Uji Efek Hipoglikemik Natrium Alginat Dari Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan

(1)

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI

RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR

WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN

SKRIPSI

OLEH: PUTRI YANI NIM 071501057

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

BAHAN SKRIPSI

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI

RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR

WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: PUTRI YANI NIM 071501057

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Pengesahan Skripsi

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN

OLEH: PUTRI YANI NIM 071501057

Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Agustus 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji

(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) NIP 195107231982032001 NIP 195301011983031004

(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.)

Pembimbing II, NIP 195107231982032001

(Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.) (Dra.Aswita Hafni Lubis, M.Si.,Apt.) NIP 195103261978022001 NIP 195304031983032001

(Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.) NIP 195310301980031002

Dekan Fakultas Farmasi

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Rusli Ahmad dan Wardah, yang tiada pernah hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, dan juga kepada kakakku Lia dan adikku Riki yang selalu setia memberi doa, dorongan serta semangatnya.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt dan Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2. Bapak Alm Drs. Ubaidillah, M.Si., Apt dan Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt., sebagai dosen wali yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.


(5)

3. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmakognosi dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.

4. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.

6. Sahabat – sahabat terbaikku Nonie, Lia dan Riah yang selalu menyemangati dan menemani hidup penulis disaat susah dan senang. Rekan – rekan stambuk 2007, khususnya ”FKK’07”, k’vika, nova, melisa, nurul, karsi, darma, tonny, dani, ayu, eva dan teman - teman lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu yang juga banyak membantu serta memberi dorongan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Agustus 2011 Penulis,


(6)

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh

TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK

Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diabetes mellitus disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesa lemak sehingga kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan glukosa meningkat di dalam darah. Natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut coklat jenis Sargassum sp. diduga berguna bagi penderita penyakit diabetes mellitus karena dapat memperlambat penyerapan glukosa pada saluran cerna ke dalam aliran darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan.

Penelitian meliputi karakterisasi ampas simplisia, isolasi alginat, dan pengujian efek penurun kadar glukosa darah dari natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap tikus yang dibuat diabetes. Sebelum digunakan tikus terlebih dahulu diinduksi dengan aloksan 130 mg/Kg BB secara intraperitoneal. Peningkatan kadar glukosa darah diukur pada hari ke-3. Selanjutnya tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan diberikan suspensi natrium alginat secara oral dengan dosis 200, 400, 800 mg/kg BB, metformin dosis 50 mg/kg BB sebagai pembanding positif, dan suspensi Na-CMC 0,5% sebagai pembanding negatif. Pengujian dilakukan pada hari ke-6 dan ke-9. Data yang diperoleh dianalisis secara analisis variansi kemudian dilanjutkan dengan metode Duncan.

Hasil pemeriksaan karakterisasi ampas simplisia rumput laut diperoleh kadar air 12,62% (v/b), kadar sari larut dalam air 5,43% (b/b), kadar abu total 9,30% (b/b), kadar abu tidak larut dalam asam 0,39% (b/b). Hasil pengujian statistik (α=0,05) menunjukkan bahwa pada pemberian natrium alginat dosis 800 mg/kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang tidak berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB, sedangkan natrium alginat 200 dan 400 mg/Kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB.

Kata kunci: rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, natrium alginat, aloksan, diabetes mellitus


(7)

TEST OF HYPOGLIKEMIC EFFECT OF SODIUM ALGINATE OF SEAWEED (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) ON

ALOXAN INDUCED WISTAR WHITE MALE RATS

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is one of the diseases of public health problems. Diabetes mellitus is caused by a deficiency of the hormone insulin that functions utilize glucose as an energy source and synthesis of fat so that the deficiency of insulin can cause accumulate glucose in the blood. Sodium alginate extracted from brown seaweed species Sargassum sp. thought to be useful for people with diabetes because it can slow the absorption of glucose in the gastrointestinal tract into the bloodstream. The objective of this research is to assess the effect of sodium alginate on rat blood glucose levels which induced aloxan.

The research includes characterization of simplicia dregs, isolation alginate, and the assessment of blood glucose lowering effect of sodium alginate extracted from seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh of rats made diabetic. Before the rats are used, they are induced by 130 mg/kg bw alloxan intraperitoneally. Grouped into 5 groups of rats and then sodium alginate suspension was administered orally at a dosage of 200 mg / kg, 400 mg / kg, 800 mg / kg BW. Metformin dosage of 50 mg / kg BW as a positive control, and the suspension of Na-CMC 0.5% as the negative control. The tests performed on day 6 and 9. Data were analyzed with analysis of variance continued by Duncan.

The result of the characterization of simplicia dregs seaweed showed water content of 12.62% (v/w), water soluble extract content of 5.43%(w/w), total ash content 9.30% (w/w), and ash insoluble in acid 0.39 % (w/w). The result of statistical tests (α=0.05) showed that the administration of sodium alginate 800 mg / kg BW gave a reduction in blood glucose levels did not differ significantly with the provision of metformin suspension dosage 50 mg / kg BW, while sodium alginate 200 and 400 mg / kg BW gave a decrease in blood glucose levels that were significantly different with the provision of metformin suspension 50 mg / kg.

Keywords: seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, sodium alginate, alloxan, diabetes mellitus


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ………... i

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ……….. vi

ABSTRACT ………...…. vii

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar belakang ………... 1

1.2 Perumusan masalah ………... 3

1.3 Hipotesis ……….... 3

1.4 Tujuan Penelitian ………... 4

1.5 Manfaat Penelitian ………. 4

1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6

2.1.2 Morfologi Tumbuhan ... 6

2.2 Alginat ... 7


(9)

2.2.2 Sifat – Sifat Alginat ... 8

2.3 Aloksan ... 9

2.3.1 Definisi Aloksan ... 9

2.3.2 Penagruh Aloksan Terhadap Kerusakan Sel β Pankreas ... 9

2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Darah ... 10

2.4.1 Pankreas ... 11

2.4.1.1 Insulin ... 11

2.4.1.2 Glukagon ... 11

2.4.2 Hati ... 12

2.5 Diabetes Mellitus ... 12

2.5.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 13

2.5.1.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 ... 13

2.5.1.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 ... 13

2.5.1.3 Diabetes Mellitus Gestasional ... 14

2.5.1.4 Diabetes Mellitus Tipe Lain ... 14

2.5.2 Manajemen Terapi ... 14

2.5.2.1 Terapi Insulin ... 14

2.5.2.2 Terapi Obat Hipoglikemia ... 15

2.5.3 Diagnosis ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN ...………... 18

3.1 Alat dan Bahan ………... 18

3.1.1 Alat ………... 18

3.1.2 Bahan ………... 18


(10)

3.2.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan...……….. 19

3.2.2 Identifikasi Bahan Tumbuhan ... 19

3.2.3 Pengeringan Bahan Tumbuhan ... 19

3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia …...………. 20

3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik ...……… 20

3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ...……… 20

3.3.3 Penetapan Kadar Air Simplisia ………. 20

3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air ..………... 21

3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol ………. 21

3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total ………. 22

3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak LarutAsam ...……….. 22

3.4 Isolasi Alginat ...………. 22

3.4.1 Tahap Praekstraksi ...…... 23

3.4.2 Tahap Pemutihan ... 23

3.4.3 Tahap Ekstraksi dan Pemurnian ……… 23

3.4.4 Tahap Pembuatan Natrium Alginat ……….. 23

3.5 Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektrofotometri FTIR ………....……… 24

3.6 Penyiapan Hewan Percobaan ... 24

3.7 Pengujian Farmakologi ... 24

3.7.1 Pembuatan Larutan Aloksan 5% ... 24

3.7.2 Pembuatan suspensi CMC Na 0,5% (b/v) ... 24

3.7.3 Pembuatan Suspensi Natrium Alginat ... 25


(11)

3.7.5 Penyiapan Hewan Uji yang Hiperglikemia ... 25

3.7.6 Penentuan Kadar Glukosa Darah (KGD) ... 25

3.7.7 Penggunaan Alat Glukometer ... 26

3.7.8 Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah... 26

3.8 Analisis Data ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 28

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ………. 28

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia ……… 28

4.3 Hasil Pembuatan Natrium Alginat ……… 29

4.4 Hasil Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektrofotometri FTIR ……….. 30

4.5 Hasil Uji Farmakologi ………... 30

4.5.1 Pengaruh Induksi Aloksan terhadap KGD Tikus ……… 31

4.5.2 Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-4 Setelah Pemberian Sediaan Uji ……… 33

4.5.3 Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-7 Setelah Pemberian Sediaan Uji ……… 34

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..………. 37

5.1 Kesimpulan ……… 37

5.2 Saran ……….. 38

DAFTAR PUSTAKA ………. 39


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam ……… 31 Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD tikus setelah diinduksi aloksan dosis

