Kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis di Tamiai, Kerinci, Jambi

(1)

PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA SEKOLAH PADA KELUARGA PETANI KAYU MANIS

DI TAMIAI, KERINCI, JAMBI

ELMANORA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

MUFLIKHATI and ALFIASARI.

The aim of the research was to analyze the influence of family and child characteristics, family welfare, and parenting style toward school-aged children’s social emotional development in cinnamon farmer families at Tamiai, Kerinci District, Jambi. This research involved 50 families that were selected randomly. The samples were chosen from families of cinnamon farmer in study site who had school-aged children (fourth, fifth, and sixth grade in elementary school). Data collected by interview and self report with questionnaire. Family welfare was indicated by using three indicators those were BPS, BKKBN, and a simple poverty scorecard for Indonesia. Parenting style were measured by emotional coaching instrument. Children’s social emotional development were measured by Social Emotional Assets and Resiliency Scales A (SEARS A). Data was analyzed by descriptive and regression analysis. The results showed that the families had low welfare based on the third indicators. Mostly parent in this research applied disapproving parenting style (34%). Persentage of children’s social emotional development scores were 71,30±10,35. Family welfare was influenced by family size, father’s age, and family income. Parenting style was influenced by mother’s education. Laissez faire style correlated negative significant with children’s social emotional development. Children’s social emotional development were influenced by their age.

Keywords: family welfare, parenting style, social emotional development

ABSTRAK

ELMANORA. Kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis di Tamiai, Kerinci, Jambi. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan ALFIASARI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis di Tamiai, Kabupaten Kerinci, Jambi. Penelitian ini melibatkan 50 keluarga yang dipilih secara acak. Contoh adalah keluarga petani kayu manis yang memiliki anak usia sekolah (kelas IV, V, dan VI sekolah dasar). Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan laporan diri dengan menggunakan kuesioner. Kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu BPS, BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia. Gaya pengasuhan diukur dengan instrumen emotional coaching. Perkembangan sosial emosi anak diukur dengan Social Emotional Assets and Resiliency Scales A (SEARS A). Data dianalisis dengan analisis deskriptif dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga contoh memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah berdasarkan tiga indikator yang digunakan. Sebagian besar orangtua dalam penelitian ini menerapkan gaya pengasuhan tidak menyetujui (34%). Persentase skor perkembangan sosial emosi anak adalah 71,30±10,35. Kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh besar keluarga, usia ayah, dan pendapatan keluarga. Gaya pengasuhan dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Gaya pengasuhan laissez faire berhubungan signifikan negatif dengan perkembangan sosial emosi anak. Perkembangan sosial emosi anak dipengaruhi oleh usia.

Kata kunci: kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, perkembangan sosial emosi


(3)

Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Kayu Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan ALFIASARI.

Pertanian merupakan sektor yang rentan dengan masalah kemiskinan. Salah satunya adalah petani kayu manis yang merupakan petani tanaman tahunan dengan penghasilan yang rendah. Pendapatan keluarga yang rendah dapat menyebabkan terjadinya masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan berdampak pada gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua dan perkembangan sosial emosi anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) kesejahteraan keluarga contoh, 2) gaya pengasuhan pada keluarga contoh, 3) menganalisis perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh, 4) pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga contoh, 5) pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan pada keluarga contoh, 6) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Desa Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Lokasi penelitian dipilih secara purposive berdasarkan jumlah keluarga petani kayu manis terbanyak. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai bulan April 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga petani kayu manis di Desa Tamiai yang memiliki anak usia sekolah. Desa Tamiai terdiri atas tujuh dusun yang kemudian dipilih dua dusun (secara purposive) untuk menjadi lokasi penelitian. Dusun yang terpilih adalah Dusun Lamo dan Kampung Dalam. Setiap dusun diambil contoh secara acak sebanyak 25 keluarga, sehingga jumlah seluruh contoh adalah 50 keluarga.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga (tipe keluarga, besar keluarga, usia ayah ibu, pendidikan ayah ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, dan kepemilikan aset), karakteristik anak (usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran), kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan orang tua (pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi), dan perkembangan sosial emosi anak pada keluarga petani kayu manis. Data sekunder yang digunakan adalah data keadaan umum daerah penelitian serta data luas areal dan produksi perkebunan kayu manis. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi (regresi linear berganda dan regresi logistik). Kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu garis kemiskinan BPS, keluarga sejahtera BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia. Gaya pengasuhan diukur dengan menggunakan instrumen emotional coaching yang terdiri atas gaya pengasuhan pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi. Perkembangan sosial emosi anak diukur dengan menggunakan instrumen Social Emotional Assets and Resiliency Scales A (SEARS A).

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga petani kayu manis di Desa Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Kayu manis merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Meskipun Kabupaten Kerinci merupakan pemasok kulit kayu manis terbesar di Indonesia, namun penelitian ini menunjukkan bahwa kayu manis hanya menyumbang sebesar 8,86 persen terhadap pendapatan keluarga. Kontribusi kayu manis yang rendah terhadap pendapatan keluarga disebabkan oleh waktu panen yang lama, luas ladang yang sempit, dan harga jual kulit kayu manis yang murah. Pendapatan keluarga yang rendah dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan keluarga.


(4)

atau sama dengan Rp193.834,00. Kesejahteraan keluarga contoh berdasarkan indikator BPS dipengaruhi oleh besar keluarga ( =-0,955, α=0,01). Berdasarkan indikator BKKBN, tiga per lima keluarga contoh (60%) tergolong keluarga miskin. Kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator BKKBN dipengaruhi oleh besar keluarga ( =-0,710, α=0,05), usia ayah ( =-0,128, α=0,05), dan pendapatan keluarga ( =0,000, α=0,05). Indikator lain yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga adalah a simple poverty scorecard for Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh keluarga contoh (94%) memperoleh skor kurang dari 50 dengan rata-rata sebesar 32,90 sehingga kemungkinan besar keluarga contoh mengalami masalah kemiskinan. Hasil uji korelasimenunjukkan ada hubungan yang signifikan positif antara kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator a simple poverty scorecard for Indonesia dengan kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator BPS (r=0,676, α=0,01) dan BKKBN (r=0,535, α=0,01).

Penelitian ini menduga bahwa karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga akan berpengaruh terhadap gaya pengasuhan. Namun, hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa gaya pengasuhan dipengaruhi oleh pendidikan ibu ( =1,228, α=0,01). Ibu yang berpendidikan tinggi berpeluang untuk menerapkan gaya pengasuhan yang lebih baik. Gaya pengasuhan yang diukur dalam penelitian ini terdiri atas pelatih emosi dan bukan pelatih emosi (pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari dua per tiga keluarga contoh (72%) menerapkan gaya pengasuhan bukan pelatih emosi. Temuan ini tentu saja mengindikasikan masih rendahnya pengetahuan orang tua dalam menerapkan gaya pengasuhan yang baik, khususnya yang terkait dengan pengelolaan emosi negatif anak.

Perkembangan sosial emosi anak dinilai dari indeks perkembangan sosial emosi. Indeks perkembangan sosial emosi anak contoh berada pada selang 43-92 dengan rata-rata sebesar 71,30 dan standar deviasi 10,35. Rata-rata-rata indeks mengindikasikan bahwa perkembangan sosial emosi anak contoh tidak optimal. Sementara itu, jika dilihat dari dimensinya, perkembangan sosial emosi yang dominan pada anak contoh adalah keterampilan interpersonal dan keterampilan dalam bergaul (34%). Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa perkembangan sosial emosi anak dipengaruhi oleh usia anak ( =6,409, α=0,01). Anak yang usianya semakin besar memiliki perkembangan sosial emosi yang lebih baik. Meskipun hasil uji regresi tidak menemukan adanya pengaruh gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak, namun analisis korelasi menunjukkan bahwa gaya pengasuhan laissez faire berhubungan signifikan negatif dengan perkembangan sosial emosi anak (r=-0,914, α=0,05). Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan laissez faire cenderung memiliki anak dengan perkembangan sosial emosi yang tidak optimal.

Kemiskinan merupakan akar permasalahan utama dalam keluarga. Masalah kemiskinan berkaitan dengan gaya pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak. Keluarga yang miskin cenderung menerapkan gaya pengasuhan yang negatif (pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire) dan memiliki anak dengan perkembangan sosial emosi yang tidak optimal. Perkembangan sosial emosi anak yang tidak optimal pada masa usia sekolah akan menghambat kesuksesan anak pada tahapan selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah: 1) meningkatkan pendapatan keluarga dengan cara meningkatkan keterampilan, 2) optimalisasi program keluarga berencana dengan cara meningkatkan pendidikan anak perempuan untuk meningkatkan usia menikah, dan 3) meningkatkan pendidikan ibu. Kata kunci: kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, perkembangan sosial emosi


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kesejahteraan Keluarga, Gaya Pengasuhan, dan Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Kayu Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Elmanora NIM I24070047


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA SEKOLAH PADA KELUARGA PETANI KAYU MANIS

DI TAMIAI, KERINCI, JAMBI

ELMANORA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi

Nama : Elmanora

NIM : I24070047

Disetujui,

Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Pembimbing I

Alfiasari, SP, M.Si Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen


(9)

Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Kesejahteraan Keluarga, Gaya Pengasuhan, dan Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Kayu Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan ibu Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. 2. Ibu Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan Ibu

Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Diah Krisnatuti Pranadji, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis belajar di Ilmu Keluarga dan Konsumen. 4. Gubernur Provinsi Jambi, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, dan Dinas

Pendidikan Provinsi Jambi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Jambi di Institut Pertanian Bogor.

5. Bapak Sastri (Kepala Desa Tamiai) dan Bapak Haidir (Sekretaris Desa Tamiai) atas pemberian izin dan data.

6. Keluarga petani kayu manis di Desa Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi atas waktu dan kesediaannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Mama, Papa, dan Zawil Afkar, serta keluarga besar di Kerinci atas do’a, dukungan, dan bantuannya dalam pengambilan data di Lapangan.

