Hidrolisis Rumput Laut Ulva Lactuca Menggunakan Kapang Laut En

HIDROLISIS RUMPUT LAUT Ulva lactuca MENGGUNAKAN
KAPANG LAUT EN

RYANA TAMMI PUTRI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hidrolisis Rumput Laut
Ulva lactuca Menggunakan Kapang Laut EN adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Maret 2016
Ryana Tammi Putri
NIM C34110001

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
RYANA TAMMI PUTRI. Hidrolisis Rumput Laut Ulva lactuca Menggunakan
Kapang Laut EN. Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO.
Ulva lactuca merupakan golongan rumput laut hijau yang tersebar di berbagai
perairan dangkal di Indonesia, terutama di daerah pantai Sulawesi, Lombok, Banda,
Solor, Sumba, Jawa Barat, dan juga Lampung Selatan yang pada umumnya
dimanfaatkan sebagai bahan atau produk pangan dan juga sebagai biofilter. Ulva
lactuca memiliki protein yang tinggi (10-25% dari bobot kering). Proses hidrolisis
pada protein yang terdapat di dalam Ulva lactuca dilakukan untuk meningkatkan
availabilitas asam amino sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh dengan lebih
efektif. Kapang EN digunakan sebagai agen penghidrolisis pada penelitian ini.
Proses hidrolisis dilakukan selama 2 hari dengan pengadukan menggunakan

magnetik stirer pada suhu ruang. Parameter yang diamati selama proses hidrolisis
berlangsung adalah kadar asam amino, nilai pH, dan kandungan polisakarida. Kadar
asam amino ditentukan menggunakan uji Ninhidrin dan diukur menggunakan
spektrofotometer pada gelombang 570 nm. Kadar asam amino tertinggi dihasilkan
pada jam ke-12 yaitu dengan nilai absorbansi sebesar ±0,8840. Nilai pH diukur
menggunakan kertas indikator pH dan memiliki nilai antara 5-6. Kadar polisakarida
diuji menggunakan presipitasi dengan isopropil alkohol kemudian dihasilkan kadar
tertinggi pada jam ke-12 yaitu sebesar ±27,5 mg/mL. Kandungan asam asmino yang
terdapat di dalam hasil hidrolisis dianalisis dengan UPLC. Asam amino yang
memiliki nilai tinggi pada hidrolisat Ulva lactuca adalah serin, asam glutamat, dan
glisin yaitu sebesar 366,66 mg/kg, 289,91 mg/kg, dan 261,37 mg/kg. Hidrolisis
Ulva lactuca berdasarkan hasil analisis fitokimia memiliki kandungan triterpenoid
dan saponin.
Kata kunci: asam amino, hidrolisis, kapang EN, ulvan

ABSTRACT
RYANA TAMMI PUTRI. The Hydrolysis of Green Alga Ulva lactuca Using EN
Marine Fungi. Supervised by LINAWATI HARDJITO.
Ulva lactuca is classified as green alga which spreads out in sea water area in
Indonesian especially Sulawesi, Lombok, Banda, Solor, Sumba, Jawa Barat,

Lampung Selatan. They are commonly used as food ingredient or as biofilter. Ulva
lactuca contains protein compound between 10-25% dry weight. Protein hydrolysis
process was done to increase amino acid availability. EN fungi has been used to
hydrolyze in this study. It was done for 2 days by magnetic stirrer at ambient
temperature. Observed parameters during hydrolysis process were amino acid
content, pH level, and polysaccharide content. The highest amino acid content was
achieved at 12 hours of hydrolysis time with absorbance value at ±0.8840. The pH
during hydrolysis was between 5-6. Polysaccharide content was analyzed by
precipitation with isopropyl alcohol. The highest polysaccharide content was
achieved at 12 hours of hydrolysis time with content value at ±27.5 mg/mL. Amino

acid profile is analysis by UPLC. The amino acid profile indicating that serine,
glutamic acid, and glycine had high value at 366.66 mg/kg, 289.91 mg/kg, and
261.37 mg/kg, respectively. Triterpenoid and saponin compound has been detected.
Keywords: amino acid, EN fungi, hydrolysis, ulvan

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB

HIDROLISIS RUMPUT LAUT Ulva lactuca MENGGUNAKAN
KAPANG LAUT EN

RYANA TAMMI PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi

: Hidrolisis Rumput Laut Ulva lactuca Menggunakan Kapang
Laut EN
: Ryana Tammi Putri
: C34110001
: Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hidrolisis Rumput Laut Ulva lactuca Menggunakan Kapang Laut EN” tepat pada
waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini:
1 Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MS selaku dosen pembimbing, atas segala
bimbingan, motivasi, dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis
selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
2 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi, selaku dosen penguji dan Ketua Departemen
Teknologi hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

3 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS, selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
4 Dr Desniar, SPi, MSi, selaku perwakilan Komisi Pendidikan Gugus Kendali
Mutu Departemen Teknologi Hasil Perairan.
5 Lina Yustikaningsih, Sara Christine Widowati, Krisye M Saogo, dan Christina
Sonya Aleyda, dan segenap mahasiswa THP angkatan 48.
6 Semua pihak yg telah membantu proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran agar dapat
digunakan sebagai bahan perbaikan.

Bogor, Maret 2016

Ryana Tammi Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
PENDAHULUAN

Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan .......................................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................
Bahan Penelitian .......................................................................................
Peralatan Penelitian ...................................................................................
Prosedur Penelitian ...................................................................................
Prosedur Analisis ......................................................................................
Analisis Data .............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hidrolisat Ulva lactuca .............................................................................
Nilai pH .....................................................................................................
Kadar Polisakarida ....................................................................................
Kandungan Asam Amino ..........................................................................
Kandungan Fitokimia................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................

xvi
xvi
xvi
1
2
2
2
2
2
3
3
4
7
8
9
10
12
15

16
17
17
26

DAFTAR TABEL
1

2
3

Perbandingan kandungan asam amino pada hidrolisat Ulva lactuca
dengan hidrolisat Ulva lactuca yang berasal dari Kumar dan
Khaladaran (2007) ..................................................................................... 12
Efek terapeutik dari beberapa asam amino esensial dan nonesensial........ 14
Kandungan fitokimia pada hidrolisat Ulva lactuca ................................... 15

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6

Diagram alir pembuatan inokulum ............................................................ 4
Diagram alir hidrolisis Ulva lactuca ......................................................... 5
Nilai OD570nm hasil hidrolisis Ulva lactuca selama 48 jam ....................... 8
Nilai pH selama proses hidrolisis .............................................................. 9
Rendemen Polisakarda .............................................................................. 10
Asam Ulvanobioronic ............................................................................... 11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Nilai OD570nm hasil hidrolisis Ulva lactuca selama 48 jam .......................
Nilai pH selama proses hidrolisis ..............................................................
Rendemen Polisakarda ..............................................................................
Kromatogram asam amino bebas hidrolisat Ulva lactuca .........................

