Kualitas Perkawinan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja

KUALITAS PERKAWINAN DAN LINGKUNGAN
PENGASUHAN PADA KELUARGA DENGAN
SUAMI ISTRI BEKERJA

RISDA RIZKILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Perkawinan dan
Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis saya ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Risda Rizkillah
NIM I251130126

RINGKASAN

RISDA RIZKILLAH. Kualitas Perkawinan dan Lingkungan Pengasuhan
pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan
TIN HERAWATI.
Meningkatnya partisipasi angkatan kerja wanita baik yang sudah menikah
dan memiliki anak terjadi dalam beberapa periode ini. Hal ini terjadi karena
semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi yang dialami oleh keluarga, sehingga
wanita harus membantu perekonomian keluarga di sektor publik. Badan Pusat
Statistik membagi pekerjaan di sektor publik ke dalam dua jenis yaitu pekerjaan
formal dan pekerjaan informal. Pekerjaan formal mencakup kategori berusaha
dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan/pegawai, sedangkan
sisanya adalah informal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik keluarga dan
pekerjaan istri, kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan pada

keluarga dengan suami istri bekerja dengan menggunakan disain cross sectional.
Tempat penelitian di pilih secara purposive, yaitu di Kota Bogor pada Kecamatan
Bogor Barat dan Bogor Tengah. Waktu penelitian terhitung mulai bulan
Desember 2013 hingga September 2014. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu
bekerja yang memiliki anak usia 0 – 6 tahun yang bekerja dengan jenis pekerjaan
formal atau informal pada keluarga dengan suami istri bekerja. Teknik penarikan
contoh dilakukan secara stratified disproportional random sampling berdasarkan
jenis pekerjaan (formal atau informal) dengan contoh sebanyak 120 orang.
Hasil penelitian menunjukkan keluarga dengan istri berjenis pekerjaan
formal memiliki pendidikan (istri dan suami), pendapatan (istri, suami, dan per
kapita) yang lebih tinggi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal. Pada
anak usia 0-36 bulan, dimensi dengan sebaran contoh terbanyak pada kategori
tinggi adalah dimensi keterlibatan ibu, sedangkan sebaran terbanyak pada kategori
rendah adalah dimensi penerimaan perilaku anak. Pada anak usia 37-72 bulan,
komponen dengan sebaran terbanyak pada kategori tinggi adalah stimulasi bahasa
dan sebaran terbanyak pada kategori rendah adalah penerimaan. Kualitas
lingkungan pengasuhan berhubungan positif signifikan dengan kualitas
perkawinan, pendidikan istri, dan lama jam kerja. Pada dimensi kebahagiaan
perkawinan aspek yang paling tinggi berada pada aspek komitmen perkawinan
dan terendah adalah kepribadian pasangan, sedangkan pada dimensi kepuasan

perkawinan, aspek dengan capaian tertinggi berada pada aspek ekonomi dan
terendah pada cinta dan hubungan intim. Kualitas pengasuhan berhubungan
negatif sangat signifikan dengan besar keluarga. Berdasarkan hasil uji pengaruh,
kualitas perkawinan, pendidikan istri, dan besar keluarga merupakan variabel
yang mempengaruhi kualitas lingungan pengasuhan.
Kata kunci : kualitas perkawinan, kualitas lingkungan pengasuhan, keluarga
suami-istri bekerja

SUMMARY
RISDA RIZKILLAH. Marital and Parenting Environment Quality in Dual Earner
Family. Supervised by EUIS SUNARTI dan TIN HERAWATI
The Increasing of women’s labor force participation occur within this
period. This happens because the growing economic needs experienced by the
family, so women should help the family economy. Women who only have a
responsibility in the domestic sector, now should have a responsibility in the
public sector. Central Bureau of Statistics divides jobs in public sector into two
types, namely formal and informal. Formal sector category includes laborers /
employees / employee, while the rest are informal.
This study aims to analyze the characteristics of family and wife’s job
characteristic, marital quality, and parenting environment quality in dual earner

family. The research design uses cross-sectional design. Bogor city (west and
central district) selected purposively as study location. Time study starting from
December 2013 to September 2014. Samples in this study were working mothers
who have children aged 0-6 years who worked in formal or informal job in a dual
earner family. Sampling techniques performed disproportional stratified random
sampling based on the type of job (formal or informal) with a sample of 120
people.
The results showed, family with a wife who working in formal jobs have
wives and husbands education, wives and husbands income, and per capita
income higher than the wife who working in informal job. However, families with
wives who working in informal job, have the score of age (husband, wife, and
last child), a long marriage, and family size higher than the wives who working in
formal job. In children aged 0-36 months, component with distribution of the
largest sample in the high category is the involvement of mother, while the
highest distribution in the low category is acceptance of child's behavior. In the
children age 37-72 months, the component with the largest distribution in the high
category is stimulation of language and the highest distribution in the low
category is acceptance.
The parenting environment quality significantly positively associated with
marital quality, wife’s education, and long working hours. The average of marital

quality has a fairly high attainment, in the aspects of marital happiness the highest
attainment is the commitment of marriage and lowest aspect is partner's
personality, while the dimensions of marital satisfaction, the highest attainment
are economic aspect and the lowest is love and intimate relationships. Parenting
environment quality significantly negatively associated with family size. Based on
the regression test, the marital quality, the wife’s education, and family size
become variables that affect the parenting environment quality.

Keywords: marital quality, parenting environment quality, dual earner family

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KUALITAS PERKAWINAN DAN LINGKUNGAN
PENGASUHAN PADA KELUARGA DENGAN
SUAMI ISTRI BEKERJA

RISDA RIZKILLAH

Tesis
sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc

Judul

Nama
NIM

: Kualitas Perkawinan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga
dengan Suami Istri Bekerja
: Risda Rizkillah
: I251130126

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Euis Sunarti,MSi
Ketua

Dr. Tin Herawati, SP., MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Keluarga dan
Perkembangan Anak

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc., MSc.

Dr. Ir.Dahrul Syah, MScAgr.

