Nama ilmiah Famili K KR F FR INP

Herba

1 Congkok Curculigo capitulata O.K Hypoxidaceae 333.33 25.00 0.13 28.57 53.57

2 Haringhing Cassia timoriensis DC. Fabaceae 833.33 62.50 0.27 57.14 119.64

3 Pongporang Oroxylum indicum (L.) Vent. Bignoniaceae 166.67 12.50 0.07 14.29 26.79

1333.33 100 0.47 100 200

Semak

1 Ki janggot Mentha arvensis L. Var. Javanica Lamiaceae 166.67 100 0.06667 100 200 166.67 100 0.06667 100 200 Perdu

1 Onyam Antidesma ghaessembilla GAERTN Ephorbiaceae 166.67 12.50 0.07 20.00 32.50 2 Ki lalayu Ellatostachys verucosa Roxb. Sapindaceae 333.33 25.00 0.07 20.00 45.00 3 Ki jenitri Elaeocarpus ganitrus Roxb. Elaeocarpaceae 833.33 62.50 0.20 60.00 122.50

1333.33 100 0.33 100 200


(5)

1 Rotan Calamus sp. Arecaceae 166.67 100 0.06667 100 200 166.67 100 0.06667 100 200 Lampiran 38 Tumbuhan bawah Argalingga

No Habitus Nama lokal Nama ilmiah Famili K KR F FR INP

Perdu

1 Bubukuan Tetraglochidium bibracteatum Blume. Acanthaceae 2500.00 93.75 0.40 85.71 179.46 2 Ki cangkudu Tarenna incerta. K. & V. Rubiaceae 166.67 6.25 0.07 14.29 20.54

2666.67 100 0.47 100 200

Herba

1 Ki seueur Antidesma montanum BI. Euphorbiaceae 166.67 25.00 0.07 50.00 75.00

2 Songgom Barringtonia macrocarpa Kurz. Lecythidaceae 500.00 75.00 0.07 50.00 125.00

666.67 100 0.1333 100 200

Lampiran 39 Tumbuhan bawah Sanghiang


(6)

Herba

1 Anggrek tanah bunga kuning

Phalus flavus (BI) Lindl. Orchidaceae 8.33 45.45 0.07 25.00 70.45

2 Gawu Indigotera arrecta HOCHST Fabaceae 6.67 36.36 0.07 25.00 61.36

3 Pereng Dichrostachys cinera. W.&.A Fabaceae 1.67 9.09 0.07 25.00 34.09

4 Sampang Evodia latifolia DC. Fabaceae 1.67 9.09 0.07 25.00 34.09