23
23
23
24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara, sumber pendapatan
bagi masyarakat pesisir, serta merupakan komoditas laut yang sangat populer dalam
perdagangan dunia. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatannya yang demikian luas
dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai sumber pangan, obat-obatan, kosmetik,
dan bahan baku industri (Kordi dan Gufran 2010). Rumput laut yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Ulva lactuca. Rumput laut ini merupakan tanaman
makroalga dari divisi Chlorophyta. Rumput laut ini memiliki bentuk hampir
menyerupai tumbuhan tingkat tinggi, warnanya hijau, karena memiliki pigmen
klorofil dan dapat berfotosintesis, helaian dan tepinya memiliki bentuk
bergelombang. Ulva lactuca memiliki habitat di daerah pantai, air laut, dan karang
(SIA 2014).
Ulva sp. oleh para ahli dianggap sebagai sumber makanan yang sehat bagi
manusia karena mengandung serat yang dapat membantu memperlancar
pencernaan. Ulva sp. yang telah dikeringkan mengandung nutrisi yaitu 18,7% air,
14,9% protein, 0,04% lemak, 50,6% karbohidrat, dan 0,2% serat. Vitamin dan
mineral yang terdapat dalamnya antara lain vitamin A, vitamin B1, vitamin C, serta
iodin (sebesar 31 mg/kg). Ulva sp. tersebar di berbagai wilayah perairan dangkal di
seluruh Indonesia, terutama di daerah pantai Sulawesi, Lombok, Banda, Solor,
Sumba, Jawa Barat, Lampung Selatan (Anggadiredja et al. 2008).
Ulva sp. pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan atau produk pangan dan
juga sebagai biofilter (Silva et al. 2013). Pemanfaatan Ulva lactuca di Indonesia
adalah sebagai salad, sayur, antipiretik, obat bisul, obat penyakit kantong kemih
dan obat mimisan (Anggadiredja et al. 2008). Ulva lactuca memiliki protein yang
tinggi (10-25% dari bobot kering) (Silva et al. 2013) sehingga cocok digunakan
sebagai bahan baku hidrolisat protein.
Hidrolisat protein merupakan protein yang mengalami degradasi hidrolitik
dengan asam, basa, atau enzim proteolitik yang hasilnya berupa asam amino dan
peptida. Hidrolisat protein memiliki beberapa kegunaan pada industri pangan
maupun farmasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hidrolisat protein ikan
digunakan sebagai bahan makanan tambahan dalam sup, kuah daging, penyedap
sosis, biskuit, dan crackers. Selain itu hidrolisat protein juga dapat disertakan untuk
diet pada penderita gangguan pencernaan (Imandira 2012).
Metode hidrolisis telah banyak digunakan dalam pengolahan rumput laut.
Pengolahan rumput laut Ulva lactuca menggunakan metode hidrolisis juga telah
dilakukan, akan tetapi metode tersebut baru diaplikasikan dalam pembuatan
bioetanol melalui hidrolisis polisakarida enzimatis (Trivedi et al. 2013) dan
fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae (Poespowati et al. 2014).
Pengolahan Ulva lactuca menggunakan metode hidrolisis dapat meningkatkan
ketersediaan dari asam amino dan peptida yang ada di dalam Ulva lactuca dan dapat
meningkatkan nilai tambah dari Ulva lactuca.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hidrolisat rumput laut Ulva
lactuca menggunakan kapang laut EN, menentukan kadar asam amino total,
perubahan pH, rendemen polisakarida, profil asam amino dan kelompok senyawa
kimia yang terdapat pada hidrolisat.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai metode
hidrolisis, waktu optimum hidrolisis asam amino, dan komponen bioaktif yang
terdapat pada Ulva lactuca.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah hidrolisis rumput laut Ulva lactuca
menggunakan kapang EN. Pengamatan perubahan yang terjadi pada parameter pH,
asam amino, dan polisakarida. Pengamatan waktu yang paling optimum untuk
hidrolisis asam amino. Analisis jenis asam amino yang terdapat di dalam hidrolisat
menggunakan UPLC. Analisis Fitokimia pada hidrolisat (Alkaloid, Saponin,
Flavonoid, Tanin, Fenol, Terpenoid, dan Steroid).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September 2014 hingga
November 2015. Hidrolisis Ulva lactuca, pengukuran nilai pH, analisis
polisakarida dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis fitokimia
dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Analisis profil
asam amino dilakukan di Laboratorium Saraswati, PT Saraswati Indo Genetech.

Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut hijau
kering Ulva lactuca yang berasal dari Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Bahan
yang digunakan dalam hidrolisis Ulva lactuca adalah akuades, kapang EN dari
koleksi Kustiariyah Tarman (Andhikawati et al. 2014). Bahan yang digunakan
untuk pengukuran pH adalah kertas indikator pH. Bahan yang digunakan untuk
analisis polisakarida adalah isopropil alkohol. Bahan yang digunakan dalam
analisis fitokimia yaitu, kertas saring, kloroform, NH4OH 2M, H2SO4, reagen

3

Mayer, Wagner, Dragendroff, magnesium, alkohol klorhidrat, amil alkohol, FeCl3,
etanol, eter, anhidrida asam asetat, dan H2SO4 pekat.

Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan untuk hidrolisis Ulva lactuca antara lain, neraca
analitik (Sartorius TE 214S; German), Erlenmeyer, magnetic stirrer (Jenwey 1200;
German), sentrifuse (Sorvall; US), tabung reaksi, mikro pipet, vortex dan
spektrofotometer (UV-VIS Jenwey 2030; German). Alat yang digunakan dalam
analisis fitokimia antara lain tabung reaksi, batang pengaduk, timbangan, lempeng
tetes, pipet tetes, pinggan porselen, dan beaker glass.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pembuatan inokulum dan
pembuatan hidrolisat Ulva lactuca kemudian dilakukan uji pada hidrolisat hasil
sentrifugasi yaitu dengan pengukuran OD570nm, pengukuran pH, analisis
polisakarida, analisis profil asam amino, dan kandungan fitokimia.
Pembuatan Inokulum (Modifikasi Obata et al. 2015)
Isolat yang digunakan untuk pembuatan inokulum adalah isolat koleksi dari
Kustiariyah Tarman (Andhikawati et al. 2014) dengan kode (EN) yang disimpan
dalam media cair (akuades) dengan substrat rumput laut Sargassum sp.
Aklimatisasi dilakukan pada kapang EN dengan substrat baru berupa rumput laut
Ulva lactuca. Aklimatisasi dilakukan dengan cara Ulva lactuca sebanyak 5 g
dilarutkan ke dalam akuades sebanyak 100 mL di dalam Erlenmeyer yang
berukuran 250 mL. Kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoclave,
setelah itu sampel didinginkan di suhu ruang. Isolat kapang yang telah disiapkan
kemudian diinokulasi ke dalam sampel sebanyak 10 mL. Proses aklimatisasi
dilakukan dengan bantuan magnetic stirer yang berlangsung selama 7 hari pada
suhu ruang. Penyegaran inokulum dilakukan dengan cara Ulva lactuca sebanyak 5
g dilarutkan ke dalam akuades sebanyak 100 mL di dalam Erlenmeyer yang
berukuran 250 mL. Kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoclave,
setelah itu sampel didinginkan di suhu ruang. Kapang yang telah disiapkan
kemudian diinokulasi ke dalam sampel sebanyak 10 mL. Proses hidrolisis
dilakukan dengan bantuan magnetic stirer yang berlangsung selama 12 jam pada
suhu ruang. Diagram alir pembuatan inokulum ditampilkan pada Gambar 1.
Hidrolisis Ulva (Modifikasi Obata et al. 2015)
Hidrolisis Ulva lactuca dilakukan menggunakan kapang EN. Ulva lactuca
sebanyak 5 g dilarutkan ke dalam akuades sebanyak 100 mL di dalam Erlenmeyer
yang berukuran 250 mL. Kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoclave,
setelah itu sampel didinginkan di suhu ruang. Kapang yang telah disiapkan
kemudian diinokulasi ke dalam sampel sebanyak 10 mL. Proses hidrolisis
dilakukan dengan bantuan magnetic stirer yang berlangsung selama 2 hari pada
suhu ruang. Pengambilan contoh pada hasil hidrolisis rumput laut dilakukan setiap

4

4 jam. Sampel kemudian disentrifugasi (1200 rpm; 10 menit) sehingga fase cair dan
ampas terpisah. Fase cair/flitrat yang didapatkan kemudian digunakan untuk uji
lebih lanjut. Diagram alir hidrolisis Ulva lactuca ditampilkan pada Gambar 2.
5 g bubuk Ulva lactuca

Penambahan akuades 100 mL

Sterilisasi

5 g bubuk Ulva lactuca

Penambahan 10 mL inokulum kapang EN

Penambahan akuades 100 mL

Hidrolisis menggunakan magnetic stirrer
selama 7 hari, dalam suhu ruang

Sterilisasi

Sediaan inokulum

Penambahan 10 mL sediaan inokulum
Hidrolisis menggunakan magnetic stirrer
selama 12 jam, dalam suhu ruang

Inokulum
Gambar 1 Diagram alir pembuatan inokulum (Obata et al. 2015)

Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan kadar asam
amino, pengukuran pH, penentuan kadar polisakarida, analisis kandungan asam
amino, dan analisis fitokimia.
Penentuan Kadar Asam Amino Total Menggunakan Uji Ninhidrin
(Bintang 2010)
Analisis kadar asam amino dilakukan menggunakan pereaksi ninhidrin dan
diukur menggunakan spektrofotometer. Filtrat sebanyak 2 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi kemudian dilanjutkan dengan meneteskan 0,5 ml larutan
ninhidrin 0,1% dan dipanaskan menggunakan penangas air pada suhu 80-90 °C
selama 20 menit. Warna biru violet yang terbentuk menunjukan hasil positif adanya
asam amino bebas. Peningkatan kadar asam amino bebas sejalan dengan
peningkatan intensitas warna biru violet. Pengukuran tingkat kepekatan warna biru
violet pada sampel dilakukan menggunakan spektrofotometer pada gelombang

5

570 nm. Analisis asam amino total dilakukan dalam rentang waktu 4 jam dengan 2
kali ulangan.
5 g bubuk Ulva lactuca

Penambahan akuades 100 mL

Sterilisasi

Penambahan 10 mL inokulum
Hidrolisis menggunakan magnetic stirrer
selama 48 jam, dalam suhu ruang

Pengambilan sampel
dalam selang waktu
4 jam

Sentrifugasi dengan kecepatan
12000 rpm; 10 menit

Pelet

Hidrolisat
Penentuan kadar
asam amino bebas
Pengukuran pH
Penentuan kadar
polisakarida
Analisis kandungan asam
amino menggunakan
UPLC
Analisis Fitokimia
(Alkaloid, Saponin, Flavonoid,
Tanin, Fenol, Terpenoid, dan
Steroid)

Gambar 2 Diagram alir hidrolisis Ulva lactuca

6

Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui perubahan pH pada saat proses
hidrolisis terjadi. Besarnya nilai pH diukur menggunakan kertas indikator pH.
Pengukuran pH dilakukan dalam rentang waktu 12 jam dengan 2 kali ulangan.
Penentuan Kadar Polisakarida (Modifikasi Mathur 2012)
Analisis polisakarida dilakukan untuk mengetahui jumlah polisakarida yang
terdapat dalam sampel. Sampel sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL
isopropil alkohol (IPA). Polisakarida kemudian akan membentuk endapan
berwarna putih dan diendapan selama 15 menit, kemudian sampel disaring dan
residu sampel dikeringkan menggunakan oven selama 4 jam pada suhu 50 °C.
Sampel yang telah kering dimasukkan ke dalam desikartor selama 15 menit
kemudian ditimbang. Analisis polisakarida dilakukan dalam rentang waktu 12 jam
dengan 2 kali ulangan.
Analisis Kandungan Asam Amino Bebas (Modifikasi Nollet 1996)
Kandungan asam amino bebas ditentukan menggunakan UPLC (Ultra
Performance Liquid Chromatography). Pembuatan larutan sampel dilakukan
dengan cara sampel yang telah dihidrolisis menggunakan kapang EN disaring
menggunakan filter 0,45 µm. Filtrat sebanyak 500 µL ditambah dengan (αaminobutyric acid) AABA sebanyak 40 µL dan akuabides sebanyak 460 µL,
kemudian dihomogenkan. Larutan sebanyak 10 µL dipipet kemudian ditambakan
dengan 70 µL larutan bufer (0,2 M bufer borate) kemudian di-vortex. Reagen
AccQ-Fluor Borate sebanyak 20 µL ditambah ke dalam larutan tersebut kemudian
di-vortex dan didiamkan selama 1 menit. Larutan sampel kemudian diinkubasi
selama 10 menit pada suhu 55 °C, kemudian disuntikkan ke dalam UPLC.
Pembuatan larutan standar dilakukan dengan cara pemipetan standar asam amino
sebanyak 40 µL dan ditambahkan dengan 40 µL internal standar AABA dan 920
µL akuabides, kemudian dihomogenkan. Larutan standar sebanyak 10 µL
ditambahkan dengan 70 µL larutan bufer (0,2 M bufer borate) kemudian di-vortex.
Reagen AccQ-Fluor Borate sebanyak 20 µL ditambah ke dalam larutan tersebut
kemudian divortex dan didiamkan selama 1 menit. Larutan sampel kemudian
diinkubasi selama 10 menit pada suhu 55 °C, kemudian disuntikkan ke dalam
UPLC.
Kondisi kromatografi:
Temperatur
= 49 °C
Kolom
= AccQ-tag Ultra C18 1,7 µm (2,1 x 100 mm)
Fase gerak
= Acetonitril 60%
Laju alir
= 0,7 mL per menit
Detektor
= PDA, panjang gelombang 260 nm
Volume penyuntikan = 1 µL
Kandungan asam amino kemudian dihitung dengan rumus:
Asam amino (mg/kg) =
Rasio analit sampel x (C standar/1000000000) x BM x Fp x 1000
Rasio analit standar x bobot sampel (g)

