Pengaruh Kualitas Pernikahan Dan Kesejahteraan Keluarga Terhadap Lingkungan Pengasuhan Pada Keluarga Menikah Usia Muda

PENGARUH KUALITAS PERNIKAHAN DAN
KESEJAHTERAAN KELUARGA TERHADAP LINGKUNGAN
PENGASUHAN PADA KELUARGA MENIKAH USIA MUDA

FATMA PUTRI SEKARING TYAS

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kualitas
Pernikahan dan Kesejahteraan Keluarga terhadap Lingkungan Pengasuhan pada
Keluarga Menikah Usia Muda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Fatma Putri Sekaring Tyas
NIM I24110006

ABSTRAK
FATMA PUTRI SEKARING TYAS. Pengaruh Kualitas Pernikahan dan
Kesejahteraan Keluarga terhadap Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga
Menikah Usia Muda. Dibimbing oleh TIN HERAWATI.
Keluarga menikah muda adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh
ikatan pernikahan darah atau adopsi yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
serta anggota keluarga lainnya dimana salah satu atau sepasang suami istri
menikah dengan usia di bawah 20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh kualitas pernikahan kesejahteraan keluarga, terhadap
lingkungan pengasuhan pada keluarga. Contoh dalam penelitian ini adalah
keluarga yang menikah muda dan mempunyai anak usia 0-6 tahun yang diambil
secara purposive sampling sebanyak 70 orang di Desa Tegal Waru dan Desa
Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Bogor. Data dikumpulkan melalui
wawancara dengan istri menggunakan kuesioner. Hasil menunjukkan bahwa

kualitas pernikahan, kesejahteran objektif, dan kesejahteraan subjektif
berhubungan positif sangat signifikan dengan lingkungan pengasuhan. Faktor
yang berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan
adalah lama menikah, usia menikah istri, kualitas pernikahan, dan kesejahteraan
subjektif.
Kata kunci: kesejahteraan keluarga, kualitas pernikahan, lingkungan pengasuhan
anak, dan menikah usia muda

ABSTRACT
FATMA PUTRI SEKARING TYAS. The Effect of Marriage Quality and Family
Wellbeing toward the Parenting Environment in Early Marriage Family.
Supervised by TIN HERAWATI.
Early marriage family are united people by blood or adoption, consisting of
husband, wife, children, and other family members in which wife, husband or
both of them married at the age under 20 years old. The purpose of this study was
to analyze the effect of marriage quality, family wellbeing, toward the parenting
environment. Sample of this study were 70 families married under 20 years old
with children aged 0-6 years old selected by purposive sampling in the Tegal
Waru village and Cihideung Udik village, District Ciampea, Bogor. Data were
collected by interview with wife using questionnaire. The results showed that

marriage quality, objective wellbeing, and subjective wellbeing had very
significant positive correlation with the parenting environment. The effected
positive significant factor toward quality of the parenting environment were the
length of marriage, wife age of marriage, marriage quality, and subjective
wellbeing.
Keywords: family wellbeing, marriage quality, the parenting environment, and
early marriage

PENGARUH KUALITAS PERNIKAHAN DAN
KESEJAHTERAAN KELUARGA TERHADAP LINGKUNGAN
PENGASUHAN PADA KELUARGA MENIKAH USIA MUDA

FATMA PUTRI SEKARING TYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen


DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul,
Pengaruh Kualitas Pernikahan dan Kesejahteraan Keluarga terhadap Lingkungan
Pengasuhan pada Keluarga Menikah Usia Muda. Pernikahan adalah peristiwa
sakral yang terjadi pada pasangan suami istri yang menjujung tinggi nilai adat dan
agama yang beraneka ragam. Melalui pernikahan diharapkan dapat membangun
keluarga yang aman, damai, sejahtera, dan bahagia sehinga pertumbuhan dan
perkembangan generasi selanjutnya berkualitas. Pernikahan usia muda merupakan
pernikahan yang dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang
dimana salah satu atau keduanya menikah di bawah usia 20 tahun.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Tin Herawati, SP, MSi selaku
dosen pembimbing, Neti Hernawati, SP, MSi selaku dosen penguji, Alfiasari, SP,
MSi selaku pemandu seminar serta Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, MSi selaku

dosen pembimbing akademik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, kakak dan keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, seluruh staf dan
pengajar Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Sahabat yang selalu
memberikan dukungan dan semangat Lely Trijayanti, Ida Musyidah, Rian Prakosa,
Fina Fatihur, teman-teman satu bimbingan Nafi Endah, Inne Nur, Nikita F, dan
IMPATA serta teman-teman Ilmu Keluarga dan Konsumen 48 lainnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Fatma Putri Sekaring Tyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

