Optimasi Media Produksi Senyawa Aktif Penicillium Lagena Sebagai Antifungi Patogen Phellinus Lamaoensis Dengan Menggunakan Response Surface Methodology.

OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SENYAWA AKTIF Penicillium lagena
SEBAGAI ANTIFUNGI PATOGEN Phellinus lamaoensis DENGAN
MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

SITI NABILAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Media Produksi
Senyawa Aktif Penicillium lagena sebagai Antifungi Patogen Phellinus
lamaoensis dengan Menggunakan Response Surface Methodology adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Siti Nabilah
NIM P051130271

RINGKASAN
SITI NABILAH. Optimasi Media Produksi Senyawa Aktif Penicillium lagena
sebagai Antifungi Patogen Phellinus lamaoensis dengan Menggunakan Response
Surface Methodology. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU dan ROFIQ
SUNARYANTO.
Phellinus lamaoensis (Murr.) Hein merupakan cendawan patogen yang
dapat menyebabkan penyakit akar cokelat pada tanaman kakao, teh, karet, dan
kopi. Fungi endofit Penicillium lagena yang diisolasi dari tanaman obat bandotan
(Ageratum conyzoides Linn.) diketahui mampu menghambat pertumbuhan
patogen P. lamaoensis. Senyawa aktif P. lagena yang dapat menghambat
pertumbuhan P. lamaoensis merupakan senyawa hasil metabolit sekunder.
Kultivasi kultur batch dilakukan menggunakan labu erlenmeyer kocok pada
suhu 25°C agitasi 220 rpm selama 120 jam dengan volume kerja 25 mL. Setiap
media kultivasi diinokulasi dengan 10% inokulum dari kultur seed. Pemisahan

senyawa aktif P. lagena dari media dilakukan dengan sentrifugasi pada suhu 4°C,
5870 g selama 15 menit. Supernatan diekstrak dengan etil asetat. Kultivasi
dilakukan untuk memperoleh sumber karbon, sumber nitrogen, dan konsentrasi
mineral terbaik. Optimasi ketiga komponen media tersebut dilakukan dengan
response surface methodology (RSM). Optimasi terhadap faktor yang signifikan
diprediksi dengan model ordo dua melalui rancangan statistika central composite
design (CCD). Untuk memperoleh komposisi media yang optimal, sebanyak 34
percobaan telah dilakukan.
Laktosa, yeast extract, dan mineral adalah komponen media yang
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi senyawa aktif P. lagena.
Produksi persentase relatif luas area senyawa aktif P. lagena tertinggi diprediksi
oleh model kuadratik sebesar 69.233% dengan komposisi media 44.77 g L-1
laktosa, 13.02 g L-1 yeast extract, dan 15.95 mL L-1 larutan mineral. Hasil
verifikasi persentase relatif senyawa aktif P. lagena di laboratorium sebesar
58.365%. Hasil verifikasi lebih rendah 15.7% dibandingkan prediksinya.
Pemilihan jenis dan konsentrasi optimal sumber karbon, nitrogen, dan mineral
meningkatkan produksi senyawa aktif P. lagena sembilan kali lipat dibandingkan
sebelum optimasi (6.473%).
Kata kunci: optimasi; Penicillium lagena; RSM; senyawa aktif


SUMMARY
SITI NABILAH. Optimization of Penicillium lagena medium cultivation to
produce antifungal pathogen of Phellinus lamaoensis using response surface
methodology. Supervised by KHASWAR SYAMSU and ROFIQ
SUNARYANTO.
Phellinus lamaoensis (Murr.) Hein is fungal pathogen that can cause brown
root rot disease in cocoa, tea, rubber, and coffee plants. Endophytic fungi,
Penicillium lagena, isolated from bandotan (Ageratum conyzoides Linn.),
medicinal plant, is able to inhibit the growth of pathogenic, P. lamaoensis. Active
compounds of P. lagena that inhibites growth of P. lamaoensis are secondary
metabolite.
Batch cultivation was carried out at 25°C agitation 220 rpm for 120 hours in
25 mL. Each flask was inoculated with 10% (v/v) inoculum from seed culture. To
harvest, culture was centrifuged at 4°C 5870 g for 15 min. Supernatan was
extracted with ethyl acetate. Cultivation was done to get the best source of carbon,
nitrogen, and mineral concentration. Composition optimization of these three
medium components was done by response surface methodology (RSM). The
optimal response region of the significant factor was predicted by using a second
order polynomial model with statistical design, central composite design (CCD).
To find optimum medium, 34 experiments were done.

Lactose, yeast extract, and mineral solution were media components which
showed significant effect toward production of P. lagena active compound. Higest
production of P. lagena active compound by quadratic model was predicted to be
69.233% with medium composition 44.77 g L-1 lactose, 13.02 g L-1 yeast extract,
and 15.95 mL L-1 mineral solution. Verification in laboratory resulted 58.365%,
which was 15.7% lower than its prediction. Selection of the optimal type and
concentration source of carbon, nitrogen, and mineral solution increase production
of P. lagena active compound 9 fold compared to unoptimized media (6.473%).
Keywords: active compound; optimization; Penicillium lagena; RSM

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SENYAWA AKTIF Penicillium lagena
SEBAGAI ANTIFUNGI PATOGEN Phellinus lamaoensis DENGAN
MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

SITI NABILAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
biofungisida, dengan judul Optimasi Media Produksi Senyawa Aktif Penicillium
lagena sebagai Antifungi Patogen Phellinus lamaoensis dengan Menggunakan
Response Surface Methodology.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Khaswar Syamsu,
MSc St dan Bapak Dr Rofiq Sunaryanto, MSi selaku pembimbing atas saran dan
bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA
sebagai ketua program studi Bioteknologi atas persetujuan pelaksanaan penelitian
ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi
atas saran dan masukan yang diberikan pada ujian karya ilmiah. Terima kasih
penulis sampaikan kepada Balai Pengkajian Bioteknologi Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (Biotek-BPPT) Laboratorium Mikrobiologi Serpong.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Abi, Ummi, serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada Bapak
Rudiyono, Eni, Nadia, Iqbal, Sela, Nabila, Husnun, Evi, dan Isna atas bantuan,
kerjasama, dan semangat yang diberikan selama penelitian. Terima kasih juga
kepada rekan-rekan Bioteknologi 2013 atas semangat dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Siti Nabilah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penicillium lagena
Phellinus lamaoensis
Mikroorganisme Endofit
Metabolit Sekunder
Optimasi Kultivasi

4

4
4
5
5
6

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur

7
7
7
8
8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
12

Morfologi Penicillium lagena
12
Kurva Pertumbuhan Penicillium lagena pada Media F1
13
Kultivasi, Ekstraksi, dan Uji aktivitas Senyawa Aktif P. lagena dengan
Media F15
14
Pemilihan Sumber Karbon Terbaik
16
Pemilihan Sumber Nitrogen Terbaik
19
Pemilihan Konsentrasi Mineral Terbaik
21
Optimasi Media dengan Response Surface Methodology
23
Formulasi Medium dan Validasi Model
27
Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS)
28
5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran

29
29
30

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1 Rancangan percobaan central composite design (CCD)
2 Faktor dan level yang digunakan pada central composite design
3 Analisis varian dan Lack of Fit Test terhadap permukaan respon
model kuadratik

11
24
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Central composite design untuk tiga variabel dengan dua level
Morfologi Penicillium lagena
Kurva pertumbuhan Penicillium lagena pada media F1
Waktu retensi dan serapan gelombang maksimum senyawa aktif P.
lagena yang diproduksi menggunakan media F15
Uji aktivitas senyawa aktif P. lagena yang diproduksi dengan media
F15
Persentase relatif luas area senyawa antifungi respon beberapa
sumber karbon
Diameter zona bening respon beberapa sumber karbon
Lintasan metabolisme laktosa, glukosa, galaktosa, dan maltosa
sampai terbentuk asam piruvat
Persentase relatif luas area senyawa antifungi respon beberapa
sumber nitrogen
Diameter zona bening respon beberapa sumber nitrogen
Persentase relatif luas area senyawa antifungi respon terhadap
konsentrasi larutan mineral
Diameter zona bening respon terhadap konsentrasi larutan mineral
Hubungan antara laktosa dan yeast extract dalam bentuk permukaan
respon dan kontur plot
Hubungan antara laktosa dan mineral dalam bentuk permukaan
respon dan kontur plot
Hubungan antara yeast extract dan mineral dalam bentuk permukaan
respon dan kontur plot
Hasil liquid cromatography senyawa aktif P. lagena
Spektrum analit senyawa aktif P. lagena pada menit ke 3.85

6
13
13
15
15
16
17
18
20
20
22
23
26
26
27
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penentuan gula total dan bobot bahan dari masing-masing sumber
karbon yang digunakan untuk optimasi medium fermentasi
2 Penentuan nitrogen total dan bobot bahan dari masing-masing sumber
nitrogen yang digunakan untuk optimasi medium fermentasi
3 Pertumbuhan Penicillium lagena pada media produksi

34
35
36

4 Analisis ragam dan uji lanjut perbandingan berganda Duncan
perlakuan sumber karbon
5 Analisis ragam dan uji lanjut perbandingan berganda Duncan
perlakuan sumber nitrogen
6 Analisis ragam dan uji lanjut perbandingan berganda Duncan
perlakuan mineral
7 Waktu retensi dan serapan gelombang maksimum dari pemilihan
sumber karbon
8 Waktu retensi dan serapan gelombang maksimum dari pemilihan
sumber nitrogen
9 Waktu retensi dan serapan gelombang maksimum dari pemilihan
konsentrasi mineral
10 Data hasil analisa respon pada optimasi media kultivasi menggunakan
central composite design
11 Uji statistika data hasil optimasi dengan persentase relatif luas area
senyawa antifungi P.lagena sebagai respon
12 Uji statistika data hasil optimasi dengan diameter zona bening sebagai
respon
13 Hasil verifikasi media optimal
14 Bobot molekul dan rumus kimia bobot molekul senyawa aktif
Penicillium lagena

37
39
41
43
44
45
46
47
48
49
49

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Phellinus lamaoensis (Murr.) Hein sinonimnya Fomes noxius Corner atau
Fomes lamaoensis Murr. adalah patogen yang dapat menyebabkan penyakit akar
cokelat pada tanaman kakao, teh, karet, dan kopi (Semangun 2000). Patogen P.
lamaoensis menyerang kakao di beberapa negara, yaitu Indonesia, Ghana,
Nigeria, Sri Lanka, Malaysia, Papua New Guinea, dan Samoa (Wood dan Lass
1989). Serangan penyakit akar cokelat mampu menurunkan 50 persen populasi
kakao dalam perkebunan (PPKKI 2010). Gejala yang ditimbulkan, yaitu daun
menguning, layu, dan gugur kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Gejala
penyakit akar timbul hingga ke permukaan tanah disebabkan akar membusuk
sehingga tidak dapat mentransfer air dan nutrisi dari tanah (Brooks 2002).
Pemeriksaan terhadap leher akar dan perakaran tanaman harus dilakukan untuk
megetahui keberadaan patogen dengan tepat. Pada permukaan akar tanaman yang
terinfeksi, terdapat miselium berwarna cokelat berlendir yang mengikat erat pada
tanah dan sulit untuk lepas walaupun sudah dicuci (PPKKI 2010). Penyebaran
penyakitnya lambat, yaitu melalui kontak langsung antara akar sehat dengan akar
yang sakit. Pohon yang terinfeksi akan mati setelah enam bulan infeksi (Wood
dan Lass 1989).
Tanaman yang terserang penyakit akar cokelat menunjukkan gejala sakit
ketika sudah terserang parah. Penyebaran penyakit yang lambat dan infeksi
patogen yang tidak diketahui sejak awal menyebabkan penanggulangan penyakit
akar cokelat terlambat. Tanaman yang sudah mati akibat penyakit akar cokelat
dibongkar dan dibakar, kemudian lubang bekas tanamannya diberi 600 gram
belerang dan lahan ini dapat digunakan kembali satu tahun kemudian (PPKKI
2010). Gas SO2 atau SO3 dari belerang dapat bereaksi dengan uap air di udara
membentuk H2SO3 atau H2SO4 yang dapat menyebabkan hujan asam (Triharso
1994). Hujan asam menyebabkan kerusakan hutan dan mengikis lapisan tanah
yang subur. Pengendalian penyakit menggunakan bahan kimia kurang efektif dan
dapat berpengaruh negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Mejía et al.
2008).
Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan teknik pengendalian hayati,
yaitu dengan menggunakan fungi endofit. Endofit adalah mikroorganisme
(umumnya fungi dan bakteri) yang berada hampir pada semua jaringan tanaman
namun tidak menyebabkan kerugian atau menginfeksi tanaman. Pengendalian
penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme endofit dilakukan karena
mikroorganisme tersebut sudah terbiasa berada di jaringan tanaman sehingga
dalam pengaplikasian endofit ke tanaman lainnya lebih mudah untuk beradaptasi.
Beberapa endofit menghasilkan senyawa aktif dalam metabolit sekundernya yang
memiliki kemampuan sebagai antikanker, antioksidan, antivirus (Selim et al.
2012), antibakteri, dan antifungi (Tran et al. 2010). Fungi endofit Penicillium
lagena yang diisolasi dari tanaman obat bandotan (Ageratum conyzoides Linn.)
mampu menghambat pertumbuhan patogen Phellinus lamaoensis (Kaswati 2013).
Bandotan merupakan tumbuhan terna semusim yang termasuk famili
Asteraceae (Dalimartha 2006). Metabolit sekunder bandotan memiliki aktivitas

