Studi Penerapan Response Surface Methodology (RSM) Dalam Proses Pembuatan Botol Untuk Peningkatan Produktivitas Produk Botol Di CV. Bobofood

(1)

STUDI PENERAPAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

(RSM) DALAM PROSES PEMBUATAN BOTOL UNTUK

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PRODUK BOTOL DI

CV. BOBOFOOD

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

A L B E R T

NIM. 0 4 0 4 0 3 0 5 7

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ABSTRAK

CV. Bobofood merupakan suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang pembuatan makanan ringan, yaitu jelly dan pembuatan kemasan minuman yang dapat berupa cup ataupun botol.

Pada saat kerja praktek telah dilakukan studi pendahuluan pada proses pembuatan botol dan diketahui bahwa kondisi proses pada mesin pembuatan botol saat ini menunjukkan banyaknya produk yang cacat dimana faktor – faktor yang berpengaruh adalah faktor putaran, tekanan dan temperatur. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mendapatkan informasi mengenai setting faktor yang optimal agar jumlah produk cacat dapat dikurangi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi operasi yang diinginkan adalah metode Response Surface Methodology (RSM) dan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan jumlah cacat produk maka dilakukan pengukuran produktivitas dengan membandingkan periode sebelum dan sesudah penelitian RSM.

Penelitian dengan metode RSM memiliki beberapa tahap sebagai berikut: pembuatan model orde pertama, pengujian model orde pertama, melakukan prosedur steepest descent (SD), pembuatan model orde kedua, pengujian model orde kedua dan penentuan titik optimum faktor, sedangkan pengukuran produktivitas dengan menggunakan model produktivitas total.

Penelitian dimulai dengan pengumpulan data berupa data jumlah produk cacat dari tiap perlakuan pada desain model orde pertama. Kondisi operasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebelum penggunaan metode RSM, yakni putaran mesin: 190 rpm, tekanan mesin: 0,65 psi dan temperatur mesin: 115 °C. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan model orde pertama dan dihasilkan model yaitu: Y = 35,36 – 0,25 x1 - 3 x2 – 1,75 x3, selanjutnya dilakukan

pengujian dan memberikan kesesuaian. Prosedur SD memberikan hasil yaitu: putaran (x1) = 197 rpm, tekanan (x2) = 1,07 psi dan temperatur (x3) = 140 °C.

setelah itu dilakukan pembuatan model orde kedua dan menghasilkan model yaitu: Y = 7,6 + 0,76x1 + 0,23x2 – 0,88x3 - 1,22x12 – 0,52x22 – 1,05x32 – 0,13x1x2

+ 1,38x1x3 + 0,13x2x3, dimana pengujian yang dilakukan memberikan kesesuaian.

Penentuan titik optimum memberikan hasil yaitu: putaran mesin = 198 rpm, tekanan = 1,1 psi dan suhu = 138 oC. Hasil ini diimplementasi dalam pengukuran produktivitas produk botol dan memberikan kenaikan produktivitas sebesar 52 %.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

CV. Bobofood adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan makanan ringan seperti jelly dan pembuatan botol minuman yang terbuat dari bijih plastik. Salah satu produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah botol minuman yang terbuat dari bijih plastik. Kondisi proses produksi yang terjadi di pabrik saat ini adalah banyaknya produk yang cacat dan faktor utama penyebab kecacatan pada produk botol adalah disebabkan oleh pengaturan faktor-faktor kuantitatif pada mesin pembuatan botol yang tidak tepat. Faktor kuantitatif disini yang dimaksudkan adalah faktor yang memiliki suatu nilai yang berupa angka-angka. Hal ini dapat diketahui karena sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh penulis saat kerja praktek di CV. Bobofood yang dimulai pada tanggal 20 Juni – 4 Juli 2008. Dari hasil pengamatan yang dilakukan ketika kerja praktek, diperoleh data bahwa rata-rata tingkat kecacatan produk botol yang terjadi akibat interaksi putaran, tekanan dan temperatur dari mesin adalah sebesar 34,67%. Selain itu, perhitungan analisa varian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa interaksi faktor kuantitatif yang berupa: putaran, tekanan dan suhu memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan.

Produk cacat yang dihasilkan saat ini adalah akibat dari efisiensi mesin pembuatan botol yang berkurang. Berkurangnya efisiensi botol dapat disebabkan oleh pemakaian mesin yang dilakukan terus menerus sehingga mesin juga


(4)

mengalami keausan. Keausan mesin mengakibatkan nilai faktor putaran, tekanan dan suhu mesin harus dilakukan pengaturan kembali yang dicocokkan dengan kondisi mesin saat ini. Pengaturan mesin yang dilakukan di lantai produksi saat ini adalah berdasarkan intuisi kepala produksi di bagian pembuatan botol sehingga produksi botol yang dihasilkan juga tidak maksimal.

Akibat dari kondisi tersebut, bila botol yang dihasilkan tidak memenuhi kualitas yang diinginkan maka pihak perusahaan akan mengalami kerugian sehubungan dengan waktu yang terbuang untuk mendaur ulang produk cacat menjadi biji plastik sebagai bahan baku. Pengertian cacat dalam hal ini adalah cacat yang bersifat fisik, contohnya: botol berlubang, botol penyok, mulut botol tidak terbentuk dan botol yang terlalu tipis ataupun telalu tebal. Toleransi ketebalan / ketipisan botol adalah ± 0,5 gram. Jika kondisi ini dibiarkan secara terus menerus, tentu saja akan menurunkan tingkat produktivitas perusahaan.

Untuk itu pihak perusahaan merasa perlu untuk mengetahui pengaturan yang tepat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi mutu botol minuman yang dihasilkan sehingga diharapkan dapat mengendalikan mutu produk sepanjang proses produksi dan juga diharapkan dapat mengurangi terjadinya produk yang cacat. Jika produk cacat berhasil dikurangi tentu saja tingkat produktivitas produk botol akan meningkat karena botol yang dihasilkan dalam suatu satuan waktu juga ikut meningkat.

Berdasarkan alasan-alasan diatas, diperlukan suatu cara untuk menentukan besaran-besaran yang akan menjadi titik optimum pada faktor-faktor kuantitatif pada proses pembuatan botol agar produk yang dihasilkan memiliki tingkat cacat


(5)

yang kecil. Perbaikan kualitas dan produktivitas akan efektif jika merupakan bagian integral dari siklus pengembangan produk dan proses produksi. Response Surface Methodology dapat digunakan untuk tujuan ini. Response Surface Methodology adalah suatu metodologi yang dapat digunakan untuk mendapatkan titik optimum pada setting mesin yang bertujuan untuk mengurangi produk cacat semaksimal mungkin. Diharapkan dengan adanya penerapan hasil penelitian didalam proses produksi botol dilantai produksi maka dapat terjadi peningkatan produktivitas pada perusahaan yang bersangkutan.