8. Nurry Wulan, Deny Juniwati, Rini Hastuti, Putri Dwi M, Agus Surachman, Latifatul H, Umu R, Gilar, Fitri Sari, Mustika Dewanggi, Astari S, Ceftilia, Anggy Nurmalasari, serta seluruh sahabat dan saudaraku di IMKB, IKK Angkatan 44, Kostan Maharlika Atas, dan Kementerian Kebijakan Daerah BEM KM IPB periode 2009/2010 atas motivasi, kebersamaan, dan pengalaman yang tidak terlupakan.

9. Segala pihak yang belum disebutkan namanya atas segala kontribusinya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Agustus 2011 Elmanora


(10)

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Keluarga ... 7

Kesejahteraan Keluarga ... 8

Gaya Pengasuhan ... 11

Perkembangan Sosial Emosi ... 13

KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

METODE PENELITIAN ... 19

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 19

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian ... 21

Pengolahan dan Analisis Data ... 25

Definisi Operasional ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

Karakteristik Contoh ... 30

Kesejahteraan Keluarga ... 43

Gaya Pengasuhan ... 52

Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah ... 55

Pembahasan ... 58

Keterbatasan Penelitian ... 68

SIMPULAN DAN SARAN ... 69

Simpulan ... 69

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(11)

1 Variabel, dimensi pengukuran, jenis, responden, dan cara

pengumpulan data ... 21

2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tipe keluarga ... 30

3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar keluarga ... 31

4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia ayah dan ibu ... 32

5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendidikan ayah dan ibu... 32

6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan utama ayah dan ibu... 33

7 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga per bulan ... 34

8 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga per kapita per bulan ... 35

9 Rataan pendapatan keluarga contoh per bulan berdasarkan sumber nafkah dan persentase kontribusi masing-masing sumber nafkah terhadap pendapatan total ... 35

10 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per bulan ... 36

11 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan ... 36

12 Rataan alokasi pengeluaran pangan dan bukan pangan per kapita per bulan dan persentase setiap komponen terhadap total pengeluaran ... 38

13 Sebaran keluarga contoh berdasarkan status kepemilikan rumah, tipe rumah, sumber penerangan, dan bahan bakar untuk memasak... 39

14 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kepemilikan aset ... 41

15 Sebaran keluarga contoh berdasarkan karakteristik anak ... 42

16 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori miskin menurut indikator garis kemiskinan BPS ... 43

17 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keluarga sejahtera menurut indikator BKKBN ... 44

18 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pertanyaan dalam indikator a simple poverty scorecard for Indonesia ... 47

19 Sebaran keluarga contoh berdasarkan indikator a simple poverty scorecard for Indonesia ... 48

20 Sebaran keluarga contoh berdasarkan indikator BPS, BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia ... 49


(12)

keluarga berdasarkan indikator BPS dan BKKBN ... 51 23 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kecenderungan gaya

pengasuhan ... 52 24 Sebaran keluarga contoh berdasarkan gaya pengasuhan dan

kesejahteraan keluarga (indikator BPS dan BKKBN) ... 53 25 Koefisien regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan

kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan ... 54 26 Sebaran keluarga contoh berdasarkan dimensi perkembangan

sosial emosi anak ... 55 27 Sebaran keluarga contoh berdasarkan dimensi perkembangan

sosial emosi dan kesejahteraan keluarga (indikator BPS dan

BKKBN) ... 56 28 Koefisien korelasi antara jenis gaya pengasuhan dengan

perkembangan sosial anak ... 56 29 Sebaran keluarga contoh berdasarkan dimensi perkembangan

sosial emosi dan gaya pengasuhan ... 57 30 Koefisien regresi linear berganda karakteristik keluarga,

karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan

terhadap perkembangan sosial emosi anak ... 58

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Faktor penentu pengasuhan ... 13 2 Kerangka pemikiran konseptual ... 18 3 Alur penentuan lokasi dan contoh penelitian ... 20


(13)

1 Peta lokasi penelitian ... 75 2 Kriteria keluarga sejahtera BKKBN ... 76 3 Kesejahteraan keluarga indikator a simple poverty scorecard

for Indonesia ... 77 4 Teori ekologi keluarga Bronfenbrenner ... 78 5 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan

kesejahteraan keluarga ... 79 6 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan gaya

pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak ... 80 7 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dengan gaya

pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak ... 81 8 Koefisien korelasi antara kesejahteraan keluarga dengan gaya


(14)

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang telah menarik perhatian masyarakat internasional dan belum ada solusi yang tepat untuk mengatasinya. Pembangunan bangsa dikatakan berhasil jika dapat menurunkan jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Tahun 2010 adalah 31 juta jiwa atau sebesar 13 persen (BPS 2010a). Penduduk miskin ini tersebar di berbagai provinsi, salah satunya adalah Provinsi Jambi. Jumlah penduduk miskin yang berada di Provinsi Jambi adalah 241.600 Jiwa atau 0,78 persen (BPS 2010a). Penduduk miskin ini lebih banyak hidup di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Penduduk miskin di Provinsi Jambi yang tinggal di perdesaan berjumlah 130.800 jiwa (11,80%), sedangkan di perkotaan berjumlah 110.800 jiwa (6,67%) (BPS 2010a).

Penduduk miskin yang hidup di perdesaan ini sebagian besar bermata-pencaharian sebagai petani. Salah satu contohnya adalah petani kayu manis yang berada di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Petani kayu manis merupakan petani tanaman tahunan dengan penghasilan yang rendah. Hasil dari tanaman kayu manis berupa kulit kayu (cassiavera) yang dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan, minuman, dan obat-obatan. Kulit kayu manis merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Ironisnya, harga jual kulit kayu manis saat ini masih tergolong murah. Harga jual kulit kayu manis yang murah berdampak pada rendahnya pendapatan keluarga petani kayu manis. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendapatan yang rendah dapat menyebabkan tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah (Iskandar 2007; Muflikhati 2010).

Menurut Behnke dan Macdermid (2004), tidak ada indikator yang sempurna dalam mengukur kesejahteraan keluarga. Hingga saat ini telah banyak indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga, seperti indikator Bank Dunia, Sajogyo, BPS, BKKBN, dan indikator kesejahteraan lainnya. Bank Dunia menggunakan ukuran pendapatan. Keluarga dikatakan miskin jika memiliki pendapatan kurang dari 50 dolar per tahun (desa) atau 75 dolar per tahun (kota). Sajogyo menggunakan pendekatan pengeluaran per kapita


(15)

per tahun yang disetarakan dengan 240 Kg beras bagi penduduk perdesaan dan 300 Kg beras bagi penduduk perkotaan.

Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga adalah garis kemiskinan BPS dan keluarga sejahtera BKKBN. BPS mengukur kesejahteraan keluarga berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Keluarga miskin adalah keluarga yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan kurang dari atau sama dengan garis kemiskinan. BKKBN mengukur kesejahteraan pada dimensi yang lebih luas mencakup kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan dengan menggunakan 21 indikator keluarga sejahtera. Selanjutnya, Chen dan Schreiner (2009) mengemukakan cara lain yang dapat digunakan untuk memantau masalah kemiskinan yakni a simple poverty scorecard for Indonesia. Scorecard menggunakan sepuluh indikator yang dapat dikumpulkan dengan mudah dan cepat.

Seperti halnya tanggung jawab yang dimiliki oleh sebuah keluarga, keluarga petani kayu manis juga mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mendidik dan mengasuh anak menjadi individu yang berkualitas. Masalah kemiskinan akan mempengaruhi keluarga dalam menjalankan tanggung jawabnya. Kemiskinan menyebabkan keluarga kurang memperhatikan tumbuh kembang anak. Keluarga yang miskin akan cenderung menerapkan gaya pengasuhan yang negatif dan kurang efektif (Papalia et al. 2009). Apabila keluarga menerapkan gaya pengasuhan yang kurang efektif maka kemungkinan terjadinya ketidak-optimalan perkembangan anak tinggi.

Kemiskinan juga berpengaruh pada perkembangan anak. Menurut Aber et al. (1997), kemiskinan berpengaruh pada perkembangan kognitif dan sosial emosi anak. Kemiskinan akan menghambat keluarga dalam menyediakan fasilitas untuk menstimulasi anak. Anak yang hidup dalam kemiskinan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah perkembangan sosial emosi (Eamon 2001). Berns (1997) juga mengemukakan bahwa orangtua pada keluarga miskin lebih fokus pada perilaku anak dibandingkan dengan motivasi, padahal motivasi merupakan salah satu bagian dalam perkembangan emosi anak.


(16)

Perkembangan sosial emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak. Orangtua berperan penting dalam mengoptimalkan perkembangan sosial emosi anak melalui kegiatan pengasuhan. Menurut Bradley, diacu dalam Holden (2010), salah satu tugas dasar dalam pengasuhan adalah memberikan dukungan sosial emosional. Gaya pengasuhan yang berkaitan dengan perkembangan sosial emosi anak adalah gaya pengasuhan yang dikemukakan oleh Gottman dan DeClaire (1997). Gottman dan DeClaire (1997) mengklasifikasikan gaya pengasuhan menjadi gaya pengasuhan pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi. Penelitian sebelumnya menunjukkan ada hubungan yang signifikan positif antara gaya pengasuhan orangtua dengan perkembangan emosi (Setiawati 2007; Arisandi et al. 2008; Nurrohmaningtyas 2008).

Gaya pengasuhan yang dianggap baik untuk meningkatkan perkembangan sosial emosi anak adalah gaya pengasuhan pelatih emosi. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa gaya pengasuhan pelatih emosi berpengaruh signifikan positif terhadap perkembangan emosi (Priatini et al. 2008). Menurut Ibung (2008), perkembangan sosial emosi anak rentan pada usia sekolah. Kemampuan bergaul dan mengatur emosi yang baik akan menjadi bekal yang cukup bagi anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan sosial emosi pada usia sekolah akan berdampak pada perkembangan anak pada tahapan berikutnya. Setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang telah dilalui akan mempengaruhi tahapan berikutnya (Brisbane & Riker 1965).

Perkembangan sosial emosi merupakan aspek penting dalam perkembangan anak. Pemaparan di atas menjelaskan perkembangan sosial emosi anak berkaitan dengan kesejahteraan keluarga dan gaya pengasuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak petani kayu manis.