2
antimikrob karena mengandung senyawa flavonoid, steroid, p-hidrokuinon, dan
tanin (Sugara 2011).
Tanaman obat mengalami kelangkaan disebabkan oleh daya regenerasi yang
lambat terutama jenis tumbuhan tahunan dan peningkatan jumlah populasi
manusia yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan penurunan
keanekaragaman hayati (Wilson 1988). Keberadaan tanaman obat yang semakin
langka menjadi kendala untuk isolasi P. lagena. Oleh karena itu, perlu dilakukan
kultivasi P. lagena di laboratorium untuk menghasilkan senyawa aktif yang
mampu mematikan patogen P. lamaoensis secara efisien. Selain itu, perlu
dilakukan optimasi media pertumbuhan P. lagena untuk memaksimalkan senyawa
aktif yang dihasilkan.
Metode konvensional rekayasa media untuk optimasi kultivasi dilakukan
dengan mengubah satu parameter sedangkan parameter lainnya tetap (Liu dan
Tzeng 1998). Metode ini dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap hasil
terutama ketika pengaruh interaksi antara faktor yang berbeda diabaikan.
Optimasi media produksi senyawa aktif fungi endofit dapat dilakukan dengan
central composite design (CCD) (Prabandari 2011). Optimasi produksi metabolit
dengan menggunakan metode statistika dapat meminimalkan jumlah eksperimen
yang dilakukan sehingga mampu menghemat biaya, waktu, dan tenaga. CCD
merupakan rancangan percobaan yang terdiri atas 2n faktorial dengan dua level
(tertinggi dan terendah) dan beberapa titik (starting point dan center point) yang
memungkinkan adanya pengaruh interaksi antar faktor yang dicoba. Gambaran
kondisi optimal yang diperoleh dibangun dengan response surface methodology
(RSM). RSM adalah teknik gabungan antara matematika dan statistika untuk
membentuk model empiris yang dapat mengkombinasi semua faktor yang terlibat
dalam kultivasi (Montgomery 2001).
Perumusan Masalah
Phellinus lamaoensis merupakan patogen yang dapat menyebabkan
penyakit akar cokelat pada tanaman perkebunan. Pengendalian penyakit akar
cokelat menggunakan bahan kimia berpengaruh negatif terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia. Pengendalian penyakit akar cokelat dapat dilakukan dengan
pengendalian hayati. Penicillium lagena menghasilkan senyawa aktif yang dapat
menghambat pertumbuhan P. lamaoensis. Produksi senyawa aktif P. lagena
bergantung pada ketersediaan sumber nutrisi dan mineral pada proses kultivasi.
Penelitian mengenai optimasi produksi senyawa aktif P. lagena sebagai agen
biofungisida dengan response surface methodology belum dilakukan. Senyawa
aktif P. lagena diduga jenisnya dengan liquid chomatography-mass spectrometer
(LC-MS).
Tujuan Penelitian
1.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Mendapatkan sumber karbon terbaik yang menghasilkan senyawa aktif P.
lagena sebagai antifungi patogen P. lamaoensis dengan kadar tertinggi.

3
2.
3.
4.
5.

Mendapatkan sumber nitrogen terbaik yang menghasilkan senyawa aktif P.
lagena sebagai antifungi patogen P. lamaoensis dengan kadar tertinggi.
Menguji pengaruh mineral terhadap produksi senyawa aktif P. lagena sebagai
antifungi patogen P. lamaoensis.
Mendapatkan komposisi media kultivasi optimal untuk produksi senyawa
aktif P. lagena sebagai antifungi patogen P. lamaoensis dengan metode
response surface methodology.
Mendapatkan informasi berat molekul dan struktur kimia senyawa antifungi
yang dihasilkan P. lagena
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa
aktif P. lagena dan kondisi optimum media kultivasi senyawa aktif P. lagena.
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat antara lain memperkaya khasanah iptek
dan kelak dapat diaplikasikan sebagai pengendali biologi bagi patogen P.
lamaoensis yang menyebabkan penyakit akar cokelat pada beberapa tanaman
perkebunan, sehingga pengendalian penyakit akar cokelat menggunakan bahan
kimia dapat dihindari.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian seleksi dan optimalisasi media fermentasi untuk
produksi senyawa aktif Penicillium lagena adalah sebagai berikut:
1. Pemuliaan dan peremajaan isolat Penicillium lagena dan Phellinus
lamaoensis.
2. Identifikasi makromorfologi dan mikromorfologi P. lagena.
3. Kultivasi perbanyakan sel P. lagena dengan kultur kocok dalam erlenmeyer
500 mL dengan volume kerja 50 mL pada pH 5.8, suhu 28°C, pengocokan
220 rpm selama 48 jam.
4. Kultivasi produksi senyawa aktif P. lagena dengan kultur kocok dalam
erlenmeyer 250 mL dengan volume kerja 25 mL pada pH 5.9, suhu 25°C,
pengocokan 220 rpm selama 120 jam.
5. Ekstraksi senyawa aktif dari kaldu kultivasi dengan pelarut organik.
6. Analisis parameter produksi yang meliputi konsentrasi senyawa aktif P.
lagena yang dilihat dari luas area hasil HPLC dan diameter zona bening
dalam uji antagonis dengan patogen P. lamaoensis.
7. Analisis bobot molekul dan rumus kimia senyawa aktif P. lagena dengan
liquid chromatography-mass spectometer (LC-MS).

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penicillium lagena
Menurut McLean et al. (2005) Penicillium lagena merupakan salah satu
jenis cendawan yang umum terdapat pada hutan berkayu. Penicillium lagena
ditemukan juga pada sedimen Ocean Pacifik kedalaman 10500 m di Mariana
Trench (Takami et al. 2007) dan tanaman obat-abatan (Kaswati 2013).
Klasifikasi (Stolk dan Samson 1983)
Divisi
: Fungi
Subdivisi
: Ascomycota
Kelas
: Eurotiomycetes
Suku
: Trichocomaceae
Genus
: Penicillium
Spesies
: Penicillium lagena
Phellinus lamaoensis
Phellinus lamaoensis (Murr.) Hein sinonimnya Fomes noxius Corner atau
Fomes lamaoensis Murr. adalah patogen yang dapat menyebabkan penyakit akar
cokelat pada tanaman kakao, teh, karet, dan kopi (Semangun 2000). Gejala-gejala
tanaman terserang penyakit akar cokelat, yaitu pertumbuhan tanaman lambat,
daun menguning dan layu, batang dieback, dan tanaman mati. Gejala-gejala ini
dapat terjadi cepat atau lambat tergantung jumlah akar yang diinfeksi. Gejala yang
timbul dipermukaan tanah karena akar membusuk dan tidak dapat mentransfer air
dan nutrisi dari tanah (Brooks 2002).
Phellinus lamaoensis termasuk kelas basidiomycetes. P. lamaoensis parasit
fakultatif yang mengambil nutrisi dari jaringan tanaman yang mati atau akan mati.
Miselium dari patogen tanaman tropika ini tumbuh baik pada suhu 25-30°C serta
tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 4°C dan di atas 40°C. Perkembangan
koloni P. lamaoensis di laboratorium memiliki perkembangan yang khusus, yaitu
berwarna cokelat atau putih (Brooks 2002).
Pengendalian penyakit akar cokelat dengan cara memusnahkan tanaman
yang terserang. Beberapa infeksi masih tertinggal di tanah. Oleh karena itu,
lubang bekas tanaman diberi 600 gram belerang dan lahan ini dibiarkan sekitar
satu tahun. Untuk mencegah penyebaran ke tanaman lain, dibuat parit isolasi
sedalam ± 80 cm di sekitar tanaman yang telah mati. Tanaman yang berada di
sekitar tanaman yang mati perlu dilakukan pemeriksaan akar tunggangnya.
Apabila terdapat miselium pada permukaan akar, maka permukaan akar tersebut
disikat dan diberikan fungisida khusus (PPKKI 2010). Pengendalian penyakit
menggunakan bahan kimia kurang efektif dan dapat berpengaruh negatif bagi
lingkungan dan kesehatan manusia (Mejía et al. 2008). Solusi pengendalian
penyakit selanjutnya mungkin dengan rekayasa genetika atau pengendali biologi
(Brooks 2002).