4


Manfaat Penelitian

4

KERANGKA PEMIKIRAN

4

METODE

5

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

6

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh

6


Jenis, Cara Pengumpulan Data dan Cara Pengukuran Variabel

6

Pengolahan dan Analisis Data

8

Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
11

Hasil

11

Pembahasan


23

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN


33

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1. Variabel, skala, dan pengolahan data
2. Sebaran Usia Menikah
3. Sebaran keluarga berdasarkan kategori pendidikan
4. Sebaran keluarga berdasarkan kategori jenis pekerjaan
5. Sebaran keluarga berdasarkan kategori besar keluarga
6. Sebaran keluarga berdasarkan kategori pendapatan per kapita
7. Sebaran keluarga berdasarkan kategori usia anak
8. Sebaran keluarga berdasarkan kategori lama menikah
9. Sebaran keluarga berdasarkan kategori kualitas pernikahan
10. Sebaran keluarga berdasarkan kategori kesejahteraan objektif
11. Sebaran keluarga berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif
12. Sebaran keluarga berdasarkan kategori komponen lingkungan

pengasuhan
13. Sebaran koefisien korelasi antar variabel-variabel penelitian
14. Pengaruh karakteristik keluarga, kualitas pernikahan, kesejahteraan
keluarga terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak

7
12
12
13
13
13
14
14
16
17
18
21
22
23

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka berfikir pengaruh kualitas pernikahan, kesejahteraan keluarga,
terhadap lingkungan pengasuhan

5

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sebaran keluarga berdasarkan dimensi kebahagiaan pernikahan
Sebaran keluarga berdasarkan dimensi kepuasaan pernikahan
Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan objektif (BLT)
Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan subjektif
Sebaran keluarga berdasarkan lingkungan pengasuhan 0-36 bulan
Sebaran keluarga berdasarkan lingkungan pengasuhan 37-72 bulan
Hasil uji korelasi karakteristik keluarga, kualitas pernikahan,
kesejahteraan keluarga, dan lingkungan pengasuhan