Tanggal Ujian: 10 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Rasa syukur juga penulis
haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi motivator
kehidupan bagi penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS. dan
Dr. Tin Herawati, SP, M.Si selaku pembimbing tesis atas bimbingan, doa, dan
arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua
Drs. Lukman Al Hakim, M.Pd dan Dra. Cucu Sumiati serta keluarga besar yang
telah memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya yang tidak pernah
berhenti. Selain itu, terima kasih kepada rekan penelitian yaitu Fitri Apriliana
Hakim, Fitri Meliani, dan Nurlita Tsania yang telah berjuang bersama untuk
mencapai target penelitian agar selesai tepat pada waktunya serta teman-teman
IKA ‘05 atas bantuan dan saran yang telah diberikan. Akhir kata, semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang
terdapat didalamnya.
Bogor, November 2014
Risda Rizkillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

9
9
2
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga
Teori Struktur Fungsional

Teori Sosial Konflik
Teori Gender
Karakteristik Pekerjaan Istri
Karakteristik Anak
Kualitas Perkawinan
Kualitas Lingkungan Pengasuhan
Penelitian Terdahulu

4
4
5
5
6
6
7
8
9
10

KERANGKA PIKIR

13

METODE PENELITIAN
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional

14
14
14
15
16
18

KUALITAS PERKAWINAN DAN LINGKUNGAN PENGASUHAN
MENURUT JENIS PEKERJAAN ISTRI PADA KELUARGA DENGAN
SUAMI ISTRI BEKERJA
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

19
19
19
20
20
20
21
22
35
38

KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEKERJAAN ISTRI, KUALITAS
PERKAWINAN, DAN KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan

39
39
39
40
41
41
41
42
50

PEMBAHASAN UMUM

53

SIMPULAN
SARAN

55
56

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

61

RIWAYAT HIDUP

65

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Penelitian terdahulu
Variabel, skala, dan pengolahan data
Model Regresi Linier
Rata-rata dan uji beda karaktersitik keluarga
Sebaran keluarga berdasarkan jam kerja dan jenis pekerjaan (%)
Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan istri dan jenis pekerjaan (%)
Sebaran keluarga berdasarkan pengalaman bekerja dan jenis pekerjaan
(%)
Rata-rata dan uji beda karaktersitik pekerjaan
Rata-rata capaian variabel dan dimensi kualitas perkawinan (%) dan
uji beda berdasarkan jenis pekerjaan
Sebaran istri berdasarkan kategori kualitas perkawinan dan jenis
pekerjaan (%)
Rata-rata capaian (%) dan uji beda indikator kebahagiaan perkawinan
berdasarkan jenis pekerjaan
Rata-rata capaian (%) dan uji beda indikator kepuasan perkawinan
berdasarkan jenis pekerjaan
Sebaran contoh berdasarakan kategori lingkungan pengasuhan dan
jenis pekerjaan (%)
Sebaran keluarga (%) dan uji beda tanggap rasa dan kata berdasarkan
jenis pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda penerimaan terhadap perilaku anak
berdasarkan jenis pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda pengorganisasian lingkungan anak
berdasarkan jenis pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda penyediaan mainan anak
berdasarkan jenis pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda keterlibatan ibu berdasarkan jenis
pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda variasi asuhan berdasarkan jenis
pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi belajar berdasarkan jenis
pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi Bahasa berdasarkan jenis
pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda lingkungan fisik berdasarkan
pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda kehangatan dan penerimaan
berdasarkan jenis pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi akademik berdasarkan
jenis pekerjaan
Sebaran keluarga (%) dan uji beda modelling berdasarkan jenis
pekerjaan
Sebaran keluarga (%) uji beda variasi pengalaman berdasarkan jenis
pekerjaan

11
16
17
22
23
23
24
24
24
25
26
27
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35

27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

Sebaran keluarga (%) dan uji beda berdasarkan lingkungan
pengasuhan (penerimaan) serta jenis pekerjaan
Karaktersitik keluarga dan pekerjaan istri
Rata-rata capaian variabel dan dimensi kualitas perkawinan (%)
Sebaran istri (%) berdasarkan kategori kualitas perkawinan
Rata-rata capaian kebahagiaan perkawinan (%)
Rata-rata capaian kepuasan perkawinan (%)
Sebaran rata-rata skor (%) menurut komponen lingkungan pengasuhan
anak
Sebaran contoh (%) berdasarakan kategori pencapaian lingkungan
pengasuhan
Sebaran koefisien korelasi antara variabel utama dengan karakteristik
keluarga
Pengaruh kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan istri terhadap
kualitas lingkungan pengasuhan anak
Pengaruh karakteristik keluarga, pekerjaan istri, dan kualitas
perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak
Pengaruh dimensi kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan terhadap
kualitas lingkungan pengasuhan anak
Sebaran koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga, anak, dan
pekerjaan istri serta kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan
pengasuhan anak

35
42
43
43
43
44
45
46
47
47
48
49

49

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kerangka pikir
Teknik penarikan contoh

14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia menurut jenis pekerjaan
2 Sebaran contoh berdasarkan kelompok pendidikan menurut jenis
pekerjaan
3 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan menurut jenis pekerjaan
4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan menurut
jenis pekerjaan
5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga menurut jenis pekerjaan
6 Sebaran contoh berdasarkan lama pernikahan menurut jenis pekerjaan
7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama pengalaman kerja menurut jenis
pekerjaan
8 Sebaran keluarga (%) berdasarkan jumlah pindah kerja menurut jenis
pekerjaan
9 Sebaran keluarga (%) berdasarkan jam kerja menurut jenis pekerjaan
10 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama perjalanan ke tempat kerja
menurut jenis pekerjaan

