Produksi Biogas Dari Rumput Laut Ulva Sp. Dan Gracilaria Verrucosa Secara Semikontinyu

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Biogas dari
Rumput Laut Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa Secara Semikontinyu adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Tri Dian Oktiana
NIM C351120151

RINGKASAN
TRI DIAN OKTIANA. Produksi Biogas dari Rumput Laut Ulva sp. dan
Gracilaria verrucosa secara Semikontinyu. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO
dan MUJIZAT KAWAROE.

Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa adalah jenis rumput laut dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi dan banyak terdapat di Indonesia. Rumput laut
berpotensi dijadikan bahan baku pembuatan biogas karena rumput laut memiliki
kadar air dan karbohidrat yang tinggi serta rendah lignin sehingga mudah
terbiodegradasi. Salah satu faktor penting dalam produksi biogas adalah
menentukan Organic Loading Rate (OLR) atau pembebanan organik yang
optimal selama proses produksi biogas.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan karakteristik Ulva sp. dan
Gracilaria verrucosa, aklimatisasi inokulum serta mendapatkan kondisi
pembebanan yang optimum dalam proses produksi biogas. Penelitian ini terdiri
dari tiga tahap, karakterisasi Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa, aklimatisasi
inokulum yang berasal dari kotoran sapi, produksi biogas dengan beban organik
bertingkat.
Ulva sp memiliki kandungan selulosa sebesar 14,26%, lignin 3,36% dan
C/N rasio 20,46, sedangkan Gracilaria verrucosa memiliki kandungan selulosa
sebesar 15,89%, lignin 10,47% dan C/N rasio 29,8. Hasil aklimatisasi inokulum
menunjukkan bahwa inokulum kotoran sapi membutuhkan waktu selama 49 hari
untuk proses aklimatisasi dengan substrat baru. Selama proses aklimatisasi pH
berkisar antara 6,8-7,26 untuk inokulum yang diberi substrat Ulva sp. dan 6,7-8,5
yang diberi substrat Gracilaria verrucosa.

Produksi biogas dilakukan selama 57 hari dengan laju pembebanan organik
meningkat tiap dua minggu. Beban organik yang diaplikasikan yaitu 0,5; 1; 1,5;
dan 2 kg COD.m-3.hari-1. Selama proses produksi biogas dari Ulva sp. pH sistem
berkisar antara 6,93-7,28; sedangkan yang dari Gracilaria verrucosa sebesar 7,017,25. Rasio VSS/TSS tertinggi bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. sebesar
0,81, sedangkan yang diberi substrat Gracilaria verrucosa sebesar 0,71. Hal ini
menunjukkan aktivitas biomasa yang cukup tinggi.
Pembebanan 1,5 kg COD.m-3.hari-1 memberikan hasil yang tertinggi untuk
persentase COD removal dan laju produksi biogas dari kedua reaktor. Persentase
COD removal dan laju produksi biogas bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp.
berturut-turut 51,97% dan 12,14 L.hari-1, sedangkan persentase COD removal
dan laju produksi biogas bioreaktor yang diberi Gracilaria verrucosa masingmasing sebesar 65,92% dan 14,32 L.hari-1. Kadar metana tertinggi diperoleh dari
bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. Saat pembebanan 1,5 kg COD.m-3.hari-1
yaitu 42,96%; sedangkan kadar metana tertinggi dari bioreaktor yang diberi
substrat Gracilaria verrucosa pada saat pembebanan 0,5 kg COD.m-3.hari-1
sebesar 48,71%.
Pembebanan 1,5 kg COD.m-3.hari-1 atau setara dengan volume substrat
0,940 L.hari-1 (0,313 kg Ulva sp. basah + 0,627 L air) merupakan pembebanan
yang terbaik untuk produksi biogas dari Ulva sp., sedangkan untuk biogas yang
dihasilkan dari Gracilaria verrucosa pembebanan optimum sebesar
0,5 kg COD.m-3.hari-1 atau setara dengan volume substrat 0,143 L.hari-1 (0,048 kg


Gracilaria verrucosa basah + 0,095 L air). Hal ini berdasarkan hasil perhitungan
produksi metana/CODr volumetrik dan produksi biogas/CODr volumetrik yang
menunjukkan seberapa efisien sebuah sistem merubah tiap gram bahan organik
(COD) menjadi biogas atau metana. Semakin besar nilai yang diperoleh
menunjukkan sistem semakin efisien.
Kata kunci : biodegradasi, biogas, Gracilaria verrucosa, metana, Ulva sp.

SUMMARY
TRI DIAN OKTIANA. Biogas Production from Ulva sp. and Gracilaria
verrucosa with Semicontinue Method. Supervised by JOKO SANTOSO and
MUJIZAT KAWAROE.
Ulva sp. and Gracilaria verrucosa are known as seaweed with high growth
rates and widely spread in Indonesia. Seaweeds have a potential to be developed
as a raw material for biogas production, because they have highly moisture,
carbohydrate content and low lignin, therefore they are biodegradable. One
important factor on the production of biogas is to determine organic loading rate.
The aim of this study were (1) to determine the characteristics of Ulva sp.
and Gracilaria verrucosa (2) to acclimatize the inoculum from cow manure and
(3) to find out the optimum loading rate of the biogas production process. This

study was divided into three steps, namely, the characterization of Ulva sp. and
Gracilaria verrucosa, acclimatize the inoculum from cow manure, biogas
production with different organic loading rate.
Ulva sp. contained selulose 14.26%, lignin 3.36% and C/N ratio 20.46.
Gracilaria verrucosa contained selulose, lignin and C/N ratio were 15.89%,
10.47% and C/N ratio 29.82 respectively. The inoculum acclimatization of cow
manure took 49 days for acclimatize with new feed, its pH value were 6.8-7.26 for
Ulva sp. and 6.7-8.5 for Gracilaria verrucosa.
Biogas production performed for 57 days with the organic loading rate
increased every two weeks. Organic loading rate were applied at 0.5; 1; 1.5; and
2 kg COD.m-3.day-1. pH value during biogas production from Ulva sp. and
Gracilaria verrucosa were 6.93-7.28 and 7.01-7.25 respectively. The highest
ratio of VSS/TSS during biogas production from Ulva sp and Gracilaria
verrucosa were 0,81 and 0.71, it showed high activity of biomass.
Organic loading rate at 1.5 kg COD.m-3.day-1 showed the highest COD
removal percentage and biogas production rate from the bioreactor with different
feed. COD removal percentage and biogas production rate from Ulva sp.
bioreactors were 51.97% and 12.14 L.day-1 respectively, on the other side COD
removal percentage and biogas production rate from bioreactor Gracilaria
verrucosa were 65.92% and 14.32 L.day-1 respectively. The highest methane

concentration from Ulva sp. bioreactor at 1.5 kg COD.m-3.day-1 organic loading
rate was 42.96%;
and from Gracilaria verrucosa bioreactor at
-3
-1
0.5 kg COD.m .day organic loading rate was 48.71%.
The best loading rate of Ulva sp was 1.5 kg COD.m-3.day-1 or equivalent
with 0,940 L.day-1 substrate (0,313 kg wet Ulva sp. + 0,627 L water), on the other
side the best loading rate of Graclaria sp. was 0.5 kg COD.m-3.day-1 or equivalent
with 0,143 L.day-1 substrate (0,048 kg wet Gracilaria verrucosa + 0,095 L water)
It was based on the calculation of methane/CODr volumetric and biogas
production/CODr volumetric that showed the effeciency of system change each
gram of organic material (COD) into biogas or methane.
Keywords : biodegradation, biogas, Gracilaria verrucosa, methane, Ulva sp.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, tinjauan

suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKSI BIOGAS DARI RUMPUT LAUT Ulva sp. DAN
Gracilaria verrucosa SECARA SEMIKONTINYU