33
34
35
35
36
37
39

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pernikahan merupakan gerbang pertama yang dilewati oleh dewasa muda
untuk memulai kehidupan. Menurut UU Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 Bab 1
Pasal 1, pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Menurut
WHO (2006) pernikahan muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan
ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang berusia di
bawah 19 tahun. Pernikahan usia muda menurut BKKBN (2012) adalah
pernikahan yang dilakukan di bawah usia 20 tahun. Menurut Susenas (2010) ratarata usia pernikahan pertama di Indonesia 17 tahun dan rata-rata usia pernikahan
di daerah perkotaan 20 tahun serta di daerah pedesaan 18 tahun. Tingginya ratarata usia pernikahan di daerah perkotaan, dikarenakan tingginya partisipasi
perempuan dalam karir dan pekerjaan sehingga menunda usia pernikahan.
Menurut BKKBN (2012) penyebab pernikahan muda diantaranya status ekonomi
dan pendidikan yang rendah, budaya nikah muda, pernikahan yang dipaksa, dan
seks bebas. Penelitian Agustian (2013) menyebutkan pernikahan muda erat
dengan masalah ekonomi keluarga seperti anggapan seorang anak perempuan itu
memberatkan orang tua, ketika anak perempuan telah menikah maka beban
ekonomi orang tua akan berkurang. Selain masalah ekonomi, faktor yang lain
adalah pendidikan, orang tua, media massa, sosial budaya, dan pergaulan bebas.
Pernikahan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan menimbulkan
banyak masalah baik secara fisiologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Faktor
budaya juga memengaruhi tingginya pernikahan muda. Alfianti (2010)
menyatakan penyebab pernikahan muda adalah faktor lingkungan sosial budaya,
adanya pandangan dari masyarakat jika seorang gadis sudah dewasa belum
mendapatkan jodoh akan dianggap tidak laku atau perawan tua.
Dampak pernikahan usia muda lebih tampak pada remaja putri
dibandingkan remaja laki-laki. Usia pernikahan yang cenderung masih muda akan
rawan terjadi keguguran dikarenakan keadaan rahim yang belum sempurna
(Fadlyana dan Larasaty 2009). Selain itu, kasus perceraian juga banyak terjadi
dikarenakan keadaan psikologis yang belum matang dan belum dapat mengambil
keputusan dengan baik. Permasalahan ekonomi pada pasangan suami istri
menikah disebabkan kurangnya persiapan materi. Menurut BKKBN (2012)
dampak yang terjadi seperti kasus drop out sekolah tinggi, KDRT, peluang
kematian ibu tinggi, lama sekolah rendah, dan hak kesehatan reproduksi rendah.
Menurut Tsania (2014) ibu yang menikah muda belum memiliki kesiapan dalam
menjalankan fungsi pengasuhan sehingga menyebabkan perkembangan anak
terlambat.
Menurut BKKBN (2012) Indonesia termasuk negara dengan persentase
pernikahan usia muda tinggi di dunia (ranking 37). Perempuan muda di Indonesia
dengan usia di bawah 19 tahun sebanyak 11.9 persen. Jawa Barat mempunyai
persentase menikah muda sebanyak 7.5 persen. Gambaran tersebut memprihatikan
dikarenakan banyak remaja yang lebih memilih untuk menikah muda dan tidak

2
ingin melanjutkan masa depan untuk meraih cita-citanya. Hal itu menunjukkan
rendahnya kualitas penduduk yang berdampak pada kualitas pernikahan,
kesejahteraan keluarga serta lingkungan pengasuhan anak.
Permasalahan ekonomi yang terjadi pada pasangan menikah muda dapat
memengaruhi kualitas pernikahan dan kesejahteraan keluarga. Permasalahan
ekonomi sering dikaitkan dengan kemiskinan berdasarkan atas perbandingan
antara pendapatan dan garis kemiskinan. Apabila suatu keluarga berpendapatan di
bawah garis kemiskinan dipastikan tidak dapat memenuhi kebutuhan secara
materi, sehingga digolongkan keluarga miskin (BPS 2014). Hasil penelitian
Sumarwan et al. (2006) menyatakan keluarga yang mempunyai pendapatan tinggi
memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera dibandingkan keluarga dengan
pendapatan rendah. Semakin rendah tekanan ekonomi yang dirasakan ibu, maka
semakin baik derajat kualitas pernikahannya, atau dengan kata lain keluarga yang
mempunyai kondisi finansial yang aman, relatif tidak sering mengalami konflik.
Menurut Tati (2004) keluarga akan memperoleh kebahagiaan apabila mempunyai
uang yang cukup. Penelitian Moen dan Elder (1983) menunjukkan kesejahteraan
keluarga perlu adanya pengelolaan ekonomi rumah tangga yang efektif terutama
dalam penggunaan sumberdaya keluarga yang ada, guna pemenuhan kebutuhan
hidup. Pertengkaran terjadi dikarenakan masalah keuangan. Hal ini terjadi
terutama pada golongan ekonomi menengah ke bawah, karena kurangnya dana
yang dibutuhkan. Dengan demikian kebahagiaan akan tercapai apabila pasangan
suami istri dapat menyesuaikan dan mengelola uang dengan baik.
Menurut Glaser et al. (1995) pertengkaran suami istri dapat menyebabkan
kualitas pernikahan menurun. Hasil penelitian Sunarti et al. (2005) menunjukkan
hubungan tekanan ekonomi keluarga berkaitan erat dengan kualitas pernikahan,
sementara kualitas pernikahan berkaitan erat dengan salah satunya praktek
pengasuhan anak. Menurut Rizkillah (2014) kualitas lingkungan pengasuhan juga
dipengaruhi oleh kualitas pernikahan, pendidikan istri, dan besar keluarga.
Menurut Allendorf dan Ghimire (2012) pendidikan mempunyai hubungan yang
kuat dan konsisten dengan kualitas pernikahan, semakin tinggi pendidikan
semakin tinggi pula kualitas pernikahan yang dicapai.
Sebagian masyarakat belum menyadari dampak yang terjadi apabila
seseorang menikah usia muda. Penelitian terdahulu mengenai pernikahan usia
muda lebih banyak mengkaji dampak menikah usia muda dibidang kesehatan.
Oleh karena itu, masih diperlukan informasi dan pengetahuan untuk mengetahui
kualitas pernikahan, kesejahteraan keluarga, dan lingkungan pengasuhan anak
pada keluarga yang menikah usia muda.
Perumusan Masalah
Salah satu faktor yang menyebabkan orang tua menikahkan anaknya usia
muda dikarenakan masalah kemiskinan. Menurut Paul et al. (2013) kemiskinan
merupakan penyebab utama pernikahan usia muda. Dengan menikahkan anaknya
maka beban ekonomi dan tanggungan orang tua semakin berkurang. Selain
masalah ekonomi anggapan orang tua menikahkan anaknya usia muda karena
tidak ingin terjerat pergaulan bebas. Menurut Rahman dan Nasrin (2012)
permasalahan utama pernikahan usia muda adalah pendidikan dan pendapatan
bulanan yang rendah. Hasil penelitian Prakash et al. (2015) menyatakan hubungan