62
62
62
62
63
63
63
64
64
64

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Meningkatnya partisipasi angkatan kerja wanita baik yang sudah menikah
dan memiliki anak terjadi dalam beberapa periode ini. Hal ini terjadi karena
semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi yang dialami oleh keluarga, sehingga
wanita harus membantu perekonomian keluarga dengan terjun langsung ke sektor
publik. Selain itu, meningkatnya pendidikan wanita juga menjadi salah satu alasan
wanita bekerja di sektor publik karena wanita ingin mengaktualisasikan diri di
masyarakat sejalan dengan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan selama
dibangku pendidikan. Hal tersebut menyebabkan wanita yang dahulunya hanya
memiliki tanggungjawab di sektor domestik kini harus memiliki tanggungjawab di
sektor publik. Hasil Sakernas 2013 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
Angkatan Kerja di Kota Bogor pada tahun 2013 adalah 59.74 persen, lebih tinggi
0.14 persen dibandingkan tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk usia
15 tahun ke atas pelan namun pasti semakin banyak yang memasuki dunia kerja
dimana persentase penduduk usia kerja yang bekerja sebesar 90.20 persen
(BPS 2014). Secara umum status pekerjaan utama dapat dikelompokan menjadi
dua besaran yaitu sektor formal dan sektor informal. Berusaha dengan buruh tetap
dan sebagian dari pekerja/buruh/karyawan merupakan bagian dari sektor formal.
Sedangkan berusaha sendiri tanpa bantuan, berusaha dengan dibantu buruh tidak
tetap, pekerja bebas di sektor pertanian, pekerja bebas di sektor non pertanian,
pekerja tak dibayar merupakan bagian dari sektor informal (Dinaskertrans 2012).
Fenomena istri bekerja menyebabkan perempuan memiliki peran ganda
yang dapat menyebabkan perempuan mengalami ketidakseimbangan kerjakeluarga, terlebih perempuan dan laki-laki yang bekerja mengaku bahwa
pembagian peran dalam keluarga menjadi salah satu permasalahan yang
menyebabkan konflik dalam pernikahan (Boss et al. 1993). Selain itu, kondisi
dimana suami dan istri sama-sama bekerja di luar rumah dapat membuat waktu
yang digunakan bersama semakin terbatas, yang pada gilirannya dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas perkawinan baik bagi suami maupun istri.
Kualitas perkawinan yang tidak baik dapat menyebabkan kurangnya interaksi
antara suami-istri, dan orangtua-anak sehingga terjadi ketidakberfungsian keluarga
yang dapat memberikan dampak buruknya pengasuhan yang diberikan pada anak,
kurang perhatian, kasih sayang, dan rangsangan untuk perkembangan anak,
dimana anak akan merasakan kurangnya waktu dari ibu karena pada kenyataannya
masih banyak perempuan yang bekerja lebih dari jam kerja normal, selain itu
Abrar dan Ghouri (2010) juga menyatakan keluarga dengan pola nafkah ganda
memiliki kerumitan dalam melakukan perannya salah satunya adalah pengasuhan.
Hal tersebut menyebabkan kualitas lingkungan pengasuhan pada anak tidak
terbentuk dengan baik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan
pengasuhan yang tersedia bagi anak masih belum dibentuk secara optimal
(Hasanah 2013). Terlebih data juga menunjukkan bahwa 56.2 persen ibu di negara
Asia yang memiliki anak dibawah 6 tahun memiliki status sebagai pekerja (BLS

2
2013). Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa peran pengasuhan pada ibu
sudah semakin berkurang padahal masa kanak-kanak merupakan masa kehidupan
yang sangat penting dan merupakan masa kritis bagi anak sehingga kualitas
pengasuhan yang baik mutlak diperlukan. Orangtua, terutama ibu merupakan
orang pertama dan utama yang mempengaruhi proses sosialisasi anak. Untuk
itu, penting untuk dilakukannya penelitian terkait kualitas perkawinan dan
lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan suami istri bekerja.

Perumusan Masalah
Biaya keluarga setelah memiliki anak cenderung membengkak karena biaya
anak secara simultan merupakan bagian dari anggaran keluarga. Hal tersebut
menyebabkan istri harus kembali bekerja penuh waktu secepatnya setelah anaknya
lahir agar dapat menjaga pendapatan keluarga namun mengorbankan waktu
perawatan penuh ibu untuk anaknya dan tidak dapat mendampingi anak tiap
waktu (Duvall 1977). Beberapa bukti hasil survei nasional tentang bagaimana
perasaan wanita yang berperan ganda disimpulkan oleh Wright bahwa berperan
ganda sebagai wanita pekerja dan ibu rumah tangga mengandung untung rugi bagi
mereka, dimana wanita bekerja dapat menikmati pendapatan dari luar rumah dan
sebagai akibat dari itu tingkat kemandirian mereka bertambah, mereka semakin
tertarik untuk keluar rumah dan sebagainya tetapi mereka juga harus membayar
keuntungan yang mereka dapatkan tersebut dengan memiliki kemungkinan stres
yang lebih tinggi. Sebaliknya, hidup sebagai ibu rumah tangga dalam beberapa hal
lebih mudah dan dipastikan tidak begitu rumit, tetapi pekerjaan mereka kemudian
hampir dapat dipastikan tidak memuaskan dan terasa lebih rendah (Hurlock 1980).
Beban ganda yang dimiliki dapat menimbulkan kesulitan bagi wanita
untuk membagi waktunya antara di rumah dan di tempat kerja, terlebih ketika
wanita bekerja pada jenis pekerjaan formal yang tidak memiliki fleksibilitas waktu
kerja, dimana ia harus fokus dengan pekerjaannya disaat jam kerja dan tidak boleh
mencampuradukkan masalah keluarga ketika sedang bekerja, tidak dapat
memperhatikan anak sambil bekerja di kantor, dan tidak dapat mengerjakan
pekerjaan rumah tangga sama sekali ketika sedang bekerja di sektor publik.
Permasalah tidak hanya terjadi pada wanita dengan jenis pekerjaan formal,
tapi terjadi juga pada wanita dengan jenis pekerjaan informal dimana karakteristik
pekerjaan informal seperti waktu yang fleksibel, pendapatan yang tidak stabil juga
menjadi kesulitan tersendiri bagi wanita karena wanita harus berpikir lebih keras
untuk mengatur kehidupannya di pekerjaan dan di rumahtangga. Wanita dengan
jenis pekerjaan informal harus lebih kreatif dalam mengatur pekerjaan dan
keluarga agar memiliki kualitas yang sama-sama baik pada pekerjaan maupun
keluarga. Pendapatan yang tidak stabil pada wanita dengan jenis pekerjaan
informal terkadang dapat membuat wanita bekerja lebih lama dibandingkan istri
dengan jenis pekerjaan formal dan waktu yang fleksibel juga dapat membuat
wanita justru tidak fokus mengasuh anak karena mengasuh anak sambil
melakukan pekerjaan.
Kesulitan membagi waktu dan tanggung jawab yang dimiliki keluarga
berpola nafkah ganda dapat menurunkan kualitas pekawinan yang dimiliki oleh
pasangan suami-istri terutama ketika pasangan suami-istri tidak dapat