Perumusan Masalah

Kayu manis merupakan tanaman tahunan yang dipanen pada umur enam tahun, sepuluh tahun, dan 15 tahun. Hasil dari tanaman kayu manis berupa kulit kayu (casiavera). Satu batang pohon kayu manis akan menghasilkan sekitar 20


(17)

Kg kulit kayu (Wangsa & Nuryati 2007). Harga jual kulit kayu masih tergolong murah. Sejak Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2008, harga jual kulit kayu manis berkisar antara Rp2.500,00-Rp5.000,00/Kg. Saat ini harga kulit kayu manis berkisar antara Rp3.000,00 sampai dengan Rp6.500,00/Kg. Harga kulit kayu manis yang diterima oleh petani disesuaikan dengan jenis kulit yang dihasilkan.

Sebagian besar petani kayu manis memiliki lahan yang sempit. Lahan yang sempit akan menurunkan jumlah hasil panen. Hasil panen yang sedikit dan waktu panen yang lama, serta harga jual kulit kayu manis yang murah akan menyebabkan keluarga petani kayu manis berpenghasilan rendah. Pendapatan yang rendah akan memicu terjadinya masalah kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi. Menurut Bank Dunia (2000), diacu dalam Alfiasari (2007), kemiskinan mencakup empat dimensi yaitu kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low capabilities), rendahnya tingkat ketahanan (low level of security), dan pemberdayaan (empowerment). Kemiskinan menjadi akar permasalahan dalam keluarga. Masalah kemiskinan ini membentuk sebuah lingkaran setan yang sulit terputus. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akan menyebabkan terbatasnya kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan yang pada akhirnya menyebabkan manusia tetap miskin (Alfiasari 2007).

Upaya peningkatan kesejahteraan keluarga sangat diperlukan untuk mengurangi angka kemiskinan. Dengan demikian pemahaman mengenai penyebab kemiskinan penting untuk merumuskan strategi pengentasan kemiskinan. Pengukuran kesejahteraan keluarga pada penelitian ini menggunakan tiga indikator yaitu indikator garis kemiskinan BPS, keluarga sejahtera BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia.

Kemiskinan berdampak pada kehidupan keluarga, salah satunya pada pengasuhan. Orangtua yang hidup dalam kemiskinan akan menerapkan pengasuhan yang negatif, seperti mudah marah, kasar, sewenang-wenang, penerapan disiplin yang tidak konsisten, dan lainnya (Papalia et al. 2009). Sikap mudah marah yang diperlihatkan orangtua menunjukkan bahwa orangtua tidak


(18)

memiliki kemampuan mengatur emosi yang baik. Hal ini akan berpengaruh pada anak karena anak belajar berbagai hal dari ucapan dan tingkah laku orangtuanya.

Selain berdampak pada gaya pengasuhan, kemiskinan juga akan berdampak pada perkembangan anak. Masalah kemiskinan akan menghambat keluarga dalam memberikan stimulus untuk mengoptimalkan perkembangan anak. Salah satu aspek penting dalam perkembangan anak adalah perkembangan sosial emosi anak. Perkembangan sosial emosi anak penting untuk menunjang kesuksesan anak. Anak yang memiliki perkembangan sosial emosi yang baik akan memiliki keterampilan bergaul, empati, keterampilan interpersonal, dukungan sosial, keterampilan dalam memecahkan masalah, kompetensi emosional, kematangan sosial, konsep diri secara umum, pengelolaan diri, kemerdekaan sosial, strategi kognitif, dan ketahanan sosial emosi (Cohn et al. 2009).

Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kesejahteraan keluarga petani kayu manis?

2. Bagaimana gaya pengasuhan orangtua pada petani kayu manis?

3. Bagaimana perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis?

4. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga petani kayu manis?

5. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan orangtua pada keluarga petani kayu manis?

6. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kesejahteraan keluarga contoh.


(19)

2. Menganalisis gaya pengasuhan keluarga contoh.

3. Menganalisis perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh.

4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga contoh.

5. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan pada keluarga contoh.

6. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna bagi berbagai pihak seperti peneliti, institusi, dan pemerintah. Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengasah kemampuan berfikir logis/sistematik dan mengembangkan wawasan mengenai permasalahan yang dihadapi oleh keluarga di masyarakat, khususnya keluarga petani kayu manis. Hasil penelitian ini dapat memperkaya literatur tentang kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak, serta dapat dijadikan referensi literatur untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh pemerintah sebagai acuan/masukan untuk mengambil kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan kualitas perkembangan sosial emosi anak.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga

Konsep Keluarga

Menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami isteri; suami isteri dan anaknya; ayah dan anaknya; atau ibu dan anaknya. Menurut U. S. Bureau of the Census, keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup bersama dan dihubungkan oleh kelahiran, perkawinan, atau adopsi (Berns 1997; Friedman et al. 2003).

Keluarga juga dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan darah, adopsi, perkawinan, atau secara ekonomi bekerja sama (Zanden 1986). Burgess dan Locke (1960) mengemukakan empat karakteristik keluarga antara lain: 1) keluarga disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; 2) anggota keluarga hidup bersama di bawah satu atap; 3) saling berinteraksi dan berkomunikasi sehingga menghasilkan peran-peranan sosial; dan 4) keluarga sebagai pemelihara kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum.

Keluarga menjalankan berbagai fungsi untuk bertahan dalam masyarakat. Fungsi yang dijalankan keluarga sangat beragam. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 menjelaskan bahwa ada delapan fungsi keluarga yaitu keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, sosialisasi dan pendidikan, reproduksi, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. Menurut Berns (1997), keluarga memiliki fungsi ekonomi, sosialisasi/pendidikan, peran sosial, dan reproduksi. Mattessich dan Hill, diacu dalam Zeitlin et al. (1995) mengemukakan bahwa keluarga berfungsi dalam pemeliharaan fisik, sosialisasi dan pendidikan, mengontrol perilaku sosial dan seksual, memelihara moral keluarga dan memberi motivasi, mengakuisisi anggota keluarga baru melalui prokreasi atau adopsi, serta melepas anggota keluarga dewasa.

Keluarga dalam Kerangka Teori Struktural Fungsional

Pendekatan struktural fungsional adalah salah satu pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Selain pendekatan ini, ada


(21)

beberapa pendekatan lain seperti teori interaksi simbolik, teori pertukaran sosial, teori ekologi keluarga, teori sistem, teori konflik sosial, dan teori perkembangan keluarga (Klein & White 1996). Pendekatan struktural fungsional mengakui segala keragaman dalam kehidupan sosial yang menjadi sumber utama terbentuknya struktur masyarakat. Pendekatan struktural fungsional dapat dilihat dari dua aspek yakni aspek struktural dan aspek fungsional. Aspek fungsional tidak dapat dipisahkan dari aspek struktural karena keduanya saling berkaitan. Fungsi dalam kata fungsional dikaitkan dengan bagaimana sebuah sistem atau subsistem dalam masyarakat dapat saling berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan yang solid (Megawangi 1999).

Ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga yaitu status, peran, dan norma sosial. Berdasarkan status sosial, keluarga inti dibagi dalam tiga struktur yakni bapak/suami, ibu/isteri, dan anak-anak. Struktur ini dapat juga berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, anak sekolah, anak remaja, dan lain-lain. Keberadaan status sosial penting untuk memberikan identitas kepada individu, memberi tempat dalam sebuah sistem sosial, serta memberikan rasa memiliki (Megawangi 1999).

Setiap status sosial memiliki peran masing-masing. Peran sosial menggambarkan peran-peran masing-masing individu sesuai dengan status sosialnya. Peran sosial ini sangat dipengaruhi oleh norma-norma budaya dimana kelompok itu berada. Elemen utama struktur yang ketiga adalah norma sosial. Norma sosial adalah peraturan yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan sosialnya. Norma sosial merupakan bagian dari kebudayaan setempat yakni berkaitan dengan pandangan hidup secara umum (Megawangi 1999).

Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan didefinisikan sebagai kualitas hidup seseorang atau unit sosial lain. Kesejahteraan meliputi tiga konteks yaitu ekonomi, sosial, dan komunitas. Berbagai indikator atau cara pengukuran kesejahteraan keluarga telah digunakan, namun tidak ada indikator yang ideal untuk mengukur kesejahteraan keluarga (Behnke & MacDermid 2004). Penelitian ini menggunakan tiga indikator


(22)

kesejahteraan, yaitu indikator garis kemiskinan BPS, keluarga sejahtera BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia.

Indikator Garis Kemiskinan BPS. BPS mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan garis kemiskinan. Menurut BPS (2010b), penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Setiap daerah memiliki garis kemiskinan yang berbeda satu sama lain. Garis kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah garis kemiskinan Provinsi Jambi Tahun 2010 yaitu Rp193.834,00 per kapita per bulan.

Indikator Keluarga Sejahtera BKKBN. BKKBN mengukur kesejahteraan keluarga berdasarkan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan. BKKBN membagi keluarga sejahtera menjadi lima kelompok yakni keluarga prasejahtera (PraKS), keluarga sejahtera I (KS I), keluarga sejahtera II (KS II), keluarga sejahtera III (KS III), dan keluarga sejahtera III Plus (KS III Plus) (BKKBN 2009). Keluarga dikatakan prasejahtera jika belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, papan, dan kesehatan.

Indikator a Simple Poverty Scorecard for Indonesia. Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia digunakan untuk memperkirakan tingkat kemiskinan berdasarkan skor yang diperoleh keluarga (Chen & Schreiner 2009). Chen dan Schreiner (2009) menyusun sepuluh pertanyaan yang dirumuskan berdasarkan hasil Susenas 2007. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang masih sekolah, jumlah anggota keluarga yang bekerja, sumber air minum keluarga, tipe toilet, lantai rumah, langit-langit rumah, kepemilikan kulkas, kepemilikan kendaraan bermotor, dan kepemilikan televisi. Kelebihan instrumen ini adalah data dapat dikumpulkan dengan cepat dan mudah. Menurut Chen dan Schreiner (2009), a simple poverty scorecard for Indonesia merupakan cara praktis yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan di Indonesia.