5
Mikroorganisme Endofit
Endofit adalah mikroorganisme (umumnya cendawan dan bakteri) yang
berada hampir disemua jaringan tanaman namun tidak menyebabkan kerugian
atau menginfeksi tanaman. Endofit berkoloni pada jaringan internal tanaman di
bawah lapisan sel epidermal dan tinggal di bagian interseluler dengan
mempenetrasi sel hidup. Endofit dapat menjadi parasit ketika inangnya stress.
Cendawan endofit banyak tergolong ascomycetes dan cendawan anamorf (Selim
et al. 2012).
Di dunia, terdapat sekitar 300.000 spesies tanaman dan setiap tanaman
merupakan inang untuk satu atau lebih endofit dan beberapa endofit mengkoloni
inang yang khusus. Kebanyakan endofit menghasilkan bioaktif yang dibutuhkan
untuk interaksi dengan tanaman inang atau sebagai sumber yang potensial untuk
aplikasi dalam bidang kesehatan, pertanian, dan industri (Selim et al. 2012).
Mikroorganisme endofit menghasilkan senyawa aktif dengan berbagai macam
fungsi. Endofit Hypocrea spp. yang diisolasi dari Dillenia indica Linn. sebagai
antimikroba patogen Staphylococcus aureus dan Fusarium oxysporum (Gogoi et
al. 2008), endofit Tubercularia sp. galur TF5 yang diisolasi dari Taxus mairei
sebagai antikanker (Wang et al. 2000), fungi endofit yang diisolasi dari Mezzetia
parviflora Becc. sebagai antioksidan (Mufidah et al. 2013), fungi endofit yang
diisolasi dari Acacia sp. sebagai antibakteri dan antifungi (Tran et al. 2010).
Deskripsi tentang populasi endofit masih sedikit diketahui, hal ini memberi
kesempatan untuk menemukan galur dan produk baru dari mikroorganisme
endofit yang mengkolonisasi tanaman pada relung dan ekosistem yang berbeda.
Metabolit Sekunder
Makhluk hidup menghasilkan senyawa yang dihasilkan dari metabolit
primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer dihasilkan melalui metabolisme
primer, seperti respirasi, glikolisis, dan siklus asam sitrat. Metabolisme primer
yang terjadi pada seluruh makhluk hidup di dalam selnya hampir semua memiliki
kemiripan baik proses, produk yang terbentuk, dan fungsi biologisnya (Seigler
1998). Menurut Mardad et al. (2013), metabolisme primer bakteri pendegradasi
fosfat (inorganic-phosphate solubilizing bacteria (PSB)) yang diisolasi dari
pertambangan Moroccan menghasilkan asam glutamat, asetat, suksinat,
oksaloasetat, piruvat, malat, fumarat, dan α-ketoglutarat.
Metabolit sekunder dihasilkan oleh makhluk hidup melalui turunan jalur
metabolit primer yang tidak secara langsung terlibat dalam pertumbuhan dan
perkembangan. Senyawa metabolit sekunder tidak disintesis pada fase
pertumbuhan yang cepat (trophophase), namun disintesis pada tahap produksi
setelahnya (idiophase). Sintesis metabolit sekunder dimulai ketika salah satu
sumber nutrien (karbon, nitrogen, atau fosfat) habis. Antibiotik β-laktam, yaitu
penisilin, sefalosporin, dan sefamisin dihasilkan dari turunan jalur sintesis asam
amino (González et al. 2003).
Pembentukan produk metabolit sekunder dilakukan setelah pembentukan
enzim tertentu sehingga substrat sangat berpengaruh terhadap produksi metabolit
sekunder terutama kultur buatan secara in vitro. Tingkat keberhasilan
pembentukan metabolit sekunder tergantung tahap perkembangan dan faktor lain.

6
Misal, biosintesis alkaloid pada fungi genus Claviceps dimulai setelah
pembentukan dua enzim, yaitu DMAT (tryptophan dimethylallytransferase)
sintetase dan chanoclavine siklikase pada tahap awal fase stasioner. Sintesisnya
dipengaruhi oleh enzim DMAT sintetase dengan subsrat L-tryptophan
ditambahkan pada awal fase pertumbuhan sebagai prekursor (Seigler 1998).
Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh makhluk hidup sangat beragam
jenis, fungsi, dan aplikasinya. Metabolit sekunder memiliki aktivitas biologi yang
dapat diaplikasikan dalam bidang industri, pertanian, dan farmasi. Taxol sebagai
antikanker (Wang et al. 2000), mechercharmycins A sebagai antitumor (Kanoh et
al. 2005), penisilin sebagai antibiotik dan oocydin sebagai antifungi (Selim et al.
2012), lovastatin sebagai antikolesterol (Alarcón dan Águila 2005), dan
spirofungin dan reveromycin sebagai antifitopatogen (Sari 2011).
Optimasi Kultivasi
Pembentukan produk metabolit sekunder dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti komponen media, temperatur, pH, dan induser. Namun, tidak semua faktor
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses produksi. Komponen subsrat
pada kultur buatan in vitro sangat berpengaruh terhadap produksi metabolit
sekunder (Seigler 1998). Formulasi media dilakukan untuk mendapat sistem
pertumbuhan terbaik, memaksimalkan produk, dan meminimalkan biaya dan
teknologi. Metode konvensional rekayasa media untuk optimasi kultivasi
dilakukan dengan mengubah satu parameter sedangkan parameter lainnya tetap
(Liu dan Tzeng 1998). Optimasi dengan satu variabel dapat menyebabkan salah
interpretasi terhadap hasil terutama ketika pengaruh interaksi antara faktor yang
berbeda diabaikan.
Response surface methodology (RSM) adalah teknik gabungan antara
matematika dan statistika untuk membentuk model empiris. RSM dalam optimasi
kultivasi dapat mengkombinasi semua faktor yang terlibat dalam kultivasi. RSM
dapat dilakukan dengan central composite design (CCD), Box-Behnken design
dan face-centered central composite design (Montgomery 2001).
Model berordo dua (persamaan 1) dapat dibangun secara efektif dengan
central composite design (CCD). CCD adalah model ordo satu (2N) ditambahkan
dengan titik pusat dan axial untuk menduga parameter pada model ordo dua. CCD
dapat didesain menggunakan 2N faktorial, 2N titik axial, dan 1 titik pusat (Gambar
1). Model ordo dua merupakan model yang umum digunakan dalam RSM
khususnya ketika bagian yang menjadi perhatian terbatas (Unal et al. 1998).