TRI DIAN OKTIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MSc

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Produksi Biogas
dari Rumput Laut Ulva sp. dan Glacilaria verrucosa secara Semikontinyu”
ini dapat diselesaikan.
Keberhasilan penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB
ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak
terima kasih yang kepada:
1 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi sebagai anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, arahan dan masukan serta nasehat selama penyusunan tesis ini.
2 Prof Dr Ir Linawati Hardjito MSc, selaku penguji luar komisi.
3 Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
4 Prof. Dr Eng Ir Udin Hasanudin, MT sebagai Kepala Laboratorium
Pengelolaan Limbah Agroindustri Universitas Lampung tempat penulis
melakukan penelitian atas bantuan dan arahan beliau selama penulis
menjalankan penelitian.

5 Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) telah memberikan beasiswa
Unggulan selama penulis menempuh pendidikan magister.
6 Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan
Republik Indonesia atas bantuan dana penelitian dengan nomor kontrak PJR796/LPDP/2013.
7 Ibu Maryanti dan Bapak Joko selaku teknisi Laboratorium Pengelolaan Limbah
Agroindustri Unila yang telah banyak membantu penulis selama di
laboratorium.
8 Mama (Nurhayati), Papa (Alm),, Kakak (Novi dan Rofi), adik (Tendi dan Ipan)
atas motivasi, doa, dan semangat selama penulis menempuh studi dan
menyelesaikan studi.
9 Teman-teman S2 THP 2012 yang telah memberikan bantuan dan dukungan
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan. Semoga
karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan
masyarakat Indonesia umumnya.

Bogor, November 2015

Tri Dian Oktiana


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Kerja
Analisis Data
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Aklimatisasi
Produksi Biogas
Derajat Keasaman (pH)

Total Suspended Solid (TSS) dan Volatile Suspended Solid (VSS)
Persentase COD Removal
Laju Produksi Biogas
Komposisi Biogas dan Laju Produksi Metana
4 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xi
xi
xii
1
1
3
3
3
4
4
4

4
11
12
12
14
16
16
17
19
21
22
29
30
33
60

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Volume substrat
Karakteristik kimia Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa
Komposisi gas saat aklimatisasi Tahap 1
Laju produksi biogas bioreaktor dengan substrat Ulva sp.
Laju produksi biogas bioreaktor dengan substrat Gracilaria verrucosa

10
12
14
21
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18

Diagram alir karakterisasi kimia bahan baku
Diagram alir proses pembuatan substrat
Skema rangkaian bioreaktor skala laboratorium berkapasitas 22L
Diagram alir proses kalimatisasi inokulum
Diagram alir proses pembebanan organik secara semikontinyu
Nilai pH selama proses aklimatisasi Tahap 1 (
: Ulva sp.,
:
Gracilaria verrucosa)
Nilai pH selama proses aklimatisasi Tahap 2 (
: Ulva sp.,
:
Gracilaria verrucosa)
Nilai pH selama proses produksi biogas (
: Ulva sp.,
: Gracilaria
verrucosa)
Nilai TSS dan VSS bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. selama
produksi biogas (
: TSS,
: VSS)
Nilai TSS dan VSS bioreaktor yang diberi substrat Gracilaria verrucosa
selama produksi biogas (
: TSS,
: VSS)
Rasio VSS/TSS bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. (A) dan
Gracilaria verrucosa (B) selama proses produksi biogas
Prsentase COD removal bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. (A) dan
Gracilaria verrucosa (B) selama proses produksi biogas
COD removal volumetrik bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. (A)
dan Gracilaria verrucosa (B) selama proses produksi biogas
Komposisi biogas bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp ( : N2,
:
CH4,
: CO2)
Komposisi biogas bioreaktor yang diberi substrat Gracilaria verrucosa
( : N2,
: CH4,
: CO2)
Laju produksi metana bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. (A) dan
Gracilaria verrucosa (B) selama proses produksi biogas
Produksi metana/persentase CODr volumetrik bioreaktor yang diberi
substrat Ulva sp. (A) dan Gracilaria verrucosa (B) selama proses
produksi biogas
Produksi biogas/ CODr volumetrik bioreaktor yang diberi substrat Ulva
sp. (A) dan Gracilaria verrucosa (B) selama proses produksi biogas

4
7
8
9
10
14
15
16
17
18
18
19
19
22
23
24
26

26

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data karakteristik Ulva sp., Gracilaria verrucosa dan inokulum
2 Data Total Suspended Solid (TSS) dan Volatile Suspended Solid (VSS)
bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa
3 Rasio Volatile Suspended Solid (VSS) dan Total Suspended Solid (TSS)
4 Persentase COD removal bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. dan
Gracilaria verrucosa
5 Data COD removal volumetrik bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp.
dan Gracilaria verrucosa
6 Data laju produksi gas bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp. dan
Gracilaria verrucosa
7 Komposisi gas yang dihasilkan bioreaktor yang diberi substrat Ulva sp.
dan Gracilaria verrucosa
8 Kromatogram gas chromatography saat aklimatisasi Tahap 1
9 Kromatogram gas chromatography saat produksi biogas

