Komparasi Efisiensi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Antara Pola Usaha Kemitraan Dan Mandiri Di Kabupaten Bogor

KOMPARASI EFISIENSI PRODUKSI USAHA TERNAK
AYAM BROILER ANTARA POLA USAHA KEMITRAAN
DAN MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR

FADILA JZUQYNOVA BURHANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Komparasi Efisiensi
Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler antara Pola Usaha Kemitraan dan
Mandiri di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Fadila Jzuqynova Burhani
NIM H351130666

RINGKASAN
FADILA JZUQYNOVA BURHANI. Komparasi Efisiensi Produksi Usaha Ternak
Ayam Broiler antara Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan SITI JAHROH.
Ayam broiler merupakan salah satu komoditas peternakan yang dagingnya
paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan tingkat konsumsi sebesar 3.65
kg per kapita per tahun pada tahun 2011. Ayam broiler memiliki jumlah populasi
yang lebih tinggi dibandingkan ternak penghasil daging lainnya. Pada tahun 2012,
populasi ayam broiler di Indonesia mencapai 1 266 903 ribu ekor. Provinsi Jawa
Barat menempati urutan pertama untuk jumlah populasi tertinggi di Indonesia
dengan peningkatan pertumbuhan sebesar 11.47 persen dari tahun 2012. Produksi
daging ayam broiler di Kabupaten Bogor meningkat sebesar 2.96 persen dari
tahun 2011, dan merupakan yang tertinggi dibandingkan jumlah produksi daging
dari jenis ternak lainnya
Beberapa permasalahan dalam rangka pengembangan usaha ternak ayam

broiler di Kabupaten Bogor yaitu permodalan, manajemen, dan pemasaran.
Terdapat beberapa pola usaha ternak ayam broiler di Kabupaten Bogor salah
satunya adalah kemitraan. Kemitraan diduga merupakan salah satu solusi untuk
memecahkan masalah yang ada. Tujuan dari penelitian ini yakni menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler di Kabupaten Bogor dan
membandingkan efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomis usaha
ternak ayam broiler antara pola usaha kemitraan dan mandiri di Kabupaten Bogor.
Untuk menjawab tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan data sekunder dari
72 peternak ayam broiler dengan menggunakan analisis stochastic frontier.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
usaha tenak ayam broiler di Kabupaten Bogor yakni bibit ayam (Day Old Chicks),
pakan, obat-obatan dan vitamin, gas, sekam, dan tenaga kerja. Bibit ayam (Day
Old Chicks) merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap jumlah
produksi ayam broiler. Rata-rata nilai efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis
peternak mitra berturut-turut adalah 0.871, 0.265, dan 0.227. Sedangkan rata-rata
nilai efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis peternak mandiri berturut-turut
adalah 0.863, 0.346, dan 0.277. Variabel pendidikan formal peternak dan
pengalaman usaha ternak berpengaruh mengurangi inefisiensi teknis secara
signifikan. Rata-rata nilai efisiensi teknis peternak mitra lebih tinggi dibandingkan
peternak mandiri, namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Begitu

juga rata-rata nilai efisiensi alokatif dan ekonomis peternak mitra lebih rendah
dibandingkan peternak mandiri, namun tidak signifikan secara statistik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produksi usaha ternak ayam broiler baik mitra
maupun mandiri belum efisien secara alokatif, sehingga belum efisien secara
ekonomis.

Kata kunci: efisiensi teknis, peternakan, stochastic frontier

SUMMARY
FADILA JZUQYNOVA BURHANI. The Comparison of Production Efficiency
between Partnership and Non-Partnership Broiler Farming. Supervised by ANNA
FARIYANTI and SITI JAHROH.
Broiler is one of the most poultry comodities consumed by many people,
with the consumption rate 3.65 kg per capita per year in 2011. The broiler
population is higher than other meat-producing animals. In 2012, the broiler
population in Indonesia reached 1 266 903 thousand heads.West Java province
had the highest population of broiler in Indonesia with an increase of 11.47
percent compared to 2012. Broiler meat production in Bogor was the highest of
meat production from the livestock and it increased by 2.96 percent from 2011.
There are several problems in developing broiler farming in Bogor District,

i.e. capital, management, and marketing. One of the solutions to solve these
problems is through partnership program. The objective of this study are to
analyze factors that affect broiler production in Bogor District and to compare the
technical, allocative, and economic efficiencies between partnership and nonpartnership broiler farming in Bogor District using Stochastic Frontier Analysis
(SFA) with 72 broiler farmer as respondents.
The results showed that number of Day Old Chicks, feed, medicine,
gasoline, husk, and labour affected broiler production. The number of Day Old
Chicks is the most significant factor that affected broiler production. The
partnership farmer’s average of technical, allocative, and economic efficiencies
are 0.871, 0.265, and 0.227, respectively. The non-partnership farmer’s average of
technical, allocative, and economic efficiencies are 0.863, 0.346, and 0.277,
respectively. Number of years of education and experience in broiler production
were found as the important factors in order to reduce inefficiency significantly.
The average technical efficiency of partnership farmer is higher than nonpartnership farmer, but it was not significantly different. Also, it was revealed
that the average allocative and economic efficiencies of partnership broiler farmer
is lower than non-partnership broiler farmer, but they were not significant.
However, it was shown that the production was not allocatively efficient, thus the
production was not economically efficient, either.
Keywords: livestock, stochastic frontier, technical efficiency


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KOMPARASI EFISIENSI PRODUKSI USAHA TERNAK
AYAM BROILER ANTARA POLA USAHA KEMITRAAN
DAN MANDIRI DI KABUPATEN BOGOR

FADILA JZUQYNOVA BURHANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Ratna Winandi, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis dengan
judul Komparasi Efisiensi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler antara Pola
Usaha Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Bogor ini merupakan hasil
penelitian di bawah PUD (Penelitian Unggulan Departemen) Model Bisnis
Peternakan Ayam Broiler di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat yang
dilaksanakan pada bulan November 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim komisi pembimbing tesis Dr