130mg/kg BB ….……… 32 Tabel 4.3 Hasil rata-rata KGD tikus hari ke-4 setelah pemberian

sediaan uji ……….…. 33 Tabel 4.4 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada

hari ke- 6 ……….… 34 Tabel 4.5 Hasil rata-rata KGD tikus hari ke-4 setelah pemberian

sediaan uji ………..………. 35 Tabel 4.6 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada hari


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ……….. 5

Gambar 2.1 Struktur Natrium Alginat ………..………. 8

Gambar 2.2 Struktur Molekul Aloksan …………...……….. 9

Gambar 2.3 Skema Pengaturan Glukosa Darah ….………... 10

Gambar 4.1 Grafik yang menunjukkan KGD setelah pemberian Na Alginat dan Metformin ……….. 33


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan ... 42

Lampiran 2. Gambar Talus Rumput Laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) ..………. 43

Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Karakteristik Simplisia ... 47

Lampiran 4. Penetapan Kadar Abu Simplisia ... 52

Lampiran 5. Bagan Pembutan Natrium Alginat ... 53

Lampiran 6. Spektrum Identifikasi Natrium Alginat ... 54

Lampiran 7. Bagan Alur Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah ……… ... 56

Lampiran 8. Bagan Alur Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus ..… 57

Lampiran 9. Data Kadar Glukosa Darah Tikus Selama Penelitian ... 58

Lampiran 10. Hasil SPSS ... 60

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Dosis ... 64

Lampiran 12. Alat Pengukur Kadar Glukosa Darah Tikus ... 67


(15)

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh

TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK

Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diabetes mellitus disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesa lemak sehingga kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan glukosa meningkat di dalam darah. Natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut coklat jenis Sargassum sp. diduga berguna bagi penderita penyakit diabetes mellitus karena dapat memperlambat penyerapan glukosa pada saluran cerna ke dalam aliran darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan.

Penelitian meliputi karakterisasi ampas simplisia, isolasi alginat, dan pengujian efek penurun kadar glukosa darah dari natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap tikus yang dibuat diabetes. Sebelum digunakan tikus terlebih dahulu diinduksi dengan aloksan 130 mg/Kg BB secara intraperitoneal. Peningkatan kadar glukosa darah diukur pada hari ke-3. Selanjutnya tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan diberikan suspensi natrium alginat secara oral dengan dosis 200, 400, 800 mg/kg BB, metformin dosis 50 mg/kg BB sebagai pembanding positif, dan suspensi Na-CMC 0,5% sebagai pembanding negatif. Pengujian dilakukan pada hari ke-6 dan ke-9. Data yang diperoleh dianalisis secara analisis variansi kemudian dilanjutkan dengan metode Duncan.

Hasil pemeriksaan karakterisasi ampas simplisia rumput laut diperoleh kadar air 12,62% (v/b), kadar sari larut dalam air 5,43% (b/b), kadar abu total 9,30% (b/b), kadar abu tidak larut dalam asam 0,39% (b/b). Hasil pengujian statistik (α=0,05) menunjukkan bahwa pada pemberian natrium alginat dosis 800 mg/kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang tidak berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB, sedangkan natrium alginat 200 dan 400 mg/Kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB.

Kata kunci: rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, natrium alginat, aloksan, diabetes mellitus


(16)

TEST OF HYPOGLIKEMIC EFFECT OF SODIUM ALGINATE OF SEAWEED (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) ON

ALOXAN INDUCED WISTAR WHITE MALE RATS

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is one of the diseases of public health problems. Diabetes mellitus is caused by a deficiency of the hormone insulin that functions utilize glucose as an energy source and synthesis of fat so that the deficiency of insulin can cause accumulate glucose in the blood. Sodium alginate extracted from brown seaweed species Sargassum sp. thought to be useful for people with diabetes because it can slow the absorption of glucose in the gastrointestinal tract into the bloodstream. The objective of this research is to assess the effect of sodium alginate on rat blood glucose levels which induced aloxan.

The research includes characterization of simplicia dregs, isolation alginate, and the assessment of blood glucose lowering effect of sodium alginate extracted from seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh of rats made diabetic. Before the rats are used, they are induced by 130 mg/kg bw alloxan intraperitoneally. Grouped into 5 groups of rats and then sodium alginate suspension was administered orally at a dosage of 200 mg / kg, 400 mg / kg, 800 mg / kg BW. Metformin dosage of 50 mg / kg BW as a positive control, and the suspension of Na-CMC 0.5% as the negative control. The tests performed on day 6 and 9. Data were analyzed with analysis of variance continued by Duncan.

The result of the characterization of simplicia dregs seaweed showed water content of 12.62% (v/w), water soluble extract content of 5.43%(w/w), total ash content 9.30% (w/w), and ash insoluble in acid 0.39 % (w/w). The result of statistical tests (α=0.05) showed that the administration of sodium alginate 800 mg / kg BW gave a reduction in blood glucose levels did not differ significantly with the provision of metformin suspension dosage 50 mg / kg BW, while sodium alginate 200 and 400 mg / kg BW gave a decrease in blood glucose levels that were significantly different with the provision of metformin suspension 50 mg / kg.

Keywords: seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, sodium alginate, alloxan, diabetes mellitus


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana pada kondisi ini terjadi gangguan metabolik tubuh yang dikarakteristikkan dengan kondisi hiperglikemia dan abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Well, et al, 2009). Diabetes mellitus disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesa lemak. Kekurangan hormon insulin menyebabkan glukosa meningkat di dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya disekresikan lewat kemih tanpa digunakan (glikosuria) (Tjay dan Rahardja, 2007).

Kemudahan hidup akibat tersedianya produk teknologi yang membantu manusia, mengambil alih sebagian besar tenaga manusia, akibatnya manusia kurang bergerak atau kurang aktif. Perubahan perilaku hidup termasuk pola makan memberikan kontribusi besar pada peningkatan prevalensi diabetes mellitus. Perubahan pola makan kearah makanan cepat saji inilah yang dapat menimbulkan tingginya kadar glukosa darah. Faktor lain yang menunjang seseorang terkena diabetes mellitus yaitu faktor keturunan, stress, dan faktor usia. (Amma, 2009).

Sekitar 88% penderita diabetes dilaporkan menggunakan obat antidiabetik dalam terapinya. Beberapa dasawarsa terakhir di seluruh dunia ada kecenderungan meningkatnya penggunaan sediaan herbal untuk berbagai keperluan pemeliharaan


(18)

kesehatan meskipun efektivitas pemanfaatannya masih perlu dibuktikan (Amma, 2009).

Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Potensi produksi rumput laut di Indonesia cukup melimpah dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 produksi rumput laut mencapai 223.080 ton dan pada tahun 2006 terus meningkat hingga mencapai 1.341.141 ton. Beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, alginat dan karagenan merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri (Bawa, dkk, 2007; Erungan, dkk, 2009).

Selama ini telah diketahui bahwa penggunaan natrium alginat sudah cukup luas dilakukan di berbagai bidang, seperti industri farmasi, makanan, kosmetik, tekstil, serta makanan dan minuman antara lain sebagai bahan pengemulsi, pengental, stabilisator, dan penghancur dalam pembuatan tablet (Rasyid, 2003). Selain itu, natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut coklat jenis Sargassum sp. juga berguna bagi penderita penyakit diabetes mellitus karena dapat memperlambat penyerapan glukosa pada saluran cerna ke dalam aliran darah (Wikanta, 2005).

Oleh karena itulah, peneliti melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian natrium alginat yang diekstraksi dari ampas rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan. Penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai dasar pengembangan rumput laut sebagai alternatif obat alami bahari dalam menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah:

a. apakah karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh dapat diidentifikasi?

b. apakah natrium alginat masih terdapat di dalam ampas rumput laut

Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh ?

c. apakah natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan?

d. apakah ada perbedaan nyata antara efek penurun kadar glukosa darah dari natrium alginat yang diekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C.Agardh dibandingkan dengan metformin?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

a. karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh dapat didentifikasi.

b. natrium alginat masih terdapat di dalam ampas rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

c. natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C.Agardh dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan.


(20)

d. tidak ada perbedaan nyata dari pemberian natrium alginat yang diekstraksi dari rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) dibandingkan dengan metformin.

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh.

b. untuk memperoleh natrium alginat yang diekstraksi dari ampas rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

c. untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh terhadap kadar glukosa darah tikus yang dibuat diabetes.

d. untuk mengetahui perbandingan efek natrium alginat yang diekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh sebagai penurun kadar glukosa darah dibandingkan dengan metformin.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai:

a. sumber karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

b. sumber informasi ilmiah mengenai khasiat natrium alginat sebagai penurun kadar glukosa darah.