37
38
39
40
41
42
43
44
48

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi maka pemerintah
membuat sebuah kebijakan untuk meningkatkan peran energi terbarukan yang
tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia tahun 2006 tentang
kebijakan energi nasional. Tujuan dari kebijakan ini adalah terwujudnya bauran
energi yang optimal pada tahun 2025 yaitu energi minyak bumi menjadi kurang
dari 20%, biofuel dan energi baru terbarukan masing-masing sebesar 5%. Salah
satu strategi utama yang ditetapkan oleh pemerintah untuk pengembangan bahan
bakar nasional dikenal dengan sebutan Fast Track Program, yaitu pengembangan
desa mandiri energi sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Strategi
tersebut diharapkan dalam jangka pendek akan tercipta lapangan kerja dan
pengurangan kemiskinan, sehingga jangka panjang akan tercapai keamanan
pasokan energi dan pertumbuhan ekonomi (Hambali et al. 2007).
Salah satu bentuk energi terbarukan adalah biogas yang merupakan produk
akhir dari proses biodegradasi anaerobik. Komposisi utama dari biogas adalah
CH4 (55-65%), CO2 (35-40%), H2S (>1%), sedikit gas lainnya dan uap air (Huang
dan Crookes 1998; Kapdi et al. 2006; Karellas et al. 2010). Saat ini sudah banyak
pemanfaatan biogas dengan bahan baku berupa limbah padat atau cair
agroindustri, limbah pertanian, dan kotoran ternak. Khusus untuk pulau-pulau di
Indonesia yang minim akses dan jauh dari tempat bahan baku maka akan sulit
mengembangkan biogas dari limbah-limbah tersebut, terutama di daerah pesisir
yang jauh dari agroindustri ataupun persawahan dan peternakan. Oleh karena itu,
menjadikan rumput laut sebagai bahan baku dalam pembuatan biogas merupakan
salah satu solusi untuk menjadikan pulau-pulau kecil di Indonesia menjadi
mandiri energi (Kawaroe et al. 2015a).
Rumput laut berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biogas.
Vivekanand et al. (2011) melaporkan bahwa perairan secara umum menghasilkan
50% dari total biomassa di seluruh dunia. Rumput laut memiliki kandungan
karbohidrat sekitar 4-39% (McDermid dan Stuereke 2003) dan air yang tinggi
serta rendah lignin dibandingkan dengan tumbuhan terestrial sehingga lebih
mudah didegradasi (Sitompul et al. 2013; Vivekanand et al. 2011; Bruhn et al.
2011; Kalia et al. 2000). Keuntungan lain memanfaatkan rumput laut sebagai
bahan baku pembuatan biogas adalah rumput laut tidak membutuhkan lahan darat
dan air tawar untuk budidaya sehingga tidak akan berkompetisi dengan budidaya
tanaman pangan ataupun lahan pemukiman.
Ulva sp. merupakan salah satu jenis rumput laut hijau yang potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan baku biogas karena tingkat pertumbuhannya yang
cepat yaitu 30%.hari-1 (Pedersen dan Borum 1996) dan saat ini Ulva sp. belum
termanfaatkan secara maksimal. Di beberapa daerah seperti di pantai Wakatobi
Sulawesi Tenggara hanya dibiarkan terdampar membusuk dan menjadi sampah di
pantai. Daerah penyebaran Ulva sp. di Indonesia yaitu Sulawesi, Lombok, Sulu,
Sumba, Banda, Solor Jawa Barat, dan Lampung Selatan (Atmadja 1996).
Beberapa peneliti di luar negeri melaporkan bahwa Ulva sp. dapat menghasilkan
biogas (Hansson 1983; Bruhn et al. 2011; Costa at al. 2012). Penelitian mengenai

2

potensi Ulva sp. di dalam negeri telah dilakukan Sitompul et al. (2013). Selain
Ulva sp., rumput laut merah jenis Gracillaria sp. juga dilaporkan dapat
menghasilkan biogas (Yudhistira 2009) dan bioetanol (Sari 2013; Kawaroe et al.
2014). Gracilaria sp. sudah dibudidayakan oleh petani karena merupakan salah
satu jenis rumput laut penghasil agar-agar. Rumput laut Gracilaria sp. tersebar di
berbagai daerah di Indonesia mulai dari Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Lombok, Kepulauan Sumbawa, Sumba, Pulau Sewu,
Lampung Selatan, Maluku, Kepulauan Riau, Belitung, dan Kepulauan Seribu
(Atmadja 1996). Saat ini banyak Gracilaria sp. hasil panen petani yang tidak
memenuhi baku mutu industri sehingga tidak termanfaatkan secara maksimal,
selain itu pengembangan penelitian mengenai potensi rumput laut sebagai bahan
baku biogas di dalam negeri masih sangat kurang.
Kandungan kimia dari makroalga dapat mempengaruhi tingkat
biodegradabilitas anaerobiknya. Rumput laut merupakan substrat yang baik
karena memiliki kandungan karbohidrat dan air yang tinggi (Bruhn et al. 2010;
Bruton et al. 2009). Substrat yang mengandung karbohidrat yang tinggi dan
rendah lignin akan lebih mudah didegradasi (Kawaroe et al. 2015b). Makroalga
hijau seperti Ulva sp. memiliki kandungan polisakarida yang mudah
terbiodegradasi yaitu ulvan seperti halnya tumbuhan darat yang memiliki amilum
dan selulosa (Bruton et al. 2009). Makroalga merah umumnya memiliki
kandungan polisakarida yang tersusun dari agar-agar yang cenderung memiliki
tingkat resistensi yang lebih tinggi terhadap aktivitas bakteri dibandingkan dengan
kelompok makroalga lainnya (Rachmaniar 2000).
Biogas dihasilkan melalui beberapa tahap proses yaitu hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis (Zhuo et al. 2011). Oleh karena itu,
diperlukan inokulum yang mengandung minimal empat jenis kelompok bakteri
yang mewakili masing-masing tahap untuk membantu proses biodegradasi.
Kotoran sapi dipilih sebagai inokulum dalam penelitian ini dikarenakan kotoran
sapi mengandung campuran bakteri (mix culture) pendegradasi yang bersifat
sangat anaerobik yang berasal dari rumen (Sunarso et al. 2010). Mix culture
diharapkan dapat mencerna rumput laut lebih mudah dibandingkan dengan rumput
umumnya karena kandungan lignin pada rumput laut jauh lebih rendah.
Laju pembebanan organik ke dalam bioreaktor merupakan faktor yang
penting dalam proses produksi biogas. Pembebanan organik yang tepat dapat
meningkatkan efisiensi proses biodegradasi. Proses biodegradasi dikatakan
efisien jika biogas yang dihasilkan banyak atau jumlah biomassa yang
terdegradasi di dalam bioreaktor dalam jumlah yang maksimal (Haandel dan
Lubbe 2007). Pemberian beban organik yang tidak sesuai atau melebihi batas
kemampuan reaktor akan menyebabkan proses yang tidak seimbang. Salah satu
indikator proses tidak seimbang yaitu terjadinya penurunan pH yang signifikan
karena akumulasi asam organik volatil. Jika hal ini terus menerus terjadi maka
pH sistem akan menjadi asam dan kondisi ini akan menghambat pembentukan
metana oleh bakteri metanogen. Laju pembebanan organik yang terlalu tinggi
juga menyebabkan waktu tinggal hidrolik (WTH) menjadi singkat sehingga
populasi mikroorganisme dapat tercuci (washout) (Deublein dan Steinhauser
2008). Pembebanan yang terlalu besar juga akan mengurangi peluang
terbentuknya asam asetat, terutama asam asetat yang berasal dari produk-produk
antara (propionat dan butirat) dan asam-asam lemak rantai panjang.