Ir Anna Fariyanti, MSi, selaku ketua komisi dan Dr Siti Jahroh, BSc MSc, selaku
anggota komisi yang atas segala bimbingan, motivasi, dan perhatian yang sangat
berarti bagi penulis dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Dr Ir
Nunung Kusnadi, MS selaku ketua peneliti PUD (Penelitian Unggulan
Departemen) beserta tim atas izinnya dalam penggunaan data, saran, serta
motivasi kepada penulis. Terima kasih kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku
dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua
Program Studi Agribisnis serta evaluator pada pelaksanaan seminar hasil
penelitian, atas segala bimbingan, saran, serta motivasi kepada penulis selama
penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Dr Ir Suharno, MADev selaku
Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta dosen-dosen dan seluruh civitas
Departemen Agribisnis IPB, khususnya program studi Magister Sains Agribisnis
yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis. Terima kasih
kepada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BU-BPKLN) atas beasiswa
unggulan yang telah diberikan kepada penulis.
Terima kasih setulus hati penulis ucapkan kepada Ibunda Eny Mutlifah,
ayah Ir Burhanuddin Muhammadiyah, kakak Ghufrian Adejzuka Burhani, serta
adik-adik Pvatmaya Sczheptariella Burhani dan Jzolanda Tsavalista Burhani, atas
segala doa, nasihat, motivasi, perhatian, dan semangat kepada penulis selama
menyelesaikan studi dan tesis ini. Terima kasih atas segala perjuangan, semangat,

motivasi, dan kebersamaan kepada teman-teman Fasttrack Sinergi S1-S2
Agribisnis angkatan 1, khususnya Diana Lestari Ningsih dan Putri Larasati W.
Terima kasih sahabat Agatha Kinanthi T, Azzahra Nuruddarajat, Chatrina Clara
RS, Meiryanti Andryani, Vioni Monica atas segala doa, motivasi, semangat, dan
perhatian kepada penulis. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas
segala dukungan dan bantuan dari teman-teman enumerator PUD, kakak-kakak
satu angkatan Magister Sains Agribisnis 3, teman-teman Agribisnis 46, dan
teman-teman Institut Pertanian Bogor. Semoga tesis ini dapat bermanfaat
khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Desember 2014
Fadila Jzuqynova Burhani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR


xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
6
9
9
9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Usaha Ternak Ayam Broiler
Peran Kemitraan terhadap Usahatani
Analisis Efisiensi Usahatani

Karakteristik Sosio-Ekonomi Sebagai Faktor yang Mempengaruhi
Efisiensi

10
10
13
15

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

18
18
42

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Peternak Ayam Broiler
Karakteristik Usaha Ternak Ayam Broiler
Kemitraan Usaha Ternak Ayam Broiler
Analisis Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler
Analisis Efisiensi Teknis Usaha Ternak Ayam Broiler
Sumber-sumber Inefisiensi Teknis Usaha Ternak Ayam Broiler
Analisis Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Usaha Ternak Ayam Broiler

43
43
43
43
50
50
52
56
75
81
83
88

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

92
92
92

DAFTAR PUSTAKA

93

LAMPIRAN

99

RIWAYAT HIDUP

17

113

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

25

26
27

Konsumsi daging segar per kapita tahun 2009-2012
Perkembangan populasi ayam broiler tahun 2010-2013
Produksi daging di Kabupaten Bogor tahun 2010-2012
Parameter keberhasilan usaha ternak ayam broiler di Kabupaten Bogor
Karakteristik peternak responden
Rata-rata penggunaan faktor produksi usaha ternak ayam broiler
Sebaran jumlah peternak pada masing-masing perusahaan inti
Harga sarana produksi ternak Multi Sarana Pakanindo (MSP)
Harga garansi ayam hidup Multi Sarana Pakanindo (MSP)
Harga sarana produksi ternak Taman Jasmin Farm (TJF)
Harga garansi ayam hidup Taman Jasmin Farm (TJF)
Harga sarana produksi ternak Dramaga Unggas Farm (DUF)
Harga garansi ayam hidup Dramaga Unggas Farm (DUF)
Harga sarana produksi ternak Anugrah Sentosa Abadi (ARSA)
Harga garansi ayam hidup Anugrah Sentosa Abadi (ARSA)
Harga sarana produksi ternak Rancamaya Farm (RF)
Harga garansi ayam hidup Rancamaya Farm (RF)
Harga sarana produksi ternak MBS
Harga garansi ayam hidup MBS
Hasil pendugaan Stochastic Frontier Production Function usaha ternak
ayam broiler di Kabupaten Bogor
Sebaran nilai efisiensi teknis usaha ternak ayam broiler di
Kabupaten Bogor antara peternak mitra dengan peternak mandiri
Hasil dugaan efek inefisiensi teknis usaha ternak ayam broiler
di Kabupaten Bogor dengan model stochastic frontier
Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha ternak
ayam broiler dan umur peternak di Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha ternak
ayam broiler dan pendidikan formal peternak di Kabupaten Bogor
tahun 2013
Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis dan
pengalaman usaha ternak ayam broiler di Kabupaten Bogor tahun
2013
Harga rata-rata input dan output yang berlaku dalam usaha ternak ayam
broiler di Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran nilai efisiensi ekonomis dan alokatif usaha ternak ayam broiler
di Kabupaten Bogor antara peternak mitra dengan peternak mandiri

3
3
4
8
51
52
57
58
58
60
60
62
63
66
66
69
69
72
72
77
82
83
84

86

87
89
91

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Pola kemitraan inti-plasma
Kurva produk total, rata-rata, dan marginal
Produktivitas, efisiensi teknis, dan skala ekonomis
Perubahan teknologi dalam dua periode
Efisiensi teknis dan alokatif
Pengukuran efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomis
berdasarkan orientasi output
Produksi frontier dan efisiensi teknis
Fungsi produksi stochastic frontier
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Saluran pemasaran usaha ternak ayam broiler di Kabupaten Bogor
Hubungan antara efisiensi teknis dengan umur peternak responden
di Kabupaten Bogor tahun 2013
Hubungan antara efisiensi teknis dengan pendidikan formal peternak
responden di Kabupaten Bogor tahun 2013
Hubungan antara efisiensi teknis dengan pengalaman usaha ternak
ayam broiler di Kabupaten Bogor tahun 2013