(21)

sumber untuk mendapatkan dosis yang tepat dari natrium alginat yang memberikan efek menurunkan kadar glukosa darah optimal.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Natrium Alginat

Aloksan

Tikus Wistar

Metformin

Tikus Diabetes

Kadar Glukosa

Darah Tikus (mg/dl) Simplisia

Rumput Laut Karakteristik


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Uraian Tumbuhan

Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang, maupun daun sejati; tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadireja., dkk, 2008).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Dalam taksonomi tumbuhan, rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Phaeophyta Kelas : Phaeophyceae Bangsa : Fucales Suku : Sargassceae Marga : Sargassum

Jenis : Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh (LIPI, 2011) 2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Secara umum, ciri-ciri dari marga Sargassum adalah bentuk talus yang umumnya silindris dan ada yang gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daunnya melebar, lonjong ataupun seperti pedang, mempunyai


(23)

gelembung udara, panjangnya mencapai 7 meter, dimana warna talus umumnya coklat (Aslan, 1998).

2.1.3 Kandungan Rumput Laut

Sebagai sumber gizi, rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu, rumput laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A,B,C,D, E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. (Anggadireja, dkk, 2009). Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput laut mencapai 10 -20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Sulistyowaty, 2009).

2.2 Alginat

Alginat merupakan salah satu kelompok polisakarida yang terbentuk dalam dinding sel rumput laut coklat dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan algae (Rasyid, 2003). Alginat dalam rumput laut coklat umumnya bersenyawa dengan garam natrium, kalium, kalsium, dan magnesium (Yulianto, 2007).

2.2.1 Struktur Alginat

Alginat merupakan suatu kopolimer linear yang terdiri dari dua unit monomer penyusun alginat, yaitu β-D-Mannopyranosil Uronat dan α-L-Asam Gulopyranosyl Uronat. Dari kedua jenis monomer tersebut, alginat dapat berupa homopolimer yang terdiri dari monomer sejenis, yaitu β-D-Mannopyranosil Uronat saja atau α-L-Asam Gulopyranosyl Uronat saja; atau alginat dapat juga


(24)

berupa senyawa heteropolimer jika monomer penyusunnya adalah gabungan kedua jenis monomer tersebut (Rasyid, 2003).

Gambar 2.1 Struktur Natrium Alginat 2.2.2 Sifat – Sifat Alginat

Sifat – sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronan dan mannuronan dalam molekul. Asam alginat tidak larut dalam air dan mengendap pada pH < 3,5. Alginat tidak dapat larut dalam pelarut organik tetapi dapat mengendap dengan alkohol. Alginat paling stabil pada pH antara 4 – 10, tetapi pada pH yang lebih tinggi viskositasnya sangat kecil akibat adanya degradasi β-eliminatif (Rasyid, 2003; Rowe, et al, 2009), tetapi pH di bawah 4,5 dan di atas 11 viskositasnya akan mudah terdegradasi atau labil (Yulianto, 2007).


(25)

2.3 Aloksan

2.3.1 Definisi Aloksan

Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivate pirimidin sederhana. Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6 - tetraoxypirimidin; 2,4,5,6-primidinetetron; 1,3-Diazinan-2,4,5,6-tetron (IUPAC) dan asam Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4. Aloksan

murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Aloksan adalah senyawa kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik (Yuriska, 2009).

Gambar 2.2 Struktur Molekul Aloksan

2.3.2 Pengaruh Aloksan Terhadap Kerusakan Sel β Pankreas

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi binatang percobaan untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) secara cepat. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan. Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan 120 - 150 mg/kgBB. Aloksan dapat menyebabkan Diabetes Melitus tergantung insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia (Yuriska, 2009). Mekanisme kerja aloksan diawali dengan ambilan aloksan ke dalam sel-sel β pankreas dan kecepatan ambilan ini akan menentukan sifat diabetogenik aloksan. Ambilan ini juga dapat terjadi pada hati atau jaringan lain,


(26)

tetapi jaringan tersebut relatif lebih resisten dibanding pada sel-sel β pankreas. Sifat inilah yang melindungi jaringan terhadap toksisitas aloksan (Amma, 2009).

Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro juga menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati, 2003). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan percobaan dan status gizinya (Amma, 2009).

2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Darah

Pengaturan kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh organ-organ tertentu yang paling penting adalah pankreas dan hati.


(27)

2.4.1 Pankreas

Pankreas sangat berperan dalam memelihara homeostasis glukosa darah. Organ ini memiliki sel eksokrin dan sel endokrin. Hormon - hormon yang dihasilkan pada sel endokrin dihasilkan oleh 4 jenis sel, yaitu: Sel α (yang memproduksi hormon glukagon), Sel β (yang menghasilkan insulin), Sel D ( yang memproduksi somatostatin), dan Sel PP (yang memproduksi polipeptida pankreas) (Tjay dan Rahardja, 2003).

2.4.1.1 Insulin

Secara umum insulin memiliki empat fungsi utama yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat yaitu mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel, merangsang glikogenesis, menghambat glikogenolisis, serta menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis (Sulistyowati, 2009). Setelah mengkonsumsi karbohidrat yang banyak, glukosa yang diabsorpsi ke dalam darah akan menyebabkan sekresi insulin yang cepat (Guyton, 1990). Sekali insulin memasuki sirkulasi, maka insulin diikat oleh reseptor khusus yang terdapat pada membrane sebagian besar jaringan sehingga memudahkan glukosa menembus membrane sel (Katzung, 2002). Glukosa yang telah masuk ke dalam sel selanjutnya akan diubah menjadi energi atau ditimbun sebagai cadangan makanan. Cadangan ini digunakan bila tubuh kekurangan energi (Tjay dan Rahardja, 2003). 2.4.1.2Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresi oleh sel α pulau langerhans yang fungsinya berlawanan dengan hormon insulin yaitu meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Penurunan konsentrasi glukosa darah akan


(28)

meningkatkan sekresi glukagon, bila kadar glukosa darah turun sampai 70mg/100ml darah, maka pankreas akan mensekresikan glukagon dalam jumlah banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati (Guyton, 1990).

2.4.2 Hati

Hati merupakan organ utama yang dicapai insulin endogen melalui sirkulasi portal. Hati bekerja dengan meningkatkan simpanan glukosa sebagai glikogen dan membalikkan sejumlah mekanisme katabolisme yang berhubungan dengan keadaan pascaabsorpsi, seperti: glikogenolisis, ketogenesis, dan glukoneogenesis (Katzung, 2002).

2.5 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan tingginya konsentrasi glukosa di dalam darah atau disebut juga hiperglikemia, yang disebabkan oleh kekurangan insulin atau dikombinasikan dengan terjadinya resistensi insulin. Hiperglikemia terjadi karena pengeluaran glukosa dari hati yang tidak terkontrol dan berkurangnya sintesis glikogen (Rang,

et al, 2007). Tidak adanya atau tidak memadainya produksi hormon insulin akan mengakibatkan diabetes melitus tipe 1, terutama ditandai dengan penurunan berat badan, gejala 3 p (polifagia, polidipsia, poliuria) dan umumnya ditemukan pada usia anak-anak hingga remaja. Sedangkan peningkatan resistensi insulin dengan penurunan kuantitas insulin menyebabkan diabetes tipe 2, yang dicirikan oleh tubuh yang gemuk dan usia menengah keatas (Amma, 2009).


(29)

2.5.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus 2.5.1.1 Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes tipe ini sering disebut Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau juvenil onset diabetes (Tjay dan Rahardja, 2003). Penyebab utamanya karena kerusakan autoimun dari sel β pancreas. Penanda dari kerusakan sel β yang ada pada saat dilakukan diagnosis dari 90% individu dan termauk sel islet antibodi, antibodi terhadap dekarboksilasi asam glutamat, dan antibodi terhadap insulin (Dipiro., et al, 2008). Pada kondisi ini, insulin di dalam sirkulasi tidak ada , glukagon plasma meningkat, dan sel β pankreas gagal berespon terhadap semua rangsangan insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan insulin eksogen untuk memperbaiki kondisi katabolik, mencegah ketosis, dan mengurangi hiperglukagonemia serta penngkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2002). 2.5.1.2 Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes ini sering disebut Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM), dimana penyakit dikarakteristikkan oleh adanya resistensi insulin atau kurangnya sekresi insulin. Kurangnya sekresi insulin posprandial disebabkan gangguan fungsi sel β pankreas dan kurangnya rangsangan untuk mensekresi insulin dari hormon usus (Dipiro., et al, 2008). Pada kondisi seperti ini, pasien dapat diobati dengan antidiabetika oral dan kecenderungan terjadinya asidosis tidak ada. Sekitar 70-80% dari pasien diabetes yang tegolong jenis ini dikarenakan factor keturunan yang berperan besar. Bilamana terjadi resistensi insulin, hali itu biasanya diakibatkan makan terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan individualnya, seperti lazimnya pada orang gemuk (Tjay dan Rahardja, 2003).