1.2. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan pokok yang dihadapi CV. Bobofood ialah tingginya jumlah produk cacat pada produk botol sehubungan dengan situasi setting mesin yang tidak memadai.

Untuk memahami lebih lanjut tentang permasalahan dan cara penanggulangannya maka beberapa pertanyaan berikut perlu dijawab antara lain: a. Tindakan apa yang harus dilakukan dalam menentukan titik optimum dari

faktor-faktor kuantitatif pada mesin pembuatan botol sehingga dapat memberikan informasi untuk mengurangi jumlah produk yang cacat dalam usaha meningkatkan produktivitas?

b. Berapa besar perbaikan produktivitas yang dapat dilakukan sehubungan dengan diterapkannya titik optimum dari faktor – faktor kuantitatif pada mesin pembuatan botol?


(6)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : menentukan nilai putaran, tekanan dan temperatur mesin yang optimal dalam usaha memperkecil jumlah produk cacat dan meningkatkan produktivitas.

Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Menentukan fungsi linier sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimum yang akan digunakan sebagai wilayah percobaan.

2. Menentukan level percobaan didaerah optimum.

3. Menentukan fungsi kuadratis sebagai pendekatan untuk mencari titik optimum faktor.

4. Menghitung indeks produktivitas total dan indeks produktivitas parsial untuk produk botol.

1.4. Ruang Lingkup dan Asumsi Penelitian

Penelitian dilakukan dalam batasan-batasan tertentu, antara lain :

1. Penelitian hanya dilakukan pada bagian produksi botol, yaitu bagian pembuatan botol.

2. Variabel input yang diteliti meliputi: putaran, tekanan dan temperatur.

3. Variabel respon yang hendak ditentukan kondisi terbaiknya adalah jumlah botol cacat.


(7)

5. Data yang dikumpulkan untuk pengukuran perbaikan produktivitas adalah data periode 1 bulan sebelum dan setelah hasil penelitian diterapkan di lantai produksi yaitu diperkirakan antara bulan Oktober 2008 – Januari 2009.

6. Pengukuran produktivitas dengan menggunakan Model Produktivitas Total. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Ketrampilan karyawan dalam mengoperasikan mesin dan peralatan produksi dianggap sama, normal dan konstan dalam interval waktu yang ditetapkan. 2. Tidak ada perubahan secara tiba-tiba dalam setting proses produksi. 3. Metode kerja yang digunakan sudah standar.

4. Kondisi lingkungan pabrik dalam keadaan stabil dan normal. 5. Keadaan perlengkapan serta mesin dianggap cukup baik. 6. Data yang dikumpulkan dianggap berdistribusi normal.

7. Waktu pemanasan bijih plastik dalam mesin pembuatan botol tidak berpengaruh terhadap respon penelitian.

8. Deflator untuk periode setelah penelitian bernilai 1 karena periode pengukuran yang relatif singkat dengan periode basis yaitu 1 bulan.

9. Tingkat ketelitian pada penelitian ini sebesar 10% dan taraf nyata sebesar 5%. 10.Berkurangnya nilai suatu aset secara linier terhadap umur dari aset tersebut.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :


(8)

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini berisi sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi.

BAB III LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir.


(9)

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Bab ini berisi analisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang diberikan kepada pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

CV. Bobofood merupakan suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang pembuatan minuman ringan, yaitu jelly. Pada tahun 1994, perusahaan ini diambilalihkan oleh ibu Liani Taslim, selaku pemilik dan pimpinan perusahaan.

Pada awal pendiriannya, CV. Bobofood adalah sebuah industri kecil yang bergerak dibidang pembuatan makanan ringan (snack) dan minuman ringan (jelly). Perusahaan ini mulai berkembang pesat dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004, dimana dapat dilihat dari meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk. Akibat dari meningkatnya jumlah permintaan maka pihak perusahaan memutuskan untuk melakukan penambahan jumlah pekerja. Selain itu, juga terjadi perubahan proses produksi dari manual menjadi semi-otomatis. Akan tetapi dengan meningkatnya permintaan dan juga meningkatnya persaingan usaha, maka sejak tahun 2004 perusahaan ini mulai memfokuskan diri hanya pada pembuatan minuman ringan.

Seiring dengan perkembangan usaha dan adanya peningkatan permintaan konsumen, maka pada tanggal 29 Maret 2004 dengan SIMB No. 503/641/DPPWP/DS/2004, perusahaan ini memperluas lantai produksinya dengan mulai memproduksi kemasan sendiri, seperti cup dan botol. Wilayah penjualan CV. Bobofood meliputi daerah Aceh, Sumatera Utara, dan Padang. CV. Bobofood


(11)

juga memperoleh izin dari Departemen Kesehatan dengan No. DEP.KES.RI.NO. MD 234202001118.

Pada tahun 2008 ini, CV. Bobofood telah menerapkan proses produksi secara otomatis dan semi-otomatis. Akan tetapi dengan penerapan kebijakan ini, mengakibatkan berkurangnya pekerja menjadi 39 orang.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

CV. Bobofood merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan minuman ringan, yakni jelly. Selain itu, perusahaan ini juga memproduksi kemasan, berupa cup dan botol, baik dipergunakan untuk perusahaan sendiri maupun untuk pemesanan dari pihak lain.

Produk minuman ringan yang dihasilkan oleh CV. Bobofood mempunyai merk seperti jelly “Sedot 88”, jelly “Hallo Boy”, jelly “Drink”, jelly “Botol”, dan sebagainya. Pada umumnya, produk yang dihasilkan oleh CV. Bobofood sama, yang membedakan produk satu dengan lainnya hanya pada kemasan produk dan merek jual dari produk tersebut.

2.3. Organisasi dan Manajemen

Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan yang menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu sasaran. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambaran (bagan) yang memperlihatkan hubungan unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada. Penggambaran organisasi dalam suatu bagan


(12)

merupakan hasil keputusan yang telah dicapai tentang struktur organisasi yang bersangkutan.

Organisasi berasal dari istilah Yunani yaitu organon dan istilah Latin yaitu organum yang berarti alat, bagian, anggota, atau badan. Oleh karena itu,

organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu wadah bagi sekelompok orang untuk bekerja sama dengan menggunakan dana, alat, dan teknologi. Mereka bersedia terikat dengan peraturan dan lingkungan tertentu sehingga mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkan.

Organisasi juga diartikan sebagai salah satu alat manajemen. Manajemen adalah cara pengelolaan dan pengaturan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan sumber daya yang ada.

2.3.1. Struktur Organisasi

Hubungan dan kerja sama dalam organisasi dituangkan dalam suatu struktur organisasi. Struktur organisasi menunjukkan satuan-satuan organisasi dan garis wewenang, sehingga batasan-batasan tugas dan tanggung jawab dari setiap personil dalam organisasi dapat dilihat dengan jelas. Dengan demikian, masing-masing personil mengetahui dari mana ia mendapat perintah dan kepada siapa ia harus mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya.