22
26
29
30
32
33
34
37
42
56
85
86
88

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian bertujuan untuk mewujudkan pertanian industrial
unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal dalam rangka meningkatkan
kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani. Pembangunan
peternakan dan kesehatan hewan merupakan bagian dari pembangunan pertanian
dan pembangunan nasional, khususnya dalam hal pembangunan ketahanan pangan
(Kementan 2011). Pembangunan peternakan dan kesehatan hewan berarti
mewujudkan peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing dan
berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk
mewujudkan penyediaan dan keamanan pangan hewani serta meningkatkan
kesejahteraan peternak.
Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengartikan
ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Menurut Organisasi Pangan
sedunia (FAO), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ketahanan pangan
berarti akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan
setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Pembangunan ketahanan pangan
menuju kemandirian pangan diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi
domestik sehingga mampu menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan
bagi seluruh penduduk, utamanya dari produksi dalam negeri, dalam jumlah dan
keragaman yang cukup, aman, dan terjangkau dari waktu ke waktu. Program
peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan
pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan baik di
tingkat nasional maupun di tingkat masyarakat. Keterjangkauan pangan yang
dimaksud dapat berupa distribusi pangan untuk pemerataan ketersediaan pangan,
pemasaran dan perdagangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, serta
bantuan pangan. Pasal 1 Undang-Undang No.18 Tahun 2012 mendefinisikan
pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan atau minuman.
Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu yang strategis bagi
Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan
memiliki dimensi yang terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas
berbagai subsistem, subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi
pangan dan konsumsi pangan (Maleha 2006). Ketahanan pangan merupakan
prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

2
(RPJMN) tahap II 2010-2014. Pemantapan swasembada daging ayam merupakan
salah satu program pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang
merupakan arah kebijakan Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 yang berkaitan
dengan pembangunan ketahanan pangan.
Subsektor peternakan dalam kerangka pembangunan pertanian berperan
penting dalam menyukseskan ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan subsektor
peternakan merupakan penyedia pangan hewani asal ternak melalui peningkatan
produksi berbagai komoditas, juga penyediaan bahan baku untuk industri. Selain
itu, subsektor peternakan secara tidak langsung juga berperan dalam pengentasan
kemiskinan, serta sebagai sumber energi alternatif dan untuk kelestarian
lingkungan hidup. Kontribusi subsektor ini dalam pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) pertanian perekonomian Indonesia cenderung meningkat, dibuktikan
dengan laju pertumbuhan yang selalu bernilai positif, yakni rata-rata sebesar 11
persen setiap tahunnya dari tahun 2010 hingga tahun 2013 (BPS 2013).
Peternakan adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan sumberdaya fisik,
benih, bibit, dan/ atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budidaya ternak,
panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya. Berdasarkan
jenisnya ternak dikelompokkan menjadi ternak besar (sapi potong, sapi perah,
kerbau, kuda), ternak kecil (kambing, domba, babi), ternak unggas (ayam buras,
ayam ras petelur, ayam broiler, itik) dan aneka ternak (kelinci, burung puyuh,
merpati). Produk utama ternak (daging, susu dan telur), yang berasal dari ternak
ruminansia (sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, dan domba) dan ternak
non ruminansia (babi, kuda, ayam buras, ayam ras petelur, ayam broiler dan itik)
merupakan sumber bahan pangan yang bergizi tinggi dan dikonsumsi anggota
rumah tangga. Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan
protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia
Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama dan hasil produksinya merupakan
gambaran tingkat ketersediaan sumber bahan pangan protein nasional. Tingkat
konsumsi yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh
tingkat ketersediaan daging dan produksi ternak lainnya, juga tingkat pendapatan
rumah tangga (purchasing power). Faktor tingkat pendapatanlah yang akan
menentukan apakah rumah tangga/ individu akan lebih banyak mengkonsumsi
sumber karbohidrat atau protein, yang akan berpengaruh pada tingkat konsumsi
berkualitas dan sesuai dengan persyaratan gizi (Bappenas 2004).
Daryanto (2009) menyebutkan bahwa sumberdaya peternakan merupakan
salah satu sumberdaya penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi
sebagai penggerak utama perekonomian nasional yang berbasis sumberdaya lokal.
Produk peternakan merupakan komoditas yang bernilai tinggi (high value
commodities). Seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat, permintaan
terhadap komoditas bernilai tinggi pun semakin meningkat, yang disebabkan oleh
adanya perubahan pola konsumsi dan selera masyarakat (Macdonald 2008). Hal
tersebut akan mempengaruhi tingkat konsumsi daging yang berperan sebagai
pemenuhan kebutuhan akan protein hewani. Untuk itu perlu diimbangi dengan
peningkatan produksi dari produk–produk peternakan. Konsumsi protein per
kapita sehari untuk daging pada tahun 2012 sebesar 2.92 gram, meningkat
sebesar 6.18 persen dibandingkan konsumsi tahun 2011 sebesar 2.75 gram.
Sedangkan konsumsi protein per kapita sehari untuk kelompok makanan lainnya,
masing-masing cenderung menurun dari tahun 2010 sampai tahun 2012
(Ditjennakeswan 2013).

3
Salah satu sumber protein hewani yang sangat mendukung ketersediaan
protein adalah daging ayam broiler. Berdasarkan data konsumsi daging segar per
kapita pada Tabel 1, daging ayam broiler merupakan komoditas kelompok ternak
unggas dengan tingkat konsumsi tertinggi dibandingkan jenis daging segar lainnya
yakni sebesar 3.65 kg per kapita per tahun pada tahun 2011 dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 2.94 persen dari tahun 2010.