7

Keterangan :
Rasio = Luas area analit/ luas area AABA
C
= Konsentrasi
BM = Berat molekul masing-masing asam amino
Fp = volume 1 (µL)/ pemipetan (µL) x volume 2 (µL)
Analisis Fitokimia (Harborne 1997)
Uji alkaloid
Uji alkaloid dilakukan dengan cara, sebanyak 2 mL filtrat ditambahkan 3
tetes H2SO4 2N lalu dikocok kemudian diuji menggunakan reagen Mayer, Wagner,
dan Dragendroff. Hasil positif dari uji alkaoid dengan ketiga reagen ialah
terbentuknya endapan berturut-turut berwarna coklat, putih, dan merah-jingga.
Uji saponin
Uji saponin dilakukan dengan cara, sebanyak 10 mL filtrat dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan dikocok kuat selama 10 detik, setelah itu larutan didiamkan
selama 10 menit. Hasil positif uji saponin adalah dengan terbentuknya buih yang
stabil pada larutan.
Uji flavonoid
Uji flavonoid dilakukan dengan cara, sebanyak 10 mL filtrat ditambahkan
0,5 g magnesium, 2 mL alkohol klorhidrat (HCl 37% dan etanol 95% dengan
volume yang sama), dan 20 mL amil alkohol kemudian dikocok kuat. Hasil positif
uji flavonoid ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi merah, kuning, atau
jingga pada lapisan amil alkohol.
Uji tanin dan fenol
Uji tanin dan fenol dilakukan dengan cara, sebanyak 2 mL filtrat
ditambahkan 1 tetes larutan FeCl3 1%. Hasil positif tanin menunjukkan perubahan
warna menjadi hitam kehijauan, sedangkan hasil positif fenol ditunjukkan dengan
timbulnya warna ungu, biru, atau hijau.
Uji terpenoid dan steroid
Uji terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara, sebanyak 2 mL filtrat
ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (Uji LiebermanBuchard). Hasil positif uji terpenoid ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
menjadi merah sementara hasil positif uji steroid ditunjukkan dengan perubahan
warna menjadi hijau atau biru.

Analisis Data
Data-data kuantitatif dengan dua kali ulangan yang diperoleh dari hasil
pengujian diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 untuk mendapatkan nilai
rata-rata dan standar deviasi. Data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik secara
deskriptif.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang memerlukan H2O (air) dalam
membentuk suatu senyawa baru atau lebih. Contoh dari hidrolisis adalah hidrolisis
pati menjadi glukosa, sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, gliserida menjadi asam
lemak dan gliserol, protein menjadi asam amino (Boundless 2015). Hidrolisis yang
dilakukan pada penelitian ini mengutamakan pembentukan produk hidrolisat asam
amino dari hidrolisis protein yang terdapat pada Ulva lactuca.

Hidrolisat Ulva lactuca
Asam amino yang bereaksi dengan reagen ninhidrin akan menghasilkan
warna ungu, semakin pekat warna ungu yang timbul menunjukkan semakin banyak
asam amino yang bereaksi dengan reagen ninhidrin dan akan menghasilkan nilai
absorbansi yang tinggi. Nilai absorbansinya dapat diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm (Bintang 2010). Nilai
absorbansi hasil hidrolisis protein Ulva lactuca ditampilkan pada Gambar 3.
1,000

Absorbansi (OD 570nm)

0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0

4

8

12

16

20

24 28
Jam ke-

32

36

40

44

48

Gambar 3 Nilai OD570nm hasil hidrolisis Ulva lactuca selama 48 jam
Asam amino dihasilkan paling tinggi pada jam ke-12 yaitu dengan nilai
OD570nm sebesar ±0,8840 kemudian menurun dan cenderung statis pada jam ke-16
sampai jam ke-48 (Lampiran 1). Penurunan jumlah asam amino diperkirakan terjadi
karena asam amino digunakan oleh kapang EN sebagai sumber nutrisi untuk
kelangsungan hidup dari kapang tersebut. Rumput laut Ulva lactuca dalam
penelitian ini berfungsi sebagai substrat bagi kapang untuk mendapatkan nutrisi.
Protein yang dimiliki oleh Ulva lactuca diurai menjadi asam amino menggunakan
enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh kapang EN, kemudian asam amino yang
dihasilkan digunakan oleh kapang EN sebagai sumber nutrisi.
Sebagian besar kapang memiliki sifat proteolitik yang dapat menghidrolisis
protein untuk membebaskan asam amino sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan

9

kapang sehingga sebagian besar kapang dapat memanfaatkan asam amino, amina,
dan amida sebagai sumber nitrogen (Kavanagh 2011). Read dan Abuzinadah (2015)
juga menyatakan bahwa asam amino dapat digunakan sebagai sumber nitrogen
dalam pertumbuhan kapang.
Penambahan sumber nitrogen lain perlu dilakukan agar asam amino yang
dihasilkan selama proses hidrolisis tidak dimanfaatkan oleh kapang sebagai sumber
nitrogen. Osorno dan Osorio (2014) menyatakan bahwa penambahan sumber
nitrogen pada kapang dapat dilakukan dengan penambahan NH4Cl, NH4NO3, atau
KNO3 pada media pertumbuhan kapang.
Metode lain juga dapat diaplikasikan sehingga asam amino yang ada di dalam
hidrolisat Ulva lactuca tidak dimanfaatkan oleh kapang sebagai nutrisi atau sumber
nitrogen. Metode yang berpotensi untuk diaplikasikan pada hidrolisis Ulva lactuca
ini adalah metode hidrolisis asam yang telah dilakukan oleh Yaich et al. (2011;
2015) dan hidrolisis enzimatis menggunakan enzim bromelin yang telah dilakukan
oleh Laohakunjit et al. (2014), akan tetapi metode tersebut masih perlu diteliti lebih
lanjut, karena diperlukan penyesuaian pada tingkat konsentrasi asam dan substrat
yang digunakan.