Gambar 1 Central composite design untuk tiga variabel dengan dua level

7
y = b0 + Σ bi xi + Σ bii xi2 + Σ Σ bij xi xj ..... (persamaan 1)
xi
= variabel yang berpengaruh terhadap respon y
b0, bi, bij
= koefisien regresi
Central composite design sangat efisien untuk mendesain model ordo dua
yang tepat dalam suatu penelitian. Dua parameter yang harus ditetapkan dalam
CCD, yaitu jarak α antara titik pusat dengan titik axial dan jumlah ulangan titik
pusat. Nilai α ditentukan dengan rumus α = (nf)1/4, dimana nf adalah jumlah
percobaan dalam faktorial. Design respon permukaan dengan model ordo dua
harus bersifat rotatable, yaitu prediksi varian responnya sama pada semua titik x
yang memiliki jarak yang sama dari titik pusat. Jumlah ulangan pada titik pusat
untuk menduga error percobaan dan untuk mengecek kesesuaian model
(Montgomery 2001).
Central composite design dapat dirancang menggunakan 3N faktorial
percobaan untuk menyusun model ordo dua (persamaan 1). Desain ini akan
menjadi sulit ketika faktor yang diuji berjumlah lima, sehingga membutuhkan 243
percobaan (Unal et al. 1998). CCD tiga variabel dengan dua level telah dilakukan
untuk optimasi media produksi asam 8-hydroxy 9,12-octadecadienoic dari kapang
endofit Curvularia lunata BioMCC FE-00283 (Prabandari 2011).

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai September 2014 – September 2015 di Balai
Pengkajian Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BiotekBPPT) Laboratorium Mikrobiologi Serpong, Tangerang Selatan.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah isolat Penicillium lagena dan
Phellinus lamaoensis kultur stok Balai Pengkajian Bioteknologi – Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Biotek-BPPT), Kawasan Pusat Penelitian
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Gedung 630, Serpong,
Tangerang Selatan, akuades, malt extract, yeast extract, HCl 4 N, NaOH 2 N,
DNS, alkohol 97%, Potato dextrose agar (PDA), glukosa, soybean meal,
NH4NO3, KH2PO4, MgSO4.7H2O, gliserol, tripton, dekstrin, laktosa, galaktosa,
maltosa, (NH4)2SO4, KCl, CaCl2, MgSO4, ZnSO4, CuSO4, metanol HPLC, etil
asetat, asetonitril, silika gel 60 (0.063-0.200 mm), kertas cakram (Whatman No. 1
diameter 6 mm), dan nistatin (sebagai kontrol positif).

8
Alat
Peralatan yang digunakan ialah oven, autoklaf, alumunium foil, pH meter,
bulb, neraca analitik, erlenmeyer, tabung reaksi, laminar, stirrer, parafilm, oven,
shaker, penangas air, rotary vaccum evaporator, tabung sentrifus 50 mL, tabung
sentrifus 15 mL, tabung rotavapor, spatula, parafilm, pipa kapiler, kolom,
spektrometer, CAmag UV cabinet II, HPLC analitik (Waters 2695), dan Liquid
chromatography–mass spectrometry (LC-MS (XEVO - G2QTOF (Waters))).
Prosedur
Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Sebanyak 15.6 gram potatoes dextrose agar ditambahkan akuades hingga
volumenya mencapai 400 mL pH 5.6 dalam erlenmeyer. Media disterilisasi
selama 15 menit pada suhu 121ºC.

Pembuatan Media F1 (Kode Instansi)
Komposisi media F1, yaitu 10 g L-1 tepung beras, 10 g L-1 glukosa, 20 g L-1
soybean meal, 1 g L-1 KH2PO4, dan 0.5 g L-1 MgSO4.7H2O. pH diukur hingga 5.8.
Sebanyak 50 mL larutan media dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL yang
berisi glass bead, kemudian disterilisasi pada suhu 121ºC selama 15 menit.

Pembuatan Media F15 (Kode Instansi)
Komposisi media F15, yaitu 30 g L-1 glukosa, 20 mL L-1 gliserol, 10 g L-1
dekstrin, 10 g L-1 malt extract, 10 g L-1 yeast extract, 1 g L-1 tripton, 1 g L-1
KH2PO4, dan 1 g L-1 NH4NO3. pH diukur hingga 5.9. Sebanyak 25 mL larutan
media dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, kemudian disterilisasi selama 15
menit pada suhu 121ºC, dan didinginkan pada suhu ruang selama 1 hari.

Regenerasi Penicillium lagena
Penicillium lagena yang berada dalam vial (didiamkan pada suhu ruang)
dipindahkan ke media PDA dan diinkubasi pada suhu 28ºC selama 5-7 hari.

Regenerasi Phellinus lamaoensis
Phellinus lamaoensis yang merupakan fitopatogen tanaman kakao
diregenerasi pada media PDA dan diinkubasi pada suhu 28ºC selama 5-7 hari.

Pengamatan Morfologi Penicillium lagena
Penicillium lagena yang telah diregenerasi ditambahkan 6 mL NaCl
kemudian dilakukan pengenceran bertingkat hingga 10-5. Hasil pengenceran

9
disebar ke media PDA dalam cawan petri. Koloni tunggal diamati bentuk,
permukaan, tekstur, warna, dan diameter sebagai ciri makromorfologi.
Pengamatan mikromorfologi dilakukan dengan cara, media agar berdiameter ± 5
mm diletakkan di atas kaca preparat. Media agar diinokulasi P. lagena dengan
cara menusukkannya dengan tusuk gigi steril kemudian ditutup dengan kaca
penutup. Dua hari kemudian diamati di bawah mikroskop.

Kultivasi Kultur Seed
Kultur seed dilakukan pada 50 mL media F1 di dalam erlenmeyer 500 mL.
P. lagena yang tumbuh pada media PDA miring, ditambahkan 6 mL NaCl
fisiologis. Media F1 diinokulasi sebanyak 2% P. lagena yang telah diregenerasi.
Jumlah sel yang diinokulasi sekitar 103-104 sel mL-1. Kultur seed diinkubasi
dalam orbital shaker incubator pada suhu 28ºC, 220 rpm selama 48 jam.

Penentuan Kurva Pertumbuhan Penicillium lagena pada Kultur Seed
(Sunaryanto 2011)
Sampel dari media F1 diambil sebanyak 10 mL dan disentrifuse dengan
kecepatan 1470 g selama 20 menit. Pelet diukur volumenya sebagai packed
mycelia volume serta ditentukan persentasenya sedangkan supernatan untuk
penentuan kadar gula total. Pada setiap interval waktu enam jam, sampel
mikroorganisme diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm untuk
penentuan kadar gula total. Kurva pertumbuhan diperoleh dengan memplotkan
hubungan antara waktu dengan kadar biomassa dan gula total.