1

Tabel 1 Konsumsi daging segar per kapita tahun 2009-2012
Komoditas
2009
2010
2011
2012
Konsumsi Daging Segar
(kg/kapita/tahun)
Sapi
0.313
0.365
0.417
0.365

2
3
4
5
6
7
8

Kerbau
Kambing
Babi
Ayam Broiler
Ayam Kampung
Unggas Lainnya
Daging Lainnya

No

0.000
0.000
0.209
3.076
0.521
0.052
0.052

0.000
0.000
0.209
3.546
0.626
0.052
0.052

0.000
0.052
0.261
3.650
0.626
0.052
0.052

0.000
0.000
0.209
3.494
0.521
0.052
0.052

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)

Ayam broiler memiliki jumlah populasi yang lebih tinggi dibandingkan
ternak penghasil daging lainnya. Pada tahun 2012, populasi ayam broiler di
Indonesia mencapai 1 266 903 ribu ekor. Berdasarkan data yang diperoleh dari 33
Provinsi, dapat dilihat bahwa sebaran populasi ternak sebagian besar terkonsentrasi
di Pulau Jawa. Untuk ternak sapi potong, sapi perah, dan ayam ras petelur populasi
terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur. Sementara untuk ternak domba, ayam
broiler dan itik populasi terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan
ternak kambing, ayam buras, kelinci, burung puyuh dan merpati populasi
terbanyak berada di Provinsi Jawa tengah. Untuk ternak kerbau dan babi populasi
terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan ternak kuda populasi terbanyak
berada di Provinsi Sulawesi Selatan (Ditjennakeswan 2013). Perkembangan
populasi ayam broiler tahun 2010-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Provinsi

Perkembangan populasi ayam broiler tahun 2010 - 2013
Populasi ternak (ekor)
Pertumbuhan
2012-2013*)
Tahun
2011
2012
2013*)
(%)
Jawa Barat
583 263 441
610 436 303
680 452 807
11.47
Jawa Timur
149 552 720
155 945 927
159 844 575
2.49
Jawa Tengah
66 239 700
76 906 291
80 082 520
4.13
Sumatera Utara 40 167 721
42 813 178
44 790 497
4.62
Banten
52 272 333
54 151 644
59 932 454
10.67
Riau
38 043 692
38 165 987
39 883 405
4.49
Sumber
: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)
Keterangan : *) Angka Sementara

4
Wilayah yang mempunyai potensi cukup besar untuk ternak ayam broiler
adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur. Provinsi Jawa Barat menempati urutan
pertama untuk jumlah populasi tertinggi di Indonesia dengan peningkatan
pertumbuhan sebesar 11.47 persen, diikuti oleh Provinsi Banten dengan
peningkatan pertumbuhan tertinggi kedua dari tahun sebelumnya sebesar 10.67
persen. Salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki potensi peternakan ayam
broiler yang relatif besar yakni Kabupaten Bogor.
Setiap tahun produksi daging ayam broiler di Kabupaten Bogor terus
meningkat. Kontribusi daging ayam broiler terhadap terhadap produksi daging
keseluruhan di Kabupaten Bogor merupakan yang paling tinggi. Produksi daging
ayam broiler di Kabupaten Bogor meningkat sebesar 2.96 persen dari tahun 2011.
Pada Tabel 3, jumlah produksi daging ayam broiler merupakan yang tertinggi
dibandingkan jumlah produksi daging dari jenis ternak lainnya. Tingginya
produksi daging ayam broiler ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pasar akan
daging ayam broiler cukup besar. Tingginya permintaan pasar terhadap daging
ayam broiler serta harga daging ayam broiler yang lebih terjangkau oleh konsumen
merupakan peluang bagi pengusaha ataupun peternak untuk dapat memenuhi
permintaan pasar tersebut.
Tabel 3 Produksi daging di kabupaten Bogor tahun 2010-2012
Ternak
Produksi Daging (kg)
Tahun
2010
2011
2012*)
Sapi Lokal
3 965 344
5 004 742
6 197 876
Sapi Impor
6 825 648
4 294 498
3 020 092
Kerbau
262 352
174 611
146 548
Kambing
869 807
1 007 742
2 101 682
Domba
3 535 817
3 481 011
5 465 369
Ayam Buras
1 220 336
1 329 781
1 431 520
Ayam Broiler
75 988 436
82 750 605
85 205 183
Sumber
: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2012)
Keterangan : *) Angka Sementara

Komoditas unggas memiliki prospek pasar yang sangat baik karena
didukung oleh karakteristik produk unggas yang mudah diterima oleh masyarakat
Indonesia. Konsumsi rata-rata masyarakat terhadap hasil unggas khususnya daging
ayam memiliki trend yang meningkat. Hal ini mengindikasikan konsumsi
masyarakat akan hasil komoditas unggas semakin baik dan merupakan peluang
bagi usaha dan industri perunggasan untuk mengembangkan usahanya. Namun
demikian, pengembangan industri peternakan saat ini menghadapi berbagai
permasalahan, antara lain struktur industri yang masih tersekat-sekat dan belum
menunjukkan integrasi yang kuat antar subsistem dalam sistem agribisnis
peternakan. Di dalam setiap subsistem produksi misalnya sering mengalami
keterbatasan pasokan bahan baku pakan, sehingga harus dilakukan impor dan
menyebabkan biaya produksi tinggi.
Peternakan ayam broiler atau ayam ras pedaging mulai dirintis
perkembangannya sejak tahun 1960 yaitu sejak dimulainya penerapan program
BIMAS ayam. Tahun 1970-1980, peternakan ayam ras mengalami pertumbuhan