(23)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga

Penelitian tentang kesejahteraan keluarga umumnya dilakukan secara parsial dengan menggunakan berbagai indikator. Berdasarkan indikator BPS, kesejahteraan keluarga di Kota dan Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh pendidikan isteri, kepemilikan aset, pendapatan, pekerjaan kepala keluarga, dan perencanaan keluarga (Iskandar 2007). Pendidikan isteri, kepemilikan aset, dan pendapatan berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan keluarga, sedangkan pekerjaan kepala keluarga dan perencanaan keuangan berpengaruh signifikan negatif terhadap kesejahteraan keluarga. Rambe et al. (2008) juga menemukan pengaruh yang signifikan positif pendidikan kepala keluarga terhadap kesejahteraan keluarga di Kecamatan Medan Utara, Sumatera Utara. Aniri (2008) juga menemukan adanya pengaruh besar keluarga dan pendapatan keluarga terhadap kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor. Besar keluarga berpengaruh signifikan negatif terhadap kesejahteraan keluarga, sedangkan pendapatan keluarga berpengaruh signifikan positif.

Selain menggunakan indikator BPS, penelitian sebelumnya juga menggunakan indikator BKKBN. Berdasarkan indikator BKKBN, kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh variabel demografi (jumlah anggota keluarga dan usia), sosial (pendidikan kepala keluarga), ekonomi (pendapatan, pekerjaan, kepemilikan aset, dan tabungan), manajemen sumberdaya keluarga, dan lokasi tempat tinggal (Iskandar 2007). Usia isteri, pendidikan kepala keluarga, pendidikan isteri, pekerjaan isteri, kepemilikan aset, dan kepemilikan tabungan berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan keluarga, sedangkan besar keluarga, umur kepala keluarga, perencanaan keuangan, dan keadaan tempat tinggal berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga juga dipengaruhi oleh pendidikan ibu (Aniri 2008). Pendidikan ibu berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan ibu yang berpendidikan tinggi memiliki peluang sejahtera dibandingkan keluarga dengan ibu yang berpendidikan rendah.

Penelitian sebelumnya juga menggunakan indikator lain untuk mengukur kesejahteraan keluarga, seperti indikator BPS, BKKBN, World Bank, dan sosial


(24)

metrik (Muflikhati 2010). Hasil penelitian Muflikhati (2010) juga menemukan adanya pengaruh pendapatan keluarga, aset, besar keluarga terhadap kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator dan tingkat pendidikan kepala keluarga terhadap kesejahteraan keluarga di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat.

Gaya Pengasuhan

Menurut Hoghughi (2004), pengasuhan (parenting) berasal dari bahasa latin yaitu “parere” yang artinya membangun/mendidik. Pengasuhan (child rearing) adalah pengalaman, keterampilan, kualitas, dan tanggung jawab sebagai orangtua dalam mendidik, merawat, dan mengasuh anak. Jerome Kagan, seorang psikolog perkembangan mengartikan pengasuhan sebagai penerapan serangkaian keputusan tentang sosialisasi: mengenai apa yang seharusnya dilakukan orangtua untuk menghasilkan anak yang bertanggung jawab, anak yang dapat berkontribusi dalam masyarakat, serta bagaimana orangtua memberi respon ketika anak menangis, berbohong, marah, dan tidak berprestasi di sekolah (Berns 1997).

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis gaya pengasuhan telah dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti Baumrind (2008), Rohner (1986), serta Gottman dan DeClaire (1997). Menurut Baumrind (2008), gaya pengasuhan dikategorikan menjadi gaya pengasuhan tak terikat (unengaged), serba membolehkan (permissive), otoriter (authoritarian), dan demokratis (authoritative). Berbeda dengan Baumrind, Rohner (1986) mengkategorikan gaya pengasuhan menjadi gaya pengasuhan menerima dan gaya pengasuhan menolak berdasarkan Teori Penolakan dan Penerimaan Orangtua (Parental Acceptance-Rejection Theory).

Gaya pengasuhan lainnya dikemukakan oleh Gottman dan Declaire (1997). Gottman dan DeClaire (1997) mengkategorikan gaya pengasuhan ke dalam empat kategori yaitu gaya pengasuhan pengabai emosi (dismissing), gaya pengasuhan tidak menyetujui (disapproving), gaya pengasuhan laissez faire, dan pelatih emosi (emotional coaching).

Gaya pengasuhan pengabai emosi (dismissing) adalah gaya pengasuhan pada orangtua yang tidak mengindahkan, tidak mau mengenal, atau mengabaikan emosi negatif anak (Gottman & DeClaire 1997). Emosi negatif yang dimaksud


(25)

adalah marah dan sedih. Dampak dari penggunaan gaya pengasuhan pengabai emosi pada anak adalah anak belajar bahwa perasaannya salah/tidak pantas dan anak akan mengalami kesulitan dalam mengatur emosi sendiri.

Gaya pengasuhan tidak menyetujui (disapproving) adalah gaya pengasuhan pada orangtua yang memberikan sedikit empati ketika anak menunjukkan emosi negatifnya, namun mereka mengabaikan, menolak, tidak menyetujui, dan menegur/menghukum anak atas ekspresi emosinya (Gottman & DeClaire 1997). Dampak dari penerapan gaya pengasuhan ini pada anak adalah sama dengan anak yang dihasilkan dari orangtua yang menerapkan gaya pengasuhan pengabai emosi.

Gaya pengasuhan laissez faire adalah gaya pengasuhan pada orangtua yang menerima emosi anak dan berempati pada anak, tetapi tidak memberikan bimbingan atau menentukan batas pada tingkah laku anak (Gottman & DeClaire 1997). Dampak penerapan gaya pengasuhan ini adalah anak tidak belajar mengatur emosi mereka, bermasalah dalam hal konsentrasi, membentuk persahabatan, dan bergaul dengan anak-anak lain.

Gaya pengasuhan pelatih emosi (emotional coaching) adalah gaya pengasuhan pada orangtua yang memperhatikan emosi anak. Dampak penggunaan gaya pengasuhan pelatih emosi pada anak adalah anak belajar untuk mempercayai perasaan mereka, belajar mengatur emosi mereka sendiri, dan belajar menyelesaikan masalah. Anak yang dihasilkan dari gaya pengasuhan pelatih emosi ini adalah anak yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, belajar dengan baik, dan bergaul dengan baik dengan orang lain.

Gaya pengasuhan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satunya adalah pengalaman masa lalu yang menjadi bagian dari sejarah kehidupan manusia. Belksy, diacu dalam Holden (2010) telah membangun sebuah model yang berisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gaya pengasuhan (Gambar 1). Gaya pengasuhan dipengaruhi oleh sejarah perkembangan, kepribadian, kualitas perkawinan, pekerjaan, jaringan sosial, dan karakteristik anak. Gaya pengasuhan akan berpengaruh pada perkembangan anak.


(26)

Gambar 1 Faktor penentu pengasuhan (Belsky, diacu dalam Holden (2010))

Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang berada pada usia kelompok (gang age) dan merupakan periode aktif dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan sosial (Turner & Helms 1991). Anak usia sekolah dalam teori kognitif Piaget termasuk pada tahapan operasional konkret (Santrock 2007). Periode ini merupakan awal dari anak berpikir rasional, artinya anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret.

Teori perkembangan psikososial Erik Erikson menempatkan anak usia sekolah pada tahap kerajinan (industry versus inferiority). Pada tahapan ini, imajinasi dan antusias anak meningkat. Anak mengarahkan energinya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual. Hal yang membahayakan dalam tahapan ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak produktif pada anak (Santrock 2007).

Setiap tahap perkembangan memiliki tugas yang harus dilakukan. Menurut Havighurst (1976), diacu dalam Hurlock (1980), tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan individu pada masa kanak-kanak (6-12 tahun), yaitu (1) mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum, (2) membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh, (3) belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, (4) mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat, (5) mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung, (6) mengembangkan pengertian-pengertian yang yang diperlukan untuk

Pekerjaan

Pengasuhan Sejarah

Perkembangan Kepribadian

Kualitas Perkawinan

Jaringan Sosial

Karakteristik Anak

Perkembang-an Perkembang-anak


(27)

kehidupan sehari-hari, (7) mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata nilai, (8) mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga, dan (9) mencapai kebebasan pribadi.

Perkembangan Sosial Emosi

Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa dan emosi. Menurut Daniel Goleman (2007), emosi berasal dari kata movere (bahasa latin) yang berarti “menggerakkan/bergerak”. Kata ini ditambah dengan awalan “e” yang berarti “bergerak menjauh”. Menurut Safaria dan Saputra (2009), emosi setiap orang akan mencerminkan keadaan jiwanya dan terlihat pada perubahan jasmaninya, seperti emosi marah. Ketika seseorang marah, maka mukanya akan memerah, napasnya menjadi sesak, otot-otot tangannya akan menegang, dan energi tubuhnya memuncak. Emosi merupakan suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya terutama well-being dirinya yang menyebabkan munculnya suatu perasaan atau afeksi (Saarni et al. 1998). Emosi ini diperlihatkan melalui ekspresi yang menunjukkan rasa senang, takut, marah, sedih, dan lain-lain bergantung pada keadaan yang dialaminya.

Saarni et al. (1998) menyatakan bahwa untuk bisa dikatakan kompeten secara emosional, seseorang harus mengembangkan beberapa keterampilan yang berhubungan dengan konteks sosial, yaitu (1) pemahaman tentang keadaan emosi yang dialami, (2) mendeteksi emosi orang lain, (3) menggunakan kosakata yang berhubungan dengan emosi secara tepat sesuai dengan konteks dan budaya tertentu, (4) sensitivitas empatik dan simpatik terhadap pengalaman emosional orang lain, (5) memahami bahwa keadaan emosional di dalam tidak harus selalu berhubungan dengan ekspresi yang tampak di luar, (6) menyesuaikan diri terhadap emosi negatif dengan menggunakan metode pengaturan diri untuk mengurangi durasi dan intensitas dari emosi tersebut, (7) menyadari bahwa ekspresi emosi memiliki peranan yang penting dalam hubungan interpersonal, dan (8) memandang bahwa keadaan emosi diri adalah cara seseorang mengatur emosinya.