3
menyesuaikan diri dan menjalankan perannya dengan baik. Hall dan Moss (2001)
dalam Kusumowardhani (2012) juga menyatakan bahwa semakin banyaknya
pasangan suami istri bekerja sering dianggap sebagai “biang keladi” atau
penyebab utama meningkatnya angka perceraian secara drastis. Pada tahun 2012
terjadi kasus perceraian sebanyak 777 kasus di kota bogor (BPS 2013). Selain itu,
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI, juga menyatakan bahwa
kasus perceraian meningkat pada tahun 2007 sebesar 157.771 kasus menjadi
223.371 kasus pada tahun 2009. Penyebab terbesar (77 528 kasus) pemicu
perceraian adalah salah satu pihak baik suami atau istri meninggalkan kewajiban.
Kualitas perkawinan yang tidak baik dapat memberikan kecenderungan
dilakukannya pengasuhan anak yang tidak baik, karena pengasuhan anak yang
baik dapat terwujud ketika orangtua dapat berinteraksi dengan baik, memberikan
kasih sayang, dan kehangatan pada anak. Penelitian Sunarti (2008) mengelaborasi
bahwa pada lingkungan pengasuhan masih terdapat ibu yang menunjukkan
perilaku negatif terhadap anaknya seperti berteriak, menunjukkan kekecewaan,
memukul, dan memarahi anak, hal tersebut menunjukkan masih terbatasnya
kemampuan ibu dalam pengorganisasian lingkungan anak, juga penyediaan
mainan anak. Selain itu Bowlby (1969) dalam Puspitawati (2012) menyatakan
bahwa perkembangan anak menekankan pada peran utama pengasuh, terutama
selama tahun pertama kehidupan anak dalam menetapkan dasar bagi bayi untuk
mengembangkan bonding atau keterikatan yang sehat dan pengertian diri.
Meninjau kepada fenomena diatas penelitian ini ingin menjawab pertanyaan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan pengasuhan pada
keluarga dengan suami istri bekerja ?
2. Adakah perbedaan kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan
pengasuhan antara istri yang bekerja di sektor formal dengan informal?
3. Adakah hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan,
kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan pada keluarga
dengan suami istri bekerja?
4. Adakah pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan, dan
kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan pada
keluarga dengan suami istri bekerja?

Tujuan Penelitian
Umum :
Menganalisis pengaruh kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan
pengasuhan.
Khusus :
1. Menganalisis kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan pengasuhan pada
keluarga dengan suami istri bekerja
2. Menganalisis perbedaan kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan
pengasuhan antara istri yang bekerja di sektor formal dan informal

4
3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan
istri, kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan pada keluarga
dengan suami istri bekerja
4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri,
dan kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keluarga
dengan suami istri bekerja, karakteristik pekerjaan khususnya istri, kualitas
perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan. Berdasarkan informasi tersebut,
penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian-penelitian selanjutnya. Bagi keluarga,
diharapkan dapat lebih memahami kualitas perkawinan dan membentuk kualitas
lingkungan pengasuhan yang baik. Bagi pemerintah dan instansi bermanfaat
sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang dapat mendukung keluarga dengan
suami istri bekerja. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai kehidupan keluarga.

TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga
Keluarga berkualitas dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan
bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Undang-undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009
memberikan definisi bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau
ibu dan anaknya. Menurut Duvall (1977) keluarga adalah sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang
bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari
masing-masing anggota keluarganya. Mattesich dan Hill dalam Zeitlin et al.
(1995) menyatakan bahwa keluarga adalah suatu kelompok yang berhubungan
dengan kekerabatan, tempat tinggal, dan hubungan emosional yang sangat dekat
yang memperlihatkan empat hal yaitu hubungan intim, memelihara batasanbatasan terseleksi, mampu untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara
identitas sepanjang waktu dan memelihara tugas-tugas keluarga. Mattesich dan
Hill juga mengungkapkan bahwa tugas yang dilakukan keluarga antara lain
pemeliharaan fisik, sosialisasi dan edukasi, kontrol sosial dan perilaku sex,
pemeliharaan moral keluarga dan motivasi untuk melaksanakan peran baik di
dalam maupun di luar rumah (Zeitlin et al. 1995).