(30)

2.5.1.3 Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes tipe ini terjadi sebagai akibat intoleransi glukosa yang didapat selama masa kehamilan. Deteksi klinis diperlukan sebagai terapi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas janin (Dipiro., et al, 2008). Kebanyakan wanita penderita gestational diabetes memiliki homeostatis glukosa yang normal selama paruh pertama (sampai bulan kelima) masa hamil. Pada paruh kedua masa hamil (antara bulan keempat dan kelima) mengalami defisiensi insulin relatif. Pada umumnya kadar glukosa darah kembali normal setelah melahirkan (Amma, 2009). Penyebab diabetes gestasional dianggapa berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar esterogen serta hormon pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan esterogen menstimulasi pelepasan insulin yang berlebihan mengakibatkan penurunann responsivitas seluler.hormon pertumbuhan juga memiliki beberapa efek anti insulin, misalnya perangsangan glikogenolisis dan stimulasi jaringan adipose (Corwin, 2009).

2.5.1.4Diabetes Mellitus Tipe Lain

Tipe ini disebabkan oleh faktor lain, seperti efek genetis pada fungsi sel β pancreas pada kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin, atau akibat penggunaan obat-obatan (Dipiro., et al, 2008).

2.5.2 Manajemen Terapi 2.5.2.1 Terapi Insulin

Terapi insulin adalah pengobatan utama untuk semua pasien dengan DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diterapi dengan diet maupun agen hipoglikemik oral, serta untuk pasien dengan diabetes postpancreatectomy dan


(31)

diabetes gestasional. Selain itu, insulin berperan dalam pengelolaan diabetes ketoasidosis, dan memiliki peran penting dalam pengobatan hiperglikemik, koma nonketosis dan dalam manajemen perioperatif dari DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada semua kasus, tujuannya tidak hanya untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga semua aspek metabolisme. Pengobatan yang optimal memerlukan pendekatan yang terkoordinasi untuk diet, olahraga, dan pemberian insulin (Goodman and Gilman, 2006).

2.5.2.2 Terapi Obat Hipoglikemik

Berdasarkan cara kerjanya ada lima golongan obat antidiabetika oral yang sering digunakan, yaitu:

1. Sulfonilurea

Mekanisme kerjanya menstimulasi sel β dari pulau langerhans sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Kepekaan sel β untuk kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa (Tjay dan Rahardja, 2003). Sulfonilurea juga dapat meningkatkan jumlah insulin dengan mengurangi clearance hepatik dari hormon, merangsang pelepasan somatostatin serta menekan sekresi glukagon walau hanya sedikit (Goodman and Gilman, 2006). Generasi pertama sulfonilurea adalah asetoheksamid, klorpropamid, tolbutamid, dan tolazamid, sedangkan generasi keduanya adalah glibenklamid dan glipizida (Dipiro., et al, 2008). Efek samping dari sulfonilurea jarang, biasanya terjadi pada sekitar 4% dari pasien yang memakai obat generasi pertama dan mungkin sedikit kurang sering pada pasien yang menerima obat generasi kedua. Efek yang terjadi berupa reaksi hipoglikemik, termasuk koma. Efek samping lainnya


(32)

dari sulfonilurea termasuk penyakit kuning, mual dan muntah, kolestasis, agranulositosis, anemia aplastik dan hemolitik, reaksi hipersensitivitas umum, dan reaksi dermatologis (Goodman and Gilman, 2006).

2. Biguanida

Golongan obat ini bekerja berdasarkan peningkatan kepekaan reseptor insulin sehingga absorpsi glukosa di jaringan perifer meningkat dan bersifat menekan nafsu makan (Tjay dan Rahardja, 2003). Contoh dari golongan ini adalah metformin. Metformin tidak memiliki efek yang signifikan terhadap sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, atau somatostatin. Metformin mengurangi kadar glukosa terutama oleh penurunan produksi glukosa hati dan dengan meningkatkan aksi insulin pada otot dan lemak. Efek samping dari metformin yang terjadi pada sampai dengan 20% dari pasien diare, antara lain perut tidak nyaman, mual, dan anoreksia (Goodman and Gilman, 2006).

3. Glukosidase inhibitor

Mekanisme kerja utamanya yaitu untuk menurunkan hiperglikemia postprandial dengan memperlambat laju karbohidrat yang diabsorpsi dari saluran pencernaan (Craig and Robert, 1997). Glukosidase inhibitor menyebabkan malabsorpsi terkait dosis, perut kembung, dan diare (Goodman and Gilman, 2006).

4. Thiazolidindion

Efek farmakologisnya berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, lemak, dan hati (Tjay dan Rahardja, 2003). Thiazolidindion meningkatkan transportasi glukosa


(33)

ke dalam otot dan jaringan adiposa dengan meningkatkan sintesis dan translokasi bentuk - bentuk khusus dari transporter glukosa. Thiazolidindion telah dilaporkan dapat menyebabkan anemia, peningkatan berat badan, edema, dan ekspansi volume plasma (Goodman and Gilman, 2006).

5. Miglitinida

Mekanismenya khusus yaitu dengan mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan (Tjay dan Rahardja, 2003). Obat yang tergolong ke dalam miglitinida antara lain repaglinida dan nateglinida (Craig and Robert, 1997).

2.5.3 Diagnosis

Pemeriksaan untuk DM tipe 2 harus dilakukan setiap 3 tahun pada setiap orang dewasa dimulai pada usia 45 tahun. Pemeriksaan harus dipertimbangkan pada usia yang lebih dini dan pada individu dengan faktor risiko seperti: riwayat keluarga DM, obesitas, dan adanya tanda-tanda resistensi insulin (Wells, et al, 2009).

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah:

a. glukosa plasma puasa (FPG = fasting plasma glucose). FPG normal adalah kurang dari 100 mg/dl (5,6 mmol/L).

b. Glukosa puasa terganggu antara 100 sampai 125 mg/dl (5,6 - 6,9 mmol/L). c. Toleransi glukosa terganggu didiagnosis ketika 2 jam setelah makan. Uji

toleransi glukosa oral adalah antara 140 dan 199 mg/dL (7,8 untuk 11,0 mmol / L) (Wells, et al, 2009).


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian ini adalah metode eksperimental berdasarkan rancangan acak lengkap. Penelitian meliputi penyiapan simplisia, karakterisasi simplisia, isolasi alginat, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek penurun kadar glukosa darah pada hewan percobaan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Data hasil penelitian dianalisis secara Anava (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan meggunakan program SPSS

(Statistical Product and Service Solution) versi 17.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, cawan porselin, desikator, Glucometer dan Glucotest strip (Gluco Dr), hot plate (Fissons), mikroskop (Olympus), mortir, neraca hewan, lemari pengering, oral sonde, oven listrik, penangas air, spatula, labu bersumbat, neraca kasar, neraca listrik (Metler Toledo), seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, spektrofotometri FTIR (Shimadzu), spuilt, stamfer, syringe, dan alat-alat lainnya yang dibutuhkan.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ampas rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh, semua bahan yang digunakan


(35)

berkualitas pro analisa seperti kalsium klorida Merck), asam klorida (E-Merck), toluene (E-(E-Merck), kecuali dinyatakan lain yaitu: air suling, aloksan, hidrogen peroksida (Brataco), infus NaCl 0,9%, kalsium hipoklorida (Brataco), kloroform (CV. Rudang Jaya), natrium karboksi metil selulosa, , pakan tikus, dan tablet metformin (Bernofarm).

3.2 Penyiapan Simplisia

3.2.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Pengumpulan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan dari daerah lain. Bahan penelitian adalah ampas simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh. Talus diperoleh dari Pantai Ponchan, Sibolga. Gambar tumbuhan segar dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 43.

3.2.2 Identifikasi Bahan Tumbuhan

Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan oleh Vindy Carolina di Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa bahan tumbuhan yang digunakan adalah rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 42.

3.2.3 Pengeringan Bahan Tumbuhan

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah serbuk ampas simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh. Bahan dikeringkan di lemari pengering. Gambar serbuk ampas simplisia rumput laut dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 45.


(36)

3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dan penetapan kadar sari yang larut dalam air (Ditjen POM, 1995; WHO, 1992). 3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada tumbuhan segar dan simplisia kering yang meliputi pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna. Gambar simplisia dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 44.

3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap ampas simplisia dilakukan dengan cara meneteskan kloralhidrat diatas kaca objek, kemudian di atasnya diletakkan serbuk ampas simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 46.

3.3.3 Penetapan Kadar Air Simplisia

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima.

Cara penetapan:

Labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air pada tabung penerimaan dibaca. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah


(37)

toluena mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah 2 jam didestilasi, kemudian toluen dibiarkan dingin, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 47.

3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 48.

3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata


(38)

yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 49.

3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 50.

3.3.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 51.

3.4 Isolasi Alginat

Proses isolasi alginat dibagi dalam empat tahap, yaitu tahap praekstraksi, pemutihan, isolasi dan pemurnian, serta pembuatan natrium alginat.