3

Jenis-jenis reaktor juga dapat mempengaruhi jumlah beban organik yang
dapat diproses. Kouba (2006) membagi empat kelompok reaktor berdasarkan
pembebanan organik yang dapat diterima. Kelompok pertama disebut Low-Load
Technology yaitu jenis reaktor yang dapat menerima pembebanan organik
maksimal 2 kg COD.m-3.hari-1, jenis reaktor yang masuk dalam kelompok ini
adalah Natural Cover Lagoon, Synthetic Cover Lagoon dan Continous Stirrer
Tank Reactor (CSTR). Jenis yang kedua adalah Medium-Load Technology yaitu
jenis reaktor yang dapat menerima pembebanan organic 2-5 kg COD.m-3.hari-1,
jenis reaktor yang masuk dalam kelompok ini adalah reaktor Contact Process.
Kelompok ketiga adalah High-Load Technology yaitu jenis reaktor yang dapat
menerima pembebanan organik 5-20 kg COD.m-3.hari-1, jenis reaktor yang masuk
dalam kelompok ini adalan Anaerobic Filter, Upflow Anaerobic Sludge Blanket
(UASB) dan Hybrids. Kelompok keempat adalah Very High-Load Technology
yaitu jenis reaktor yang dapat menerima pembebanan organik lebih dari 20 kg
COD.m-3.hari-1, jenis reaktor yang masuk dalam kelompok ini adalan
Expanded/Fluidized Bed.
Penelitian ini menggunakan reaktor sederhana yang dilengkapi pengaduk
manual berkapasitas 22 L yang termasuk dalam jenis reaktor Low-Load
Technology. Jenis substrat yang digunakan dua jenis rumput laut yaitu Ulva sp.
yang masuk kedalam kelompok rumput laut hijau, dan substrat kedua yang
digunakan yaitu Gracilaria verrucosa yang masuk kedalam kelompok rumput laut
merah. Kedua jenis rumput laut tersebut masing-masing akan dijadikan substrat
dengan perlakuan pembebanan organik bertingkat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pembebanan organik yang terbaik untuk proses produksi biogas dari
kedua jenis rumput laut tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1 Menentukan karakteristik Ulva sp., Gracilaria verrucosa dan aklimatisasi
inokulum dari kotoran sapi.
2 Mendapatkan kondisi pembebanan yang terbaik dalam proses produksi biogas
dari kedua jenis rumput laut.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi mengenai potensi
energi dari rumput laut serta cara mengolah rumput laut sebagai salah satu energi
terbarukan dalam bentuk biogas.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
1 Karakterisasi kimia Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa aklimatisasi inokulum
dari kotoran sapi.
2 Penentuan kondisi pembebanan yang terbaik dalam produksi biogas dengan
bahan baku Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa.

4

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari 2014 sampai dengan
Agustus 2014 di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center
(SBRC) Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengelolaan Limbah
Agroindustri Universitas Lampung.
Alat dan Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah rumput laut Ulva sp. Glacillaria
verrucosa, kotoran sapi. Bahan lain yang digunakan untuk analisis yaitu K2SO4 ,
H2SO4, NaOH 40%, H3BO3, metilen merah 0,2% dalam alkohol PA, metilen biru
0,2%, HCl 0,1 N, Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB), aseton, HgSO4,
K2Cr2O7, dan Ag2SO4,
Peralatan yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu bioreaktor anaerobik
kapasitas 22 Liter, oven, sentrifuse, timbangan digital (Merk Shimadzu Auy 220),
tanur (Merk Isuzu Model EPTR-13K), pH meter (merk DKK-TOA model 50Gmanual), kromatografi gas (Merk Shimadzu Serial No. C11484301828),
spektrofotometer (Merk HACH Tipe DR/4000U), pemanas (Merk HACH tipe
DRB 200), kompor listrik, alat destilasi, biuret, desikator, dan peralatan gelas
yang biasa digunakan untuk analisis.
Prosedur
Karakterisasi Bahan Baku
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut Ulva
sp. yang berasal dari Wakatobi, Sulawesi Tenggara serta Gracilaria verrucosa
yang berasal dari Indramayu, Jawa Barat. Gracilaria verrucosa yang digunakan
yaitu yang tidak memenuhi standar mutu industri (SNI No 2690.1:2009) baik
secara sensori, kimia ataupun fisik. Diagram alir karakterisasi bahan baku
disajikan pada Gambar 1.
Rumput laut
Pemisahan dari kotoran dan pasir
Pengeringan dengan matahari

Analisis
- Lignin (Van Soet 1991)
- Total Nitrogen (AOAC 2005)
- TOC (Walkey dan Black 1934)

Penyimpanan pada kantong plastik PE
Stok rumput laut
Gambar 1 Diagram alir karakterisasi kimia bahan baku

5

Acid Detergent Fiber (Van Soet 1991)
Prinsip dasar dari analisis ini adalah mengukur bagian dinding sel tanaman
yang tidak dapat larut dalam larutan detergen asam dengan komposit utama Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) pada pemanasan satu jam. Larutan
detergent asam atau Acid Detergent Solution (ADS) dibuat dengan melarutkan
CTAB 20 g dalam 27,5 mL asam sulfat 1 N dan ditambahkan aquades hingga
volumenya menjadi 1 L. Prosedur analisisnya adalah sampel ditimbang 1 g (A)
dan dimasukan ke dalam gelas piala 600 mL, kemudian ditambahkan 100 mL
larutan ADS. Contoh diekstrak selama 60 menit dari mulai mendidih. Cairan
disaring menggunakan cawan kaca masir yang telah ditimbang sebelumnya (B).
Residu dibilas menggunakan air panas dan aseton. Residu dikeringkan pada oven
105 oC selama 4 jam sampai beratnya stabil. Cawan diangkat dan didinginkan
dalam desikator. Setelah dingin, cawan ditimbang (C). Persen ADF dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 1.
C-B

ADF (%) =
x 100% ...................................................................... (1)
A
Keterangan :
A = Berat sampel (g)
B = Berat cawan kaca masir (g)
C = Berat cawan + residu ekstrak ADS setelah dikeringkan (g)
Selulosa (Van Soet 1991)
Analisis selulosa merupakan lanjutan dari analisis ADF. Sampel hasil
analisis ADF yang sudah ditimbang (C) ditambahkaan larutan asam sulfat
(H2SO4) 72% sampai terendam selama 3 jam. Setelah 3 jam, residu dibilas
menggunakan air panas dan aseton. Residu dikeringkan pada oven 105 oC selama
4 jam sampai beratnya stabil (D). Besarnya kandungan selulosa dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2.
C-D

x 100% ............................................................... (2)
Selulosa (%) =
A
Keterangan :
A = Berat sampel (g)
C = Berat cawan + residu ekstrak ADS setelah dikeringkan (g)
D = Berat cawan + residu ekstrak H2SO4 setelah dikeringkan (g)
Lignin (Van Soet 1991)
Analisas lignin merupakan kelanjutan dari analisa ADF dan selulosa.
Sampel yang sudah dikeringkan (D), selanjutnya diabukan dalam tanur dengan
temperatur 600 oC. Cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (E).
Besarnya kandungan lignin dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.
D-E

x 100% ................................................................. (3)
Lignin (%) =
A
Keterangan :
A = Berat sampel (g)
D = Berat cawan + residu ekstrak H2SO4 setelah dikeringkan (g)
E = Berat cawan + residu ekstrak H2SO4 setelah diabukan (g)