Struktur organisasi CV. Bobofood menggunakan bentuk lini, staf dan fungsional. Hubungan lini dijumpai antara:

1. Pimpinan dengan Kepala Gudang, Kepala Adm, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran.


(13)

2. Manajer Produksi dengan Supervisor dan Maintenance.

Hubungan fungsional dijumpai pada kelompok Kepala Gudang, Kepala Adm, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran. Sebagai contoh, seorang Manajer produksi akan menjumpai Kepala Adm untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan finansial. Struktur organisasi CV. Bobofood dapat dilihat pada Gambar 2.1. Struktur Organisasi CV. Bobofood.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi CV. Bobofood

Pimpinan

Kepala Gudang

Kepala Adm

Manajer Produksi

Manajer Pemasaran

Maintenance Supervisor

= hubungan lini

= hubungan fungsional

Staf

Staf Adm Mandor


(14)

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan dalam CV. Bobofood secara garis besar dapat dilihat pada uraian berikut.

1. Pimpinan

a. Merencanakan strategi perusahaan dan melaksanakannya untuk mencapai tujuan perusahaan.

b. Menciptakan suasana yang baik dalam perusahaan sehingga para karyawan dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik.

c. Memimpin, mendidik, mengarahkan, dan mengawasi pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.

d. Memberikan kekuasaan (mandat) kepada para manajer dan kepala bagian yang ditunjuk.

e. Bertanggung jawab penuh atas kondisi dan kemajuan perusahan. 2. Staf

a. Memberikan masukan kepada pimpinan tentang strategi perusahaan yang direncanakan oleh pimpinan.

b. Memberikan pertimbangan terhadap masukan dari kepala bagian dan manajer untuk kemudian disampaikan kepada pimpinan.

c. Bertanggung jawab kepada Pimpinan atas saran dan nasehat yang diberikan.

3. Kepala Gudang

a. Mengkoordinir dan mengawasi pengelolaan persediaan bahan baku. b. Mengendalikan semua persediaan bahan.


(15)

c. Memesan bahan pada saat diperlukan.

d. Bertanggung jawab kepada Pimpinan atas tersedianya bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.

4. Kepala Administrasi

a. Membuat pembukuan atas keuangan perusahaan.

b. Membuat laporan keuangan untuk tujuan pengawasan oleh pimpinan.

c. Memberikan laporan keuangan kepada pihak pemerintah untuk

menetapkan besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan.

d. Menyusun anggaran belanja dan pendapatan perusahaan secara berkala. e. Melaksanakan pengawasan terhadap penggunaan dana dan memelihara kas

untuk menjaga kelancaran produksi.

f. Bersama-sama dengan Pimpinan mengatur kebijakan penggunaan dana untuk gaji/upah karyawan, kesejahteraan karyawan, pembelian bahan baku, dan kredit-kredit penjualan.

g. Bertanggung jawab kepada Pimpinan atas pembukuan dan keuangan perusahaan.

5. Manajer Produksi

a. Merencanakan, mengatur, dan mengkoordinasi seluruh kegiatan produksi. b. Mengusahakan kelancaran kegiatan produksi dan berupaya untuk selalu

meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan produksi.

c. Bertanggung jawab kepada Pimpinan atas segala hal yang berkaitan dengan bidang produksi di perusahaan


(16)

6. Manajer Pemasaran

a. Melaksanakan kegiatan pemasaran atas produk yang dihasilkan.

b. Mencari informasi pasar yang berhubungan dengan segmen pasar, permintaan, pesaing, dan peluang pasar.

c. Mencari pasar baru di luar negeri untuk mengembangkan jaringan dan daerah pemasaran.

d. Membantu Pimpinan dalam menetapkan target pemasaran dan kebijakan dalam perluasan pangsa pasar.

e. Bersama-sama dengan Pimpinan dalam menetapkan kebijaksanaan harga jual dan sistem pembayaran.

f. Membuat perkiraan tentang permintaan pasar pada masa yang akan datang.

g. Bertanggung jawab kepada Pimpinan atas kelancaran pemasaran. 7. Mandor

a. Mengawasi kelancaran perpindahan bahan dari truk sampai ke tempat penyimpanan bahan.

b. Membuat laporan penerimaan, persediaan dan pengeluaran bahan.

c. Bertanggung jawab kepada Kepala Gudang atas kelancaran penyimpanan bahan-bahan produksi di gudang.

8. Staf Administrasi

a. Membantu pelaksanaan kegiatan pembukuan yang dikerjakan oleh kepala administrasi.


(17)

c. Bertanggung jawab kepada Kepala Administrasi atas kebenaran hasil pembukuan yang dikerjakan.

9. Supervisor

a. Memimpin dan mengendalikan kegiatan dibidang produksi.

b. Menyiapkan laporan yang dibutuhkan manajer produksi mengenai data produksi, jumlah batch produksi, pemakaian bahan dan lain-lain.

c. Menyusun jadwal dan rotasi kerja bagi karyawan produksi yang dipimpinnya.

d. Bertanggung jawab kepada Manajer Produksi atas masalah yang timbul saat proses produksi berlangsung.

10.Maintenance

a. Melakukan replacement study terhadap fasilitas dibagian produksi.

b. Memberikan laporan tentang batas waktu pergantian ataupun perbaikan fasilitas produksi.

c. Melakukan tindakan perbaikan dan pergantian tehadap fasilitas produksi sesuai hasil replacement study.

d. Bertanggung jawab kepada Manajer Produksi atas kelayakan fasilitas produksi.

2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

2.3.3.1. Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja pada CV. Bobofood sebanyak 39 orang, yang terdiri dari staf dan karyawan. Yang dapat digolongkan staf adalah pekerja pada tingkat


(18)

manajer, kepala bagian, dan pekerja yang tidak bekerja pada bagian produksi, seperti bagian administrasi. Yang digolongkan sebagai karyawan adalah pekerja pada bagian produksi juga termasuk satpam. Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tenaga Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja.

Tabel 2.1. Tenaga Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja

Jabatan Pria Wanita Jumlah (orang)

Pimpinan 1 1

Staf 1

Kepala Gudang 1 1

Kepala Administrasi 1 1

Manajer Produksi 1 1

Manajer Pemasaran 1 1

Mandor Gudang 1 1

Staf Administrasi 1 1

Supervisor 1 1

Maintenance 1 1

Satpam 2 2

Karyawan Produksi 7 20 27

Total 12 27 39


(19)

2.3.3.2. Jam Kerja

Jam kerja di perusahaan ini adalah 1 (satu) shift dengan jam kerja efektif 42 jam per minggu. Sistem penjadwalan kerja adalah sebagai berikut:

Senin – Sabtu : pukul 08.00 WIB – 12.00 WIB = waktu kerja

pukul 12.00 WIB – 13.00 WIB = waktu istirahat pukul 13.00 WIB – 16.00 WIB = waktu kerja Jam kerja di luar waktu yang ditentukan di atas, dihitung sebagai jam kerja lembur yang bertujuan untuk memenuhi lonjakan permintaan. Perhitungan besarnya upah lembur disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan pemerintah.