(28)

Emosi berperan penting dalam kehidupan anak karena melalui emosi seseorang mengetahui apa yang dirasakan oleh orang lain. Selain itu, emosi juga akan menunjang kesuksesan individu. Menurut Parke dan Gauvain (2009), perkembangan emosi anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah genetik, lingkungan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan teman sebaya, dan faktor lainnya.

Penelitian ini menganalisis perkembangan sosial emosi pada anak usia sekolah. Anak usia sekolah berada pada periode aktif dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan sosial (Turner & Helms 1991). Pada usia ini, interaksi antara anak dengan lingkungan semakin kompleks, seperti aktivitas dalam keluarga, aktivitas dengan teman sebaya (peer group), aktivitas di sekolah, dan lain-lain. Anak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan lingkungannya. Hal ini dilakukan untuk membangun hubungan sosial dengan lingkungannya.

Perkembangan sosial erat hubungannya dengan perkembangan emosi. Emosi berperan penting dalam kesuksesan hubungan anak dengan teman sebaya. Anak yang memiliki emosi negatif (marah, sedih, takut, malu, dan lain-lain) akan mengalami penolakan yang lebih besar dari teman sebaya mereka (Stocker & Dunn 1990, diacu dalam Santrock 2007).

Social Emotional Assets and Resiliency Scales (SEARS)

Perkembangan sosial emosi memiliki peranan yang penting dalam interaksi antara anak dan lingkungannya. Anak diharapkan memiliki kemampuan dalam mengatur emosi dan dapat bergaul dengan orang lain. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak adalah Social Emotional Assets and Resiliency Scales (SEARS) (Cohn et al. 2009).

SEARS menggunakan teori berbasis kekuatan individu (strength based theory). Pendekatan ini mengukur ketrampilan, kemampuan, dan karakteristik positif individu yang akan membimbing individu dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya (Epstein & Sharma 1998, diacu dalam Cohn et al. 2009). Menurut Epstein et al. (2001), diacu dalam Cohn et al. (2009), ada empat komponen utama dalam pendekatan berbasis kekuatan individu (strength based theory), yaitu (1) semua anak dan keluarga memiliki kekuatan, (2) fokus pada sesuatu yang positif


(29)

dapat memotivasi dan memicu anak untuk melakukan perubahan yang positif, (3) kekurangan adalah kesempatan untuk belajar, dan (4) menggunakan kekuatan dasar dapat meningkatkan keterlibatan anak.

SEARS adalah sistem penilaian yang berdasarkan atas kekuatan yang ada pada individu. SEARS bertujuan untuk menilai sosial emosi yang positif pada anak dan remaja, meliputi pengetahuan dan kemampuan sosial emosi, penerimaan dan hubungan dengan teman sebaya, kelentingan dalam menghadapi masalah, kemampuan melakukan strategi koping, kemampuan dalam memecahkan masalah, empati, konsep diri secara umum, dan sifat positif lainnya (Cohn et al. 2009).

SEARS dapat digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak usia 5-18 tahun. Responden untuk SEARS adalah anak, guru, dan orangtua dengan menggunakan teknik laporan diri (self report). SEARS dibagi dalam empat kategori yaitu SEARS C, SEARS A, SEARS T, dan SEARS P. SEARS C digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak usia 3-6 tahun, sedangkan SEARS A digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak pada usia 7-12 tahun. SEARS T digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak berdasarkan penilaian dari guru, sedangkan SEARS P berdasarkan penilaian dari orangtua. Item pertanyaan yang digunakan dalam SEARS ini berkisar antara 52 sampai dengan 54 item. Penilaian SEARS ini menggunakan skala Likert yaitu tidak pernah, jarang, kadang-kadang, dan hampir selalu.


(30)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pembangunan nasional pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pemahaman mengenai faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga penting untuk merumuskan program peningkatan kesejahteraan keluarga. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh karakteristik keluarga. Keluarga kecil memiliki peluang sejahtera yang lebih besar dibandingkan dengan keluarga besar. Pendidikan akan berpengaruh terhadap pekerjaan seorang individu. Individu yang berpendidikan tinggi memiliki peluang kerja yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah. Selain itu, pendidikan dan pekerjaan juga berkaitan dengan pendapatan keluarga. Pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Selain itu, kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh kepemilikan aset. Keluarga dengan aset yang banyak berpeluang sejahtera lebih besar dibandingkan dengan keluarga dengan aset sedikit.

Karakteristik keluarga juga berpengaruh terhadap gaya pengasuhan orangtua. Selain dipengaruhi oleh karakteristik keluarga, gaya pengasuhan orangtua juga dipengaruhi oleh karakteristik anak dan kesejahteraan keluarga. Orangtua yang hidup dalam kemiskinan cenderung menerapkan gaya pengasuhan yang negatif. Apabila gaya pengasuhan yang diterapkan negatif maka sulit bagi orangtua untuk mengoptimalkan perkembangan anak terutama perkembangan sosial emosi. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa gaya pengasuhan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Selain dipengaruhi oleh gaya pengasuhan, perkembangan sosial emosi anak juga dipengaruhi oleh kemiskinan. Kemiskinan dapat menghambat keluarga dalam menyediakan fasilitas untuk menstimulasi anak. Anak yang hidup dalam kemiskinan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah perkembangan sosial emosi.

Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya maka penelitian ini menghasilkan hipotesis: 1) karakteristik keluarga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga, 2) karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga akan berpengaruh terhadap gaya pengasuhan orangtua, 3) karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial emosi anak.


(31)

Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual Karakteristik keluarga:

1. Tipe keluarga 2. Besar keluarga 3. Pendidikan ayah ibu 4. Usia ayah ibu 5. Pekerjaan ibu

6. Pendapatan keluarga 7. Pengeluaran keluarga 8. Aset keluarga

Karakteristik anak: 1. Umur anak 2. Jenis kelamin 3. Urutan kelahiran

Perkembangan sosial emosi 1. Kompetensi emosional 2. Pengaturan diri

3. Keterampilan dalam memecahkan masalah

4. Ketahanan sosial emosi 5. Strategi kognitif

6. Konsep diri secara umum 7. Dukungan sosial

8. Kematangan sosial 9. Kemerdekaan sosial 10. Empati

11. Keterampilan bergaul 12. Keterampilan interpersonal Kesejahteraan keluarga:

1. Indikator garis kemiskinan BPS 2. Indikator keluarga

sejahtera BKKBN 3. A simple poverty

scorecard for Indonesia

Gaya pengasuhan orangtua: 1. Pengabai emosi

(dismissing) 2. Tidak menyetujui

(disapproving) 3. Laissez faire

4. Pelatih emosi (emotion coaching)


(32)

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian adalah Desa Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Lokasi penelitian dipilih secara purposive. Desa Tamiai dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Batang Merangin (BPS 2011). Kecamatan Batang Merangin dipilih berdasarkan jumlah keluarga petani kayu manis. Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Kerinci (2011), Kecamatan Batang Merangin merupakan kecamatan yang memiliki jumlah keluarga petani kayu manis terbanyak di Kabupaten Kerinci. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kegiatan penelitian terdiri atas penyusunan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan data, analisis data, dan penulisan laporan hasil penelitian. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan penelitian ini adalah delapan bulan terhitung mulai dari Januari 2011 hingga Agustus 2011. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama empat minggu yakni sejak minggu kedua bulan Maret 2011 sampai dengan minggu pertama bulan April 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga petani kayu manis di Desa Tamiai yang memiliki anak usia sekolah. Desa Tamiai terdiri atas tujuh dusun yang kemudian dipilih dua dusun (secara purposive) untuk menjadi lokasi penelitian. Dusun yang terpilih adalah Dusun Lamo dan Kampung Dalam. Dua dusun ini dipilih karena memiliki keluarga petani kayu manis terbanyak dibandingkan dengan dusun lainnya. Contoh dalam penelitian ini dipilih secara acak sederhana (simple random sampling).

Menurut data monografi desa, Desa Tamiai memiliki 217 anak Sekolah Dasar. Data anak usia sekolah yang terdapat di setiap dusun tidak tersedia sehingga perlu dilakukan pendataan keluarga yang memiliki anak usia sekolah khususnya di Dusun Lamo dan Kampung Dalam. Hasil pendataan awal yang


(33)

dilakukan peneliti menunjukkan bahwa 34 keluarga di Dusun Lamo dan 32 keluarga di Kampung Dalam yang memenuhi syarat untuk menjadi kerangka contoh. Setiap dusun diambil contoh secara acak sebanyak 25 keluarga, sehingga jumlah seluruh contoh adalah 50 keluarga. Alur penentuan lokasi dan contoh penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Alur penentuan lokasi dan contoh penelitian

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga (tipe keluarga, besar keluarga, usia ayah ibu, pendidikan ayah ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, dan kepemilikan aset), karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran anak), kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan orangtua (pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi), dan perkembangan sosial emosi anak pada keluarga petani kayu manis. Variabel, dimensi pengukuran, jenis, responden, dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1.