3
positif antara pendidikan dan usia menikah. Ambrus dan Field (2008)
menunjukkan bahwa gadis di pedesaan Banglades apabila dipaksa untuk menunda
pernikahan maka tingkat pendidikan akan meningkat. Faktor yang menyebabkan
pernikahan usia muda adalah rendahnya pendidikan dan rendahnya keadaan sosial
ekonomi (Darnita 2013). Menurut BPS (2012), Kabupaten Bogor mempunyai
jumlah penduduk miskin lebih tinggi (10.8%) dibandingkan Kota Bogor (8.8%).
Hal ini yang menjadi penyebab dan permasalahan usia muda. Pernikahan muda
biasa terjadi di masyarakat pedesaan hal ini dikarenakan golongan ekonomi
menengah kebawah yang beban pembagian peran dan tanggung jawab keluarga
terhadap perempuan lebih banyak dan lebih besar dibandingkan keluarga suami.
Di perkotaan pernikahan muda umumnya sering terjadi karena kecelakaan
(married by accident) akibat salah pergaulan yang dilakukan oleh remaja
(Abdullah et al. 2009)
Tingkat pernikahan muda diduga berhubungan dengan angka perceraian.
Menurut Tsania (2014) pernikahan usia muda berdampak pada kemandirian dari
pasangan tersebut masih rendah, masih rawan, dan masih belum stabil sehingga
dapat menyebabkan banyak terjadi perceraian. Berdasarkan data dari Kementrian
Agama (2013) angka perceraian di Indonesia meningkat menjadi 14.6% atau
sebanyak 372 577 pasangan. Angka perceraian di Kabupaten Bogor cukup tinggi.
Menurut Pengadilan Agama (PA) Cibinong (2014) sedikitnya terdapat 500 berkas
pengajuan permohonan perceraian dan 40 sidang perceraian dilangsungkan setiap
harinya. Penyebab perceraian sangat beragam antara pasangan yang satu dengan
yang lainnya. Menurut Pujiastuti dan Lestari (2008) di beberapa negara di dunia,
faktor yang paling sering menyebabkan terjadinya perceraian adalah kegagalan
suami istri dalam menjalankan kewajibannya, lemahnya dasar keagamaan,
masalah seksual, masalah keuangan dan karir, kurangnya komitmen pada
pernikahan, komunikasi yang buruk, serta rendahnya konflik.
Kualitas pernikahan dapat ditentukan dari kebahagian dan kepuasan dalam
pernikahannya. Kualitas pernikahan merupakan suatu derajat pernikahan yang
dapat memberi kebahagiaan dan kesejahteraan bagi pasangan suami istri sehingga
dapat menjaga kelestarian pernikahan (Puspitawati 2012). Kualitas pernikahan
dan kesejahteraan keluarga juga dapat memengaruhi lingkungan pengasuhan bagi
anak. Kualitas pernikahan yang tidak baik dapat memberikan kecenderungan
pengasuhan yang tidak baik, karena pengasuhan orang tua yang baik dapat
terwujud ketika orang tua dapat berinteraksi dengan baik, memberi kasih sayang,
dan kehangatan pada anak (Rizkillah 2014). Pasangan suami istri yang menikah
usia muda terkadang tidak memikirkan dampak negatif yang akan terjadi
(Gunawan 2013). Hal ini dikarenakan usia yang relatif masih muda pasangan
suami istri belum dapat memahami dan memaknai arti dari pernikahan dan
pengasuhan yang baik untuk anak. Selain itu rendahnya pendidikan pasangan
suami istri juga dapat memengaruhi pemaknaan mengenai pernikahan.
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana kualitas pernikahan dan kesejahteraan keluarga pada
keluarga menikah usia muda?
2. Bagaimana lingkungan pengasuhan anak pada keluarga menikah usia
muda?