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

CV. Bobofood menerapkan sistem pencatatan waktu hadir dengan clock-card. Perusahaan berpedoman pada clock-card tersebut, apabila clock-card tersebut rusak maka pencatatan dilakukan secara manual yang dicatat oleh bagian satpam.

Hasil kerja yang optimal dari setiap karyawan dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang didukung oleh fasilitas kesehatan, keselamatan kerja, dan kesejahteraan karyawan. Lingkungan kerja yang baik dan adanya jaminan kesehatan dan kesejahteraan bagi karyawan dapat memberikan suatu dorongan dan gairah kerja bagi setiap karyawan.


(20)

Sistem pengupahan atau kompensasi karyawan di CV. Bobofood dapat dibedakan atas:

- Gaji bulanan diberikan kepada pimpinan, manajer, kabag, dan staf yang besarnya tetap setiap bulan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

- Upah diberikan kepada karyawan produksi per hari kerja.

Selain gaji atau upah pokok, perusahaan juga memberikan upah lembur kepada karyawan yang bekerja di atas waktu kerja normal. Cara perhitungan upah lembur adalah sebagai berikut:

1. Untuk hari biasa.

a. Perhitungan upah lembur untuk satu jam pertama adalah 1½ (satu setengah) x upah per jam.

b. Perhitungan upah lembur untuk dua jam berikutnya adalah 2 (dua) x upah per jam.

c. Upah per jam adalah 1/160 x upah per bulan.

2. Untuk hari besar atau hari libur

Perhitungan upah lembur untuk karyawan yang bekerja pada hari besar atau libur (Minggu) adalah 2 (dua) x upah per hari kerja biasa.

Selain gaji/upah pokok dan upah lembur di atas, perusahaan juga memberikan beberapa fasilitas kepada karyawannya, antara lain:

1. Tunjangan Hari Raya (THR)

Besarnya THR ini adalah tambahan satu bulan gaji untuk karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun.


(21)

2. Cuti tahunan.

Perusahaan memberikan cuti sebanyak 12 (dua belas) hari kerja per tahun kepada para karyawannya. Sisa cuti yang belum diambil pada tahun tertentu akan ditambahkan ke tahun berikutnya dengan batas maksimal 18 (delapan belas) hari kerja per tahun. Permohonan cuti tenaga kerja diatur dengan peraturan perusahaan, yang hanya mengijinkan 10 orang dari tenaga kerja cuti pada saat bersamaan. Pengaturan ini dimaksudkan agar kegiatan perusahaan dapat terus berjalan.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi di CV. Bobofood dibagi menjadi 2 bagian proses produksi, yakni pembuatan kemasan (Cup dan Bottle) dan pembutan jelly.

Tahapan proses pembuatan kemasan (Cup), antara lain : 1. Penimbangan dan Pemanasan bijih plastik

2. Pembuatan Lembaran Plastik (Plastic Plate Extrude) 3. Pembuatan Cup (Cup Making)

4. Pengemasan (Packing)

Tahapan proses pembuatan kemasan (bottle), antara lain : 1. Penimbangan dan pemanasan bijih plastik

2. Pembuatan Botol (Bottle Blowing) 3. Pengemasan (Packing)

Blok diagram proses pembuatan cup yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat pada Gambar 2.2. Blok Diagram Proses Pembuatan Cup.


(22)

Pengemasan (Packing) Pembuatan Cup

(Cup Making)

Pembuatan Lembaran Plastik (Plastic Plate Extrude) Penimbangan dan Pemanasan Bijih

Plastik

Gambar 2.2. Blok Diagram Proses Pembuatan Cup

Blok diagram proses pembuatan botol yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat pada Gambar 2.3. Blok Diagram Proses Pembuatan Botol.

Pengemasan (Packing) Pembuatan Botol

(Bottle Blowing)

Penimbangan dan Pemanasan Bijih Plastik

Gambar 2.3. Blok Diagram Proses Pembuatan Botol

Selain itu, juga terdapat tahapan proses pembuatan jelly, antara lain : 1. Pengolahan air (Water Treatment)

2. Pembuatan adonan jelly 3. Pengisian (Filling)


(23)

4. Perebusan

5. Pendinginan (Cooling) 6. Pengeringan (Drying) 7. Pengemasan (Packing)

8. Penyimpanan produk dalam gudang produk jadi (Storing)

Blok diagram proses pembuatan jelly yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat pada Gambar 2.4. Blok Diagram Proses Pembuatan Jelly.

Perebusan Pengisian (Filling)

Pembuatan Adonan Jelly Pengolahan Air (Water Treatment)

Penyimpanan Produk dalam Gudang (Storing)

Pengemasan (Packing) Pengeringan

(Drying) Pendinginan

(Cooling)


(24)

2.4.1. Bahan yang Digunakan

2.4.1.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk dalam proses produksi dan memiliki persentase yang relatif besar dalam produk dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Kualitas bahan baku yang digunakan sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan.

Bahan baku yang digunakan oleh CV. Bobofood adalah sebagai berikut : 1. Air

Air merupakan bahan baku utama dari pembuatan produk jelly ini. Air yang digunakan adalah air yang telah melalui tahapan perebusan di tungku air. 2. Carrageenan

Carrageenan berasal dari rumput laut berkualitas tinggi yang di olah dengan teknologi tinggi dan modern, dalam bentuk tepung/powder. Carrageenan digunakan untuk memperoleh kekentalan, sehingga diperoleh produk jelly yang baik dan nikmat.

2.4.1.2. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi tetapi tidak terdapat dalam produk akhir. Bahan ini secara tidak langsung mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Bahan penolong yang digunakan oleh CV. Bobofood adalah high pressure air (angin tekanan tinggi). Angin yang digunakan berasal dari mesin kompressor, dimana angin yang dihasilkan


(25)

dikeringkan terlebih dahulu dengan mesin dryer, kemudian baru digunakan pada mesin-mesin produksi.

2.4.1.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam produk untuk meningkatkan citra produk yang dihasilkan. Bahan tambahan yang digunakan oleh CV. Bobofood antara lain:

1. Gula

Dengan adanya pemberian gula, maka akan memberikan rasa yang lebih baik pada produk yang dihasilkan.

2. Citric Acid

Citric Acid diberikan untuk meningkatkan tingkat keasaman, sehingga diperoleh rasa yang baik.

3. Pottasium Citrate

Pottasium Citrate diberikan untuk mengurangi tingkat keasaman, sehingga diperoleh rasa yang baik.

4. Pottasium Sorbate

Kegunaan dari potassium sorbate adalah untuk meningkatkan daya tahan (simpan) produk. Kadar pemberian potassium sorbate disesuaikan dengan izin Departemen Kesehatan.

5. Perasa (Flavour)

Digunakan untuk memberikan rasa pada jelly, dimana digunakan rasa buah seperti, apel, nanas, jeruk, dan stroberi.