Data sekunder diperlukan untuk memperkaya dan menunjang analisis data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci, Kantor Kecamatan Batang Merangin, dan Kantor Desa Tamiai. Adapun data sekunder yang dikumpulkan mencakup data keadaan umum daerah penelitian (keadaan geografis, administratif, kependudukan, sarana, dan prasarana) serta data luas areal dan produksi perkebunan kayu manis.

purposive

acak sederhana Desa Tamiai

Dusun Lamo (34 KK) Kampung Dalam (32 KK)


(34)

Tabel 1 Variabel, dimensi pengukuran, jenis dan cara pengumpulan data No Variabel/dimensi

pengukuran Jenis data Responden

Cara pengumpulan 1 Karakteristik keluarga

- Tipe keluarga (0=keluarga

inti, 1=keluarga luas) nominal ibu wawancara

- Besar keluarga rasio ibu wawancara

- Usia ayah ibu rasio ibu wawancara

- Pendidikan ayah ibu rasio ibu wawancara

- Pekerjaan ibu (0=tidak

bekerja, 1=bekerja) nominal ibu wawancara

- Pendapatan keluarga rasio ibu wawancara

- Pengeluaran keluarga rasio ibu wawancara

- Kepemilikan aset rasio ibu wawancara

2 Karakteristik anak

- Usia anak rasio ibu wawancara

- Jenis kelamin (1=laki-laki,

2=perempuan) nominal ibu wawancara

- Urutan kelahiran (1=anak tunggal, 2=anak sulung, 3=anak tengah, 4=anak bungsu)

ordinal ibu wawancara 3 Kesejahteraan keluarga

- Indikator BPS rasio ibu wawancara

- Indikator BKKBN interval ibu wawancara

- Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia

rasio ibu wawancara

4 Gaya pengasuhan orangtua

- Pengabai emosi rasio ibu self report

- Tidak menyetujui rasio ibu self report

- Laissez faire rasio ibu self report

- Pelatih emosi rasio ibu self report

Jenis gaya pengasuhan (0=bukan pelatih emosi, 1=pelatih emosi)

ordinal ibu self report

5 Perkembangan sosial emosi anak

rasio anak self report

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan atas kerangka pemikiran penelitian. Pengukuran variabel penelitian disesuaikan untuk menjawab tujuan penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan


(35)

sosial emosi anak. Pengukuran dan penilaian variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

A.Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga diukur dan dinilai dengan cara sebagai berikut: a. Tipe keluarga dibedakan menjadi (0) keluarga inti dan (1) keluarga luas.

b. Besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-6 Orang), dan keluarga besar (≥7 orang).

c. Usia ayah ibu dibedakan menjadi dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun).

d. Pendidikan orangtua contoh diukur berdasarkan lama sekolah pada pendidikan formal (tahun).

e. Pekerjaan ibu dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) tidak bekerja, (2) petani kayu manis, (3) pedagang.

f. Pendapatan dan pengeluaran keluarga dibedakan menjadi kurang dari Rp500.000,00, Rp500.00,00-Rp999.999,00, Rp1.000.000,00-Rp1.999.999,00, dan lebih dari atau sama dengan Rp2.000.000,00.

g. Kepemilikan aset diukur berdasarkan kepemilikan rumah, kendaraan, alat elektronik, mebel, alat rumah tangga, dan lain-lain.

B.Karakteristik Anak

Karakteristik anak meliputi usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Pengukuran dan penilaian komponen karakteristik anak, yaitu:

a. Usia anak dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu anak usia 10 tahun, 11 tahun, dan 12 tahun.

b. Jenis kelamin anak terdiri atas (1) laki-laki dan (2) perempuan.

c. Urutan kelahiran dikategorikan menjadi (1) anak tunggal, (2) anak sulung, (3) anak tengah, dan (4) anak bungsu.

C.Kesejahteraan Keluarga

Tingkat kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator garis kemiskinan BPS, indikator keluarga sejahtera BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia.

a. Berdasarkan garis kemiskinan perdesaan Provinsi Jambi 2010, keluarga dibedakan menjadi dua kategori menurut tingkat kemiskinan, yaitu:


(36)

1) Miskin, jika pengeluaran per kapita per bulan ≤Rp193.834,00. 2) Tidak miskin, jika pengeluaran per kapita per bulan >Rp193.834,00.

b. Berdasarkan indikator keluarga sejahtera BKKBN, keluarga dikelompokkan menjadi:

1) Keluarga prasejahtera (PraKS), jika tidak memenuhi kriteria KS I 2) Keluarga sejahtera I (KS I), jika memenuhi enam kriteria KS I

3) Keluarga sejahtera II (KS II), jika memenuhi enam kriteria KS I dan delapan kriteria KS II

4) Keluarga sejahtera III (KS III), jika memenuhi 14 kriteria KS II dan lima kriteria KS III

5) Keluarga sejahtera plus (KS III Plus), jika memenuhi 19 kriteria KS III dan dua kriteria KS III Plus (Lampiran 2)

Berdasarkan pengelompokan tersebut, keluarga dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

1) Miskin, jika termasuk dalam keluarga PraKS dan KS I.

2) Tidak miskin, jika termasuk dalam keluarga KS II, KS III, dan KS III Plus. c. Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia terdiri atas sepuluh

pertanyaan dan masing-masing pilihan jawaban memiliki skor yang berbeda satu sama lain (Lampiran 3). Skor yang diperoleh dijumlahkan sehingga diperoleh skor minimum adalah nol (kemungkinan besar berada di bawah garis kemiskinan) dan skor maksimum adalah 100 (kecil kemungkinan berada di bawah garis kemiskinan) (Chen & Schreiner 2009).

D.Gaya Pengasuhan

Gaya pengasuhan diukur dengan menggunakan instrumen yang disusun oleh Gottman dan DeClaire (1997). Instrumen Gottman dan DeClaire (1997) menggunakan 81 pernyataan yang terdiri atas 25 pernyataan untuk gaya pengasuhan pengabai emosi, 23 pernyataan untuk gaya pengasuhan tidak menyetujui, 10 pernyataan untuk gaya pengasuhan laissez faire, dan 23 pernyataan untuk gaya pengasuhan pelatih emosi.

Berdasarkan uji cronbach alpha, ada sebelas pernyataan yang tidak digunakan dalam mengukur gaya pengasuhan orangtua keluarga contoh. Oleh


(37)

karenanya, jumlah pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70 pernyataan dengan koefisien cronbach alpha sebesar 0,746. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 19 pernyataan untuk gaya pengasuhan pengabai emosi, 20 pernyataan untuk gaya pengasuhan tidak menyetujui, 9 pernyataan untuk gaya pengasuhan laissez faire, dan 22 pernyataan untuk gaya pengasuhan pelatih emosi.

Jawaban pernyataan yang terdapat dalam instrumen ini terdiri atas dua pilihan yaitu benar (B) dan salah (S). Jawaban “benar” diberi skor satu dan jawaban “salah” diberi skor nol untuk melihat kecenderungan gaya pengasuhan yang diterapkan orangtua. Kemudian, skor yang diperoleh dijumlahkan sehingga menghasilkan skor minimum dan skor maksimum. Skor minimum adalah nol dan skor maksimum adalah 19 (gaya pengasuhan pengabai emosi), 20 (gaya pengasuhan tidak menyetujui), sembilan (gaya pengasuhan laissez faire), dan 22 (gaya pengasuhan pelatih emosi). Skor yang diperoleh distandarisasi sehingga diperoleh skor minimum adalah nol dan skor maksimum adalah 100. Semakin tinggi skor gaya pengasuhan tertentu, semakin kuat kecenderungan orangtua terhadap gaya pengasuhan tersebut.

E.Perkembangan Sosial Emosi

Perkembangan sosial emosi anak diukur dengan menggunakan instrumen Social Emotional Assets and Resiliency Scales (SEARS) (Cohn et al. 2009). Instrumen SEARS yang digunakan adalah instrumen SEARS A yakni SEARS untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak usia 7-12 tahun dengan menggunakan teknik laporan diri (self report). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini memiliki koefisien cronbach alpha sebesar 0,888 dengan jumlah pernyataan yang digunakan adalah 53 pernyataan. Jawaban pernyataan menggunakan skalaLikert, yaitu: (1) tidak pernah, (2) jarang, (3) kadang-kadang, dan (4) hampir selalu.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 11 pernyataan untuk kompetensi emosional dan konsep diri, 13 pernyataan untuk pengaturan diri, keterampilan dalam memecahkan masalah, dan ketahanan sosial emosi, delapan pernyataan untuk strategi kognitif, delapan pernyataan untuk dukungan, kematangan, dan kemerdekaan sosial, tujuh pernyataan untuk empati, dan enam


(38)

pernyataan untuk keterampilan interpersonal/bergaul. Pernyataan yang digunakan dalam instrumen ini adalah pernyataan positif. Jawaban “selalu” diberi nilai tiga, “kadang-kadang” diberi nilai dua, “jarang” diberi nilai satu, dan jawaban “tidak pernah” diberi nilai nol. Skor yang diperoleh dijumlahkan sehingga diperoleh skor terendah adalah nol dan skor tertinggi adalah 159. Selanjutnya, skor dibuat indeks sehingga diperoleh indeks minimum nol dan maksimum 100. Skor yang diperoleh juga dihitung berdasarkan dimensinya. Berdasarkan skor per dimensi akan diperoleh dimensi yang dominan untuk masing-masing anak contoh.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Proses pengolahan data diawali dengan proses editing, coding, entrying, skoring, dan cleaning data. Selanjutnya data dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga (tipe keluarga, besar keluarga, usia ayah ibu, pendidikan ayah ibu, pendapatan keluarga, pekerjaan ibu, pengeluaran keluarga, dan kepemilikan aset), karakteristik anak (usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran), kecenderungan gaya pengasuhan orangtua, serta kategori perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis.

2. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis.

Y = α + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + 1D1 + 2D2 + 3D3 + ε

Keterangan:

Y = Indeks perkembangan sosial emosi α = Konstanta

1-5 = Koefisien regresi X1 = Besar keluarga (orang) X2 = Usia ibu (tahun) X3 = Pendidikan ibu (tahun)

X4 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) X5 = Usia anak (tahun)


(39)

D1 = Kesejahteraan keluarga (0=miskin; 1=tidak miskin) D2 = Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja; 1=bekerja)

D3 = Jenis kelamin anak (0=anak laki-laki; 1=anak perempuan) D4 = Jenis gaya pengasuhan (0=pengabai emosi, tidak

menyetujui, dan laissez faire; 1=pelatih emosi) ε = Error

3. Analisis regresi logistik digunakan untuk menganalisis:

a. Pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator BPS dan BKKBN.

= 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + ε 

Keterangan:

p = Peluang untuk sejahtera (0=tidak sejahtera, 1=sejahtera) 1-5 = Koefisien regresi

X1 = Besar keluarga (orang) X2 = Usia ayah (tahun) X3 = Pendidikan ibu (tahun)

X4 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) X5 = Luas ladang kayu manis (hektar)

ε = Error

b. Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan orangtua.

= α + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 1D1 + 2D2 +

3D3 + 4D4+ ε

Keterangan:

p = Peluang untuk pelatih emosi (0=pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire; 1=pelatih emosi)

α = Konstanta

1-5 = Koefisien regresi X1 = Besar keluarga (orang) X2 = Usia ibu (tahun) X3 = Pendidikan ibu (tahun)

X4 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) X5 = Usia anak (tahun)

1-3 = Koefisien dummy

D1 = Kesejahteraan keluarga (0=miskin; 1= tidak miskin) D2 = Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja; 1=bekerja)

D3 = Jenis kelamin anak (0=anak laki-laki; 1=anak perempuan)


(40)

Definisi Operasional

Anak usia sekolah adalah anak usia 6-12 tahun yang saat ini berada di kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar.