5
Teori Struktur Fungsional
Pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga salah
satunya adalah pendekatan teori struktural fungsional. Keluarga sebagai sebuah
institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip dan sebagai sebuah sistem
akan mempunyai tugas seperti umumnya yang dihadapi oleh setiap sistem sosial.
Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan
sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang
dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Asumsi dasar dalam teori
struktural fungsional yaitu (1) masyarakat selalu mencari titik keseimbangan, (2)
masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar titik keseimbangan terpenuhi, (3)
untuk memenuhi kebutuhan dasar, fungsi-fungsi harus dijalankan, dan (4) untuk
memenuhi semua ini, harus ada struktur tertentu demi berlangsungnya suatu
keseimbangan atau homeostatik (Klein dan White 1996).
Prasyarat dalam teori struktural-fungsional menjadikan suatu keharusan
yang wajib ada agar keseimbangan sistem tercapai salah satunya keseimbangan
kerja-keluarga, baik pada tingkat masyarakat maupun tingkat keluarga. Levy
menyatakan bahwa prasyarat struktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar
dapat berfungsi, yaitu meliputi: (1) diferensiasi peran yaitu alokasi peran/tugas
dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, (2) alokasi solidaritas yang
menyangkut distribusi relasi antaranggota keluarga, (3) alokasi ekonomi yang
menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai
tujuan keluarga, (4) alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam
keluarga, dan (5) alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/teknik
sosialisasiinternalisasi maupun pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap
anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku
(Megawangi 1999).
Teori Sosial Konflik
Beban ganda yang dimiliki perempuan di sektor domestik dan publik dapat
mengakibatkan terjadinya masalah dan konflik dalam keluarga. Hal tersebut dapat
diulas menggunakan teori konflik sosial yang memandang konflik sebagai suatu
hal yang alamiah, normal, dan tidak dapat dielakkan dalam seluruh sistem sosial
termasuk keluarga, bahkan konflik dianggap sebagai sumber motivasi yang
dibutuhkan untuk perubahan, yang terdapat dimana-mana dalam semua jenis
interaksi sosial dan seluruh tingkat organisasi sosial yang prevalensinya
dimotivasi oleh minat individu dan berhubungan dengan kebutuhan, nilai, tujuan,
dan sumberdaya (Sunarti 2012). Asumsi dasar yang melandasi teori konflik sosial
yaitu, a) manusia tidak mau tunduk pada konsensus, dimana saat ini tipe keluarga
sudah beralih dari keluarga tradisional menjadi keluarga modern, b) manusia
adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus tunduk
kepada norma dan nilai, manusia secara garis besar di motivasi oleh keinginannya
sendiri, meningkatnya wanita bekerja juga salah satunya didasarkan pada
keinginan wanita dalam mengaktualisasikan dirinya di dunia kerja, c) konflik
adalah sesuatu yang laten dan tak terelakkan dalam grup sosial, d) Keadaan
normal suatu masyarakat biasanya cenderung pada keadaan konflik dibandingkan
keadaaan yang harmoni, dan e) konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara

6
individu, grup, sumberdaya yang langka, atau kombinasi dari ketiganya (Klein
dan White 1996).
Teori Gender
Fenomena istri yang bekerja di sektor publik dapat dianalisis
menggunakan teori gender. Istilah “gender” dikemukakan oleh para ilmuwan
sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang
mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).
Seringkali orang mencampuradukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak
berubah) dengan yang bersifat non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah.
Perbedaan peran gender ini juga menjadikan orang berpikir kembali tentang
pembagian peran yang dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun
laki-laki (Sasongko 2009).
Konflik dalam pembagian peran keluarga pada keluarga dengan suami istri
bekerja dapat diminimalisir dengan melakukan kerjasama gender yang dilakukan
akan membantu meringankan beban kerja pihak yang terdominasi dengan
kerjasama, sehingga menguntungkan bagi suami dan istri (Megawangi 2009).
Supartiningsih (2003) menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki bukanlah
dua makhluk yang berbeda sama sekali,tetapi juga tidak benar-benar sama.
Perempuan dan laki-laki adalah diri yang satu meski menempati dua raga yang
berbeda. Mereka bukan “lawan jenis” tapi “pasangan jenis”. Mereka dicipta bukan
untuk saling menindas dan menguasai tetapi saling mengutuhkan sehingga
tercapai kemampuan bertanggungjawab, kedewasaan bersikap dan ketenangan diri.
Pada keluarga dengan suami istri bekerja, suami dan istri adalah pasangan yang
harus saling mengutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain, dimana suami
memiliki dominasi di sektor publik dan istri membantunya dan pada sektor
domestik istri yang memiliki dominasi kemudian suami membantunya.
Masih terdapat permasalahan di seputar gender meliputi ketimpangan dan
kesenjangan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Ketimpangan dan
kesenjangan tersebut dapat diamati melalui sistem sosio-kultural, pengakuan hakhak perempuan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia perempuan, dan sistem
yang kurang demokratis (Sulistiyani 2007). Potensi wanita sebagai istri dan ibu
rumah tangga, merupakan faktor penting penentu keberhasilan strategi
pengarusutamaan gender. Pemberdayaan perlu dilakukan melalui teknologi tepat
guna dan inovatif, perlindungan terhadap tenaga kerja wanita, meningkatkan
efektifitas penyuluhan dan pelatihan, perbaikan regulasi, fasilitas, dan tingkat
upah, pelatihan dan pembinaan ketrampilan industri rumahtangga. Kesempatan
kerja agar berimbang antar gender dan mengikutsertakan mereka dalam segala
kegiatan pembangunan. Pemberdayaan wanita melalui strategi pengarusutamaan
jender (gender mainstreaming), untuk mewujudkan kesejahteraan rumah tangga
(Elizabeth 2007).

Karakteristik Pekerjaan Istri
Meningkatnya angkatan kerja wanita menunjukkan bahwa semakin
banyaknya wanita yang bekerja di sektor publik. Wanita yang bekerja di sektor