Perhitungan Gula Total dengan Metode DNS (Miller 1959)
Sebanyak 0.5 gram sampel ditambahkan 1 mL HCl 4N dan dipanaskan
selama 20 menit. Setelah dingin, larutan ditambahkan 2 mL NaOH 2N. Sampel
diencerkan sesuai dengan perkiraan konsentrasi gula pereduksi yang terdapat di
dalam sampel. Sebanyak 1 mL larutan ditambahkan dengan 3 mL DNS dan
dipanaskan selama 5 menit. Absorbansi dibaca panjang gelombang 550 nm.

Kultivasi Kultur Produksi
Kultur produksi dilakukan pada 25 mL media F15 di dalam erlenmeyer 250
mL. Media diinokulasi dengan 10% cendawan yang ditumbuhkan pada media F1.
Jumlah sel yang diinokulasi sekitar 104-105 sel mL-1. Kultur produksi diinkubasi
dalam orbital shaker incubator pada suhu 25ºC, 220 rpm selama 120 jam.

Ekstraksi Senyawa Aktif
Senyawa bioaktif Penicillium lagena bersifat ekstraseluler (Kaswati 2013).
Tahapan ekstraksi dimulai dengan memisahkan antara biomassa sel dengan media
kultivasi menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 5870 g selama 15 menit.

10
Supernatan yang diperoleh diekstrak menggunakan etil asetat. Media kultivasi
yang telah digunakan ditambah dengan pelarut etil asetat dengan rasio 1:1 (v/v).
Campuran media dan pelarut dikocok selama 30 menit. Fase etil asetat
dikeringkan menggunakan centrifugal concentrator. Berat ekstrak ekstraseluler
ini selanjutnya dihitung menggunakan neraca analitik.

Uji Aktivitas Penicillium lagena terhadap Phellinus lamaoensis
Phellinus lamaoensis yang tumbuh pada media PDA miring, ditambah 6 mL
NaCl fisiologis dan diinokulasi ke media PDA sebanyak 5% dari volume media
PDA. Jumlah sel yang diinokulasi tersebut sekitar 103-104 sel mL-1. Kemudian
media dan inokulum dihomogenkan dan dituang ke cawan petri. Ekstrak kering
pada proses ekstraksi dengan pelarut etil asetat dibuat konsentrasinya menjadi
5000 ppm dalam metanol 98.9%. Kontrol negatif dengan metanol 98.9% dan
kontrol positif dengan nistatin 1000 ppm. Kertas cakram ditetesi 20 µL larutan
ekstrak, metanol, dan nistatin. Kertas cakram dipindahkan ke media PDA yang
telah disiapkan sebelumnya dan diinkubasi pada suhu 28ºC. Pertumbuhan
cendawan diamati setiap hari dengan memperhatikan zona bening yang terbentuk.
Zona bening menunjukkan adanya senyawa bioaktif (antifungi) yang dihasilkan
oleh mikroorganisme sebagai bentuk pertahanan terhadap cendawan patogen.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)/High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) (Adlani 2009)
Kemurnian dari ekstrak metabolit dianalisis menggunakan KCKT analitik.
Sistem KCKT yang digunakan adalah “HPLC Water 2695” dengan kolom fase
balik (reversed phase) Symmetry C18 (5 μm; 4,6 x 250 mm) volume injeksi 10
μL injek-1, detektor Photo Dioda Array (PDA) Uv-vis pada panjang gelombang
210 nm. Sampel dielusi secara gradien menggunakan asetonitril 5% sampai 100%
selama 35 menit. Fase gerak yang digunakan adalah asetronitril 100% dan TFA
0.1%. Puncak yang diduga sebagai senyawa aktif ditampung dan dipekatkan. Luas
area yang terbentuk dihitung sebagai konsentrasi senyawa aktif P. lagena.

Pemilihan Sumber Karbon dan Sumber Nitrogen
Medium kultivasi untuk pemilihan jenis sumber karbon terdiri atas 10 g L-1
malt extract, 10 g L-1 yeast extract, 1 g L-1 tripton, 1 g L-1 KH2PO4, 1 g L-1
NH4NO3, dan empat sumber karbon yang berbeda, yaitu laktosa, galaktosa,
maltosa, dan glukosa dengan bobot masing-masing terdapat pada Lampiran 1.
Media kultivasi untuk pemilihan jenis sumber nitrogen terdiri atas 30 g L-1
glukosa, 2% gliserol, 10 g L-1 dekstrin, 1 g L-1 KH2PO4, dan empat jenis sumber
nitrogen, yaitu yeast extract, malt extract, tripton, dan NH4NO3 dengan bobot
masing-masing terdapat pada Lampiran 2. Media diinokulasi dengan 10%
cendawan yang ditumbuhkan pada media F1. Kultivasi Penicillium lagena
dilakukan dengan menggunakan kultur kocok pada erlenmeyer 250 mL volume
kerja 25 mL pada suhu 25ºC, 220 rpm selama 120 jam. Senyawa aktif dari

11
masing-masing media diekstrak kemudian diuji dengan HPLC serta uji aktivitas
dengan mengukur diameter zona bening.

Pemilihan Konsentrasi Larutan Mineral Terbaik
Menurut Ghatora et al. (2006) larutan mineral untuk media kultivasi
Penicillium lagena terdiri dari (% b v-1) 0.2 (NH4)2S04, 0.5 KCl, 0.1 CaCl2, 0.5
MgSO4, 0.01 ZnSO4, dan 0.005 CuSO4. Larutan mineral ditambahkan ke media
kultivasi Penicillium lagena masing-masing 0, 20, 40, 60, dan 80 mL. Media
diinokulasi dengan 10% cendawan yang ditumbuhkan pada media F1. Kultivasi
Penicillium lagena dilakukan dengan menggunakan kultur kocok pada erlenmeyer
250 mL volume kerja 25 mL pada suhu 25ºC, 220 rpm selama 120 jam.
Penambahan larutan mineral yang menghasilkan senyawa aktif dengan
konsentrasi tertinggi dan diameter zona bening tertinggi pada uji aktivitas
digunakan untuk optimasi media.

Optimasi Komposisi Media Kultivasi untuk Produksi Senyawa Aktif
Penicillium lagena
Rancangan optimasi media menggunakan rancangan central composite
design (CCD). Rancangan yang digunakan mengandung tiga taraf faktor, yaitu
rancangan faktorial 23, starting point (titik awal), dan center point (titik tengah)
yang dikodekan untuk tiap faktor (Tabel 1). -1 adalah batas bawah, 0 adalah titik
tengah, 1 adalah batas atas, dan α adalah starting point. Kultivasi Penicillium
lagena dilakukan dengan menggunakan kultur kocok pada erlenmeyer 250 mL
volume kerja 25 mL pada suhu 25ºC, 220 rpm selama 120 jam.
Tabel 1 Rancangan percobaan central composite design (CCD)
Level faktor yang dikodekan
No.
Rancangan
Yeast
Larutan
Laktosa
Percobaan Percobaan
Extract
Mineral
(g L-1)
(g L-1)
(mL L-1)
1
Faktorial
-1
-1
-1
2
-1
-1
1
3
-1
1
-1
4
-1
1
1
5
1
-1
-1
6
1
-1
1
7
1
1
-1
8
1
1
1
9
Starting
0