5
yang pesat dengan ditandai tumbuhnya investasi pada industri hulu (bibit, pakan,
obat-obatan), hilir maupun usaha budidaya baik usaha peternakan skala kecil
maupun skala besar. Perkembangan yang pesat tersebut belum diikuti oleh
penataan perangkat hukum yang memadai sehingga timbul ketimpangan struktur
antara usaha kecil dan besar sehingga pada periode 1980-1989 ditetapkan
kebijakan pengaturan Keppres No.50 tahun 1981 tanggal 2 November 1981
tentang pembinaan usaha peternakan ayam ras. Keppres No. 50 tahun 1981 pada
hakekatnya merupakan suatu upaya restrukturisasi usaha dan stabilisasi peternakan
unggas termasuk di dalamnya peternakan ayam broiler. Pada tahun 1990, untuk
mengikuti perkembangan peternakan ayam ras telah dikeluarkan peraturan
Keppres No.22 tahun 1990 berisi tentang kebijaksanaan pembinaan usaha
peternakan ayam ras dengan mengatur bahwa usaha ayam ras diutamakan untuk
usaha peternakan rakyat yaitu perorangan, kelompok, dan koperasi, sedangkan
untuk swasta nasional dalam usaha budidaya peternakan ayam ras harus bekerja
sama dengan peternakan rakyat.
Pelaku usaha ternak ayam broiler yang sebagian besar berbentuk
peternakan rakyat, banyak diantaranya bekerjasama dengan perusahaan besar
dalam bentuk kerjasama kemitraan. Peranan perusahaan besar sebagai mitra
peternak rakyat diharapkan dapat menjamin kepastian pasokan sarana produksi dan
harga jual produk, serta adanya jaminan pasar atas produk yang dihasilkan. Pola
kemitraan dapat digunakan untuk mengatasi berbagai macam kekurangan yang
dihadapi oleh peternak rakyat. Adapun beberapa alasan dilakukannya kemitraan
karena terkait masalah distribusi DOC dan pakan yang kurang lancar, hal tersebut
akan mempengaruhi waktu dan masa berproduksi ayam broiler atau tidak tepat
waktu dalam berproduksi dan menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan akan
lebih besar. Terhambatnya distribusi sarana produksi peternakan salah satunya
disebabkan oleh gejolak harga. Pasar ayam broiler merupakan pasar terbuka
dimana saat terjadi gejolak harga dunia maka akan berpengaruh pada harga sarana
produksi peternakan ayam broiler. Siklus gejolak yang biasanya diawali dengan
meningkatnya harga sarana produksi peternakan, diikuti dengan turunnya harga
jual produk, dan menyebabkan peningkatan biaya produksi, namun merunkan
pendapatan peternak. Turunnya pendapatan peternak yang berkepanjangan akan
menyebabkan peternak menghentikan usahanya, hal tersebut mengakibatkan
turunnya permintaan terhadap DOC (Day Old Chicks) dan menyebabkan supply
produk (daging ayam) menurun sehingga penawaran lebih rendah dibandingkan
permintaan. Terganggunya penawaran dan permintaan akan meningkatkan harga
jual produk, sehingga menarik minat peternak untuk berusaha ternak kembali, dan
akibatnya permintaan DOC meningkat (Sutawi 2007). Selain itu, kepemilikan
modal yang kecil dan pemasaran hasil yang kurang lancar juga merupakan kendala
bagi peternak rakyat untuk mengembangkan usahanya. Program pengembangan
kemitraan merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah untuk
meningkatkan produksi ternak dan daging. Kemitraan usaha peternakan di
Indonesia dikembangkan sejak tahun 1984 melalui pola Perusahaan Inti Rakyat
(PIR) dalam perunggasan. Perusahaan peternakan berfungsi sebagai inti dan
peternak rakyat sebagai plasma yang selanjutnya dikenal dengan pola Inti-Plasma.
Kemitraan diharapkan dapat menjadi solusi untuk merangsang tumbuhnya
peternak di Indonesia terutama bagi peternak rakyat yang kepemilikan modalnya
relatif kecil (Hapsari 2013).

6
Menurut Hafsah (1999), bagi perusahaan inti masalah yang sering terjadi
terkait dengan inefisiensi penggunaan tenaga kerja atau pemborosan tenaga kerja.
Kelebihan dalam penggunaan tenaga kerja akan berpengaruh terhadap biaya
produksi yang dikeluarkan perusahaan. Oleh karena itu dengan bermitra, peternak
mempunyai pemasok sarana produksi dan terjaminnya pemasaran hasil produksi.
Bagi perusahaan inti, kemitraan mampu mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja.
Namun, ada juga alasan peternak masih melakukan usaha ternak secara mandiri
karena modal yang digunakan sepenuhnya modal sendiri, sehingga keuntungan
yang diperoleh juga akan sepenuhnya diterima oleh peternak. Pendapatan yang
diperoleh peternak merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dikurangi
dengan total biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diperoleh peternak akan
berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuan peternak itu sendiri dalam
mengalokasikan faktor-faktor yang dimilikinya. Kemampuan peternak dalam
mengelola usahanya merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya
efisiensi ekonomis dan tingkat keuntungan optimal. Oleh karena itu, diperlukan
penelitian mengenai analisis efisiensi produksi usaha ternak ayam broiler pola
kemitraan dan mandiri di Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah
Pengembangan agribisnis peternakan mempunyai tantangan yang cukup
besar akibat perubahan ekonomi ke depan. Adanya liberalisasi perdagangan dunia
yang meminimumkan restriksi perdagangan antar negara menimbulkan persaingan
ketat di pasar dalam negeri maupun pasar internasional. Salah satu cara yang tepat
untuk dapat menang dalam persaingan adalah melalui cara peningkatan daya saing,
baik dari sisi permintaan (demand) maupun dari sisi penawaran (supply). Dari sisi
permintaan harus disadari bahwa permintaan konsumen terhadap suatu produk
yang semakin kompleks, menuntut berbagai atribut atau produk yang
dipersepsikan dinilai tinggi oleh konsumen (consumer’s value perception). Jika di
masa lalu konsumen hanya mengevaluasi produk berdasarkan atribut utama yaitu
jenis dan harga, maka sekarang ini dan yang akan datang, konsumen sudah
menuntut atribut yang lebih rinci seperti atribut keamanan produk, atribut nutrisi,
atribut nilai, atribut pengepakan, atribut lingkungan, dan atribut kemanusiaan.
Aspek animal welfare juga menjadi persyaratan baru. Sedangkan dari sisi
penawaran, produsen dituntut untuk dapat bersaing terkait kemampuan merespons
atribut produk yang diinginkan oleh konsumen secara efisisen. Tingkat konsumsi
protein hewani asal ternak masyarakat Indonesia masih di bawah rekomendasi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, yaitu sebesar 6gr/kap/hari (Daryanto
2009). Untuk itu perlu adanya peningkatan konsumsi protein hewani untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia ke depan.
Untuk memperbaiki kinerja industri peternakan, tidak ada jalan lain kecuali
semua stakeholders pembangunan peternakan harus meningkatkan produksi,
produktivitas, dan daya saing komoditas dan produk-produk peternakan.
Permasalahan yang belum diselesaikan secara tuntas yakni efisiensi teknis dan
ekonomis usaha pada subsektor peternakan masih rendah, kualitas sumberdaya
manusia (SDM) masih rendah, modal terbatas sehingga menghambat
pengembangan usaha, dan penyakit mewabah di beberapa daerah (Daryanto 2009,
David 2013, Subkhie 2009, Wiranata 2013). Salah satu model pembangunan