7
publik dapat bekerja di sektor formal atau informal. Badan Perencanaan
Pembangungan Nasional (Bappenas 2009) menjelaskan ciri-ciri kegiatan sektor
informal, yaitu: manajemen sederhana, tidak memerlukan izin usaha, modal
rendah, padat karya, tingkat produktivitas rendah, tingkat pendidikan formal
biasanya rendah, penggunaan teknologi sederhana, sebagian besar pekerja adalah
keluarga dan pemilik usaha oleh keluarga, mudahnya keluar masuk usaha, dan
kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah. Contoh dari kegiatan informal
seperti pedagang asongan, pedagang di pasar, tukang becak dan sebagainya. Di
sisi lain, terdapat pekerjaan di sektor formal yang diceriminkan oleh pekerja
manajerial (white collar) yang terdiri dari tenaga professional, teknisi dan
sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan
sejenisnya, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha di bidang jasa contohnya antara
lain karyawan swasta, guru, dosen, dan perawat.
Berdasarkan BPS (2012) penduduk yang bekerja di sektor formal bertambah
sebesar 4.0 juta orang dengan persentase yang meningkat dari 34.24 persen pada
Februari 2011 menjadi 37.29 persen pada Februari 2012. Di sisi lain, penduduk
yang bekerja di sektor informal berkurang sebesar 2.4 juta orang dengan
persentase menurun dari 65.76 persen pada Februari 2011 menjadi 62.71 persen
pada Februari 2012. Penurunan ini berasal dari hampir seluruh komponen
penduduk yang bekerja di sektor informal, kecuali pekerja bebas di nonpertanian.
Wanita bekerja memiliki waktu yang digunakan untuk bekerja di sektor
publik (jam kerja). Jam kerja adalah waktu untuk yang digunakan dalam
melakukan pekerjaan yang dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam
kerja bagi para pekerja di sektor swasta telah diatur dalam Undang-Undang No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85.
Pada Pasal 77 ayat 1, UU No.13 tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap
pengusaha wajib untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja
ini telah diatur dalam 2 sistem. Kedua sistem tersebut yaitu untuk karyawan yang
bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40
jam dalam 1 minggu. Karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban
bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.
Berdasarkan kedua sistem jam kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemerintah telah memberikan batasan jam kerja yaitu 40 jam dalam 1 minggu.
Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka sisa kelebihan waktu
kerja biasa waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur.
Karakteristik Anak
Keluarga memiliki peran penting dalam menentukan masa depan anak.
Anak-anak merupakan potensi sumberdaya manusia yang berharga bagi masa
depan bangsa sehingga memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan
masyarakat Indonesia dimana kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan
cermin peradaban dunia. Sunarti (2004) menyatakan bahwa kehandalan anak dari
dimensi pertumbuhan dapat ditunjukkan diantaranya adalah status gizi dan tingkat
kesehatannya sedangkan kualitas anak atau derajat kehandalan anak bisa terwakili
dari dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan sosial dan
kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai akhir masa sekolah ditandai dengan
meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, ia

8
semakin mendekatkan diri pada orang-orang lain disamping anggota keluarganya
(Monks dan Knoers 2004).
Jenis kelamin dalam kehidupan manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu lakilaki dan perempuan. Terdapat dua jenis hormon yang dapat berpengaruh pada
jenis kelamin seseorang yaitu hormon estrogen dan androgens. Hormon estrogen
berpengaruh utama pada karakteristik perkembangan fisik perempuan dan
membantu regulasi menstruasi, sedangkan hormon androgens utamanya berfungsi
pada karakteristik perkembangan alat kelamin laki-laki. Hurlock (1980)
menyatakan anak harus belajar untuk berperilaku sesuai dengan pola-pola yang
digariskan dalam streotip. Hal ini sebagian dilakukan dengan meniru tapi lebih
banyak melalui latihan langsung dimana anak diperlihatkan bagaimana meniru
suatu model dan di dorong melakukannya ataupun dimarahi kalau gagal
melakukannya. Disamping cara langsung, anak juga dihadapkan dengan cara-cara
tidak langsung. Anak tidak diberi kesempatan untuk belajar berperilaku yang tidak
sesuai dengan kelompok seksnya.
Bronstein (2006) dalam Santrock (2009) menyatakan bahwa orangtua sering
melakukan perbedaan dalam berinteraksi kepada anak permpuan dan anak lakilaki. Perbedaan interaksi tersebut dimulai sejak anak masih bayi dan berlanjut
hingga remaja. Pada beberapa budaya ibu mensosialisasikan anak perempuannya
untuk lebih penurut dan tanggung jawa dibandingkan anak laki-laki. Mereka juga
lebih memberikan pembatasan pada otonomi anak perempuan. Ayah lebih
menunjukkan perhatian lebih pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan,
terlibat pada beberapa aktivitas anak laki-laki, dan melakukan usaha lebih untuk
mengembangkan perkembangan intelektual anak laki-laki. Puspitawati dan
Setioningsih (2009) menyatakan bahwa orang tua yang memiliki anak berjenis
kelamin laki-laki mempunyai tingkat kualitas perkawinan yang lebih tinggi
dibanding dengan orang tua yang memiliki anak berjenis kelamin perempuan.
Penerimaan keluarga responden kepada anak laki laki lebih besar daripada anak
perempuan. Penelitian Hernawati, Tanziha, dan Hastuti (2003) menunjukkan
bahwa orangtua tidak membedakan jenis kelamin anak dalam memberikan
penilaian terhadap anak, baik nilai psikologis, nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai
religius.
Kualitas Perkawinan
Kualitas perkawinan didefinisikan sebagai hal yang dirasakan, hasil yang
evaluatif (atau keuntungan) dalam sebuah pernikahan yang merupakan hasil dari
imbalan dikurangi biaya dalam pernikahan. Hal tersebut meliputi "seluruh rentang
istilah (contoh: kepuasan perkawinan, kebahagiaan, kurangnya tekanan peran dan
konflik, komunikasi, integrasi, penyesuaian, dan sebagainya) yang telah menjadi
variabel dependen dalam penelitian pernikahan (Lewis dan Spanier 1979 dalam
Nye 1982).
Nye (1982) juga menyatakan bahwa kami lebih memilih istilah kualitas
perkawinan dibandingkan kepuasan perkawinan karena memberikan perhatian
pada fakta bahwa kebanyakan pernikahan adalah hubungan yang sangat kompleks
dengan demikian, aspek yang paling bermakna (yaitu kualitatif) pernikahan tidak
sepenuhnya diwakili atau dicakup oleh "perasaan kepuasan" saja. Sebagai contoh,