0
10
point
0
α
0
11
0
0

12
0
0
α
13

0
0
14
α
0
0
15
Center point
0
0
0

Luas area
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Y9
Y10
Y11
Y12
Y13
Y14
Y15

12
Analisis Data
Konsentrasi senyawa aktif P. lagena dari media dengan sumber karbon,
nitrogen, dan larutan mineral terpilih dianalisa dengan analisis ragam untuk
melihat perbedaan respon antar peubah. Data optimasi media diolah menggunakan
perangkat lunak Design Expert versi 7 untuk mendapatkan model matematika
sebagai berikut :
Y = b0 + b1X1i + b2 X2i + b3 X3i + b11X12 + b22X22 + b33X32 + b12X1X2 +
b13X1X3 + b23X2X3
Keterangan : b0, bi, bij = koefisien regresi
Y = konsentrasi senyawa aktif
X1 = konsentrasi sumber karbon (g L-1)
X2 = konsentrsi sumber nitrogen (g L-1)
X3 = konsentrasi larutan mineral (mL L-1)
Model yang diperoleh diujikan kembali di laboratorium sebanyak lima
ulangan untuk pengujian kesesuaian model.

Analisis Ekstrak Aktif dengan Liquid Chromatography-Mass Spectrometer
(LC-MS)
Bobot dan rumus molekul senyawa aktif ditentukan dengan spektrum LCMS (ESI positif ion). Ekstrak P. lagena dibuat konsentrasinya menjadi 100 ppm
dalam larutan metanol 98.9%. Sebanyak 5 µL larutan diinjeksikan ke dalam LCMS. Kolom yang digunakan TOF MS ES+. Laju alir fase gerak 0.3 mL menit-1.
Eluen yang digunakan H2O + 0.1% asam format dan asetonitril dengan detektor
ESI-MS positive ion mode.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Penicillium lagena
Koloni Penicillium lagena berwarna putih, massa berkatun, bulat dengan
diameter 9 – 20 mm, bagian tengah lebih tebal dibandingkan bagian pinggir dan
pinggiran bercabang (Gambar 2a). Dinding konidiofor halus dan tipis, konidiofor
ada yang bercabang dan tidak bercabang, berdiri sendiri atau berkelompok dalam
kluster, dan terdapat konidium pada bagian ujung (Gambar 2b). Menurut Refai et
al. (2015), makromorfologi Penicillium sp. bervariasi baik tingkat pertumbuhan,
tekstur, dan warna. Diameter Penicillium sp. mulai dari 5 mm sampai 45 mm,
dapat tumbuh pada suhu 21 – 37 ºC. Variasi tekstur Penicillium sp., yaitu beludru,
massa berkatun, dan kasar atau bergranular. Warna koloni putih, abu-abu, jingga,
kuning, kuning kecoklatan, dan merak kecoklatan. Secara mikromorfologi,
Penicillium sp. mempunyai konidiofor, phialides, metulae, dan konidium. Akan
tetapi pada Gambar 2b antara phialides dan metulae tidak dapat dibedakan.

13

Konidium

Konidiofor

a
b
Gambar 2 Morfologi Penicillium lagena. Makromorfologi (a); mikromorfologi (b)
Kurva Pertumbuhan Penicillium lagena pada Media F1

60

14
12
10
8
6
4
2
0

50
40

30
20
10
0
0

20

40

Gula total (g L-1)

Packed mycelia volume
(%)

Kurva pertumbuhan pada media F1 digunakan untuk mengetahui waktu
yang tepat untuk transfer inokulum dari kultur seed ke kultur kultivasi, yaitu
mendekati akhir fase logaritmik. Fase penyesuaian atau fase lag terjadi selama
kurang lebih 30 jam. Pada fase lag, belum terjadi penambahan jumlah sel akan
tetapi berat sel mungkin sudah bertambah (Crueger dan Crueger 1984). Fase
pertumbuhan atau logaritmik terjadi pada rentang waktu jam ke-30 sampai jam
ke-66. Pada fase ini terjadi pertumbuhan sel yang cepat dengan konsumsi gula
yang cukup banyak. Kemudian pertumbuhannya menurun dan mengalami
kematian (Gambar 3). Berdasarkan kurva pertumbuhan P. lagena pada media F1,
maka waktu pemindahan inokulum dari kultur seed ke kultur kultivasi dapat
dilakukan antara jam ke-48 sampai ke-60. Mikroorganisme yang membentuk
senyawa metabolit sekunder mengalami dua fase yaitu trophophase dan
idiophase. Pada trophophase, mikroorganisme membentuk senyawa metabolit
primer sedangkan idiophase adalah fase setelahnya saat mikroorganisme
membentuk senyawa metabolit sekunder (Waites et al. 2001).

60
80
100
120
140
Waktu (jam)
Gambar 3 Kurva pertumbuhan Penicillium lagena pada media F1. □ packed
mycelia volume, ◊ gula total

14
Biosintesis metabolit sekunder tidak berhubungan dengan pertumbuhan sel.
Ketika produk metabolit sekunder menjadi produk target dalam fermentasi, maka
media awal didesain untuk pertumbuhan sel kemudian diperlukan optimasi
kondisi (media) untuk produksi metabolit sekunder (Waites et al. 2001). Senyawa
aktif yang dihasilkan oleh P. lagena merupakan senyawa metabolit sekunder.
Oleh karena itu, kultur seed digunakan untuk perbanyakan sel dan selanjutnya
dilakukan optimasi kondisi untuk menghasilkan senyawa aktif P. lagena. Media
F1 yang digunakan mengandung soybean meal. Media soybean meal digunakan
untuk perbanyakan sel dalam kultur cair Penicillium sp. oleh Vargas et al. (2008)
dan Tan et al. (2004).

Kultivasi, Ekstraksi, dan Uji aktivitas Senyawa Aktif P. lagena dengan
Media F15
Fermentasi adalah proses untuk menghasilkan produk melalui kultur massa
mikroorganisme. Dalam fermentasi, mikroorganisme membutuhkan air, karbon,
nitrogen, mineral, dan oksigen apabila prosesnya aerob (Stanbury et al. 2003).
Media F15 mengandung sumber karbon dari glukosa, gliserol, dan dekstrin
sumber nitrogen dari malt extract, yeast extract, tripton, dan NH4NO3 serta
mineral dari KH2PO4.
Ekstraksi adalah pemisahan senyawa-senyawa kimia dari cairan campuran
dengan pelarut cair yang dapat melarutkan senyawa yang diinginkan (Stanbury et
al. 2003). Ekstraksi senyawa aktif P. lagena menggunakan pelarut etil asestat. Etil
asetat merupakan golongan ester dan bersifat semipolar (Smallwood 1996). Sifat
pelarut merepresentasikan sifat senyawa antifungi yang diperoleh. Ekstrak yang
diperoleh diuji dengan HPLC dan LC-MS serta diuji aktivitasnya.
Produksi senyawa antifungi P. lagena paling besar dihasilkan pada jam ke
114 kemudian mengalami penurunan pada jam ke 132 dan naik kembali hingga
jam ke 144 dan mengalami penurunan kembali (Lampiran 3). Pemanenan media
kultivasi dapat dilakukan sekitar jam 114. Produksi senyawa antifungi P. lagena
yang tidak stabil kemunginan karena senyawa terhidrolisis. Hasil HPLC senyawa
aktif P. lagena yang dihasilkan dengan media F15 pada suhu 25°C, 220 rpm
selama 120 jam memiliki persentase relatif luas area senyawa antifungi sebesar
6.473%, waktu retensi 10.905 menit dan serapan gelombang maksimum sebesar
214 – 532 nm. Banyak puncak yang terbentuk, namun puncak yang paling tinggi
terbentuk pada menit ke 10.905 (Gambar 4). Senyawa aktif P. lagena belum
diketahui jenisnya sehingga penentuan konsentrasi senyawa tersebut berdasarkan
luas area dari puncak hasil HPLC. Area puncak pada HPLC diukur melalui
integrasi sinyal elektronik dari detektor. Luas area proporsional dengan
konsentrasi senyawa yang uji (Lough dan Wainer 1996).