(26)

6. Bijih Plastik

Bijih Plastik yang digunakan adalah Poly Propylene (PP) untuk pembuatan cup dan Low Density Poly Ethylene (LDPE) untuk pembuatan botol.

7. Kotak

Kotak digunakan pada produk yang berupa botol, dimana setiap kotaknya berisikan 12 buah botol, yang kemudian akan dimasukkan kembali ke dalam karton (tiap karton berisikan 6 kotak).

8. Plastik

Plastik yang dipergunakan adalah kantong plastik jenis PP. Selain digunakan untuk pengemasan produk, juga digunakan untuk sedotan (pipet).

9. Karton

Karton yang digunakan adalah karton 3 lapis, dimana terdapat 3 lapisan kertas karton. Karton ini diperoleh dari PT. SIM di jalan Tanjung Morawa.

2.4.2. Standar Mutu Bahan/Produk

CV. Bobofood telah menetapkan standar mutu sendiri akan produk yang produk yang dihasilkan untuk dapat memberikan produk yang baik kepada konsumen. Mutu/kualitas dari produk yang dihasilkan dapat dilihat dari beberapa hal berikut:

1. Kemasan

Kemasan yang digunakan berbentuk cup dan botol. Adapun standar mutu untuk kemasan antara lain :


(27)

b. Putih Bening c. Tidak penyok 2. Adonan jelly

Standar mutu pada bahan baku untuk pembuatan adonan jelly, diserahkan kepada pihak produsen bahan baku. Adapun standar mutu untuk adonan jelly antara lain :

a. Bening

b. Tidak adanya gumpalan-gumpalan bahan 3. Produk akhir

Sedangkan standar mutu untuk produk akhir antara lain : a. Produk tidak berjamur

b. Kotak tidak penyok c. Seal tidak bocor

d. Adanya kode produksi dan tanggal expired date

2.4.3. Uraian Proses

Adapun uraian tahapan proses pembuatan kemasan (Cup), yaitu 1. Penimbangan dan Pemanasan bijih plastik

Bijih plastik jenis Poly Propylene (PP) ditimbang sebanyak 50 kg untuk tiap karungnya, kemudian dimasukkan ke dalam mesin vakum selama 5 menit, untuk mengurangi kelembaban dari bijih plastik, akibat dari penyimpanan. Sehingga bijih plastik yang digunakan akan dapat mencair dengan sempurna pada tahap pembuatan lembaran plastik.


(28)

2. Pembuatan Lembaran Plastik (Plastic Plate Extrude)

Bijih plastik yang telah divakum, kemudian dimasukkan ke dalam mesin plastic plate extrude. Bijih plastik PP dipanaskan dengan suhu 112 OC, bijih plastik yang dalam keadaan cair, kemudian dimasukkan ke dalam roller, sehingga diperoleh lembaran plastik dengan ketebalan 1 mm, kemudian lembaran plastik tersebut digulung, sehingga diperoleh gulungan lembaran plastik.

3. Pembuatan Cup (Cup Making)

Gulungan lembaran plastik ini kemudian dimasukkan ke dalam mesin full automatic cup making. Lembaran plastik ini dipanaskan kembali dengan suhu sekitar 86oC, sehingga diperoleh lembaran plastik yang agak lunak, kemudian dengan bantuan hidrolik yang digerakkan dengan tekanan angin (air pressure), maka dibentuklah cup-cup tersebut. Kemudian cup-cup ini kumpulkan di tempat penampungan.

4. Pengemasan (Packing)

Pada tahapan pengemasan, cup-cup tersebut disusun dengan tinggi susunan 48 buah, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk mempermudah pembawaan untuk proses selanjutnya dan penyimpanan.

Adapun tahapan proses pembuatan kemasan (Bottle), antara lain : 1. Penimbangan dan pemanasan bijih plastik

Bijuh plastik jenis Low Density Poly Ethylene (LDPE) ditimbang sebanyak 50 kg untuk tiap karungnya, kemudian dimasukkan ke dalam mesin vakum selama 5 menit, untuk mengurangi kelembaban dari bijih plastik, akibat dari


(29)

penyimpanan sehingga bijih plastik yang digunakan akan dapat mencair dengan sempurna pada tahap pembuatan botol.

2. Pembuatan Botol (Bottle Blowing)

Bijih plasrik LDPE kemudian dimasukkan ke dalam mesin bottle-blowing. Pada tahapan ini bijih plastik LDPE dipanaskan dengan suhu 115oC, yang kemudian dimasukkan ke dalam mal-mal yang berbentuk botol, yang diikuti dengan pemberian tekanan angin (air pressure), sehingga diperoleh bentuk botol. Selanjutnya, botol tersebut didinginkan di dalam mal tersebut, dengan bantuan air, kemudian botol-botol tersebut dilepaskan dari malnya.

3. Pengemasan (Packing)

Pada tahapan ini botol-botol ini kemudian dibersihkan sisi botol yang tidak terpakai, kemudian dimasukkan ke dalam karung-karung besar.

Selain itu, juga terdapat tahapan proses pembuatan jelly, antara lain : 1. Pengolahan air (Water Treatment)

Air merupakan bahan baku dari produk yang dihasilkan CV. Bobofood, dimana kandungan tiap produk sebanyak 95,5%. Air yang digunakan adalah air tanah yang telah dilakukan pengolahan yang terpadu, sehingga air yang digunakan merupakan air yang baik untuk dikonsumsi. Adapaun proses pegolahan air ini berupa penyaringan dengan pasir, resin, filter, dan karbon aktif. Selanjutnya air dipompakan ke dalam tungku air dan dipanaskan selama 45-60 menit dengan suhu 100oC. Adapun bahan bakar yang digunakan pada tungku air adalah minyak tanah dan gas elpiji (LPG).


(30)

Bahan-bahan untuk pembuatan adonan jelly adalah air, carrageenan, gula, citric acid, potassium citrate, potassium sorbate, perasa (flavor), dan pewarna makanan. Komposisi dari adonan jelly dapat dilihat pada Tabel 2.2. Komposisi Adonan Jelly

Tabel 2.2. Komposisi Adonan Jelly

No Bahan Baku Komposisi (%)

1 Air 95,5

2 Carrageenan 0,5

3 Gula 2,8

4 Citric Acid 0,24

5 Pottasium Citrate 0,24

6 Pottasium Sorbate 0,24

7 Perasa (Flavour) 0,24

8. Pewarna Makanan 0,24

Sumber : CV. Bobofood (2008)

Semua bahan baku dimasukkan ke dalam tabung pengaduk dan diaduk dengan bantuan rotor selama 15 menit. Adapun tujuan dari pengadukan ini untuk memperoleh adonan jelly yang sempurna, dimana semua bahan tercampur dengan baik (tidak terdapat gumpalan-gumpalan). Apabila adonan telah tercampur dengan baik, maka akan dialirkan ke bagian pengisian (filling).