(39)

3.4.1 Tahap Praekstraksi

Ampas kering Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh, direndam dengan larutan kalsium klorida 1% pada suhu 40⁰C - 50⁰C selama 2 jam, kemudian disaring. Ampas dicuci dengan air suling sampai netral, selanjutnya direndam dengan larutan asam klorida 5% selama 2 jam kemudian disaring, lalu ampas dicuci dengan air suling sampai netral (Trono dan Fortes, 1988).

3.4.2 Tahap Pemutihan

Ampas yang telah netral diputihkan dengan larutan kalsium hipoklorit 1% selama 2,5 jam, kemudian disaring dan residu dicuci dengan air suling (Duma, 1994).

3.4.3 Tahap Ekstraksi dan Pemurnian

Ampas yang telah diputihkan selanjutnya diekstraksi menggunakan larutan natrium karbonat 5% dengan pemanasan 50⁰C - 60⁰C selama 2 jam, selanjutnya disaring. Larutan natrium alginat yang diperoleh diubah menjadi asam alginat dengan menambahkan larutan asam klorida 5% sedikit demi sedikit (pH 3). Asam alginat yang berbentuk gel selanjutnya diputihkan dengan larutan hidrogen peroksida 1,5% selama 6 jam, kemudian disaring dan dicuci dengan air suling (Trono dan Fortes, 1988).

3.4.4 Tahap Pembuatan Natrium Alginat

Asam alginat yang berbentuk gel dilarutkan dalam larutan natrium karbonat 5% (pH 9). Larutan natrium alginat dikeringbekukan untuk menghasilkan serbuk kering natrium alginat (Trono dan Fortes, 1988). Bagan isolasi alginat dapat dilihat pada lampiran 5, halaman 53.


(40)

3.5 Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektrofotometri FTIR Serbuk natrium alginat dicampur dengan KBr kemudian ditekan hingga diperoleh pelet, kemudian dimasukkan ke dalam alat spektrofotometri FTIR, diukur serapannya pada frekuensi 4000-400 cm-1. Spektrum inframerah dapat dilihat pada lampiran 6, halaman 54.

3.6 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan berat 150-200 gram berumur 2 - 3 bulan yang dikondisikan selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungannya.

3.7 Pengujian Farmakologi

3.7.1 Pembuatan Larutan Aloksan 5%

Sebanyak 5 g serbuk aloksan dilarutkan dalam larutan100 ml NaCl 0,9% dengan dosis 130 mg /kg BB secara intraperitoneal (Amma, 2009). Perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 11, halaman 66.

3.7.2 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% (b/v)

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan ke dalam lumpang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Anief, 1995).


(41)

3.7.3 Pembuatan Suspensi Natrium Alginat 1%

Sebanyak 1 g natrium alginat disuspensikan dalam CMC Na 0,5% sedikit demi sedikit lalu dicukupkan hingga 100 ml.

3.7.4 Pembuatan Suspensi Metformin Dosis 50mg/Kg BB

Sebanyak 1 g metformin digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan Suspensi Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil terus digerus hingga homogen, lalu dicukupkan dengan suspensi Na-CMC 0,5% hingga 100 ml.

3.7.5 Penyiapan Hewan Uji yang Hiperglikemia

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur wistar yang sehat dan dewasa sebanyak 30 ekor yang terlebih dahulu dikarantina selama 2 minggu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ditimbang berat badan dan diukur kadar gula darah puasa masing-masing tikus sebelum percobaan dilakukan.

3.7.6 Penentuan Kadar Glukosa Darah (KGD)

Sebelum percobaan dilakukan, tikus dipuasakan (tidak makan tetapi tetap minum) selama 18 jam, lalu ditimbang berat badan tikus masing-masing dan diberi tanda pada ekor. Kemudian masing-masing tikus diukur kadar glukosa darah puasa yaitu dengan memasukkan tikus ke dalam restrainer dimana bagian ekor tetap berada di luar, dicukur bulu ekornya dan dibersihkan dengan alkohol, lalu diambil darahnya melalui pembuluh darah vena dibagian ekor yang ditusuk dengan jarum suntik. Darah yang keluar disentuhkan pada test strip yang telah terpasang pada alat glucometer dan dibiarkan alat mengukur kadar glukosa darah secara otomatis. Angka yang tampil pada layar alat dicatat sebagai kadar glukosa darah (mg/dl). Bagan pengerjaannya dapat dilihat pada lampiran 8, halaman 57.


(42)

3.7.7 Penggunaan Alat Glucometer

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah

Glucometer Gluko DrTM dengan menggunakan test strip yang bekerja secara enzimatis. Glucometer ini secara otomatis akan hidup ketika test strip dimasukkan dan akan mati ketika test strip dicabut. Kode nomor yang muncul pada layar dicocokkan dengan yang ada pada vial Gluko DrTM test strip. Test strip yang dimasukkan pada glucometer maka pada bagian layar akan tertera angka yang sesuai dengan kode test strip, kemudian pada layar monitor glucometer muncul tanda akan siap diteteskan darah. Dengan menyentuh setetes darah ke test strip melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah. Hasil pengukuran diperoleh selama 11 detik. Gambar alat

glucometer dapat dilihat pada lampiran 12, halaman 67. 3.7.8 Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah

Pengujian efek hipoglikemik natrium alginat dilakukan dengan metode induksi aloksan dengan variasi dosis. Tikus dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok,yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus, yakni :

Kelompok I : Tikus diabetes (diberi suspensi CMC 0,5% dosis 1% BB) Kelompok II : Tikus diabetes (diberi suspensi Metformin® dosis 50 mg/kg BB) Kelompok III : Tikus diabetes (diberi suspensi na alginat dosis 200 mg/kg BB) Kelompok IV : Tikus diabetes (diberi suspensi na alginat dosis 400 mg/kg BB) Kelompok V : Tikus diabetes (diberi suspensi na alginat dosis 800 mg/kg BB)

Tikus yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan kadar glukosa darah puasa, kemudian masing-masing tikus diberikan suntikan aloksan secara intraperitonial dengan dosis 130 mg/kg BB dan tikus dipelihara selama 3


(43)

hari, selanjutnya disebut tikus diabetes. Tikus yang telah mengalami diabetes masing-masing diberi sediaan secara oral sebanyak satu kali setiap hari selama 6 hari. Sebelum dan setelah pemberian sediaan uji, darah tikus diambil pada hari ke-0, 3, 6, dan 9 dari masing-masing kelompok. Bagan alur pengerjaannya dapat dilihat pada lampiran 7, halaman 56.

3.9 Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan metode Anava (analisis variansi). Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi yang telah dilakukan oleh Vindy Carolina di Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI adalah rumput laut jenis

Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, divisi Phaeophyta, kelas Phaeophyceae, bangsa Fucales, suku Sargassaceae, marga Sargassum.

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopis simplisia diperoleh simplisia berupa talus yang menciut, berwarna coklat kehitaman, sedikit berbau, dan tidak berasa.

Hasil pemeriksaan mikroskopis serbuk ampas Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh terlihat adanya sel – sel parenkim berbentuk poligonal tidak beraturan yang berisi pigmen berwarna coklat dan terdapat pula sel – sel propagule yang berfungsi untuk menghasilkan cabang pada talus rumput laut (Dawes, 1981).

Hasil pemeriksaan karakteristik ampas serbuk simplisia diperoleh kadar air 12,62 % (v/b), kadar sari yang larut dalam air 5,43% (b/b), kadar abu 9,30%, (b/b) dan kadar abu yang tidak larut asam 0,39% (b/b). Hasil pemeriksaan kadar air yang diperoleh cukup tinggi karena rumput laut memiliki sifat yang higroskopis. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk ampas yang telah diekstraksi menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol menyebabkan


(45)

kandungan metabolit sekunder yang terlarut dalam etanol telah tersari sempurna sehingga kadar sari yang larut dalam etanol menjadi tak terukur.

4.3 Hasil Pembuatan Natrium Alginat

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perendaman pada suhu 50°C - 60°C yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa yang diekstraksi dalam waktu yang relatif singkat.

Pada isolasi alginat dilakukan perlakuan praekstraksi dengan asam klorida untuk menghilangkan garam – garam mineral yang larut sedangkan pada penambahan kalsium klorida bertujuan untuk memisahkan simplisia dengan polimer asidik lain seperti laminaran dan furcellaran. Penambahan larutan kalsium hipoklorit dimaksudkan untuk menghasilkan serbuk yang putih. Penambahan asam klorida 5% (pH 3) dimaksudkan untuk mengubah garam natrium menjadi asam alginat yang mengapung di permukaan larutan dan penambahan larutan hidrogen peroksida ke dalam asam alginat ini bertujuan untuk menghasilkan serbuk alginat yang lebih putih. Selanjutnya, dengan adanya penambahan larutan natrium karbonat 5%, asam alginat yang terbentuk diubah kembali menjadi natrium alginat (pH 9). Menurut Rowe, et al (2009) garam alginat paling stabil pada pH antara 4 – 10.