Nilai pH
Nilai pH pada saat proses hidrolisis berlangsung dapat dilihat pada Gambar
4. Nilai pH cenderung asam yaitu 6 dan menurun menjadi 5 pada jam ke-24
(Lampiran 2). Hidrolisat Ulva lactuca memiliki nilai pH yang cenderung asam
diperkirakan terjadi karena asam amino yang memiliki sifat asam lebih banyak
terbentuk dari pada asam amino yang memiliki sifat basa. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 1, kandungan asam amino yang bersifat asam yaitu asam aspartat (243,10
mg/kg) dan asam glutamat (289,91 mg/kg) lebih banyak terbentuk, dibandingkan
dengan asam amino yang bersifat yaitu basa lisin (176,47 mg/kg) dan arginin
(175,66 mg/kg).
7
6

Nilai pH

5
4
3
2
1
0
0

12

24
Jam ke-

36

Gambar 4 Nilai pH selama proses hidrolisis

48

10

Perubahan pH pada proses hidrolisis dapat terjadi seiring dengan perubahan
protein menjadi asam amino. Asam amino memiliki gugus aktif amina (-NH2) dan
karboksil (-COOH), sehingga memiliki sifat asam sekaligus basa (pH alaminya
ditentukan oleh gugus-R yang dimiliki). Asam amino yang memiliki sifat netral
adalah alanin, valin, serin, treonin. Asam amino yang bersifat asam adalah asam
aspartat dan asam glutamat. Asam amino yang bersifat basa adalah lisin dan arginin
(Sumardjo 2009). Ulva lactuca selain memiliki protein yang tinggi juga kaya akan
polisakarida ulvan yang merupakan polisakarida bercabang dan bersifat asam
dengan struktur utama terdiri dari gula L-ramnosa dan asam glukuronat (Kim
2013). Sifat asam dari polisakarida ini yang juga menyebabkan hidrolisat memiliki
pH asam.

Kadar Polisakarida
Rendemen polisakarida pada saat proses hidrolisis berlangsung ditampilkan
pada Gambar 5. Rendemen polisakarida yang dihasilkan selama proses hidrolisis
memiliki nilai yang paling tinggi pada jam ke-12 dengan persentase sebesar ±54,9%
(Lampiran 3). Besarnya rendemen polisakarida yang dihasilkan dapat dikaitkan
dengan besarnya asam amino yang dihasilkan. Asam amino dengan nilai yang
paling tinggi juga dihasilkan pada jam ke-12 (Gambar 3). Asam amino dapat
dihasilkan dari hidrolisis protein yang terdapat pada Ulva lactuca, akan tetapi
protein didalam sel rumput laut dilapisi oleh dinding sel sehingga perlu dilakukan
pemecahan dinding sel terlebih dahulu.
Rendemen Polisakarida (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
0

12

24
Jam ke-

36

48

Gambar 5 Rendemen polisakarida
Protein terdapat di dalam sel rumput laut dan dilapisi oleh dinding sel yang
penyusun utamanya adalah polisakarida, pada umumnya berupa selulosa
(Winarno 1990). Proses pemecahan dinding sel pada rumput laut ditandai dengan
adanya polisakarida yang larut di dalam air. Dinding sel pada rumput laut akan
mudah dipecah dengan enzim selulase sehingga protein yang terdapat di dalam sel
dapat dihidrolisis oleh kapang. Kapang EN cocok untuk digunakan dalam
pemecahan dinding sel karena memiliki enzim selulase. Andhikawati et al. (2014)

11

menyatakan bahwa kapang EN memiliki indeks selulotik yang tertinggi dengan
nilai 1,36 dibandingkan dengan isolat kapang yang diisolasi dari rumput laut, daun
mangrove, lamun, dan spons.
Polisakarida pada Ulva sp. umumnya dalam bentuk dinding sel yang
merepresentasikan 38-54% dari berat kering, termasuk di dalamnya adalah ulvan
larut air, selulosa tidak larut air, linear xyloglucan larut basa, dan glucuronan tidak
larut air. Ekstraksi ulvan dapat dilakukan menggunakan larutan air yang
mengandung kation divalen salah satu contohnya adalah ammonium oksalat, pada
suhu 80-90 °C. Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 8-29% bergantung
kepada prosedur ekstraksi dan purifikasi yang digunakan. Ulva sp. pada umumnya
memiliki komposisi berupa ramnosa (16,8-45%), xilosa (2,1-12%), glukosa (0,56,4%), asam uronat (6,5-19%), sulfat (16-23,2%), asam iduronat (1,1-9,1%),
arabinosa, dan 3-O-metil L-ramnosa. Struktur disakarida yang berulang yang
merupakan penyusun utama pada ulvan disebut asam ulvabioronic (Gambar 6).
Variasi dari komposisi gula pada ulvan dapat terjadi dikarenakan oleh metode
ekstraksi, taksonomi, dan/atau ecophysiological dari tempat asalnya (Lahaye dan
Robic 2007; Kim 2013).

[→ 4) – β – D – GlcрA – (1 → 4) – α – L – Rhaр(1→]