Keluarga petani kayu manis adalah keluarga yang kepala keluarganya bekerja sebagai petani kayu manis.

Besar keluarga adalah ukuran keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga yang dinyatakan dalam orang.

Pendidikan orangtua adalah tingkat pendidikan ayah dan ibu yang diukur berdasarkan lama pendidikan formal (tahun) yang pernah diikuti. Pendapatan keluarga adalah penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota

keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Pendapatan per kapita adalah pendapatan keluarga dibagi dengan besar keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan.

Pengeluaran keluarga adalah penjumlahan dari seluruh pengeluaran baik pangan maupun bukan pangan yang dikeluarkan oleh rumah tangga selama satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Pengeluaran per kapita adalah rata-rata pengeluaran untuk setiap anggota rumah tangga yang dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan.

Pengeluaran untuk pangan adalah proporsi pengeluaran yang digunakan untuk mengkonsumsi pangan (makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayur mayur, buah-buahan, minyak, bahan minuman, bumbu, tembakau dan sirih, dan kebutuhan pangan lainnya) yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Pengeluaran untuk bukan pangan adalah proporsi pengeluaran yang digunakan untuk kesehatan, pendidikan, sandang, energi, perumahan, pajak, komunikasi, dan tabungan yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. Kepemilikan aset adalah jumlah aset yang dimiliki oleh keluarga dilihat dari

kepemilikan rumah, kendaraan, alat elektronik, mebel, alat rumah tangga, dan lain-lain.

Kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga dibandingkan dengan indikator kesejahteraan dan atau kemiskinan yang sudah ditentukan (BPS,


(41)

BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia). Kategori kesejahteraan mengikuti aturan dari indikator tersebut.

Indikator BPS adalah indikator yang digunakan untuk mengklasifikasikan keluarga miskin berdasarkan garis kemiskinan perdesaan Provinsi Jambi Tahun 2010 yaitu Rp193.834,00.

Indikator BKKBN adalah indikator yang digunakan untuk mengklasifikasian keluarga sejahtera berdasarkan kemampuan dalam memenuhi 21 indikator keluarga sejahtera.

Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia adalah indikator yang digunakan untuk memperkirakan tingkat kemiskinan berdasarkan skor yang diperoleh keluarga.

Gaya pengasuhan orangtua adalah cara yang dominan dari orang tua dalam mengarahkan beragam emosi anaknya khususnya emosi negatif.

Gaya pengasuhan pengabai emosi (dismissing) adalah gaya pengasuhan yang orangtua mengabaikan emosi negatif anak.

Gaya pengasuhan tidak menyetujui (disapproving) adalah gaya pengasuhan yang orangtua memberikan sedikit empati ketika anak menunjukkan emosi negatifnya, namun mereka mengabaikan, menolak, tidak menyetujui, dan menegur/menghukum anak atas ekspresi emosinya. Gaya pengasuhan laissez faire adalah gaya pengasuhan yang orangtua yang

menerima/empati dengan emosi anak tetapi tidak membimbing tingkah laku anak.

Gaya pengasuhan pelatih emosi (emotion coaching) adalah gaya pengasuhan yang orangtua melatih emosi anak sehingga anak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, belajar dengan baik, dan dapat bergaul dengan baik.

Perkembangan sosial emosi adalah perkembangan sosial emosi anak usia sekolah yang dilihat dari keterampilan bergaul, empati, keterampilan interpersonal, dukungan sosial, keterampilan dalam memecahkan masalah, kompetensi emosional, kematangan sosial, konsep diri, pengelolaan diri, kemerdekaan sosial, strategi kognitif, dan ketahanan sosial emosi.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif, Desa Tamiai termasuk dalam wilayah Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Kabupaten Kerinci secara geografis terletak di antara 1o40’ LS - 2o26’ LS dan 101o08’ BT - 101o50’ BT (BPS 2011). Wilayah ini berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat di sebelah utara, Kabupaten Merangin di sebelah selatan, Kabupaten Bungo di sebelah timur, dan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Barat.

Secara administratif, Kabupaten Kerinci terdiri atas 12 kecamatan, 207 desa, dan dua kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Kerinci pada Tahun 2010 adalah 229.495 jiwa. Sebagian besar penduduk (61,3%) di Kabupaten Kerinci bekerja di bidang pertanian. Salah satu komoditas utama dari Kabupaten Kerinci adalah kayu manis (Cinnamomum burmannii). Kayu manis ini ditanam pada lahan seluas 40.775 Ha dan dapat ditemukan di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Kerinci. Kecamatan yang memiliki jumlah keluarga petani kayu manis terbanyak adalah Kecamatan Batang Merangin. Jumlah keluarga petani kayu manis di Kecamatan Batang Merangin adalah 2.378 KK dengan lahan seluas 10.692 Ha. Kecamatan Batang Merangin menempati urutan kedua jika dilihat dari luas ladang kayu manis. Urutan pertama ditempati oleh Kecamatan Gunung Raya yang memiliki ladang kayu manis seluas 11.196 Ha dengan jumlah keluarga petani kayu manis sebanyak 2.189 KK.

Kecamatan Batang Merangin terdiri atas 14 desa dengan pusat pemerintahan kecamatan adalah Desa Tamiai. Desa Tamiai dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh seorang sekretaris desa, tiga orang kepala urusan yakni bidang kemasyarakatan, pembangunan, dan pemerintahan, serta tujuh kepala dusun. Desa Tamiai memiliki tujuh dusun, yaitu Dusun Lamo, Sako Tengah, Sako Jauh, Kampung Lereng, Kampung Dalam, Koto Ipuh, dan Pintu Rimbo.

Desa Tamiai memiliki luas sebesar 7.650 Ha. Lebih dari tiga per empat luas wilayah Desa Tamiai merupakan lahan pertanian dan perkebunan yang meliputi 5.000 Ha ditanami kayu manis, 325 Ha ditanami kopi, 850 Ha ditanami


(43)

padi dan palawija, 17 Ha ditanami sayur mayur, 0,9 Ha ditanami buah-buahan, empat hektar ditanami tembakau, dan 0,5 Ha ditanami kelapa.

Penduduk Desa Tamiai berjumlah 3.131 jiwa yang terdiri atas 1.400 jiwa penduduk laki-laki dan 1.731 jiwa penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga/KK di Desa Tamiai sebanyak 716 KK. Sebanyak 1.024 jiwa penduduk Desa Tamiai bermata pencaharian sebagai petani, 542 jiwa sebagai buruh tani, 31 jiwa sebagai pegawai negeri sipil, dan penduduk lainnya bekerja sebagai wiraswasta, tukang, dan juga bekerja di bidang jasa.

Seluruh penduduk yang ada di Desa Tamiai beragama Islam. Sarana untuk ibadah yang dimiliki Desa Tamiai adalah tiga buah masjid, lima buah langgar, dan tiga buah Taman Pendidikan Alqur’an (TPA). Selain itu, Desa Tamiai juga memiliki tiga kelompok majlis ta’lim dan satu kelompok remaja masjid. Kelompok ini biasanya mengadakan kegiatan setiap satu kali dalam seminggu. Sarana lain yang dimiliki oleh Desa Tamiai adalah sarana pendidikan (TK, SD, SMP, dan SMA) dan sarana kesehatan (puskesmas, pos KB, posyandu).

Karakteristik Contoh Karakteristik Keluarga Contoh

Tipe Keluarga. Berdasarkan tipenya, keluarga dibedakan menjadi keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family) (Berns 1997). Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga luas adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak, ditambah juga dengan kakek, nenek, paman, bibi, dan saudara lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga contoh (86%) merupakan keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Adapun sisanya yaitu kurang dari seperlima keluarga contoh (14%) merupakan keluarga luas (Tabel 2). Keluarga contoh ini dikatakan keluarga luas karena masih tinggal dengan kakek dan nenek dalam satu rumah.

Tabel 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tipe keluarga

Tipe keluarga n %

Keluarga inti (nuclear family) 43 86,00 Keluarga luas (extended family) 7 14,00


(44)

Besar keluarga. Besar keluarga diukur berdasarkan jumlah anggota keluarga. Keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang), keluarga sedang (jumlah anggota keluarga lima sampai dengan enam orang), dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama dengan tujuh orang). Jumlah anggota keluarga contoh berada pada selang 3-9 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 5,04 orang dengan standar deviasi sebesar 1,39 orang. Berdasarkan besar keluarga, lebih dari separuh keluarga contoh (54%) merupakan keluarga sedang (Tabel 3).

Jumlah anak terbanyak dalam keluarga contoh adalah enam orang. Kecenderungan keluarga contoh adalah ingin memiliki anak laki-laki dan perempuan. Jika anak pertama, kedua, ketiga, atau keempat berjenis kelamin laki-laki semuanya maka keluarga akan tetap menambah jumlah anak sampai dengan anak perempuan lahir. Demikian juga halnya jika anak pertama, kedua, ketiga, atau keempat berjenis kelamin perempuan semuanya maka keluarga akan tetap menambah jumlah anak sampai dengan anak laki-laki lahir.

Tabel 3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga n %

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 17 34,00 Keluarga sedang (5-6 orang) 27 54,00 Keluarga besar (≥ 7 orang) 6 12,00

Total 50 100,00

Usia Ayah dan Ibu. Menurut Papalia et al. (2009), usia ayah dan ibu dapat dikategorikan menjadi dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa lanjut (≥65 tahun). Berdasarkan kategori usia, lebih dari dua per tiga ayah pada keluarga contoh (68%) merupakan dewasa madya (Tabel 4). Usia ayah berada pada selang 31-55 tahun. Rata-rata usia ayah pada keluarga contoh adalah 43,74 tahun dengan standar deviasi sebesar 6,56 tahun. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa lebih dari dua per tiga ibu pada keluarga contoh (68%) tergolong dalam usia dewasa muda. Usia ibu berada pada selang 28-53 tahun. Rata-rata usia ibu pada keluarga contoh adalah 38,82 tahun dengan standar deviasi sebesar 5,76 tahun. Rata-rata usia ayah lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata usia ibu, artinya usia ibu lebih muda dibandingkan dengan usia ayah.