3. Pengisian (Filling)

Pada pengisian jelly ini, CV. Bobofood menggunakan mesin filling cup untuk kemasan cup dan mesin soft-bottle filling and sealing untuk kemasan botol. Prinsip kerja dari mesin ini adalah mengisi pada kemasan dan sealing. Mesin yang digunakan merupakan mesin semi-otomatis, dimana ada beberapa


(31)

elemen kerja yang masih memerlukan tenaga kerja, seperti pengambilan kemasan ke dalam mesin dan pengambilan hasil dari pengisian. Produk yang dihasilkan dari proses filling dimasukkan ke dalam keranjang-keranjang, untuk memudahkan pemindahan.

4. Perebusan

Setelah dilakukan pengisian, produk tersebut (jelly) akan dimasukkan ke dalam bak perebusan. Proses perebusan dilakukan pada suhu sekitar 80oC selam 15-20 menit, dengan menggunakan bahan bakar gas elpiji (LPG). Tujuan dari proses perebusan ini adalah untuk meningkatkan daya tahan jelly. Selain itu, berguna untuk membersihkan jelly.

5. Pendinginan (Cooling)

Setelah dari proses perebusan, jelly tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bak yang berisi air yang tersirkulasi dengan baik, dengan tujuan untuk mendinginkan jelly. Lama proses pendinginan ini disesuaikan dengan keadaan produk jelly, apabila masih terasa panas, maka akan didiamkan di dalam bak pendinginan sampai produk jelly tidak panas lagi.

6. Pengeringan (Drying)

Pada proses pengeringan, produk jelly yang telah dingin di dalam keranjang, kemudian diletakkan di tempat pengeringan selama 1 hari. Adapun tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk mengeringkan kadar air, sehingga pada saat pengemasan, produk dalam keadaan kering. Apabila masih basah, dilakukan pengemasan, maka dapat menimbukan bintik-bintik jamur pada kemasan produk jelly.


(32)

7. Pengemasan (Packing)

Produk jelly dikemas (packing) sesuai dengan kemasannya. Pada proses pengemasan produk jelly berbentuk cup hanya menggunakan karton, sedangkan pada produk jelly berbentuk botol menggunakan kotak, kemudian kotak-kotak ini dimasukkan ke dalam kotak-kotak sesuai dengan mereknya. Proses pengelemman kemasan ini digunakan mesin packing brother. Setelah kering, jelly tersebut kemudian akan dikemas sesuai dengan kemasannya.

8. Penyimpanan produk dalam gudang produk jadi (Storing)

Setelah dari proses pengemasan (packing), setiap karton produk akan diberi tanggal kadaluarsa (expired date) dan ditimbang untuk inspeksi akhir, apakah berat dari tiap kartonnya sesuai. Apabila tidak sesuai, maka akan dilakukan pembongkaran, untuk melihat isi di dalam karton tersebut. Apabila sudah sesuai, maka produk akan disusun dengan rapi di pallet, dimana tiap pallet berisikan 100 buah karton. Setelah itu, produk akan dimasukkan ke dalam gudang untuk dilakukan penyimpanan. Sistem penyimpanan yang digunakan adalah sistem FIFO (First In First Out).

2.4.4. Mesin dan Peralatan

2.4.4.1. Mesin Produksi

Mesin produksi yang digunakan oleh CV. Bobofood untuk mendukung kegiatan produksinya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Mesin Produksi.


(33)

Tabel 2.3. Mesin Produksi

No Nama Spesifikasi Fungsi

1 Mesin Bottle Blowing

Kode no. : CP-50D

Merek : CP-50D Danglong Ukuran : 3500 x 1400 x 2000 mm Power : 18 kW, 380 V

Buatan : China Jumlah : 2 unit Cos l : 0,85

Kapasitas : 1200 – 2280 buah / jam

Untuk membuat botol dari bijih plastik LDPE, dengan bantuan pemanasan (heat) dan tekanan angin (air pressure).

2 Mesin Plastic Plate Extrude

Kode no. : JP-650

Merek : JP-650 Danglong

Ukuran : 9000 x 1600 x 2100 mm Power : 44 kW, 380 V

Buatan : China Jumlah : 1 unit Cos l : 0,85

Kapasitas : 130 kg / jam

Untuk membuat lembaran plastik (plastic plate) dari bijih plastik PP.

3 Mesin Full Automatic Cup Making

Kode no. : RXC-600

Merek : RXC-600 Danglong Ukuran : 8000 x 1500 x 2500 mm Power : 95 kW, 380 V

Buatan : China Jumlah : 1 unit Cos l : 0,85

Kapasitas : 30000 cup / jam

Untuk cup dari lembaran plastik (plastic plate).


(34)

Tabel 2.3. Mesin Produksi (Lanjutan)

No Nama Spesifikasi Fungsi

4 Mesin Vakum Kode no. : Danglong Merek : Danglong

Ukuran : 1000 x 800 x 1200 mm Power : 4 kW, 380 V

Buatan : China Jumlah : 1 unit Cos l : 0,85

Untuk mengurangi kelembaban bijih plastik akibat dari penyimpanan

5 Mesin Filling Cup

Kode no. : JN 3000 4MWSS JN 3500 MWSS Merek : JN Engineering

Ukuran : 2400 x 1300 x 1800 mm Power : 475 kW, 380 V, 50 Hz Buatan : Indonesia

Jumlah : 2 unit / 1 unit Cos l : 0,85

Kapasitas : 12000 cup / jam

Untuk mengisi dan sealing produk jelly dengan kemasan berbentuk cup secara otomatis.

6 Mesin Soft-Bottle Filling and Sealing

Kode no. : CRF

Merek : CRF Danglong

Ukuran : 2500 x 1000 x 2000 mm Power : 2 kW, 380 V, 50 Hz Buatan : China

Jumlah : 1 unit Cos l : 0,85

Kapasitas : 2880 – 3600 botol / jam

Untuk mengisi dan sealing produk jelly dengan kemasan berbentuk botol.


(35)

Tabel 2.3. Mesin Produksi (Lanjutan)

No Nama Spesifikasi Fungsi

7 Mesin Heater Kode no. : SA-313 POF Merek : Tayi-Yeh

Ukuran : 1200 x 600 x 500 mm Power : 4 W, 380 V, 50 Hz Buatan : Taiwan

Jumlah : 2 unit Cos l : 0,85

Untuk memanaskan kemasan plastik pada bagian pengemasan (packing).

8 Mesin Packing Kode no. : Brother Merek : Brother

Ukuran : 1500 x 800 x 1800 mm Power : 4 W, 220 V

Buatan : Indonesia Jumlah : 2 unit Cos l : 0,85

Untuk mengelem karton pada bagian pengemasan (packing).