Gambar 6 Asam Ulvanobioronic (struktur disakarida yang berulang dan utama
pada ulvan) (Lahaye dan Robic 2007)
Kandungan kimia dan sifat fisikokimia yang unik dari ulvan menyebabkan
ulvan termasuk ke dalam kandidat polisakarida yang dapat menjadi komponen
fungsional dan polimer aktif secara biologis dalam pembuatan bahan pangan/pakan,
farmasi, bahan kimia untuk budidaya perairaan dan pertanian. Biomasa dari ulvan
dapat digunakan sebagai sumber prekursor gula yang langka untuk sintesis bahan
kimia. Kandungan di dalam ulvan yaitu ramnosa dapat digunakan untuk sintesis
aroma. Ramnosa juga dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi, karena L-ramnosa
merupakan komponen utama dari antigen dari banyak organisme, khususnya lectin
dari mamalia. Ulvan juga potensial sebagai sumber penghasil asam ioduronat yang
dibutuhkan dalam sintesis heparin dengan aktivitas antitrombotik (Lahaye dan
Robic 2007; Gvista 2012).
Oligosakarida dari ulvan juga memiliki aktivitas antitumor dan modulasi
imun, antiinfluenza strain-spesifik, dan antikoagulan. Ramnan, ramnosa, dan
oligomer dari desulfat ulvan dapat digunakan untuk penanganan luka pada
lambung. Ulvan juga memiliki aktivitas antioksidan dan dapat mengurangi
hepatoksisitas yang disebabkan oleh acetaminophen. Ulvan tidak degradasi oleh
enzim di dalam tubuh sehingga termasuk ke dalam dietary fiber dan dapat berperan
sebagai bulking agent di dalam usus yang membantu dalam pencegahan penyakit
dan kegagalan pergerakan makanan di dalam usus. Ulvan dapat pula memodulasi
lipida di dalam tubuh, yang berpotensi membatasi penyakit hyperlipidemia (Lahaye
dan Robic 2007; Kim 2013).

12

Kandungan Asam Amino
Hidrolisat Ulva lactuca yang berumur 12 jam dianalisis kandungan asam
aminonya menggunakan UPLC. Tabel 1 menampilkan kandungan asam amino
yang terdapat pada hidrolisat Ulva lactuca dan kromatogram hasil analisis asam
amino dapat dilihat pada Lampiran 4. Total asam amino yang dihasilkan dari proses
hidrolisis Ulva lactuca adalah sebesar 2605,23 mg/kg dengan serin, asam glutamat,
dan glisin memiliki nilai yang tinggi masing-masing sebesar 366,66 mg/kg, 289,91
mg/kg, dan 261,37 mg/kg, sedangkan tirosin memiliki nilai yang terendah yaitu
sebesar 69,24 mg/kg.
Ulva lactuca yang telah dihidrolisis oleh Kumar dan Khaladaran (2007)
menggunakan HCl 6N di tabung tertutup selama 24 jam pada suhu 110 °C memiliki
kandungan asam amino sebesar 113000 mg/kg dengan kandungan asam amino
esensial sebesar 45000 mg/kg. Asam amino pada spesies ini sebagian besar terdiri
dari asam asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, arginin, treonin, alanin, dan
leusin. Sistein, triptofan, dan metionin memiliki nilai yang rendah yaitu sebesar
1000 mg/kg, 1300 mg/kg, dan 1900 mg/kg. Asam aspartat, asam glutamat, dan
treonin memiliki nilai yang tinggi yaitu sebesar 1590 mg/kg, 1400 mg/kg, dan 9900
mg/kg. Asam amino total yang dihasilkan adalah sebesar 113000 mg/kg.
Tabel 1 Perbandingan kandungan asam amino pada hidrolisat Ulva lactuca dengan
hidrolisat Ulva lactuca yang berasal dari Kumar dan Khaladaran (2007)
Asam amino
Asam glutamat
Fenilalanin
Arginin
Valin
Isoleusin
Glisin
Prolin
Asam aspartat
Lisin
Leusin
Alanin
Histidin
Serin
Treonin
Tirosin
Total

Kandungan asam
amino (mg/kg)
289,91
95,62
175,66
110,92
78,29
261,37
129,83
243,10
176,47
155,36
204,06
78,39
366,06
170,95
69,24
2605,23

Kandungan asam
amino (mg/kg)*
14000
6000
8900
6600
3800
7100
4100
15900
4600
7200
8500
3100
9400
9900
3900
113000

Keterangan: * Kumar dan Khaladaran (2007)

Asam amino yang dihasilkan dari proses hidrolisis menggunakan kapang
EN memiliki nilai yang jauh lebih kecil, dibandingkan dengan total asam amino
yang dihasilkan menggunakan proses hidrolisis asam yang dilakukan oleh Kumar
dan Khaladaran (2007). Hal ini terjadi karena perbedaan metode yang digunakan
dalam hidrolisis Ulva lactuca. Boundless (2015) menyatakan bahwa proteolisis
merupakan hidrolisis rantai protein yang terjadi secara kimiawi maupun enzimatis.
Proteolisis yang terjadi secara sempurna menghasilkan asam-asam amino

13

sedangkan proteolisis sebagian menghasilkan peptida, sehingga total asam amino
bebas yang dihasilkan dari proteolisis suatu protein yang sama akan berbeda
bergantung kepada efektivitas proses proteolisis yang terjadi.
Protein tidak mengeluarkan flavour, oleh karena itu untuk mendapatkan
flavour protein dihidrolisis menjadi asam amino. Asam amino merupakan prekursor
senyawa-senyawa flavour yang mudah menguap. Asam amino dapat dikonversi
oleh berbagai enzim, seperti deaminase, transaminase (aminotransferase) menjadi
senyawa-senyawa seperti α-asam keto yang dikonversi menjadi senyawa aldehida
dan selanjutnya dikonversi menjadi alkohol atau asam karboksilat. Banyak senyawa
jenis ini menghasilkan aroma yang menyumbang flavor pada produk secara
keseluruhan (Antara 2011). Asam amino itu sendiri pada umumnya memiliki rasa
yang berbeda. Asam amino memiliki rasa manis, pahit, dan kompleks (gabungan
antara manis dan pahit). Asam amino yang memiliki rasa manis adalah L-alanin,
asam amino yang memiliki rasa pahit adalah L-triptofan, L-leusin, L-isoleusin, dan
asam amino yang memiliki rasa kompleks adalah L-metionin (Akitomi et al. 2013).
Asam amino yang memiliki rasa umami adalah asam glutamat dan asam aspartat
(Jinab dan Hajeb 2010). Asam glutamat memiliki rasa umami sehingga pada
umumnya digunakan sebagai penguat rasa pada produk pangan. Salah satu contoh
penguat rasa yang berasal dari produk perikanan adalah kecap ikan. Asam glutamat
bebas yang terdapat di dalam produk kecap ikan yang berasal dari Indonesia adalah
sebesar 7270 mg/kg (Jinab dan Hajeb 2010). Asam glutamat bebas yang terdapat
dalam hidrolisat Ulva lactuca masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan asam
glutamat bebas yang dihasilkan dari produk kecap ikan yang telah dilaporkan oleh
Jinab dan Hajeb (2010) yaitu sebesar 289,91 mg/kg.
Asam amino esensial yang terdapat di dalam hidrolisat ini memiliki potensi
untuk pakan ternak, salah satunya dalam pembuatan pakan ikan. Pakan yang
diberikan kepada ikan harus memenuhi persyaratan nutrisi seperti energi, protein
(asam amino), lemak, vitamin, dan mineral. Pakan yang memiliki kualitas yang
tinggi adalah pakan yang mengandung asam amino dalam perbandingan optimal,
sesuai dengan kebutuhan sintesis protein ikan. Ikan membutuhkan sepuluh asam
amino esensial yang sangat penting peranannnya bagi pertumbuhan. Asam amino
tersebut adalah arginin, histidin, leusin, isoleusin, triptofan, lisin, metionin,
fenilalanin, treonin, dan valin. Asam amino pada bahan pakan yang paling sulit
untuk dilengkapi dalam jumlah seimbang adalah lisin, metionin, sistein dan
triptofan. Konsep asam amino pembatas merupakan alasan terjadinya hal ini. Asam
amino yang tidak seimbang dalam pakan dapat menyebabkan gangguan dalam
pertumbuhan dan nafsu makan ikan (Afrianto dan Liviawaty 2009). Penambahan
tepung Ulva lactuca pada pakan ikan lele (Clarias gariepinus) sebanyak 10% lebih
baik dibandingkan dengan penambahan tepung Ulva lactuca sebanyak 20-30%.
Penambahan tepung Ulva lactuca dibawah 10% perlu diteliti lebih lanjut agar
didapatkan bobot penambahan yang optimum (Warith et al. 2015).
Ulva lactuca juga memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pangan
fungsional karena asam amino esensial memiliki fungsi yang baik bagi tubuh.
Kebutuhan akan asam amino tertentu akan meningkat pada saat tubuh dalam
keadaan stress atau menderita suatu penyakit, untuk mempercepat proses
penyembuhan atau menyeimbangkan fungsi metabolik. Penelitian telah
membuktikan bahwa rantai cabang asam amino leusin, isoleusin, dan valine dapat
membantu dalam penyembuhan bermacam-macam trauma pada pasien luka bakar.