4
3. Bagaimana pengaruh kualitas pernikahan, kesejahteraan keluarga
dengan lingkungan pengasuhan pada keluarga menikah muda?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh kualitas pernikahan, kesejahteraan keluarga dengan
lingkungan pengasuhan pada keluarga menikah muda.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kualitas pernikahan dan kesejahteraan keluarga pada
keluarga menikah usia muda
2. Mengidentifikasi lingkungan pengasuhan anak pada keluarga menikah usia
muda
3. Menganalisis pengaruh kualitas pernikahan, kesejahteraan keluarga
terhadap lingkungan pengasuhan pada keluarga menikah usia muda
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dan
pengetahuan yang bermanfaat sebagai bahan masukan mengenai kualitas
pernikahan, kesejahteraan, dan lingkungan pengasuhan pada keluarga yang
menikah usia muda. Bagi keluarga diharapkan dapat memahami bahwa kualitas
pernikahan, kesejahteraan keluarga, dan membentuk lingkungan pengasuhan yang
baik bagi anak. Hasil penelitian juga diharapkan bermanfaat pemerintah atau
instansi terkait sebagai acuan dalam membuat kebijakan dan membangun negara
dan untuk pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai fenomena keluarga.

KERANGKA PEMIKIRAN
Teori struktural fungsional salah satu yang mendasari teori keluarga. Teori
ini mengakui adanya keberagaman dalam suatu sistem. Pernikahan adalah
komitmen kekekalan hubungan yang didasarkan atas komitmen untuk seumur
hidup dan menyakini bahwa pernikahan sebagai institusi sakral/ suci; sebagai
perjanjian dengan Tuhan; dan sebagai kontrak hukum yaitu perjanjian yang diikat
secara hukum dan disahkan oleh negara (Puspitawati 2012). Pernikahan
merupakan tugas perkembangan pada masa dewasa muda (Hurlock 1994).
Penyebab pernikahan muda diantaranya yaitu status ekonomi, pendidikan yang
rendah, budaya nikah muda, pernikahan yang diatur, seks bebas (BKKBN 2012).
Pernikahan usia muda diduga memengaruhi kualitas pernikahan, kesejahteraan
keluarga, dan kualitas lingkungan pengasuhan yang diterapkan. Karakteristik
setiap individu berbeda-beda, sehingga memengaruhi alasan melakukan
pernikahan usia muda. Rendahnya sumber ekonomi keluarga seperti rendahnya
pendapatan, ketidakstabilan kerja, dan terlilit hutang merupakan akibat dari
kesulitan ekonomi yang akan menimbulkan konflik, sehingga memengaruhi
kualitas pernikahan (Tati 2004). Kualitas pernikahan terdiri dari dua dimensi
yakni kebahagiaan pernikahan dan kepuasaan pernikahan (Conger et al. 1994).