6

Analisis Kadar Nitrogen (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 mL. Sampel
ditambahkan K2SO4 (1,9 g), H2SO4 (2,5 mL). Sampel dididihkan sampai jernih
(sekitar 1-1,5 jam). Selanjutnya didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi, lalu
dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan aquades (20 mL) dan air bilasan
tersebut juga dimasukkan dalam wadah yang terdapat di bawah kondensor dengan
ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung destilasi ditambahkan
larutan NaOH 40% sebanyak 20 mL. Cairan dalam ujung kondensor ditampung
dengan erlenmeyer 125 mL berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran
metilen merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol dengan
perbandingan 2:1) yang diletakkan di bawah kondensor. Destilasi dilakukan
sampai diperoleh kira-kira 200 mL destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan
indikator. Destilat dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah. Kadar nitrogen dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 4.
Nitrogen (%) =

(ml HCl-mL Blanko) x NHCl x 14,007
Bobot sampel (g)

x 100% ........................(4)

Total Organik Karbon (TOC) (Walkey dan Black 1987)
Sebanyak 0,01 g sampel dan 10 mL larutan K2Cr2O7 1 N dimasukkan ke
labu erlenmeyer 250 mL. Campuran diaduk hingga homogen dan ditambahkan 20
mL H2SO4 pekat secara perlahan melalui dinding labu. Campuran diaduk perlahan
dan ditambahkan 200 mL aquades serta 10 mL H3PO4 pekat. Selanjutnya,
ditambahkan 3 tetes indikator difenilamin dan dititrasi dengan larutan FeSO4
0,5 N hingga terjadi perubahan warna. Prosedur yang sama diulangi untuk
pengujian blanko dengan cara menggantikan sampel dengan aquades. Adapun
kadar karbon dalam rumput laut dihitung menggunakan persamaan 5.
TOC (%) =

(V. FeSO4 Blanko (mL) – V. FeSO4 sampel (mL)) x NFeSO4 x fk
masa sampel (g)

x 100% (5)

Keterangan :
fk = 3 x 10-3x 1,32
Pembuatan Substrat
Substrat dibuat dengan cara masing-masing Ulva sp. dan Gracilaria
verrucosa kering direndam selama 2 jam untuk mendapatkan kondisi awal.
Setelah itu ditiriskan lalu dicampur air dengan perbandingan rumput laut dan air
sebesar 1:2 kemudian dihaluskan dengan blender (Sitompul et al. 2013). Sebelum
diaplikasikan substrat yang sudah dibuat dianalisis kandungan Chemical Oxygen
Demand (HACH Company 2004), Total Suspended Solid (APHA 1998), Volatile
Suspended Solid (APHA 1998). Diagram alir pembuatan substrat dapat dilihat
pada Gambar 2.
Chemical Oxygen Demand (COD) (HACH Company 2004)
Sebanyak 0,2 mL atau 200 µL sampel dimasukkan ke dalam vial yang berisi
5 mL reagen COD (3,5 mL larutan pereaksi dan 1,5 mL larutan pencerna)
dipanaskan menggunakan reactor unit DBR200 pada suhu 150 oC selama 2 jam.
Setelah dipanaskan, vial dikeluarkan dan dibiarkan sampai suhu ruang kemudian

7

dilakukan pengukuran nilai COD dengan menggunakan HACH Spektrofotometer
DR4000 pada panjang gelombang 620 nm.
Cara pembuatan reagen COD (SNI 06-6989.2-2004) :
1)
Larutan pencerna (digestion solution) . Ditambahkan 10,216 g K2Cr2O7
yang telah dikeringkan pada suhu 105oC selama 2 jam ke dalam 500 mL
aquades. Ditambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3g HgSO4. Larutan
didinginkan pada suhu ruang dan diencerkan sampai 1 L.
2)
Larutan pereaksi asam sulfat. Ditambahkan serbuk atau kristal Ag2SO4
teknis ke dalam H2SO4 pekat dengan perbandingan 5,5 g Ag2SO4 untuk tiap
1 kg H2SO4 pekat atau 10,12 g Ag2SO4 untuk tiap 1 L H2SO4 pekat.
Campuran tersebut diaduk hingga larut secara keseluruhan.
Rumput laut kering
Perendaman dengan air selama 2 jam
Pencampuran Rumput laut dan air (1:2)
Penghalusan
Substrat

Analisis
- COD (APHA 1998)
- TSS (APHA 1998)
- VSS (APHA 1998)

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan substrat
Total Suspended Solid (TSS) (APHA 1998)
Sebanyak 50 mL sampel disentrifius dengan kondisi pengoperasian
sentrifuse 3000 rpm selama 15 menit. Endapan yang terbentuk dari sentrifuse
dimasukkan ke dalam cawan porselen lalu dioven pada suhu 105 oC sampai
beratnya stabil. Nilai TSS dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 6.
TSS (g.L-1) =

.��



� (�)

................................................................ (6)

Keterangan :
A = Berat cawan dan sampel setelah dioven (g)
B = Berat cawan (g)
Volatile Suspended Solid (VSS) (APHA 1998)
Pengukuran VSS merupakan kelanjutan dari pengukuran TSS. Setelah
melakukan pengukuran TSS, sampel yang telah dioven kemudian diabukan dalam
tanur dengan suhu 600 oC selama 40 menit, setelah itu didinginkan di dalam
desikator sampai beratnya stabil. VSS dihitung dengan Persamaan 7:
VSS (g.L-1) =

� .��



� (�)

.............................................................. (7)

Keterangan :
A = Berat cawan dan sampel setelah dioven (g)
B = Berat cawan dan sampel setelah ditanur (g)

8

Aklimatisasi inokulum
Inokulum yang digunakan adalah kotoran sapi yang berasal dari bioreaktor
penghasil biogas yang sudah beroperasi. Inokulum yang diambil kemudian
disaring menggunakan saringan berukuran 10 mess dan dimasukkan ke dalam
bioreaktor (Gambar 3) sebanyak 16 L, sebagian lagi diambil untuk dianalisis
Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), Volatile
Suspanded Solid (VSS), dan pH. Inokulum yang sudah dimasukkan dalam
bioreaktor dibiarkan selama beberapa hari sampai pH inokulum tersebut mencapai
pH normal dan stabil serta menghasilkan biogas. Setelah pH normal dan stabil
serta menghasilkan biogas, inokulum sudah bisa diberi pembebanan dengan cara
pemberian substrat. Aklimatisasi Tahap 1 dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan sebesar 0,5 kg COD.m-3.hari dan slurry dikeluarkan sebanyak
substrat yang diberikan (Sitompul et al. 2013). Proses aklimatisasi Tahap 1
dilakukan selama 26 hari (Gambar 4).
Aklimatisasi Tahap 2 dilakukan dengan cara memberikan pembebanan
sebesar 0,5 kg COD.m-3.hari-1 namun tanpa adanya proses pengeluaran slurry dari
bioreaktor. Proses penambahan substrat dilakukan sampai volume bioreaktor
21,305 L (Gambar 4). Jumlah substrat yang ditambahkan agar beban yang
diperoleh setiap bioreaktor sebesar 0,5 kg COD.m-3.hari-1 dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 8. Hasil perhitungan dengan menggunakan Persamaan
8 diketahui jumlah substrat yang harus ditambahkan untuk Ulva sp sebesar
0,235 L.hari-1 dan untuk Gracilaria verrucoasa sebanyak 0,107 L.hari-1
COD in x F
......................................................................(8)
LPO =
V
Keterangan :
LPO
= Laju pembebanan COD (kg COD.m-3.hari-1)
COD in = Konsentrasi COD substrat (kg.m-3)
F
= Laju alir substrat (L.hari-1)
V
= Volume kerja bioreaktor (L)
9
1
3