0.14

0.50

10.905

0.12
0.10

214.2

0.45
0.40

0.08

Absorbansi
AU

Absorbansi
AU 210 nm

15

0.06
0.04
0.02
0.00
0.00

5.00

10.00

15.00
20.00
Minutes

Waktu retensi (menit)

0.35
0.30
0.25
0.20
0.15

249.6
0.10

304.3
0.05

367.4
0.00
200.00

300.00

400.00

520.2566.6
532.4
500.00

Panjang gelombang (nm)
Gambar 4 Waktu retensi dan serapan gelombang maksimum senyawa aktif P.
lagena yang diproduksi menggunakan media F15
Uji aktivitas ekstrak senyawa aktif P. lagena dilakukan dengan metode
difusi agar. Senyawa aktif P. lagena dengan konsentrasi 5000 ppm diuji terhadap
patogen P. lamaoensis yang diinokulasi ke dalam media agar sebanyak 103-104 sel
mL-1. Kontrol negatif menggunakan pelarut metanol 98.9% sedangkan kontrol
positif menggunakan 1000 ppm nistatin. Uji aktivitas dengan senyawa aktif P.
lagena menghasilkan zona bening di sekitar cakram dengan diameter 27.45 mm.
Pada kontrol negatif tidak terbentuk zona bening sedangkan pada kontrol positif
terbentuk zona bening dengan diameter 13.87 mm (Gambar 5).

27.45 mm

13.87 mm

a
b
c
Gambar 5 Uji aktivitas. Senyawa aktif P. lagena yang diproduksi dengan media
F15 (a), kontrol negatif dengan metanol 98.9% (b), dan kontrol positif
dengan 1000 ppm nistatin (c)
Zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram menunjukkan bahwa
ekstrak yang diuji mampu menghambat pertumbuhan patogen uji. Kontrol negatif
untuk membuktikan bahwa zona bening yang terbentuk bukan disebabkan oleh
pelarut metanol. Nistatin merupakan senyawa kimia yang berfungsi sebagai
antifungi. Senyawa aktif P. lagena mampu mematikan fungi patogen uji seperti
aktivitas kontrol positif nistatin.

16
Prinsip dari metode difusi agar adalah mendifusikan secara bebas senyawa
uji yang diketahui konsentrasinya ke seluruh media agar yang telah dicampur
dengan mikroorganisme uji. Pada saat difusi, senyawa uji bisa menjadi tidak aktif
atau hilang karena berinteraksi dengan komponen padat dalam media, beragregasi
atau mekanisme lain yang menyebabkan senyawa uji menjadi tidak aktif (Bonev
et al. 2008). Zona bening yang terbentuk tergantung pada konsentrasi inokulum,
laju pertumbuhan mikroorganisme uji, konsentrasi senyawa uji, temperatur, pH,
dan kondisi agar (Finn 1959).

Pemilihan Sumber Karbon Terbaik

Persentase relatif luas
area senyawa antifungi
(%)

Media kultivasi harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme. Nutrisi dalam media harus diformulasi untuk meningkatkan
sintesis produk yang diinginkan, biomassa sel, atau metabolit spesifik. Formulasi
media tergantung pada skala kultivasi. Pada skala laboratorium, diperlukan
senyawa yang murni (pure chemical) untuk menentukan komposisi media yang
terbaik (Waites et al. 2001).
Sumber karbon berfungsi untuk biosintesis dan sumber energi bagi
mikroorganisme. Metabolisme sumber karbon dapat mempengaruhi pembentukan
biomassa serta produk metabolit primer atau sekunder. Penyediaan sumber karbon
dalam konsentrasi yang cukup diperlukan untuk membentuk produk yang
diinginkan (Stanbury et al. 2003). Penelitian ini menggunakan sumber karbon dari
senyawa murni, yaitu laktosa, galaktosa, maltosa, dan glukosa.
Sumber karbon dalam media kultivasi P. lagena yang menghasilkan
senyawa antifungi memberikan respon yang berbeda nyata. Hasil HPLC
menunjukkan laktosa memiliki persentase relatif luas area senyawa antifungi
terbesar dibandingkan galaktosa, maltosa, dan glukosa. Hasil uji lanjut dengan uji
perbandingan berganda Duncan pada taraf nyata 0.05 menunjukkan bahwa
persentase relatif luas area senyawa antifungi antara laktosa, maltosa dan glukosa
berbeda nyata sedangkan antara laktosa dan galaktosa tidak berbeda nyata
(Gambar 6, Lampiran 4). Puncak senyawa aktif P. lagena dengan media laktosa
dan galaktosa terbentuk pada menit ke 11.09 dengan serapan gelombang
maksimum sebesar 202 – 304. Sedangkan dengan media maltosa dan glukosa
terbentuk pada menit ke 10.99 dengan serapan gelombang maksimum sebesar 214
– 593 (Lampiran 7).
120
a
a
100
80
60
40
20
0

b
c
Laktosa

Galaktosa
Maltosa
Glukosa
Sumber karbon
Gambar 6 Persentase relatif luas area senyawa antifungi respon beberapa
sumber karbon. Garis vertikal di atas tiap balok data menunjukkan
standar eror dan huruf-huruf di atas balok data menunjukkan
pembandingan nilai tengah antar sumber karbon berdasarkan uji
perbandingan berganda Duncan pada taraf nyata 0.05

17

Diameter zona bening
(mm)

Terhadap hasil ekstraksi dilakukan uji antagonis dengan mikroorganisme uji
Phellinus lamaoensis. Zona bening yang terbentuk menunjukkan besarnya
hambatan pertumbuhan P. lamaoensis oleh senyawa antifungi yang dihasilkan P.
lagena. Sumber karbon yang berbeda menghasilkan diameter zona bening yang
berbeda nyata. Laktosa menghasilkan diameter zona bening terbesar dan diikuti
dengan glukosa, maltosa, dan galaktosa. Hasil uji lanjut dengan uji perbandingan
berganda Duncan pada taraf nyata 0.05 menunjukkan bahwa diameter zona bening
berbeda nyata antara laktosa dengan galaktosa dan maltosa namun tidak berbeda
nyata