7
pertanian yang dapat digunakan untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif
adalah model atau sistem pertanian kontrak (contract farming). Sistem pertanian
kontrak merupakan satu mekanisme yang mungkin dapat meningkatkan
penghidupan petani kecil di daerah pedesaan dan memberikan manfaat liberalisasi
ekonomi bagi mereka. Melalui kontrak, agroindustri dapat membantu petani kecil
beralih dari pertanian subsistensi atau tradisional ke produksi hasil-hasil pertanian
yang bernilai tingi dan berorientasi ekspor (salah satunya produk peternakan). Hal
ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani kecil yang ikut dalam
kontrak tetapi juga mempunyai dampak/ efek pengganda (multipliers) bagi
perekonomian di pedesaan maupun perekonomian dalam skala yang lebih luas.
Pertanian kontrak adalah sistem produksi dan pemasaran berskala menengah yang
menerapkan pembagian beban risiko produksi dan pemasaran antara pelaku
agribisnis dan petani kecil. Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu terobosan untuk
mengurangi biaya transaksi yang tinggi akibat kegagalan pasar dan atau kegagalan
pemerintah dalam menyediakan sarana (input) yang diperlukan (misalnya kredit,
asuransi, informasi, prasarana, dan faktor-faktor produksi lainnya) dan lembaga
pemasaran (Daryanto 2009).
Sistem pertanian kontrak atau kemitraan merupakan sebuah sistem
produksi usahatani yang dilakukan sesuai kesepakatan antara buyer (pihak pembeli
atau perusahaan manufaktur) dengan petani, yang menetapkan kondisi (syaratsyarat) untuk proses produksi dan pemasaran produk-produk pertanian. Biasanya,
petani berkomitmen untuk menyediakan produk pertanian tertentu pada jumlah
yang telah disepakati, dan harus memenuhi standar kualitas yang diinginkan
pembeli dan diserahkan pada saat yang diinginkan oleh pembeli. Sebagai gantinya,
pembeli setuju untuk membeli produk yang dihasilkan petani pada harga yang
telah disetujui dan membantu petani dalam pengadaan input produksi, seperti
penyediaan lahan dan sarana teknis lainnya (FAO 2012). Dengan demikian, adanya
kemitraan akan menjamin ketersediaan pasar bagi petani, sementara di pihak lain,
perusahaan manufaktur mendapatkan kepastian bahan baku baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Adanya kemitraan akan membuat pendapatan lebih stabil dan
menguntungkan, akses pasar stabil, kemudahan dalam memperoleh input,
kemudahan dalam mendapatkan akses non-finansial. Hal ini pada akhirnya dapat
mengurangi risiko yang dihadapi oleh petani dan produsen manufaktur, sehingga
kemitraan merupakan salah satu alternatif strategi pengelolaan risiko, khususnya di
bidang produksi dan pemasaran.
Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah populasi ayam broiler tertinggi di
Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan wilayah dengan polulasi ayam broiler
tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Terdapat beberapa pola usaha ternak ayam broiler
di Kabupaten Bogor salah satunya yakni kemitraan. Parameter keberhasilan suatu
usaha ternak ayam broiler dapat dilihat dari rasio konversi pakan atau FCR (Feed
Convertion Ratio) dan tingkat mortalitas (Sengor et al. 2008 dan Burhanuddin
2014). Usaha ternak ayam broiler dengan pola usaha kemitraan maupun mandiri di
Kabupaten Bogor memiliki nilai yang berbeda berdasarkan beberapa parameter
tersebut. Rasio konversi pakan atau FCR adalah jumlah pakan yang dihabiskan
untuk menghasilkan satu kilogram bobot ayam hidup. Perhitungan FCR dilakukan
dengan menjumlahkan total penggunaan pakan, kemudian dibandingkan dengan
bobot daging yang dihasilkan oleh peternak. Semakin kecil nilai FCR, maka
menunjukkan pengelolaan yang semakin baik. Usaha ternak ayam broiler di
Kabupaten Bogor memiliki nilai konversi pakan atau FCR peternak ayam broiler

8
dengan pola usaha kemitraan yang lebih rendah dibandingkan dengan FCR yang
dihasilkan oleh peternak mandiri. Begitu juga dengan tingkat mortalitas peternakan
ayam broiler pola usaha kemitraan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
mortalitas peternakan ayam broiler mandiri (Tabel 4).
Tabel 4 Parameter keberhasilan usaha ternak ayam broiler di Kabupaten Bogor
Parameter
FCR
Mortalitas (%)
a
b
Pola Usaha
Awal
Akhir
Awala
Akhirb
Mitra
1.61
1.51
6.08
4.90
Mandiri
1.67
1.53
6.18
4.96
a
pada saat memulai usaha; bpada saat penelitian