5
Salah satu faktor yang memengaruhi kualitas lingkungan pengasuhan adalah
kualitas pernikahan. Kualitas pernikahan erat kaitannya dengan pengasuhan anak,
dimana lingkungan pengasuhan anak akan dipengaruhi situasi dan kondisi
kehidupan keluarga. Kualitas pengasuhan anak dibentuk melalui stimulasi yang
diberikan orang tua dan keluarga dalam memberikan kehangatan, suasana
penerimaan, pemberian teladan, pemberian pengalaman, dorongan belajar,
berbahasa, dan kemampuan akademik. Kualitas lingkungan pengasuhan anak
dapat diukur menggunakan Home Observation and Measurement of Enviroment
(HOME) yang mengukur beberapa aspek yaitu respon emosi dari pengasuh dan
karakteristik lingkungan yang mendukung terhadap ekonomi dan eksplorasi anak.
Kualitas lingkungan pengasuhan juga dipengaruhi oleh pendidikan istri, dan besar
keluarga.
Indikator kesejahteraan keluarga dibagi menjadi dua cluster, yaitu
kesejahteraan keluarga objektif yang dapat dilihat secara kuantitatif dan
kesejahteraan keluarga subjektif yang terlihat secara kualitatif. Tingkat
kesejahteraan subyektif keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah pendidikan istri dan pendapatan suami. Kesejahteraan keluarga
memengaruhi lingkungan pengasuhan, apabila kesejahteraan keluarga rendah
berdampak negatif terhadap pengasuhan yang diberikan orang tua.

-

-

Karakteristik keluarga
Usia suami, usia istri
- Lama menikah
Usia menikah suami, usia menikah istri
- Jumlah anggota keluarga
Lama pendidikan suami dan istri
- Pendapatan per kapita
Pekerjaan suami, pekerjaan istri

Kesejahteraan keluarga:
- Kesejahteraan obyektif
- Kesejahteraan subyektif

-

Kualitas Pernikahan
- Kebahagiaan
- Kepuasaan

Kualitas lingkungan pengasuhan
Tanggap rasa dan kata
- Stimulasi belajar
Penerimaan perilaku anak
- Stimulasi bahasa
Pengorganisasian lingkungan
- Lingkungan fisik
Penyediaan mainan
- Kehangatan dan penerimaan
Keterlibatan ibu
- Stimulasi akademik
Variasi asuhan
- Modeling
Penerimaan
- Variasi pengalaman

METODE
Gambar 1 Kerangka berfikir pengaruh
kualitas pernikahan, kesejahteraan
keluarga, terhadap lingkungan pengasuhan

6

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul
“Tekanan Ekonomi, Kualitas Pernikahan, Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga,
serta Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga Menikah Usia Muda”. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian dilakukan dengan
meneliti pada satu waktu tertentu. Pemilihan tempat penelitian di pilih secara
purposive, yaitu di Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian di dua desa, yaitu Desa
Tegal Waru dan Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea. Kecamatan Ciampea
memiliki jumlah pernikahan muda yang tinggi (Kementrian Agama 2013).
Informasi tersebut merupakan alat yang digunakan dalam menentukan tempat
secara purposive. Waktu penelitian terdiri dari persiapan, pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, dan penulisan laporan yang dilakukan dalam
jangka waktu Oktober 2014 hingga Mei 2015.
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
Populasi penelitian ini adalah keluarga yang menikah usia muda di
Kecamatan Ciampea. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang menikah
usia muda dan memiliki anak usia 0-6 tahun. Responden dalam penelitian ini
adalah ibu yang menikah usia muda dan memiliki anak usia 0-6 tahun. Teknik
penarikan contoh menggunakan metode purposive sampling. Jumlah contoh yang
diambil untuk penelitian ini sebanyak 70 orang. Sumber data dikumpulkan dari
Kementrian Agama Kabupaten Bogor, Kantor Urusan Agama Kecamatan
Ciampea, dan tokoh masyarakat di Desa Tegal Waru dan Desa Cihideung Udik.
Jenis, Cara Pengumpulan Data dan Cara Pengukuran Variabel
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara
melalui kuesioner yang telah diuji reliabilitasnya. Data sekunder yang
dikumpulkan meliputi berupa gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh
dari Kantor Kecamatan Ciampea, data jumlah pasangan menikah dari Kantor
Kementrian Agama Kabupaten Bogor, data jumlah pasangan menikah muda dari
Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciampea, serta gambaran umum lokasi
penelitian dari setiap desa diperolah dari Kantor Desa Tegal Waru, dan Kantor
Desa Cihideung Udik. Data primer yang dilakukan melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner, meliputi :
1. Karakteristik keluarga contoh (usia suami-istri, usia menikah suami-istri,
lama menikah, jumlah anggota keluarga, lama pendidikan suami istri,
pekerjaan suami istri, dan pendapatan per kapita).
2. Kualitas pernikahan (dimensi kebahagiaan dan dimensi kepuasaan).
Kuesioner milik Conger et al. (1990) yang dikembangkan oleh Sunarti et
al. (2005) dengan nilai Cronbach’s alpha 0.843. Kuesioner berjumlah 40
item pertanyaan.