9
kepuasan berhubungan dengan pernikahan sering perasaan sekilas yang bisa
berubah secara drastis dalam beberapa menit, sedangkan kualitas perkawinan
adalah konsep multidimensional yang mengakui kompleksitas besar hubungan
perkawinan.
Waite et al. (2009) menunjukkan bahwa relatif sedikit penilaian tentang
peringkat kebahagiaan perkawinan. Misalnya, penilaian yang sangat negatif
mungkin seringkali mencerminkan krisis lokal dalam pernikahan, seperti
perselisihan emosional. Ketidakstabilan relatif dari peringkat ketidakbahagiaan
perkawinan selama periode lima tahun membuat kita menduga bahwa ini adalah
benar. Sementara orang-orang yang dinilai pernikahannya tidak bahagia lebih
mungkin untuk bercerai atau terpisah dalam lima tahun ke depan dari orang-orang
yang dinilai pernikahan mereka bahagia, lebih dari tiga-perempat dari pernikahan
tidak bahagia dan bahagia tetap menikah. Temuan yang didapatkan adalah
kebanyakan perceraian terjadi pada orang yang menilai perkawinannya bahagia
sebelumnya namun orang yang menilai bahwa perkawinannya tidak bahagia justru
tetap menikah, hal ini menunjukkan bahwa kita harus mengetahui lebih banyak
apa yang orang-orang pikirkan ketika mereka mendeskripsikan kebahagiaan
perkawinan.
Penelitian Blair (1998) menunjukkan bahwa penilaian istri terkait kualitas
perkawinan secara substansial terkait dengan persepsi mereka tentang keadilan,
namun ternyata kualitas perkawinan mereka juga secara signifikan dipengaruhi
oleh rasa kepuasan kerja. Kebahagiaan dalam pekerjaan istri dikaitkan dengan
penilaian yang lebih tinggi pada kualitas perkawinan. Hasil penelitian Ritonga
(2007) juga menunjukkan bahwa tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan
kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan contoh (istri),
artinya semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka semakin tinggi
kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan. Suami, dalam penilaian mereka
tentang kualitas perkawinan juga terbukti rentan terhadap persepsi mereka
terhadap keadilan. Khazaei, Rostami, dan Zaryabi (2011) menyatakan bahwa
Kepuasan perkawinan terkait dengan tingkat dan kualitas kesehatan secara umum,
kepuasan hidup dan rasa kesepian. Persepsi seksual memiliki hubungan positif
dengan perilaku yang dapat memberikan kelangsungan pernikahan dan pada
kenyataannya merupakan miniatur dari hubungan umum. Aktivitas seksual adalah
penting untuk titik bahwa aktivitas seksual bisa menjadi tanda adanya masalah
dalam pernikahan.
Kualitas Lingkungan Pengasuhan
Kualitas anak sangat dipengaruhi oleh kualitas pengasuhan yang diberikan
oleh orangtuanya. Orangtua yang efektif dalam melakukan pengasuhan adalah
orangtua yang dapat memperlakukan anak dengan hangat, mendukung anak secara
positif, menetapkan batasan-batasan dan nilai-nilai, mengikuti atau memonitor
perilaku anak, dan konsisten dalam menegakkan aturan-aturan, dengan demikian
orangtua mampu menyediakan lingkungan yang dibutuhkan oleh tumbuh
kembang anak (Sunarti 2004). Perkembangan anak yang optimal terletak pada
kualitas pengasuhan yang mereka terima, bukan hanya pada kuantitas waktu yang
diberikan. Kualitas interaksi lebih penting daripada kuanntitas, dimana ibu yang
menikmati dan menyenangi kehidupannya akan memberikan pengasuhan yang

10
baik dan menyenangkan pada anak. Stimulasi merupakan salah satu factor yang
sangat penting dalam merangsang pertumbuuhan dan perkembangan anak.
Apabila stimulasi dilakukan dengan baik maka anak akan memiliki perkembangan
yang lebih baik dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulasi
(Rusyantia 2006). Pendidikan yang dimiliki oleh ibu juga menentukan baik
buruknya lingkungan penngasuhan yang diberikan kepada anak, dimana ibu
dengan pendidikan yang tinggi cenderung memberikan pengasuhan yang lebih
baik dibandingkan ibu dengan pendidikan yang rendah karena orangtua dengan
pendidikan tinggi akan lebih dapat menerima dengan mudah pengetahuan dan
akses pengetahuan salah satunya pengetahuan mengenai pengasuhan anak (Myers
1992).
Salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas lingkungan
asuh adalah home inventory. Menurut Caldwell dan Bradley (1984), instrumen
HOME didasarkan pada 12 premis teoritis dan empiris mengenai pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan anak, diantaranya :
1. Perkembangan anak dapat ditingkatkan oleh iklim emosional yang positif
2. Perkembangan anak dapat ditingkatkan melalui kontak dengan sejumlah
orang dewasa disekitar anak
3. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan penyediaan masukan
sensoris yang beragam dan terpola
4. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan penyediaan kebutuhan
anak secara optimal
5. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan hadirnya orang yang selalu
tanggap secara fsik, kata dan rasa terhadap perilaku anak
6. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan pengorganisasian
lingkungan fisik dan temporal yang baik
7. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan tersedianya lingkungan
yang memiliki larangan sosial yang minimal mengenai perilaku motorik
dan eksploratik
8. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan penyediaan kesempatan
untuk mendapatkan pengalaman kultural yang beragam
9. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan tersedianya alat permainan
yang memfasilitasi koordinasi proses sensori motorik
10. Perkembangan anak memerlukan kontak dengan orang dewasa yang
memberi nilai terhadap pencapaian perilaku anak
11. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan kesempatan mendapakan
pengalaman kegiatan yang kumulatif
12. Perkembangan optimal memerlukan pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan
pemenuhan kebutuhan kesehatan dan keselamatan.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan
pengasuhan telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, tetapi dengan
karakteristik keluarga dan pekerjaan istri yang berbeda dengan penelitian ini.
Selain itu, sejauh yang penulis temukan bahwa penelitian mengenai keluarga
dengan suami istri bekerja masih jarang dilakukan terutama penelitian terkait jenis

11
pekerjaan yaitu sektor formal dan sektor informal. Namun, topik mengenai suami
istri bekerja saat ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan
keluarga yang harus dipenuhi, sehingga kontribusi istri yang bekerja di luar rumah
semakin meningkat.
Tabel 1 Penelitian terdahulu
Tahun
Penulis
Wanita Bekerja
2010
Christene WS,
Indah Mula

2011

Almasitoh

2009

Parveen

1995

Ahmad

2011

Alam et.al.