Rasio konversi pakan dan tingkat mortalitas usaha ternak ayam broiler
dengan pola usaha kemitraan lebih baik dibandingkan dengan usaha ternak ayam
broiler pola usaha mandiri. Hal tersebut dikarenakan perkembangan dan kondisi
usaha peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor baik pola usaha mandiri
maupun kemitraan memiliki perbedaan prinsip usaha. Peternak mandiri
menjalankan kegiatan usahanya secara mandiri dimana sebagian besar kebutuhan
termasuk permodalan diusahakan sendiri oleh peternak yang bersangkutan, namun
segala risiko juga ditanggung sendiri oleh peternak. Sedangkan dalam pola
kemitraan, peternak plasma menyediakan tenaga kerja dan kandang, sarana
produksi peternakan lainnya seperti DOC, pakan dan obat-obatan disediakan oleh
pihak inti yang kemudian akan memperhitungkan semua biaya yang sudah
dikeluarkan pada saat panen, bahkan sampai pada penyediaan kredit peralatan
kandang. Bahkan agar hasil produksi yang diperoleh baik, peternak plasma dalam
menjalankan usaha ternaknya memperoleh bimbingan teknis secara langsung oleh
perusahaan sebagai pihak inti. Bimbingan teknis yang diperoleh peternak plasma
dari perusahaan inti dapat berupa penyuluhaan dan pendampingan mengenai cara
memelihara ayam broiler dengan baik ataupun introduksi teknologi baru yang
diduga memberi pengetahuan baru bagi peternak plasma. Selain itu, peternak ayam
broiler dengan pola usaha kemitraan dalam hal pemasaran produk wajib
menyerahkan hasil panen kepada pihak inti dengan harga kontrak yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan inti. Sedangkan peternak ayam broiler
dengan pola usaha mandiri bebas memasarkan produk kepada pihak manapun.
Adanya kemitraan diduga membuat peternak ayam broiler mampu
mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara lebih optimal. Jika peternak
dapat memproduksi pada tingkat output tertentu dengan penggunaan input yang
minimum atau memproduksi output maksimal dengan penggunaan input tertentu,
peternak dapat diduga lebih efisien secara teknis. Selain itu, peternak yang
bermitra diharapkan lebih efisien secara alokatif karena adanya jaminan kepastian
harga dari perusahaan inti atas ayam broiler yang dihasilkan pada akhir periode
pemeliharaan. Adanya kepastian harga jual bagi ayam broiler yang dihasilkan oleh
peternak yang bermitra, diharapkan dapat menghasilkan sejumlah output pada
kondisi minimisasi rasio biaya dari input atau dapat mengkombinasikan biaya yang
meminimumkan input. Pada akhirnya jika peternak ayam broiler dengan pola
usaha kemitraan lebih efisien secara teknis maupun alokatif karena adanya bantuan
bimbingan kepada peternak mitra melalui Petugas Penyuluh Lapang (PPL) dan

9
kepastian harga jual, tentu saja para peternak tersebut akan dapat lebih efisien
secara ekonomis daripada peternak ayam broiler dengan pola usaha mandiri. Oleh
karena itu permasalahannya adalah, apakah dengan adanya kemitraan
menyebabkan peternak ayam broiler di Kabupaten Bogor lebih efisien secara
teknis, alokatif, dan ekonomis.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi produksi ayam broiler di
Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana perbandingan efisiensi produksi usaha ternak ayam broiler
antara pola usaha kemitraan dan mandiri di Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler di
Kabupaten Bogor.
2. Membandingkan efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomis
usaha ternak ayam broiler antara pola usaha kemitraan dan mandiri di
Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang
membangun dan bermanfaat bagi:
1. Bagi peternak ayam broiler, penelitian berguna sebagai bahan pertimbangan
dalam mengembangkan usaha ternak ayam broiler. Sedangkan bagi perusahaan
mitra sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan kemitraan
yang lebih baik sehingga dapat menguntungkan semua pihak yang terlibat
dalam kemitraan.
2. Bagi pemerintah khususnya dinas peternakan, penyuluh peternakan dan pihakpihak terkait, sebagai media informasi dalam menentukan kebijakan yang
berkaitan dengan pengembangan kemitraan dalam membantu meningkatkan
kesejahteraan peternak.
3. Bagi masyarakat atau mahasiswa dan pihak lainnya yang membutuhkan
informasi mengenai kemitraan agribisnis dapat dijadikan sebagai literatur
referensi untuk menambah wawasan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada analisis efisiensi usaha ternak ayam broiler di
Kabupaten Bogor yang berupa penelitian survey. Jumlah responden yakni 63 orang
peternak ayam broiler mitra dan 9 orang peternak ayam broiler mandiri, yang
sesuai dengan kondisi pada lokasi penelitian. Penelitian ini menganalisis efisiensi
usaha ternak ayam broiler yang terdiri atas analisis efisiensi teknis, alokatif, dan
ekonomis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan parametrik, yaitu
stochastic production frontier dan diduga dengan menggunakan metode MLE

10
(Maximum Likelihood Estimation) dengan mengasumsikan Cobb-Douglas adalah
bentuk fungsional fungsi produksi ayam broiler di Kabupaten Bogor. Melalui
pendekatan tersebut maka dapat diketahui level efisiensi dan faktor-faktor
(determinant) yang mempengaruhi tingkat efisiensi usaha ternak ayam broiler.
Estimasi fungsi produksi antara peternak mitra dengan mandiri digabungkan untuk
memenuhi salah satu asumsi model regresi linear klasik, yakni homoskedastisitas
(kehomogenan ragam) dengan pemenuhan asumsi large sample properties.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Usaha Ternak Ayam Broiler
Subsektor peternakan berperan penting dalam rangka menyukseskan
ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan peternakan merupakan penyedia pangan
hewani asal ternak melalui peningkatan produksi berbagai komoditas, juga
penyediaan bahan baku untuk industri. Selain itu, sektor peternakan secara tidak
langsung juga berperan dalam pengentasan kemiskinan, serta sebagai sumber
energi alternatif dan untuk kelestarian lingkungan hidup.
Daging ayam (unggas) adalah salah satu jenis ternak yang paling banyak
dikonsumsi masyarakat pada umumnya. Ayam ras pedaging atau lebih dikenal
dalam masyarakat dengan sebutan ayam broiler, dewasa ini telah banyak
diusahakan dan dikembangkan. Menurut Rasyaf (1995), ayam broiler adalah ayam
jantan dan betina muda yang berumur dibawah delapan minggu ketika dijual
dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada
yang lebar dengan timbangan daging yang baik dan banyak. Hermawatty (2006)
menjelaskan bahwa ayam broiler memiliki sifat-sifat yang menguntungkan. Ayam
broiler dapat memenuhi selera konsumen, selera ini terjadi karena daging ayam
broiler memiliki sumber protein yang lengkap, kadar kalori dan lemak yang lebih
rendah dibandingkan dengan jenis daging ternak lainnya. Ayam broiler adalah
ayam yang paling banyak diternakkan oleh masyarakat dan dipotong baik pada
tempat pemotongan tradisional maupun pada rumah pemotongan ayam modern.
Hal yang umum terjadi pada harga produk pertanian ialah selalu
berfluktuasi (tidak stabil) bila dibandingkan dengan harga produk non-pertanian
(sektor industri). Hal ini disebabkan kurva penawaran dan permintaan untuk hasil
pertanian adalah inelastis dan adanya perubahan yang sulit diramalkan pada
pasokan pertanian akibat produksi pertanian yang sangat tergantung pada kondisi
alam (iklim, cuaca), hama penyakit dan faktor lainnya (Anindita 2004). Harga
produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi bergantung dari perubahan yang
terjadi pada permintaan dan penawaran.
Pengelolaan usaha memerlukan faktor produksi yang sering disebut
korbanan produksi untuk menghasilkan produk (Soekartawi 1994). Faktor
produksi dalam istilah ekonomi sering disebut dengan input. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dalam usaha peternakan ayam broiler adalah bibit ayam
(Day Old Chicks); pakan; vaksin, obatan-obatan, dan vitamin; bahan bakar gas;
sekam; dan tenaga kerja. Bibit ayam (DOC) merupakan faktor utama dalam usaha
peternakan ayam broiler, dan diantara bibit ayam broiler terdapat perbedaan yang
turut dilakukan oleh peternak atau lembaga yang mengembangkannya.