2

4

10
11

6

5

7
8

Keterangan:
1 = Gagang pengaduk
2 = Tutup bioreaktor
3 = Saluran substrat
4 = Valve saluran substrat
5 = Badan keseluruhan
bioreaktor

6
7
8
9
10
11

= Pengaduk manual
= Saluran pembuangan slurry
= Valve saluran slurry
= Saluran gas
= Gas flow meter
= Saluran pembuangan gas

Gambar 3 Skema rangkaian bioreaktor skala laboratorium berkapasitas 22L

9

Bioreaktor yang digunakan dibuat dari bahan fiber. Bagian tutup bioreaktor
dibuat dari akrilik sehingga tembus pandang, bagian pengaduk, serta valve terbuat
dari bahan plastik PVC. Penggunaan bahan-bahan yang terbuat dari besi dihindari
karena dikhawatirkan terjadi korosi selama proses penelitian. Selang aliran gas
dihubungkan langsung dengan alat pengukur gas (Gas flow meter) merk Sinagawa
Model W-NK 0.58 Japan.
Kotoran sapi

Penyaringan menggunakan saringan 10 mess
Penempatan dalam bioreaktor sebanyak 16 L
Penambahan substrat sebesar
0,5 kg COD.m-3.hari-1. Pengeluaran slurry
sebanyak substrat yang tambahkan (26 hari)

Analisis
 pH
 komposisi
gas

Tahap 1
Tahap 2

Penambahan substrat sebesar 0,5 kg COD.m-3.hari-1,
hingga volume reaktor 21,305 L (23hari)

Pengukuran
pH

Inokulum siap
digunakan
Gambar 4 Diagram alir proses akalimatisasi inokulum
Nilai pH (DKK-TOA model 50G-manual)
Nilai pH substrat dan slurry diukur dengan alat pH-meter. Sebelum
digunakan pH-meter dikalibrasi dengan larutan buffer. Pengujian dilakukan
dengan mencelupkan pH-meter ke dalam sampel hingga nilai pH sampel terukur.
Laju produksi biogas (Shinagawa Corporation 2006)
Pengukuran produksi biogas dilakukan setiap hari dengan menggunakan gas
flow meter. Hasil yang ditunjukkan oleh gas flow meter dicatat ke dalam lembar
data setiap hari. Volume biogas didapat dengan cara mengurangkan pencatatan
hari ini dengan pencatatan hari sebelumnya. Produksi gas harian digunakan untuk
menghitung laju produksi gas rata-rata dari tiap pembebanan dengan
menggunakan Persamaan 9.
total produksi gas (L)
Laju produksi gas (L.hari-1) =
....................................
(9)
lama produksi (Hari)

Pengukuran komposisi biogas (Shimadzu Corporation 2004)
Pengukuran komposisi biogas dilakukan dengan cara menampung gas yang
terbentuk pada bioreaktor ke dalam gas sampler, kemudian sampel gas dianalisis

10

dengan menggunakan Gas Chromathography (GC) untuk mengetahui jenis gas
yang ada serta konsentrasinya.
Gas pembawa yang digunakan pada kromatografi gas yaitu helium. Kolom
yang digunakan jenis shincarbon st Merk Shimadzu, panjang kolom 6 m, diameter
internal 3 mm, dan suhu injeksi 100 oC. Kondisi kromatografi gas saat proses
yaitu suhu gas pembawa dan detektor yaitu 200 oC, sedangkan suhu kolom
150 oC. Laju alir pada kolom sebesar 43 mL/min.
Produksi Biogas secara Semikontinyu
Produksi biogas dilakukan dengan cara pemberian substrat secara
semikontinyu, artinya setiap hari reaktor diberikan substrat sesuai pembebanan
dan campuran/slurry yang ada di dalam reaktor juga dikeluarkan sebanyak
substrat yang diberikan. Pembebanan yang diterapkan yaitu sebesar 0,5 ; 1; 1,5
dan 2 kg COD.m-3.hari-1. Banyaknya Jumlah substrat yang akan ditambahkan
agar beban yang diperoleh setiap bioreaktor sesuai dengan perlakuan yang
diinginkan dapat menggunakan Persamaan 8. Hasil perhitungan volume substrat
yang ditambahkan untuk mendapatkan beban yang sesuai berdasarkan data COD
(Ulva sp. : 33,98 g/L dan Gracilaria verrucosa : 74,49 g/L) dapat dilihat pada
Tabel 1. Secara lengkap prosedur yang dilakukan pada tahap ini disajikan pada
Gambar 5.

Pembebanan
(kg COD.m-3.hari-1)
0,5
1
1,5
2

Tabel 1 Volume substrat
Volume substrat (L.hari-1)
Ulva sp.
Gracilaria verrucosa
0,314
0.143
0,628
0,286
0,940
0,429
0,575
0,575

Minggu ke 1-2

Minggu ke 3-4

Minggu ke 5-6

substrat baru
0,5 kg COD.m-3.hari-1

substrat baru
1 kg COD.m-3.hari-1

substrat baru
1,5 kg COD.m-3.hari-1

21,305 L

21,305 L

21,305 L

Slurry
0,5 kg COD.m-3.hari-1

Slurry
1 kg COD.m-3.hari-1

Slurry
1,5 kg COD.m-3.hari-1

Minggu ke 78
substrat
baru
2 kg COD.m-3.hari-1

21,305 L

Slurry
2 kg COD.m-3.hari-1

Gambar 5 Diagram alir proses pembebanan organik secara semikontinyu
Selama produksi biogas parameter yang diamati adalah pH dan volume gas
yang dihasilkan setiap hari. Analisis COD, TSS dan VSS dilakukan seminggu 2
kali, serta analisis komposisi gas menggunakan Gas Chromatography (GC) 3 kali
tiap 2 minggu. Data COD substrat dan slurry digunakan untuk menghitung COD
removal (CODr) dengan menggunakan Persamaan 10. Informasi lain yang dapat