14

Tubuh yang mengalami stres akan disusul dengan keadaan metabolisme yang
abnormal yang dapat menyebabkan peningkatan pemanfaatan asam lemak dan
glukosa. Katabolisme rantai cabang asam amino yang berada didalam jaringan
tubuh pada kondisi ini akan menggantikan kekurangan dari simpanan asam lemak
dan glukosa, khususnya di jaringan otot, dan akan membantu mempertahankan
proses metabolisme pada kondisi normal. Asam amino dalam bentuk suplemen
terbukti dapat digunakan untuk terapi pada penderita penyakit tertentu, akan tetapi
penggunaan suplemen asam amino sebaiknya tetap dilakukan dalam pengawasan
dokter (Goldberg 2012). Efek lainnya dari asam amino dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Efek terapeutik dari beberapa asam amino esensial dan nonesensial.
Asam Amino
Arginin
Asam asam aspartat dan
asparagin
Sistein dan sistin
Asam glutamat
Glutamin
Histidin
Leusin
Lisin
Metionin

Fenil alanin

Treonin
Tirosin

Triptofan

Sumber: Goldberg (2012)

Efek Terapeutik
Penanganan hipertensi
Penanganan pada adiksi terhadap obatobatan
Penanganan pada rasa lelah yang berlebihan
Penanganan pada keracunan acetaminophen
Mengurangi kemunduran mental dan
epilepsi
Penanganan pada penderita cystinuria
Penanganan pada penderita rheumatoid
athritis
Penanganan pada penderita duchenne
muscular dysthrophy
Penanganan dan agen pencegah dari
penyakit herpes simplex lesions
Mempercepat proses penyembuhan
penyakit inflamasi pada hati
Penanganan pada keracunan acetaminophen
Penanganan pada rasa sakit
Pencegah atau penanganan pada penderita
depresi
Penanganan penderita hiperaktif
Penanganan pada kelainan kurangannya
konsentrasi
Penanganan pada perubahan mood
Penanganan pada amyotropic lateral
sclerosis
Penanganan pada penderita penyakit
Parkinson
Penanganan pada kelainan kurangannya
konsentrasi
Penanganan pada penderita narcolepsy
Penanganan pada penderita hipertensi
Penanganan pada penderita depresi
Penanganan pada penderita susah tidur
Affective disorder
Penanganan pada rasa sakit

15

Kandungan Fitokimia
Tumbuhan memiliki kandungan fitokimia yang melimpah dan telah
dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat-obatan herbal. Fitokimia merupakan
metabolitme sekunder yang memiliki aktivitas biologis dan disintesis oleh
tumbuhan. Fitokimia dapat dibedakan dalam beberapa kelas utama berdasarkan
pada struktur kimia, asal tumbuhan, jalaur biosintesis, atau biological properties
yang dimiliki oleh tumbuhan. Pembagian fitokimia yang paling umum adalah
berdasarkan pada struktur kimia yang dimiliki yaitu alkaloid, saponin, terpenoid,
fenol, dan lainnya (Patra 2012).
Kandungan fitokimia yang dianalisis dari hasil hidrolisat Ulva lactuca
adalah alkaloid, flavonoid, fenol, steroid, triterpenoid, tanin, dan saponin. Hasil
analisis kandungan fitokimia ditampilkan pada Tabel 3. Hasil hidrolisis Ulva
lactuca berdasarkan hasil analisis fitokimia memiliki kandungan triterpenoid dan
saponin. Triterpenoid adalah senyawa yang memiliki kerangka karbon yang berasal
dari enam satuan isoprena yang secara biosintesis diturunkan dari senyawa
hidrokarbon C-30 asiklik (skualena), senyawa ini memiliki ciri umum tidak
berwarna, berbentuk kristal, bersifat optis aktif, dan memiliki titik leleh tinggi.
Senyawa tirtepenoid dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu: triterpen yang
sebenarnya, saponin, steroid, dan glikosida. Saponin adalah senyawa glikosida
triterpenoida atau glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan
memiliki sifat seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuan
suatu zat dalam membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Triterpenoid
dan saponin juga memiliki ciri lainnya yaitu rasa pahit (Harborne 1997). Ghareeb
et al. (2014) melakukan ekstraksi pada Ulva lactuca menggunakan metode
ekstraksi bertingkat dengan larutan metanol dan etanol. Uji fitokimia dilakukan
pada ekstrak tersebut. Ekstrak tersebut mengandung komponen alkaloid, flavonoid,
dan saponin masing-masing sebesar 79,58; 2,36; dan 0,03 mg/100 g dan konsentrasi
dari total fenol sebesar 14,22 mg/100g. Ekstrak tersebut juga memperlihatkan
aktivitas antioksidan yang tinggi dan aktivitas antikoagulan.
Tabel 3 Kandungan fitokimia pada hidrolisat Ulva lactuca
Fitokimia
Alkaloid
Flavonoid
Fenol
Steroid
Triterpenoid
Tanin
Saponin