11
Pertumbuhan ayam broiler pada saat masih bibit tidak selalu sama, ada bibit yang
pada masa awalnya tumbuh dengan cepat, tetapi di masa akhir biasa-biasa saja,
atau sebaliknya. Perbedaan pertumbuhan ini sangat tergantung pada perlakuan
peternak, pembibit, atau lembaga yang membibitkan ayam tersebut, sehingga
peternak harus memperhatikan konversi pakan dan mortalitasnya (Rasyaf 1995).
Menurut Rahardi dan Hartono (2003), selain kontinuitas kualitas bibit juga harus
menjadi perhatian bagi para peternak. Kontribusi bibit dalam penampilan produksi
ternak yang bermutu baik sebesar 30 persen. Bibit yang berkualitas baik dapat
diketahui dari catatan produknya dan secara langsung dapat dilihat dari penampilan
fisiknya. Bibit DOC yang baik dapat dipilih berdasarkan penampilannya secara
umum dari luar (general appearance) adalah sebagai berikut: (i) bebas dari
penyakit (free diseases) dan (ii) berasal dari induk yang matang.
Selain genetik ayam dan manajemen peternakan yang baik, keberhasilan
usaha peternakan broiler juga ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Pada
usaha pembesaran broiler, ayam dapat diberi pakan buatan pabrik atau pakan hasil
racikan peternak sendiri. Sesuai sifat ayam broiler yang memiliki laju pertumbuhan
cepat, maka untuk menunjang pertumbuhannya secara optimal diperlukan pakan
dalam jumlah cukup dan berkualitas (Christopher dan Harianto 2011). Pakan
adalah campuran beberapa bahan pakan yang mengandung nutrient yang lengkap
dan disusun dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan zat gizi unggas yang
yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi (Suprijatna et
al. 2005). Pertumbuhan ternak ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan.
Pertumbuhan atau pertambahan berat badan juga merupakan interaksi antara
potensi genetik dengan faktor lingkungan. Jika semuanya berinteraksi dengan
baik, maka pertumbuhan ternak yang dipelihara akan optimal (Mulyantini 2010).
Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan, waktu pemberian, dan
konsentrasi pakan yang diberikan ternak. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian pakan adalah tercukupinya kebutuhan protein, karbohidrat, lemak,
vitamin, dan mineral. Kebutuhan zat tersebut bagi ternak sangat dibutuhkan untuk
perkembangan, pertumbuhan, dan kebutuhan aktivitas. Pemberian pakan dilakukan
secara teratur dengan jumlah yang sesuai kebutuhan ternak. Kelebihan atau
kekurangan akan berdampak kurang baik pada ternak dan berdampak pada
efisiensi dalam produksi (Rahardi dan Hartono 2003). Konsumsi pakan merupakan
aspek terpenting dalam pembentukan jaringan tubuh sehingga meningkatkan
pertambahan bobot badan. Terdapat dua fase dalam pemberian pakan pada ayam
yaitu, fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).
Namun, beberapa perusahaan juga menggolongkan pakan ayam broiler dalam tiga
fase, yaitu pakan starter ayam dari umur 1-18 hari, pakan grower 19-30 hari dan
pakan finisher (Mulyantini 2010).
Mulyantini (2010), menyatakan bahwa manajemen pengendalian penyakit
merupakan salah satu manajemen yang sangat penting dalam pemeliharaan ternak
untuk mendapatkan produksi yang optimal dan secara ekonomi dapat
menguntungkan. Kegagalan dalam mengendalikan penyakit, akan menyebabkan
kerugian karena peternak harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan dan wabah
penyakit dalam kandang sehingga menyebabkan produksi ternak menurun bahkan
kematian. Manajemen kesehatan unggas yang efektif, harus bertujuan untuk: (i)
mencegah terjadinya penyakit dan parasit; (ii) mengenal gejala timbulnya
penyakit; dan (iii) mengobati penyakit sesegera mungkin sebelum penyakit
berkembang serius atau menyebar ke kelompok lainnya. Pengendalian penyakit

12
ayam dapat dilakukan dengan pemberian vaksin, obat-obatan, dan juga vitamin,
agar terhindar dari adanya kerugian akibat biaya pemeliharaan kesehatan.
Kerugian-kerugian akibat ayam yang terserang penyakit yakni meningkatnya
konversi pakan. Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang
dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Semakin tinggi konversi pakan,
berarti semakin boros pakan yang digunakan. Saat ini standar konversi pakan
untuk ayam broiler adalah 1.9. Artinya, untuk mendapatkan ayam dengan bobot
hidup 1 kg, maka diperlukan pakan sejumlah 1.9 kg. Adapun konversi pakan ayam
yang sakit dapat meningkat menjadi 2.1. Selain itu, angka kematian biasanya akan
meningkat 5 persen, biaya untuk obat meningkat, dan harga jual ayam sakit lebih
rendah (Suharno 2012).
Gas dalam usaha ternak ayam broiler dijadikan sebagai bahan bakar bagi
pemanas di kandang. Pemanas merupakan sarana produksi yang penting sebagai
pengatur suhu. Suhu lingkungan kandang terutama pada awal pemeliharaan
memang harus diperhatikan agar tercipta suhu yang ideal bagi pertumbuhan ayam
broiler. Terdapat beberapa jenis pemanas yang dapat digunakan di kandang ayam
broiler, yakni gasolek, semawar, batu bara, dan serbuk kayu. Jenis pemanas yang
menggunakan gas sebagai bah