Judul

Hasil

Pengaruh konflik
pekerjaan dan konflik
keluarga terhadap
kinerja dengan konflik
pekerjaan sebagai
intervening (studi
pada dual career
couple di
Jabodetabek)
Stres kerja ditinjau
dari konflik peran
ganda dan dukungan
sosial pada perawat
Investigating
Occupational Stress
among married and
unmarried working
women in Hyderabad
city
Role Conflict and
Coping Behaviour of
Married Working
Women

Memiliki pasangan yang juga
bekerja memiliki keuntungan
tersendiri, baik dalam hal
peningkatan pendapatan
rumah tangga dan taraf hidup,
meningkatnya
kemandirian pasangan, serta
meningkatnya kepuasan
dalam pernikahan.
Peran ganda mengakibatkan
terjadinya kesulitan bagi
seseorang dan pemicu stres
kerja
Wanita bekerja yang menikah
memiliki tingkat stres kerja
yang lebih tinggi dibandingkan
wanita bekerja yang belum
menikah

Work family conflict
of women managers in
dhaka

Kualitas Perkawinan
2011
Puspitawati dan Fungsi pengasuhan
Setioningsih
dan interaksi dalm
keluarga terhadap
kualitas perkawinan
dan kondisi anak pada
keluarga tenaga kerja
wanita (TKW)
2005
Sunarti et al.
Pengaruh tekanan
ekonomi keluarga,
dukungan social,
kualitas perkawinan,
pengasuhan, dan

Perempuan menikah
mengalami konflik kerjakeluarga dengan berbagai
intensitas dalam mencoba
untuk memenuhi harapan peran
pekerjaan dan keluarga
Jam kerja yang panjang
mempengaruhi keseimbangan
kerja-keluarga secara langsung
dan anak merupakan korban
dari ketidakseimbangan
tersebut.
Semakin lemah komunikasi dan
emotional bonding suami istri
maka semakin menurun
kualitas perkawinan yang
dirasakan pasangan.

Kualitas perkawinan , tekanan
ekonomi, dan dukungan social
mempengaruhi kualitas
pengasuhan anak. Kualitas
perkawinan juga

12
Tahun

Penulis

2007

Ritonga CH

2008

Ismail

Kualitas Lingkungan
Pengasuhan Anak
2008
Sunarti

2009

Latifah et al.

2011

Hastuti et al.

Judul
kecerdasan emosi
anak terhadap prestasi
belajar anak
Kajian Ketahanan
Keluarga Petani :
Hubungan
Kesejahteraan
Keluarga dengan
kualitas Perkawinan
Kajian dimentions of
marital quality :
memahami konsep,
metode peneltian, dan
beberapa kajian
kepuastakaan dalam
sosiologi keluarga

Hasil
mempengaruhi prestasi belajar
anak.

Peningkatan
Ketahanan Keluarga
dan Kualitas
Pengasuhan untuk
Meningkatkan Status
Gizi Anak Usia Dini
Kualitas tumbuh
kembanga,
pengasuhan orangtua,
dam factor risiko
komunitas pada anak
usia prasekolah
wilayah pedesaan di
bogor

Lingkungan pengasuhan
contoh sangat bervariasi,
namun lingkungan pengasuhan
pada kelompok anak 0-3 tahun
lebih rendah dibandingkan
untuk anak 3-6 tahun
Tingkat stress dan kecemasan
ibu memberikan pengasuh
negatif terhadap kualitas
pengasuhan. Ada beberapa
factor yang diidentfikasi akan
menjadi faktor resiko dari
masyarakat terhadap
perkembangan anak seperti
komunikasi, tingkat pendidikan
yg rendah, pendapatan rendah,
dan pengetahuan yang rendah
Kualitas pengasuhan adalah
faktor terdekat dengan
perkembangan sosial emosi
anak. Kualitas pengasuhan
berhubungan dengan tingkat
pendidikan ibu, usia anak,
pengeluaran keluarga, alokasi
pengeluaran pangan dan non
pangan, dan alokasi untuk
pendidikan.

Kualitas lingkungan
pengasuhan dan
perkembangan social
emosi anak usia balita
di daerah rawan
pangan

Semakin tinggi tingkat
pendidikan istri, maka semakin
tinggi kepuasan, kebahagiaan,
dan kualitas perkawinan yang
dirasakan istri.
Pertanyaan-pertanyaan tentang
kebahagiaan dalam perkawinan
(marital happinessi) selalunya
berhubungan dengan kepuasan
dalam perkawinan (marital
satisfaction)

13

KERANGKA PIKIR
Salah satu teori yang melandasi ilmu keluarga adalah teori strukturalfungsional. Teori tersebut mengakui segala keragaman dalam kehidupan sosial
yang kemudian diakomodasi dalam fungsi seseorang dalam sebuah sistem.
Pembagian fungsi terjadi pada struktur keluarga. Pada keluarga tradisional, suami
berperan di sektor publik yang berfungsi sebagai pencari nafkah sedangkan istri
berperan di sektor domestik yang berfungsi sebagai pengelola rumah tangga dan
pengasuh anak. Namun, semakin meningkatnya pendidikan wanita dan semakin
terbukanya lapangan kerja untuk wanita, terjadi pergeseran tipe keluarga menjadi
keluarga modern, dimana istri ikut berperan di sektor publik sehingga istri
memiliki peran ganda.
Wanita yang bekerja di sektor publik dapat bekerja pada jenis pekerjaan
formal atau informal. Peran ganda yang dimiliki oleh wanita menyebabkan wanita
mendapatkan tuntutan baik dari sektor domestik dan sektor publik. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya kesulitan pada wanita terlebih ketika wanita
memiliki jam kerja yang panjang, lama perjalanan yang cukup lama, dan
pengalaman bekerja yang sedikit. Apabila pekerja adalah seorang istri dan seorang
ibu maka kesulitan dalam pembagian peran dan waktu dapat terjadi, dimana
pendidikan, pendapatan, dan usia istri dapat menjadi faktor yang berpengaruh
dalam pembentukan kualitas perkawinan dan pengasuhan anak. Apabila
pembagian peran dan waktu tidak dikelola dengan baik, maka akan berakibat tidak
tercapainya pemenuhan peran dan fungsi istri pada keluarga sehingga dapat
menurunkan kualitas perkawinan yang dirasakan dan ce