Hasil isolasi 210 g ampas simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh diperoleh serbuk natrium alginat sebanyak 34,434 g dengan rendemen 16,39% dan serbuk berwarna krem.


(46)

4.4 Hasil Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektofotometri FTIR

Hasil penetapan karakterisasi natrium alginat secara Spektrofotometri FTIR menunjukkan adanya pita melebar dan spesifik pada bilangan gelombang 3495 cm-1 yang merupakan vibrasi regang untuk gugus OH. Pada bilangan gelombang 1629 cm-1 terdapat pita yang terkuat dengan lebar medium yang merupakan regang untuk gugus C=O, dan pita dengan serapan kuat pada bilangan gelombang 1060 cm-1 untuk regang C-O, sedangkan isomer alginat terletak pada puncak serapan 1423 cm-1. Berdasarkan puncak- puncak serapan yang diperoleh dibandingkan dengan baku pembanding ditunjukkan bahwa bahan yang diekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh adalah natrium alginat.

4.5 Hasil Uji Farmakologi

Pada pengujian antidiabetes yang digunakan sebagai penginduksi adalah aloksan karena aloksan dapat merusak sel β-pankreas dengan pemberian parenteral, intravena, intraperitoneal, dan subkutan sehingga menghasilkan keadaan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu ciri DM tipe-1. Tikus yang diinduksi dengan aloksan 75 mg/kg BB hanya menghasilkan tikus dengan kadar glukosa darah sesaat 150-200 mg/dl tetapi dalam waktu satu minggu kadar glukosanya kembali normal. Sedangkan pada dosis 125 mg/kg BB dapat menghasilkan tikus DM sedang dengan kadar glukosa darah 200-450 mg/dl (Amma, 2009). Namun pada saat orientasi, pemberian dosis aloksan 125 mg/Kg BB tidak menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah seperti yang diinginkan setelah dilakukan pengamatan selama satu minggu. Oleh karena itu, diberikan


(47)

peningkatan dosis aloksan menjadi 130 mg/Kg BB secara intraperitonial dan kondisi hiperglikemia dicapai pada hari ke-3. Hasil pengukuran KGD tikus setelah puasa selama 18 jam, sebelum tikus diinduksi ditunjukan pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam sebelum diinduksi aloksan

Kelompok tikus sebelum diinduksi

aloksan 130 mg/Kg BB Rata-rata KGD puasa (mg/dl) CMC Na 0,5%

Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB

95,8 95 95,3 98,8 95,5

Rata – rata 96,08

Hasil analisis stastistik diperoleh F hitung (0,234) < F tabel (2,76) pada α = 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok, hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni dalam kadar glukosa normal.

4.5.1 Pengaruh Induksi Aloksan terhadap KGD Tikus

Tikus yang diinduksi dengan aloksan dosis 130 mg/kg BB secara intraperitoneal setelah 3 hari menyebabkan tikus hiperglikemia. Peningkatan kadar glukosa darah menjadi sama dengan atau lebih besar 200 mg/dl disebut hiperglikemia (Suharmiati, 2003). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan percobaan dan status gizinya (Amma, 2009). Hasil rata-rata dari peningkatan KGD ditunjukkan pada Tabel 4.2.


(48)

Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD tikus setelah diinduksi aloksan dosis 130 mg/kgBB

Kel. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mg/Kg BB

Rata-rata KGD puasa (mg/dl)

KGD puasa tikus diabetes (mg/dl) 1

2 3 4 5

CMC Na 0,5%

Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB

269,3 428,5 338,7 362,3 397,8

>200

Rata – rata 359,3

Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa pemberian aloksan dosis 130 mg/kg BB untuk semua hewan percobaan menghasilkan kadar glukosa darah rata-rata 359,3mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan untuk percobaan berada dalam keadaan hiperglikemia (diabetes).

Tikus diabetes diberi perlakuan yaitu kelompok I diberi suspensi CMC Na 0,5% dosis 1% BB sebagai kontrol negatif. Kelompok II diberi metformin 50 mg/Kg sebagai kontrol positif. Kelompok III sampai V diberi suspensi Na Alginat berturut – turut dosis 200, 400, dan 800 mg/Kg BB. Hasil penurunan KGD tikus ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok tikus yang sudah berada pada kondisi diabetes, selanjutnya dianggap sebagai hari pertama pemberian sediaan uji (hari ke-1).


(49)

Gambar 4.1 Grafik yang menunjukkan KGD setelah pemberian Na Alginat dan Metformin pada α = 0,05; n =6

4.5.2. Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-4 Setelah Pemberian Sediaan Uji

Penurunan KGD tikus mulai terlihat pada hari ke-6. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil rata-rata KGD tikus hari ke-4 setelah pemberian sediaan uji

No. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mg/Kg BB

Rata-rata KGD puasa (mg/dl)

KGD tikus hari ke-6 (mg/dl) 1

2 3 4 5

CMC Na 0,5%

Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB

269,3 428,5 338,7 362,3 397,8

347,2 209,8 230,8 218 206


(50)

Berdasarkan perhitungan statistik pada hari ke-6 diperoleh F hitung (6,567) > F tabel (2,76), berarti terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan dilakukan uji beda rata-rata Duncan. Berdasarkan Tabel 4.4 tampak bahwa pemberian Na Alginat dosis 200, 400, dan 800 mg/Kg BB tidak memberikan perbedaan yang bermakna dibandingkan metformin dosis 50 mg/Kg BB terhadap penurunan KGD tikus. Namun, pemberian Na Alginat untuk semua dosis memiliki perbedaan yang nyata dengan CMC Na sebagai kontrol negatif.

Tabel 4.4 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada hari ke-4 setelah pemberian sediaan uji

Perlakuan

N

α = 0.05

1 2

Duncana Na Alginat 800 mg/Kg BB 6 206.0000 Metformin 50 mg/Kg BB 6 209.8333 Na Alginat 400 mg/Kg BB 6 216.6667 Na Alginat 200 mg/Kg BB 6 230.8333

CMC Na 0,5% 6 347.1667

Sig. .497 1.000

4.5.3 Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-7 Setelah Pemberian Sediaan Uji

Perlakuan pada penelitian ini dihentikan pada hari ke-7 karena 2 dari 5 kelompok perlakuan yakni pada kelompok kontrol positif dan pada pemberian Na Alginat dosis 800mg/Kg BB, KGD tikus sudah berada pada range normal. Hasil rata-rata KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji dapat dilihat pada tabel 4.5.


(51)

Tabel 4.5 Hasil rata-rata KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji

No. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mg/Kg BB

Rata-rata KGD puasa (mg/dl) KGD tikus hari ke-6 (mg/dl) KGD tikus hari ke-9 (mg/dl) 1. 2. 3. 4. 5.

CMC Na 0,5%

Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB

269,3 428,5 338,7 362,3 397,8 347,2 209,8 230,8 218 206 523 93,2 144,7 139,5 108,7

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Na Alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh memilki efek dalam menurunkan KGD. Mekanisme kerjanya diduga karena Na Alginat merupakan serat makanan yang dapat mengikat kation sehingga akan mengubah pH intestinum lewat pengaruh hormon dan enzim. Hal ini akan mempengaruhi proses pemecahan karbohidrat (disakarida) di dalam intestinum sehingga dapat menahan laju peningkatan kadar glukosa darah post prandial (Oliviany, 2009).

Berdasarkan analisis statistik diperoleh F hitung (225,889) > F tabel (2,76) pada α = 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan pada hari ke-7.

Tabel 4.6 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji

Perlakuan N

α = 0.05

1 2 3 4

Duncana Metformin 50 mg/Kg BB 6 93.1667

Na Alginat 800 mg/Kg BB 6 108.6667 108.6667

Na Alginat 400 mg/Kg BB 6 139.5000 139.5000

Na Alginat 200 mg/Kg BB 6 149.6667

CMC Na 0,5% 6 523.0000


(52)

Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa pemberian Na Alginat dosis 800 mg/Kg BB tidak menunjukkan penurunan KGD yang nyata dibandingkan metformin dosis 50 mg/Kg BB, akan tetapi berbeda nyata dengan Na Alginat dosis 200, 400 mg/Kg BB, dan CMC Na 0,5%. Sedangkan untuk dosis 400 dan 800 mg/Kg BB tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dosis 200 dan 400 mg/Kg BB juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Walaupun begitu, dosis Na Alginat 200, 400, dan 800 mg/Kg BB tetap memberikan perbedaan yang nyata dengan CMC Na 0,5%.

Dosis yang diberikan dapat juga mempengaruhi kemampuan Na Alginat dalam membentuk gel dalam saluran cerna sehingga dapat menimbulkan perbedaan kemampuan dan kekuatan dalam pengikatan glukosa oleh gel dalam saluran cerna. Hal inilah yang akan mempengaruhi perbedaan laju absorpsi glukosa dari saluran cerna ke pembuluh darah sehingga laju peningkatan kadar glukosa darah menjadi terpengaruh (Dianitami, 2009).