(45)

Tabel 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia ayah dan ibu

Kategori usia Ayah Ibu

n % n %

Dewasa muda (20-40 tahun) 16 32,00 34 68,00 Dewasa madya (41-65 tahun) 34 68,00 16 32,00 Dewasa lanjut (>65 tahun) 0 0,00 0 0,00

Total 50 100,00 50 100,00

Pendidikan Ayah dan Ibu. Pendidikan akan menentukan penguasan wawasan dan cara berfikir seseorang. Penelitian ini mengukur pendidikan berdasarkan pendidikan formal yaitu sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi. Secara umum, ayah pada keluarga contoh telah menempuh pendidikan selama enam hingga 14 tahun dengan pendidikan tertinggi adalah diploma tiga (D3). Ibu pada keluarga contoh juga telah menempuh pendidikan selama enam hingga 16 tahun dengan pendidikan tertinggi adalah strata satu (S1).

Lama sekolah terendah pada keluarga contoh baik ayah maupun ibu adalah enam tahun. Artinya, seluruh ayah dan ibu pada keluarga contoh telah menamatkan sekolah dasar (SD). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga ayah pada keluarga contoh (38%) telah menempuh pendidikan selama 12 tahun atau setara dengan SMA (Tabel 5). Rata-rata lama pendidikan ayah pada keluarga contoh adalah 9,40 tahun dengan standar deviasi sebesar 2,53 tahun.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga ibu pada keluarga contoh (36%) menempuh pendidikan selama enam tahun atau setara dengan sekolah dasar (SD). Rata-rata lama pendidikan ibu pada keluarga contoh adalah 8,96 tahun dengan standar deviasi sebesar 2,66 tahun. Berdasarkan rata-rata, lama pendidikan ayah pada keluarga contoh sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan lama pendidikan ibu.

Tabel 5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendidikan ayah dan ibu

Pendidikan Ayah Ibu

n % n %

SD/sederajat (0-6 tahun) 14 28,00 18 36,00 SMP/sederajat (7-9 tahun) 16 32,00 16 32,00

SMA/sederajat (10-12 tahun) 19 38,00 15 30,00 Perguruan tinggi (> 12 tahun) 1 2,00 1 2,00


(1)

Lampiran 4 Teori ekologi keluarga Bronfenbrenner


(2)

Lampiran 5 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan kesejahteraan keluarga

VAR TIPE BSR UMKK UMIST KRJIST PDDKK PDDIST PDBLN PDKPT PGBLN PGKPT ASET BPS BKKBN SCRD TIPE 1

BSR 0.294* 1

UMKK -0.170 0.130 1

UMIST -0.241 0.202 0.823** 1

KRJIST 0.082 -0.043 -0.170 -0,241 1

PDDKK 0.070 0.129 -0.397** -0.255 -0.217 1

PDDIST 0.011 0.125 -0.200 -0.147 -0.131 0.667** 1

PDBLN 0.068 0.417** -0.081 -0.017 0.035 0.362** 0.256 1

PDKPT -0.250 -0.414** -0.184 -0.164 0.106 0.326* 0.259 0.592** 1

PGBLN 0.066 0.419** -0.081 -0.018 0.028 0.364** 0.259 1.000** 0.591** 1

PGKPT -0.250 -0.411** -0.186 -0.166 0.085 0.329* 0.261 0.594** 1.000** 0.594** 1

ASET 0,137 0,210 0,039 0,046 0,235 0,287* 0,336* 0,514** 0,365** 0,515** 0,366** 1 BPS -0.242 -0.450** -0.275 -0.255 0.181 0.228 0.075 0.369** 0.747** 0.365** 0.744** 0,139 1

BKKBN -0.015 -0.132 -0.359* -0.257 0.078 0.487** 0.128 0.282* 0.449** 0.284* 0.452** 0,080 0.456** 1

SCRD -0.002 -0.458** -0.256 -0.216 0.032 0.357* 0.179 0.236 0.751** 0.235 0.749** 0,127 0.676** 0.535** 1 Keterangan: * = Signifikan pada selang kepercayaan 95%

** = Signifikan pada selang kepercayaan 99%

TIPE : Tipe keluarga (0=keluarga inti, 1=keluarga luas) BSR : Besar keluarga (orang)

UMKK : Umur ayah (tahun) UMIST : Umur ibu (tahun)

KRJIST : Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) PDDKK : Pendidikan ayah (tahun)

PDDIST : Pendidikan ibu (tahun) PDBLN : Pendapatan keluarga (Rp/bln) PDKPT : Pendapatan keluarga (Rp/kpt/bln) PGBLN : Pengeluaran keluarga (Rp/bln)

PGKPT : Pengeluaran keluarga (Rp/kpt/bln) ASET : Luas ladang kayu manis (Ha)

BPS : Indikator BPS (0=miskin, 1=tidak miskin) BKKBN : Indikator BKKBN (1=PraKS, 2=KSI, 3=KSII,

4=KSIII, 5=KSIIIPlus)

SCRD : Indikator A simple poverty scorecard for Indonesia


(3)

Lampiran 6 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan gaya pengasuhan dan perkembangan sosial emosi

VAR TIPE BSR UMKK UMIST KRJIST PDDKK PDDIST PDBLN PDKPT PGBLN PGKPT ASET JNGP SOSEM KSOSEM

TIPE 1

BSR 0.294* 1

UMKK -0.170 0.130 1

UMIST -0.241 0.202 0.823** 1

KRJIST 0.082 -0.043 -0.170 -0,241 1

PDDKK 0.070 0.129 -0.397** -0.255 -0.217 1 PDDIST 0.011 0.125 -0.200 -0.147 -0.131 0.667** 1

PDBLN 0.068 0.417** -0.081 -0.017 0.035 0.362** 0.256 1

PDKPT -0.250 -0.414** -0.184 -0.164 0.106 0.326* 0.259 0.592** 1

PGBLN 0.066 0.419** -0.081 -0.018 0.028 0.364** 0.259 1.000** 0.591** 1

PGKPT -0.250 -0.411** -0.186 -0.166 0.085 0.329* 0.261 0.594** 1.000** 0.594** 1

ASET 0,137 0,210 0,039 0,046 0,235 0,287* 0,336* 0,514** 0,365** 0,515** 0,366** 1

JNGP 0.005 0.076 -0.252 -0.245 -0.100 0.492** 0.679** 0.131 0.123 0.123 0.133 0,294* 1

SOSEM -0.310* -0.266 0.104 0.057 -0.198 0.084 0.096 -0.186 0.035 -0.188 0.031 -0,023 0.188 1

KSOSEM -0.255 -0.249 0.157 0.107 -0.167 0.026 0.002 -0.135 0.059 -0.136 0.056 -0,055 0.013 0.848** 1 Keterangan: * = Signifikan pada selang kepercayaan 95%

** = Signifikan pada selang kepercayaan 99%

TIPE : Tipe keluarga (0=keluarga inti, 1=keluarga luas) BSR : Besar keluarga (tahun)

UMKK : Umur ayah (tahun) UMIST : Umur ibu (tahun)

KRJIST : Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) PDDKK : Pendidikan ayah (tahun)

PDDIST : Pendidikan ibu

PDBLN : Pendapatan keluarga (Rp/bln) PDKPT : Pendapatan keluarga (Rp/kpt/bln) PGBLN : Pengeluaran keluarga (Rp/bln)

PGKPT : Pengeluaran keluarga (Rp/kpt/bln) ASET : Luas ladang kayu manis (Ha)

JNGP : Jenis gaya pengasuhan (0=bukan pelatih emosi, 1=pelatih emosi)

SOSEM : Indeks perkembangan sosial emosi

KSOSEM : Kategori sosial emosi (1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi)


(4)

Lampiran 7 Koefisisen korelasi antara karakteristik anak dengan gaya pengasuhan dan perkembangan sosial emosi

Var Umank Gender Urtlhr Jngp Sosem

Umank 1

Gender 0.122 1

Urtlhr -0.155 0.054 1

Jngp 0.007 -0.194 -0.207 1

Sosem 0.582** 0.106 -0.102 0.188 1

Keterangan: * = Signifikan pada selang kepercayaan 95% ** = Signifikan pada selang kepercayaan 99%

Umank : Usia anak (tahun)

Gender : Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan)

Urtlhr : Urutan kelahiran anak (1= anak sulung, 2=anak tengah, 3=anak bungsu)

Jngp : Jenis gaya pengasuhan (0=pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire, 1=pelatih emosi)


(5)

Lampiran 8 Koefisisen korelasi antara kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak

Var BPS BKKBN SCRD Jngp Sosem

BPS 1 BKKBN 0.456** 1

SCRD 0.676** 0.535** 1

Jngp 0.075 0.038 0.121 1

Sosem 0.018 -0.162 0.109 0.188 1

Keterangan: * = Signifikan pada selang kepercayaan 95% ** = Signifikan pada selang kepercayaan 99%

BPS : Indikator BPS (0=miskin, 1=tidak miskin)

BKKBN : Indikator BKKBN (1=PraKS, 2=KSI, 3=KSII, 4=KSIII, 5=KSIIIPlus)

SCRD : Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia

Jngp : Jenis gaya pengasuhan (0=pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire, 1=pelatih emosi)


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanah Kampung, Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi pada tanggal 8 Maret 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Suryani, S.Pd dan Suryalis, S.Pdi. Pada Tahun 2007, penulis menamat-kan sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Sungai Penuh, Jambi. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan strata satu ke Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Provinsi Jambi.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi di kampus seperti Staf pada Departemen Politik, Kebijakan Strategis, dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (BEM I) periode 2008/2009, Staf pada Kementerian Kebijakan Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) periode 2009/2010, dan Staf pada Divisi Human Resources Himpunan Mahasiswa Ilmu keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) periode 2009/2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa daerah yakni Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB) dan Himpunan Mahasiswa Jambi (HIMAJA).