7
3. Kesejahteraan keluarga (kesejahteraan obyektif menggunakan indikator
garis kemiskinan BPS (BLT) dan modifikasi Maghfiroh (2014) serta
kesejahteraan subyektif menggunakan kuesioner Herawati (2012) dan
Puspitawati (2012) dengan nilai Cronbach’s alpha 0.943. Kuesioner
kesejahteraan objektif berdasarkan BPS berjumlah 14 kondisi rumah
tinggal dan pemenuhan kebutuhan dasar lain seperti pangan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan. Kesejahteraan subjektif diukur dari dimensi
fisik-ekonomi, sosial, dan psikologis. Kuesioner kesejahteraan subjektif
berjumlah 27 item pertanyaan.
4. Lingkungan pengasuhan menggunakan instrumen lingkungan pengasuhan
yang diadopsi dari instrument Home Observation for Measurement of the
Environment (HOME) inventory milik Candwell dan Bradley (1984)
dalam Hastuti (2014), yang dibagi dalam dua kategori, yaitu :
a. Umur 0-36 bulan, terdiri dari tanggap rasa dan kata, penerimaan,
terhadap perilaku anak, pengorganisasian lingkungan anak, penyediaan
mainan untuk anak, keterlibatan ibu/ pengasuh terhadap anak dan
kesempatan variasi asuhan dengan nilai Cronbach’s alpha 0.944.
Kuesioner berjumlah 45 item pertanyaan.
b. Umur 37-72 bulan meliputi stimulasi belajar, stimulasi bahasa,
lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik
dengan nilai Cronbach’s alpha 0.989. Kuesioner berjumlah 55 item
pertanyaan.
Tabel 1 Variabel, skala, dan pengolahan data
Variabel
Karakteristik keluarga
Usia suami, istri
Usia menikah suami dan istri
Lama menikah
Jumlah anggota keluarga

Skala

Lama pendidikan suami dan lama
pendidikan istri
Pekerjaan suami dan pekerjaan istri

Rasio

Pendapatan per kapita
Kualitas pernikahan
Kebahagiaan pernikahan
Kepuasan pernikahan

Rasio
Rasio
Rasio
Rasio

Nominal

Rasio
Ordinal

Pengolahan data
Rataan data
Rataan data
Rataan data
BKKBN 2005
1) Keluarga kecil (0-4 orang)
2) Keluarga sedang (5-7 orang)
3) Keluarga besar (≥ 8 orang)
Rataan data
1) PNS
2) Wiraswasta
3) Swasta
4) Buruh
5) Guru
6) PRT
7) Lainnya
Rataan data
Rentang skor = 0-40
1) Rendah : 0.00-33.33
2) Sedang : 33.34-66.67
3) Tinggi : 66.68-100.00

8
Tabel 1 Variabel, skala, dan pengolahan data (Lanjutan)
Variabel
Kesejahteraan keluarga
Kesejahteraan obyektif

Skala
Ordinal

Kesejahteraan subyektif

Ordinal

Kualitas lingkungan pengasuhan
Tanggap rasa dan kata
Penerimaan perilaku anak
Pengorganisasian lingkungan
Penyediaan mainan
Keterlibatan ibu
Variasi asuhan
Stimulasi belajar
Stimulasi bahasa
Lingkungan fisik
Kehangatan dan penerimaan
Stimulasi akademik
Modeling
Variasi pengalaman
Penerimaan

Ordinal

Pengolahan data
Kesejahteraan objektif
(BPS 2005)
Rentang skor 0-14
1) Sejahtera (