Sumber : CV. Bobofood

2.4.4.2. Peralatan (Equipment)

Peralatan yang digunakan oleh CV. Bobofood untuk mendukung kegiatan produksinya dibagi menjadi peralatan produksi dan peralatan penunjang produk. Spesifikasi dan fungsi dari peralatan produksi dapat dilihat pada Tabel 2.3. Peralatan Produksi.


(36)

Tabel 2.4. Peralatan Produksi

No. Nama Spesifikasi Fungsi

1 Tungku Air Jumlah : 8 unit

Ukuran : Ø 1000 mm x 4000 m

Sebagai alat untuk memanaskan air sampai suhu 100oC dengan

menggunakan bahan bakar gas elpiji (LPG) dan minyak tanah. 2 Tabung

Pengaduk Jelly

Jumlah : 20 unit

Ukuran : Ø 500 mm x 1000 m

Sebagai alat untuk menggaduk adonan jelly agar tercampur secara baik. Adapun penggerak pengaduk digunakan rotor yang terhubung dengan motor penggerak.

3 Bak

Perebusan

Jumlah : 1 unit

Ukuran : 2000 x 600 x 1200 mm

Untuk merebus produk agar dapat meningkatkan daya tahan produk.

4 Bak

Pendinginan

Jumlah : 1 unit

Ukuran:12000 x 600 x 1200 mm

Sebagai pendingin, dimana proses pendinginan

menggunakan perantara air yang tersirkulasi dengan baik

Sumber : CV. Bobofood

Sedangkan spesifikasi dan fungsi dari peralatan penunjang produksi dapat dilihat pada Tabel 2.4. Peralatan Penunjang Produksi.


(37)

Tabel 2.5. Peralatan Penunjang Produksi

No. Nama Spesifikasi Fungsi

1 Timbangan Elektro

Merek : Tanita Kapasitas : 2 kg Jumlah : 3 unit

Ukuran : 250 x 150 x 40 mm

Untuk menimbang bahan baku secara akurat.

2 Timbangan Berdiri

Merek : Abadi

Kapasitas : 15 kg / 50 kg Jumlah : 1 unit / 1 unit Ukuran : 800 x 400 x 800 mm

Untuk menimbang produk (karton) sebelum disimpan di dalam gudang.

3 Chiller Merek : Danglong

Jumlah : 2 unit

Ukuran : 1000 x 800 x 1200 mm

Untuk mendinginkan lembaran plastik pada mesin plastic plate extrude dan cup pada mesin full automatic cup making. 4 Kompressor Merek : Shark

Kaspasitas : 2 HP Jumlah : 2 unit

Ukuran : 1200 x 700 x 1000 mm

Menghasilkan angin yang digunakan untuk

menggerakkan mesin-mesin, seperti mesin bottle blowing, mesin full

automatic cup making, mesin filling cup, dan mesin soft-bottle filling and sealing.

5 Air Dryer Merek : Fujico

Jumlah : 2 unit

Ukuran : 1200 x 800 x 1400 mm

Untuk mengeringkan angin yang dihasilkan kompressor.


(38)

Tabel 2.5. Peralatan Penunjang Produksi (Lanjutan)

No. Nama Spesifikasi Fungsi

6 Pompa Merek : Sanyo

Jumlah : 2 unit

Untuk memompakan air dari sumur ke bak

penampungan dan dari bak penampungan ke dalam tungku air

7 Filter Jumlah : 8 unit Untuk menyaring air.

Adapun filter yang digunakan berupa pasir, resin, dan filter.

8 Tabung Karbon Aktif

Jumlah : 2 unit Untuk menyaring air.

9 Pallet Kayu Kapasitas : 2000 kg Jumlah : 50 unit

Ukuran : 1240 x 1200 x 140 mm

Untuk peletakan dan penyusunan produk jadi, sebelum dimasukkan ke dalam gudang. Adapun tujuan dari penggunaan pallet kayu adalah untuk memudahkan penyusunan dan pemindahan barang.

10 Lorry Kapasitas : 200 kg

Jumlah : 15 unit

Ukuran : 1200 x 800 x 1000 mm

Sebagai material handling, untuk memindahkan bahan baku dan produk.

11 Hand Truck Kapasitas : 2500 kg Jumlah : 1 unit

Ukuran : 1200 x 800 x 1000 mm

Sebagai material handling, untuk memindahkan produk jadi ke dalam gudang, umumnya digunakan bersamaan dengan pallet


(39)

2.4.4.3. Utilitas

Utilitas merupakan sarana penunjang bagi unit-unit lain dalam suatu pabrik. Utilitas yang dimiliki oleh CV. Bobofood untuk mendukung kegiatan operasional antara lain:

1. Listrik

Perusahaan menggunakan tenaga listrik dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya 197 KVA untuk menjalankan mesin-mesin dan peralatan produksi. Selain itu, perusahaan juga menggunakan tiga generator sebagai cadangan jika terjadi pemadaman listrik dari PLN. Spesifikasi generator yang digunakan yaitu:

Merek : Mitsubishi / Mercedes-Benz / Chumming

Daya : 97 KVA / 125 KVA / 250 KVA

Tegangan/frekwensi : 380 Volt, 50-60 Hz

Cos : 0,85

Buatan : Jepang / Jerman / Inggris

Jumlah : 1 unit / 1 unit / 1 unit 2. Air bersih

Perusahaan mendapat suplai air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan air tanah. Air yang digunakan untuk bahan baku pembuatan jelly, perebusan, pendinginan, dan kebutuhan lainnya. Selain itu, air juga digunakan untuk sanitasi lantai dan membersihkan alat-alat yang digunakan pada proses produksi.


(40)

3. Gudang

Perusahaan memiliki gudang penyimpanan produk jadi yakni suatu ruangan tertutup dengan luas 440 m2. Gudang produk jadi letaknya persis disamping stasiun pengepakan sehingga memudahkan didalam pengangkutan produk ke gudang produk jadi.


(41)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pendahuluan

Response Surface Methodology (RSM) telah banyak digunakan dalam mengoptimalkan sejumlah unit industri, proses dan sistem. Di dalam RSM telah mencakup teknik statistik untuk membangun suatu model empiris, melalui desain eksperimen, metodologi ini dapat mencari suatu reaksi yang berhubungan dengan variabel output sebagai respon dan variabel input sebagai prediktor1

Desain eksperimen RSM membutuhkan faktor penting yang berpengaruh secara signifikan terhadap proses. Identifikasi dapat dilakukan dengan percobaan penyaringan, dimana dipilih faktor yang dianggap paling berpengaruh terhadap proses. Pada umumnya dipilih 2 atau 3 faktor untuk diteliti selanjutnya. . Para peneliti-peneliti sering menggunakan RSM sebagai upaya mencari fungsi yang tepat untuk memprediksi dan mengoptimalkan respon.

Variabel yang diteliti dalam desain eksperimen RSM tergantung terhadap bidang yang diteliti. Sebagai contoh, respon atau variabel output di dalam penelitian di bidang kimia bisa saja berupa daya pandang terhadap plastik dengan satuan tertentu dan variabel input yang yang mempengaruhi hasil tersebut dapat berupa konsentrasi zat semprot dan posisi penyemprotan pada plastik sewaktu reaksi terjadi.