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

a. karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh secara makroskopis diperoleh hasil berupa talus yang menciut, berwarna coklat kehitaman, sedikit berbau, dan tidak berasa. Hasil mikroskopis serbuk Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terlihat adanya sel – sel parenkim berbentuk poligonal tidak beraturan yang berisi pigmen berwarna coklat dan terdapat pula sel – sel propagule. Kadar air yang diperoleh 12,62 % (v/b), kadar sari yang larut dalam air 5,43% (b/b), kadar abu 9,30% (b/b), dan kadar abu yang tidak larut asam 0,39% (b/b).

b. natrium alginat masih terdapat di dalam ampas rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh.

c. natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C.Agardh dapat menurunkan kadar gula darah tikus diabetes yang diinduksi aloksan.

d. pemberian natrium alginat yang diekstraksi dari rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh) dosis 800 mg/Kg BB tidak memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan metformin dosis 50 mg/Kg BB, sedangkan dosis 200 dan 400 mg/Kg BB memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan metformin dosis 50 mg/Kg BB pada uji beda rata - rata Duncan (α = 0,05).


(54)

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti pengaruh pemberian natrium alginat terhadap penghambatan penyerapan glukosa dengan menggunakan metode usus terbalik.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Amma, N. R. (2009). Efek Hipoglikemik Ekstrak daun Murbei (Morus multicaulis) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus DM. Tesis. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB.

Anggadireja, J. T., Achmad Z., Heri P., dan Sri I. (2008). Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 6, 20, 65.

Anief. M. (1995). Ilmu Meracik Obat, Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 140.

Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Kanisius. Hal 13-15.

Bawa, IG. A. G., Bawa P., dan Ida R. L. (2007). Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Euchema cottoni. Jurnal Kimia. Hal 15-20.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 629.

Craig, C. R., and Robert E. S., (1997). Modern Pharmacology with Clinical Application. Fifth edition. United States: The McGraw-Hill Companies. Page 766, 774.

Dawes, C. J. (1981). Marine Botany. Florida: A Wiley-Interscience Publication. Hal 148.

Dianitami, R. (2009). Efek Diet Rumput Laut Euchema sp. Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Jumlah Trombosit Tikus Wistar Yang Dinduksi Aloksan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L. M. (2005). Pharmacoteraphy ( A Pathophsiologic Approach). Sixth Edition. United States: The McGraw-Hill Companies. Page 429.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 308, 323-325.

Duma, N. (1994). Pengaruh Hidrogen Peroksida dan Kaporit pada Perlakuan Rumput laut terhadap Rendemen dan Warna Alginat. Majalah Kimia Industri. Juni. (51): 33-39.

Erungan, A. C., Komariah T., dan Andi P. (2009). Pemanfaatan Karagenan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Pada Pembuatan Dodol Kentang.


(56)

Goodman and Gilman. (2006). The Pharmacological Basis of Therapeutics.

Eleventh edition. United States: The McGraw-Hill Companies. Page 515. Guyton, A. (1990). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi Ketiga.

Jakarta: Penerbit EGC. Hal 705 – 706.

Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Keempat. Jakarta: EGC. Hal 663, 667.

Oliviany, W. (2009). Efek Diet Rumput Laut Euchema sp. Terhadap Jumlah Limfosit Tikus Wistar Dengan Diabetes Aloksan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Rang, H. P., M. M. Dale, J. M. Ritter, and R. J. Flower. (2007). Pharmacology. London: Elsevier’s Health Sciences Rights Department. Page 402.

Rasyid, A. (2003). Algae Coklat (Phaeophyta) Sebagai Sumber Alginat. Majalah Oseana. (28): 33-38.

Rowe, R. C., Paul J. S., and Marian E. Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipient. Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press. Page 623.

Suharmiati. (2003). Pengujian Bioaktivitas Antidiabetes Mellitus Tumbuhan Obat.

Cermin Dunia Kedokteran.(140): 8,12.

Sulistyowaty, D. (2009). Efek Diet Rumput Laut Euchema sp. Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Disuntik Aloksan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Tjay, T. H., dan Kirana R. (2003). Obat-Obat Penting ( Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Samping). Edisi Kelima. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal 696.

Trono, G. C., dan Fortes, E. T.G. (1998). Philippine Seeweeds. Manila: National Book Store Inc. Hal 91 – 95.

Wells, G. B., Joseph T. D., Terry L. S., and Cecily V. D. (2009).

Pharmacotherapy Handbook. Sevent Edition. USA : McGraw-Hill Companies. Page 210, 211.

WHO. (1992). Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. Geneva: World Health Organization. Page 31-33.

Wikanta, T., Rahma D., dan Lestari R., (2005). Pengaruh Pemberian K-Karagenan

dan i-Karagenan Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus

Hiperglikemia dan Hispatologi Pankreasnya. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.


(57)

Yulianto, K. (2007). Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Viskositas Natrium Alginat yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum, J. G. Agardh (Phaeophyta). Jurnal Oseanologi dan Limnologi. (33): 295-306.


(58)

(59)

Lampiran 2. Gambar Talus Rumput Laut Sargassum ilicifolim (Turner) C. Agardh

Makroskopik Tumbuhan Segar Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

Keterangan: 1. “batang” 2. “daun” 3. holdfast

1

2


(60)

Lampiran 2. (Sambungan)


(61)

Lampiran 2. (Sambungan)


(62)

Lampiran 2. (Sambungan)

1

2 3 4 5

Mikroskopik Serbuk Simplisia Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh pada pembesaran 10 x 40

Keterangan: 1. Sel parenkim

2. Sel parenkim berisi pigmen coklat 3. Sel propagule bersel satu

4. Sel propagule bersel dua 5. Sel propagule bersel tiga


(63)

Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Karakteristik Simplisia

Perhitungan Penetapan Kadar Air Simplisia Sampel I : Berat sampel = 5,017 g

Volume air = 2,6 - 1,9 ml = 0,7 ml % kadar air = volume air

berat sampel x 100%

= x 10 x 100%

= 13,95% (v/b)

Sampel II : Berat sampel = 5,014 g

Volume air = 3,2 - 2,6 ml = 0,6 ml % kadar air = volume air

berat sampel x 100%

= x 100%

= 11,97% (v/b)

Sampel III : Berat sampel = 5,027 g

Volume air = 3,8 – 3,2 ml = 0,6 ml % kadar air = volume air

berat sampel x 100%

= x x 100%

= 11,94% (v/b)

% kadar air rata-rata = %kadar air I + %kadar air II + %kadar air III 3

=

= 12,62% (v/b) 0,7

5,017 g

0,6 5,014 g

0,6 5,014 g

13,95% + 11,97% + 11,94% 3


(64)

Lampiran 3. (Sambungan)

Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Sampel I : Berat sampel = 5,013 g

Berat Sari = 0,053 g % kadar sari = berat sari

berat sampel x 100

20 x 100% = x 100

20 x100% = 5,29% (b/b)

Sampel II : Berat sampel = 5,002 g Berat sari = 0,053 g % kadar sari = berat sari

berat sampel x 100

20 x 100% = x 100

20 x 100% = 5,30% (b/b)

Sampel III : Berat sampel = 5,010 g Berat sari = 0,057 g

% kadar sari = berat sari berat sampel x

100

20 x 100% = x 100

20 x 100% = 5,69% (b/b)

% kadar sari rata-rata = %kadar sari I + %kadar sari II + %kadar sari III 3

=

= 5,43% (b/b) 0,053 g 5,013 g 0,053 g 5,002 g 0,057 g 5,010 g

5,29% + 5,30% + 5,69% 3


(65)

Lampiran 3. (Sambungan)

Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol Sampel I : Berat sampel = 5,012 g

Berat Sari = 0,000 g % kadar sari = berat sari

berat sampel x 100

20 x 100% = x x100

20 x100% = 0%

Sampel II : Berat sampel = 5,004 g Berat sari = 0,000 g % kadar sari = berat sari

berat sampel x 100

20 x 100% = x x100

20 x100% = 0% (

Sampel III : Berat sampel = 5,010 g Berat sari = 0,000 g % kadar sari = berat sari

berat sampel x 100

20 x 100% = x x100

20 x100% = 0%

% kadar sari rata-rata = %kadar sari I + %kadar sari II + %kadar sari III 3

=

= 0% 0,000 g 5,012 g

0% + 0% + 0% 3

0,000 g 5,010 g

0,000 g 5,010 g


(66)

Lampiran 3. (Sambungan)

Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total

Sampel I : Berat abu = 0,1842 g Berat sampel = 2,0003 g

= 0,1842 g x 100% 2,0003 g

= 9,21% (b/b)

Sampel II : Berat abu = 0,1878 g Berat sampel = 2,0003 g

= 0,1878 g x 100% 2,0003 g

= 9,39% (b/b)