Hasil
+
+

Pembanding*
+
+
+
(tidak dianalisis)
+
+

Keterangan: * Ghareeb et al. (2014)
(+/-) menunjukkan ada tidaknya senyawa fitokimia

Pelarut yang digunakan dalam hidrolisis Ulva lactuca adalah air yang
bersifat polar. Harbone (1997) menyatakan bahwa triterpenoid memiliki sifat
nonpolar dan saponin memiliki sifat polar. Saponin dapat terlarut didalam air
karena memiliki sifat polar, akan tetapi triterpenoid yang memiliki sifat nonpolar
dapat pula terlarut didalam air. Balafif et al. (2013) menyatakan bahwa hal ini

16

terjadi karena kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas atau momen dipol
dari pelarut, namun pertimbangan tentang kepolaran saja tidak cukup untuk
menerangkan kelarutan zat dalam air. Senyawa triterpenoid yang bersifat nonpolar
dapat larut dalam air yang bersifat polar, hal ini diduga disebabkan oleh gaya
antarmolekul yaitu gaya dipol-dipol induksian dan ikatan hidrogen. Molekul polar
yang memiliki dipol permanen akan menginduksi molekul nonpolar yang tidak
memiliki dipol, sehingga akan terjadi gaya elektrostatik di antara keduanya atau
yang disebut gaya dipol-dipol induksi, sehingga molekul nonpolar yaitu
triterpenoid dapat larut dalam air yang bersifat polar.
Triterpenoid banyak ditemukan di dalam tumbuhan yang dikonsumsi oleh
manusia (pangan atau tanaman obat). Triterpenoid saat ini sedang banyak diteliti
dalam penggunaannya sebagai makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk
kesehatan. Triterpenoid memiliki banyak fungsi biologis dan efektivitas dalam
farmakologi seperti antiinflamasi, anti-ulcer, antibakteri, antivirus, hepatoprotektif,
imunomodulator, hipolipidemik, antikoagulan, antiaterosklerosis (anti penyakit
arteriosclerotic vascular disease), dan antikarsinogenik. Triterpenoid memiliki
banyak fungsi sehingga berpotensi sebagai agen multi-target dalam perawatan
kanker tertentu dan penyakit inflamasi (radang). Triterpenoid memiliki aktivitas
pada berbagai tingkatan fase dalam proses pembentukan karsinogen, yaitu dalam
proses aktivasi NF-kB (Nuclear factor-kappaB) untuk penghentian daur sel,
induksi apoptosis, inhibisi proliferasi, invasi, metastatis dan angiogenesis, sehingga
berpotensi dimanfaatkan dalam hal chemoprevention dan pada saat perawatan
chemotherapy untuk penderita penyakit kanker (Szakiel et al. 2012).
Saponin tidak hanya dihasilkan oleh tumbuhan tetapi juga hewan (paling
banyak dihasilkan oleh teripang dan bintang laut). Saponin memiliki ciri-ciri dapat
membentuk busa karena memiliki sifat sebagai surfaktan. Saponin memiliki
aktivitas biologis seperti hemolitik, expectorative, antiinflamasi, dan aktivitas
immune-stimulating. Saponin juga memperlihatkan aktivitas antimikroba yang
secara spesifik dapat menghambat kapang, tetapi juga dapat menghambat bakteri
dan protozoa (Sahelian 2014).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hidrolisat Ulva lactuca didapatkan melalui proses hidrolisis menggunakan
kapang EN dengan OD570nm paling tinggi pada jam ke-12 yaitu sebesar ±0,884.
Nilai pH cenderung asam dengan nilai 5 pada jam ke-24 sampai jam ke-48.
Rendemen polisakarida paling tinggi pada jam ke-12 yaitu dengan nilai sebesar
±54,9% dari berat kering Ulva lactuca. Asam amino yang memiliki nilai tinggi pada
hidrolisat Ulva lactuca adalah serin, asam glutamat, dan glisin yang memiliki nilai
sebesar 366,66 mg/kg, 289,91 mg/kg, dan 261,37 mg/kg. Hidrolisat Ulva lactuca
berdasarkan hasil analisis fitokimia memiliki kandungan triterpenoid dan saponin.

17

Saran
Penelitian lebih lanjut untuk optimasi jumlah asam amino yang dapat
dihasilkan dari hidrolisis Ulva lactuca menggunakan metode enzimatis atau asam
basa, dan penelitian komposisi dari polisakarida yang dihasilkan perlu dilakukan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti) melalui program Hibah Kompetensi (HIKOM) atas
nama Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MS.

DAFTAR PUSTAKA
[SIA]

Seaweed
Industry
Association.
2015.
http://www.seaweedindustry.com/ [14 Januari 2016]

Ulva

lactuca.

Afrianto E, Liviawaty E. 2009. Pakan Ikan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Akitomi H, Tahara Y, Yasuura M, Kobayashi Y, Ikezaki H, Toko K. 2013.
Quantification of tastes of amino acids using taste senseors. Sensor and
Actuators B: Chemical 179: 276-281.
Andhikawati A, Oktavia Y, Ibrahim B, Tarman K. 2014. Isolasi dan penapisan
kapang laut endofit penghasil selulase. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis 6(1): 219-227.
Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2008. Rumput Laut:
Pembudidayaan, Pengolahan, & Pemasaran Komoditas Perikanan
Potensial. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Antara NS. 2011. Flavour produk pangan terfermentasi. http://foodreview.co.id/
[27 Desember 2015].
Balafif RAR, Andayani Y, Gunawan ER. 2013. Analisis senyawa triterpenoid dari
hasil fraksinasi ekstrak air buah buncis (Phaseolus vulgaris Linn). Chem.
Prog 6(2): 57-61.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga.
Boundless. 2015. Proteolytic degradation. http://boundless.com/ [14 Januari 2016]
Ghareeb DA, Elmegeed DFA, Elsyed M, El-Shaadani M. 2014. Phytochemical
constituents and bioscreening activities of green alga (Ulva lactuca).
International Journal of Agricultural Policy and Research 2(11): 373-378.
Goldberg I. 2012. Functional Food: Designer Foods,
Neautraceutical. London (UK): Chapman & Hall.

Pharmafoods,

Gvista. 2012. L-rhamnose. http://www.greatvistachemicals.com/ [14 Januari 2016]

18

Harborne JB. 1997. Phytochemical Methods. New York (US): Champan and Hall.
Imandira PAN. 2012. Pengaruh substitusi tepung daging ikan l