11

diperoleh dari data COD substrat dan slurry adalah data CODr secara volumetrik.
Perhitungan laju CODr secara volumetrik dapat menggunakan Persamaan 11.
COD in-COD out

CODr % =
x 100% .................................................. (10)
COD in
Keterangan:
CODr
= Presentase penyisihan COD (%)
COD in = Konsentrasi COD substrat (g.L-1)
COD out = Konsentrasi COD aliran keluaran/ slurry (g.L-1)
LCODr = (So – Se) x Fin ................................................................. (11)
Keterangan:
LCODr = Penyisihan COD volumetrik (g/hari-1)
So
= Konsentrasi COD substrat (g.L-1)
Se
= Konsentrasi COD aliran keluar/slurry (g.L-1)
Fin
= Laju alir substrat (L.hari-1)
Data komposisi gas yang dihasilkan dari GC dalam bentuk persen. Data ini
digunakan untuk menghitung gas metana yang dihasilkan. Perhitungan volume
CH4 dihitung dengan menggunakan Persamaan 12.
CH4 (L) = Volume biogas (L) x metana (%) ................................... (12)

Analisis data
Parameter yang dianalisis diantaranya volume biogas, TSS, VSS, COD, dan
komposisi biogas. Setiap kali pembebanan analisis TSS, VSS dan COD dilakukan
sebanyak 6 kali dan setiap kali analisis dilakukan secara duplo, sedangkan untuk
komposisi gas dilakukan sebanyak 3 kali analisis secara simplo. Data yang
diperoleh baik dari tahap karakterisasi, aklimatisasi inokulum dan produksi biogas
akan disajikan dalam bentuk Tabel dan Grafik dilengkapi dengan standar deviasi
serta akan dibahas secara deskriptif.

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Kandungan kimia dari makroalga dapat mempengaruhi tingkat
biodegradabilitas anaerobiknya. Hasil karakterisasi Ulva sp. dan Gracilaria
verrucosa, secara lengkap disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik kimia Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa
Parameter
Satuan
Ulva sp.
Gracilaria verrucosa
Selulosa
%
14,26 ± 0,21
15,89 ± 0,17
%
Lignin
3,36 ± 0,15
10,47 ± 0,29
%
TOC
26,09 ± 0,36
33,39 ± 0,23
%
N
1,28 ± 0,01
1,12 ± 0,03
C/N Rasio
20,46 ± 0,17
29,82 ± 0,96
-1
g.L
TSS *
33,35 ± 0,46
69,44 ± 0,71
g.L-1
VSS *
28,87 ± 0,40
67,11 ± 1,14
-1
g.L
COD *
33,98 ± 2,15
74,46 ± 5,6
pH*
7,93
8,29
Keterangan : *setelah menjadi jus substrat
Selulosa merupakan karbohidrat utama penyusun dinding sel tumbuhan.
Kandungan selulosa Gracilaria verrucosa lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Ulva sp. Selulosa Gracilaria verrucosa sebesar 15,89 %, hasil ini tidak berbeda
jauh dengan hasil penelitian Sari (2013), yang melaporkan kandungan seulosa
Gracilaria verrucosa sebesar 14,22%, sedangkan kandungan selulosa Ulva sp.
sebesar 14,26% hasil ini sesuai dengan pernyataan Bruton et al. (2009) bahwa
kadar selulosa dari Ulva sp. berkisar antara 10-20%. Selulosa nantinya akan
didegradasi olah bakteri secara anaerobik menjadi biogas .
Lignin merupakan senyawa polimer organik yang paling sulit
terbiodegradasi dibandingkan dengan komponen organik lainnya (Speece 1996).
Mikroorganisme yang dapat mendegradasi lignin berasal dari kelompok jamur.
Limura et al. (1996) melaporkan bahwa jamur kelompok ―white-rotfungi‖ mampu
mendegradasi lignin. Spesies Phanerochaete chrysosporium dan Coriolus
versicolor diketahui mampu merombak hemisellulosa, sellulosa dan lignin dari
limbah tanaman menjadi CO2 dan H2O. Sulitnya lignin terbiodegradasi
disebabkan oleh struktur dasarnya yang berupa senyawa polimer kompleks tiga
dimensi berbasis fenil propana (Kirk dan Farrel 1987). Lignin juga menyelimuti
komponen biodegradabel seperti selulosa dan hemiselulosa sehingga mencegah
penetrasi enzim pengurai untuk mencapai komponen tersebut (Sezun et al. 2010).
Degradasi lignin dalam lingkungan anaerob terbatas pada lignin yang memiliki
berat molekul rendah yaitu monomer dan oligomer dari lignin, sedangkan lignin
dengan berat molekul yang besar tidak dapat terdegradasi secara anaerobik (Yin et
al. 2000).
Kadar lignin sebesar 15% sudah dapat menghambat proses
biodegradasi (Pfeffer dan Khan 1976).

13

Kandungan lignin Ulva sp. sebesar 3,36% dan Gracilaria verrucosa sebesar
10,57%. Kandungan lignin Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan kadar lignin dari rumput-rumputan terestrial yang
berkisar antara 17-22% (Peapatung et al. 2009). Kadar lignin Ulva sp. pada
penelitian ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian
Sitompul et al. (2012) yang menyatakan kandungan lignin pada Ulva lactuca
sebesar 1,54%. Hal ini menunjukkan bahwa setiap spesies memiliki karakteristik
tersendiri. Semakin rendah kadar lignin maka akan semakin mudah didegradasi
oleh mikroorganisme.
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa
elemen sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan
kondisi lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon
sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen (Haryati 2006). Hubungan antara
jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N). Nilai
C/N rasio Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa berturut-turut sebesar 20,46 dan
29,82. Nilai tersebut sangat baik karena rasio optimum untuk biodigester
anaerobik berkisar 20-30 (Parkin dan Owen 1986; Kelly dan Dworjanyn 2008).
Nilai C/N rasio harus seimbang dan sesuai dengan kebutuhan bakteri yang
ada, karena jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh
bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit
yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Jika
C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia
(NH4) yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan
mengganggu aktivitas bakteri (Haryati 2006).
Nilai Total Suspended Solid (TSS) dari Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa
menunjukkan jumlah bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam
substrat, sedangkan nilai Volatile Suspended Solid (VSS) menunjukkan besarnya
kandungan biomassa/bahan organik yang terdapat dalam campuran (Haandel dan
Lubbe 2007).
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mendegradasi bahan organik secara kimiawi. Nilai COD menunjukkan
kandungan bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk
menghasilkan biogas. Nilai COD Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa cukup
tinggi sebesar 33,98 g.L-1dan 74,46 g.L-1. Nilai COD Gracilaria verrucosa jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ulva sp. Nilai COD dijadikan parameter
untuk proses pembebanan saat aklimatisasi dan proses produksi biogas.
Berdasarkan data COD tersebut maka volume substrat yang ditambahkan akan
berbeda antara Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa . Jika dilihat dari nilai COD
maka secara volume Ulva sp. akan ditambahkan lebih banyak dibandingkan
dengan Gracilaria verrucosa agar diperoleh beban yang sama.
Inokulum yang digunakan adalah kotoran sapi yang berasal dari bioreaktor
yang sudah berjalan dengan baik dan menghasilkan biogas. Penggunaan
inokulum yang berasal dari bioreaktor yang sudah berjalan diharapkan akan
memudahkan proses aklimatisasi sebab bakteri sudah aktif sehingga dengan
mudah dapat beradaptasi dengan substrat baru.
Nilai pH inokulum sebesar 7,26, nilai ini masuk dalam interval pH yang
baik untuk pembentukan biogas (Bitton 1999; Igoni et al. 2008). Kandungan
COD inokulum sebesar 52,75 g.L-1 menandakan bahwa masih banyak kandungan