Sampel III : Berat abu = 0,1863 g Berat sampel = 2,0002 g

= 0,1863 g x 100% 2,0002 g

= 9,31% (b/b)

Kadar abu total rata-rata = kadar abu total (sampel I + sampel II + sampel III) % 3

= ( 9,21 + 9,39 + 9,31 ) % 3

= 9, 30% (b/b)

Kadar abu total = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g)

Kadar abu total = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g)

Kadar abu total = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g)


(67)

Lampiran 3. (Sambungan)

Perhitungan Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam Sampel I : Berat abu = 0,0074 g

Berat sampel = 2,0003 g

= 0,0074 g x 100% 2,0003 g

= 0,37% (b/b) Sampel II : Berat abu = 0,0087 g

Berat sampel = 2,0003 g

= 0,0087 g x 100% 2,0003 g

= 0,44% (b/b) Sampel III : Berat abu = 0,0075g

Berat sampel = 2,0002 g

= 0,0075 g x 100% 2,0002 g

= 0,38% (b/b)

Kadar abu yang tidak larut = kadar abu (sampel I + sampel II + sampel III) %

dalam asam rata-rata 3

= ( 0,37 + 0,44 + 0,38 ) % 3

= 0,39% (b/b)

Kadar abu yang tidak larut dalam asam = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g) Kadar abu yang tidak larut dalam asam = berat abu (g) x 100 %

berat sampel (g)

Kadar abu yang tidak larut dalam asam = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g)


(68)

Lampiran 4. Penetapan Kadar Abu Simplisia


(69)

Lampiran 5. Bagan Pembuatan Natrium Alginat

Ditimbang 210,064 g serbuk simplisia

Direndam dengan CaCl2 1% pada suhu 40°C - 50°C

2jam, disaring

Dicuci dengan air suling sampai netral Direndam dengan HCl 5% 2 jam, disaring Dicuci dengan air suling

Diputihkan dengan Ca(OCl)2 1% 2,5 jam, disaring

Dicuci dengan air suling sampai netral

Dimaserasi dengan Na2CO3 5% pada suhu 50° - 60°C

2jam, disaring

Ditambah HCl 5% (pH 3), disaring

Dicuci dengan air suling

Diputihkan dengan H2O2 1,5% 6 jam, disaring

Dicuci dengan air suling Ditambah Na2CO3 5% ( pH 9 )

Dikeringkan ( 34,434 g ) serbuk ampas simplisia

Filtrat Ampas

Gel Asam Alginat

Larutan Gel Natrium Alginat

serbuk Natrium Alginat


(70)

Lampiran 6. Spektrum Identifikasi Natrium Alginat

Tabel data spektrum inframerah natrium alginat hasil isolasi dan natrium alginat baku pembanding (Yulianto, 2007)

Bilangan gelombang (cm-1-)

Tipe Vibrasi Natrium Alginat

Hasil Isolasi

Natrium Alginat Baku Pembanding

3495 3500 – 3200 Gugus hidroksil (O-H)

1629 1600 – 1680 Gugus karbonil (C=O)

1060 1000 – 1300 Gugus karboksil (C-O)

1423 1614 dan 1431 Natrium dalam isomer


(71)

Lampiran 6. (sambungan)

bilangan gelombang (cm-1) Spektrum inframerah natrium alginat hasil isolasi


(72)

Tikus

Dikondisikan selama 2 minggu

2. Diberikan suntikan aloksan 130mg/Kg BB

Ditunggu kenaikan kadar gula darah selama 3 hari

1. Diukur kadar glukosa darah Kadar glukosa

darah puasa

Diukur kadar glukosa darah Kadar Hiperglikemia

3. Diberikan perlakuan dengan dan tanpa pemberian suspensi Natrium Alginat dan pemberian suspensi metformin selama 6 hari Diukur kadar glukosa darah pada hari ke-6 dan ke-9 Kadar Glukosa Darah


(73)

Darah siap diukur

Darah yang keluar disentuhkan pada test strip yang telah terpasang pada alat glucometer

Darah Tikus

Ditusuk dengan jarum spuit pada vena ekor tikus hingga berdarah

Dibilas dengan alkohol Ekor yang bersih

Dipangkas dan dicukur bulu ekornya Dipuasakan selama 18 jam

Tikus


(74)

Lampiran 9. Data Kadar Glukosa Darah Tikus Selama Penelitian (mg/dl)

1. Kontrol negatif ( CMC Na 0,5%)

Kelompok Berat (g)

Kadar Gula Darah (mg/dl) Normal (hari ke-0) Induksi Aloksan (hari ke-3) Pemberian Obat Hari ke-6 Hari ke-9

A 154,3 178,4 235,4 154,5 184,5 155,5 100 110 98 85 88 94 349 242 295 277 231 222 517 313 252 301 411 289 569 507 496 475 576 515

Rata – rata 95,8 269,3 347,2 523

SD 8,998 48,003 98,648 40,689

2. Kontrol Positif ( Metformin 50mg/Kg BB )

Kelompok Berat (g)

Kadar Gula Darah (mg/dl) Normal (hari ke-0) Induksi Aloksan (hari ke-3) Pemberian Obat Hari ke-6 Hari ke-9

B 150,9 160,1 160,6 161,8 186,1 173,0 94 95 88 87 108 98 506 433 448 391 365 428 295 206 241 174 133 210 131 93 95 80 71 89

Rata – rata 95 428,5 209,8 93,2

SD 7,642 48,673 55,546 20,573

3. Pemberian Natrium Alginat 200mg/Kb BB

Kelompok Berat (g)

Kadar Gula Darah (mg/dl) Normal (hari ke-0) Induksi Aloksan (hari ke-3) Pemberian Obat Hari ke-6 Hari ke-9

C 152,3 151,3 159,6 169,9 176,2 188,8 87 104 94 95 102 90 288 357 344 379 308 356 175 264 250 263 192 241 99 175 152 182 129 161

Rata – rata 95,3 338,7 230,8 144,7


(1)

hari_ke_9

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana Metformin 50 mg/Kg BB 6 93.1667 Na Alginat 800 mg/Kg

BB

6 108.6667 108.6667

Na Alginat 400 mg/Kg BB

6 139.5000 139.5000

Na Alginat 200 mg/Kg BB

6 149.6667

CMC Na 0,5% 6 523.0000

Sig. .370 .081 .555 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(2)

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Dosis Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan

Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit 20 g

1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,3 387,9 Tikus

200 g

0,14 1,0 1,74 3,0 9,2 17,8 56,0 Marmot

400 g

0,008 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5 Kelinci

1,5 kg

0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2 Kera

4 kg

0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1 Anjing

12 kg

0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1 Manusia

70 kg

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0

Contoh perhitungan dosis suspensi metformin 0,5% Dosis manusia (berat 70 kg) = 500 mg

Dosis tikus (berat 200 g) = 0,018 x 500 mg = 9 mg

= 1000/200 x 9 mg = 45 mg/ Kg BB = 50 mg/ Kg BB Suspensi metformin sebanyak 50 mg/Kg BB dibuat dalam sediaan 10 ml.

Dosis untuk tikus (Berat 180 g) = 180 g x (50 mg/1000 g) = 9 mg Sediaan yang dibuat = 5 mg/ 1 ml

Jadi volume suspensi simvastin yang diberikan 9 mg = 1,8 ml


(3)

Lampiran 11. (Sambungan)

Contoh perhitungan dosis Natrium Alginat untuk tikus dengan berat badan 200 g dengan dosis Natrium Alginat 400 mg/Kg BB

.

Dosis Natrium Alginat 400 mg/kg BB dibuat dalam labu tentukur 10 ml, maka di dalam 10 ml mengandung Natrium Alginat 400 mg untuk 1 kg berat badan.

Dosis obat yang diberikan = 200 g x 400 mg = 80 mg 1000 g

Sediaan yang dibuat = 400 mg/10 ml = 40 mg/ml

Larutan Natrium Alginat yang diberikan untuk tikus BB 200 g = 80 mg = 2 ml


(4)

Lampiran 11. (Sambungan)

Contoh perhitungan dosis aloksan

Dosis pemberian secara intravena : 70 mg/kg BB

Dosis pemberian secara intraperitoneal : 120 – 150 mg/kg BB Dalam penelitian ini dosis yang digunakan adalah 130 mg/kg BB

Konsentrasi aloksan yang dibuat adalah 5% ( 5 g dalam 100 ml Infus NaCl 0,9%) = 50 mg/ml

Contoh perhitungan dosis untuk tikus berat 200 g dengan dosis 130 mg/kg BB =

g mg 1000

0 13

x 200 g

= 26 mg

Volume aloksan yang diberikan =

ml mg

mg / 50

26


(5)

Lampiran 12.Alat Pengukuran Kadar Glukosa Darah

A B

C

Keterangan: A = Glukometer ( Gluko DrTM ) B = Wadah Penyimpanan Test Strip


(6)

Lampiran 13.Alat Spektrofotometri FTIR