14

organik yang dapat diubah menjadi biogas. Kandungan TSS dan VSS inokulum
sebesar 35,22 g.L-1 dan 26,19 g.L-1. Rasio VSS/TSS sebesar 0,74; rasio ini cukup
baik karena sesuai dengan yang disarankan Haandel dan Lubbe (2007) yang
menyatakan proses biodegradasi anaerobik akan baik jika rasio nilai VSS dan TSS
berkisar antara 0,65-0,80.

Aklimatisasi
Proses aklimatisasi bertujuan agar bakteri pendegradasi yang ada di dalam
kotoran sapi (inokulum awal) dapat beradaptasi dengan substrat dan lingkungan
yang baru. Kelly dan Dworjanyn (2008) menyatakan bahwa inokulum yang tidak
diaklimatisasi dapat digunakan langsung untuk substrat baru tetapi proses
biodegradasi anaerobik akan berjalan lambat. Aklimatisasi dilakukan 2 tahap.
Aklimasi Tahap 1 dilakukan selama 26 hari dengan volume bioreaktor sebesar
16 L. Aklimatisasi Tahap 1 dilakukan dengan cara menambahkan substrat setiap
hari sebanyak 0,5 kg COD.m-3.hari-1 (Ulva sp.= 0,235 L.hari-1 ; Gracilaria
verrucosa = 0,107 L.hari-1 ) dan mengeluarkan slurry dengan jumlah yang sama.
Setiap hari pH diukur dan komposisi gas yang dihasilkan dianalisis menggunakan
Gas Chromatography (GC). Data pH selama aklimatisasi Tahap 1 disajikan pada
Gambar 6 dan hasil analisis gas disajikan pada Tabel 3.
7,3
7,2

pH

7,1
7,0
6,9
6,8
6,7
6,6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Waktu aklimatisasi (hari)

Gambar 6 Nilai pH selama proses aklimatisasi Tahap 1(
Gracilaria verrucosa)

Hari ke8
17
19
22

Rata-rata

: Ulva sp.,

:

Tabel 3 Komposisi gas saat aklimatisasi Tahap 1
Ulva sp
Gracilaria verrucosa
N2(%)

CH4 (%)

CO2 (%)

N2 (%)

CH4 (%)

CO2 (%)

56,61
30,47
39,72
52,03
44,71

14,46
27,57
22,29
14,68
19,75

28,54
41,96
37,99
33,29
35,44

71,77
51,30
65,69
63,08
62,96

9,21
18,56
10,33
11,22
12,33

18,78
30,14
23,98
25,70
24,65

15

pH

Aklimatisasi Tahap 2 dilakukan selama 23 hari dengan cara menambahkan
substrat rumput laut setiap hari sebesar 0,5 kg COD.m-3.hari-1 kedalam bioreaktor
hingga volume yang awalnya berisi 16 L kotoran sapi menjadi 21,305 L. Selama
proses aklimatisasi pH di dalam bioreaktor diukur setiap harinya.
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri metanogen. Selama proses aklimatisasi Tahap 1 pH Ulva
sp. berkisar antara 6,86-7,26 sedangkan pH Gracilaria verrucosa berkisar antara
6,95-7,22 (Gambar 6). Saat aklimatisasi Tahap ke 2 pH Ulva sp. berkisar antara
6,8-7,26 sedangkan pH Gracilaria verrucosa berkisar antara 6,7 – 7,22 (Gambar
7). Nilai pH selama aklimatisasi cukup baik karena masuk dalam interval pH 6,88,5 yang merupakan interval pH terbaik proses pembentukan metana (Bitton
1999; Igoni et al. 2008).
7,4
7,3
7,2
7,1
7,0
6,9
6,8
6,7
6,6
6,5
6,4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Waktu aklimatisasi (hari)

Gambar 7 Nilai pH selama proses aklimatisasi Tahap 2 (
Gracilaria verrucosa)

: Ulva sp.,

:

Proses biodegradasi anaerobik terjadi melalui empat tahap. Tahap pertama
adalah hidrolisis, tahap kedua asidogenesis, tahap ketiga asetogenesis dan tahap
keempat metanogenesis. Tahap asidogenesis akan banyak dihasilkan asam-asam
volatil dari bahan-bahan organik yang telah dihidrolisis oleh bakteri menjadi
monomer yang sederhana. Asam-asam volatil ini nantinya akan dikonversi
menjadi metana saat proses metanogenesis (Deublein dan Steinhauser 2008).
Nilai pH selama aklimatisasi Tahap 1 dan 2 (Gambar 6 dan 7) baik Ulva sp.
maupun Gracilaria verrucosa menunjukkan adanya pola yang menurun saat awal
proses hal itu diduga proses sedang memasuki tahap asidogenesis dimana asamasam volatil yang terbentuk menurunkan pH sistem.
Aklimatisasi berlangsung sebanyak 2 tahap dikarenakan hasil analisis
komposisi gas pada aklimatisasi Tahap 1 (Tabel 3) menunjukkan gas metana
sudah mulai terbentuk namun persentasenya masih sangat kecil. Persentase CH4
dari gas yang dihasilkan oleh Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa masih sangat
kecil, hanya 19,751%, dan 12,330%. Persentase nilai N2 pada gas yang dihasilkan
oleh Ulva sp. dan Gracilaria verrucosa sangat besar yaitu sebesar 44,702% dan
62,958%. Nilai N2 yang sangat tinggi mengindikasikan adanya kontaminasi udara
luar ke dalam bioreaktor sehingga kondisi bioreaktor tidak vakum. Hal ini sangat
beralasan karena persentase N2 pada udara bebas sangat besar dan paling

16

dominan, yaitu sebesar 78%. Dikarenakan komposisi gas yang belum ideal maka
dilakukan aklimatisasi Tahap 2 dengan cara menambahkan substrat sebesar 0,5 kg
COD.m-3.hari-1 sampai volume bioreaktor 21,305 L. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi ruang kosong yang memungkinkan N2 bisa masuk dan terjebak di
dalam bioreaktor.

Produksi Biogas
Proses produksi biogas dilakukan selama 57 hari dan dengan laju
pembebanan COD meningkat tiap 2 minggu. Par