(42)

Penerapan RSM yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah untuk penentuan titik optimum pada setting mesin yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi.

3.2. Response Surface Methodology (RSM)

Response surface methodology adalah suatu metodologi yang terdiri dari suatu grup teknik statistik untuk membangun model empiris dan mengeksploitasi model.2

Suatu eksperimen yang melibatkan k buah faktor antara lain: x1, x2,..., xk,

dimana k buah faktor disebut sebagai variabel bebas, prediktor ataupun variabel kontrol, dan menghasilkan Y, dimana Y adalah suatu variabel terikat, variabel tak bebas ataupun variabel respon. Semua variabel ini dapat dapat diukur dan diketahui bahwa Y adalah merupakan respon dari x1, x2,..., xk, maka dikatakan

bahwa Y adalah fungsi dari x1, x2,..., xk, dan secara umum ditulis dalam bentuk

Y= f (x1, x2,..., xk). Fungsi tersebut dikatakan sebagai response surface.

3

1. Menunjukkan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh variabel bebas x diwilayah yang secara tertentu diperhatikan.

Response surface methodology (RSM) memiliki beberapa kegunaan antara lain:

2

G. E. P. Box, Ibid, hal 1. 3


(43)

2. Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang berupa hasil, kekotoran, warna, tekstur dan lain sebagainya.

3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas x untuk mendapatkan hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai maksimum.

Untuk melaksanakan response surface methodology (RSM), ada tahap-tahap perencanaan yang dilakukan, dimana definisi perencanaan adalah proses, cara atau kegiatan merencanakan, menyusun dan menguraikan langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan.

Adapun tahap-tahap perencanaan untuk memulai pelaksanaan response surface methodology (RSM) antara lain :4

5. Menentukan model persamaan orde pertama, dimana suatu desain eksperimen dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metode steepest descent.

6. Setelah arah penelitian selanjutnya telah diperoleh, kemudian ditentukan level faktor untuk pengumpulan data selanjutnya.

7. Menentukan model persamaan orde kedua. Penentuan model dilakukan dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan setelah metode steepest descent dilakukan.

8. Menentukan titik optimum dari faktor-faktor yang diteliti.

4


(44)

335-RSM yang bertujuan menentukan titik optimum dapat diinterpretasikan pada contour plot dan surface plot seperti contoh gambar 3.1 dan 3.2.

Suhu Segel Su hu P en di ng in an 10 8 6 6 4 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 Hold Values Polietilen 0

Contour Plot of Kekuatan vs Suhu Pendinginan, Suhu Segel

Gambar 3.1. Contour Plot

Gambar 3.1. menyatakan contour plot antara faktor ‘suhu pendinginan’ dan faktor ‘suhu segel’ dimana respon semakin baik apabila suhu segel berada diantara level -1 dan -0.5 dan suhu pendinginan mendekati level 0.

1

Ke k ua t a n

3

0 6

9

Suhu P e ndingina n

-2 -1 0 -1

-2 1

Suhu Se ge l

Hold Values Polietilen 0

Sur face Plot of Kekuatan vs Suhu Pendinginan, Suhu Segel

Gambar 3.2. Surface Plot

Gambar 3.2. menyatakan surface plot dalam 3 dimensi, tetapi besarnya variabel bebas (x1, x2, x3) yang mengoptimalkan respon masih belum dapat


(45)

Salah satu pertimbangan penting yang muncul dalam RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor atau level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model akan sangat besar dan jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias.

Response surface methodology (RSM) erat kaitannya dengan desain eksperimen karena dalam pelaksanaanya data yang dikumpulkan adalah melalui desain eksperimen. Beberapa alasan mengapa desain eksperimen sangat diperlukan, antara lain5

1. Variabel input yang penting yang mempengaruhi respon sering merupakan salah satu variabel yang tidak akan diubah.

:

2. Hubungan antara variabel respon dan berbagai variabel input mungkin dipengaruhi oleh variabel yang tidak tercatat dimana variabel tersebut mempengaruhi respon dan variabel input. Hal tersebut dapat membangun suatu korelasi yang salah.

3. Data operasi masa lalu sering mengandung celah dan mengandung informasi tambahan yang penting.

3.3. Teori Penarikan Sampel

Sebelum membicarakan sampel, ada baiknya membahas tentang istilah pokok yang berkenaan dengan teori sampel. Beberapa teori pokok antara lain


(46)

elemen, populasi, sampel dan sampling. Elemen ialah sesuatu yang menjadi objek penelitian, misalnya oramg (karyawan, petani, guru), barang (mesin, kendaraan), dan sebagainya. Populasi ialah kumpulan yang lengkap dari elemen-elemen yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan karena karakteristiknya.6

1. Mengurangi biaya.

Di waktu lampau, istilah populasi mengandung makna pengamatan yang diperoleh dari penelitian statistik yang berhubungan dengan orang banyak. Pada masa kini, statistikawan menggunakan istilah tersebut bagi sembarang pengamatan yang menarik perhatian kita, apakah itu sekelompok orang, binatang, atau apa saja.

Sampel ialah sebagian dari populasi dan sampling adalah cara pengumpulan data kalau hanya elemen sampel yang diteliti, hasilnya merupakan data perkiraan, jadi bukan data yang sebenarnya. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penarikan sampel antara lain:

2. Kecepatan lebih besar. 3. Cakupan lebih besar.

4. Tingkat ketelitian lebih besar.

Teknik-teknik penarikan sampel dapat dibedakan menjadi dua, yakni: 1. Penarikan sampel secara acak (random sampling / probability sampling). 2. Penarikan sampel secara nonacak (nonrandom sampling / nonprobability

sampling).

6


(47)

Penarikan sampel secara acak ialah sampling dimana elemen-elemen sampelnya ditentukan berdasarkan nilai probabilitas dan pemilihannya dilakukan secara acak.

Terdapat beberapa teknik penarikan sampel secara acak, antara lain: 1. Penarikan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling)

Penarikan sampel acak sederhana adalah sebuah metode untuk memilih n unit dari N sehingga setiap elemen dari NCn sampel yang berbeda

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Penarikan sampel secara acak, dapat dengan menggunakan tabel bilangan random, program Excel, calipers atau dengan alat lainnya.

2. Penarikan sampel acak berlapis (Stratified Random Sampling)

Dalam teknik ini, sampel yang akan dipelajari mula-mula dibagi-bagi ke dalam lapisan-lapisan atau strata yang relatif homogen, sehingga keragaman dalam lapisan atau stratum lebih kecil daripada keragaman antar lapisan atau antar stratum. Dengan kata lain penarikan sampel acak berlapis adalah suatu sampel yang diperoleh melalui pemisahan unit-unit populasi ke dalam kelompok yang tidak bersifat tumpang-tindih, di mana kelompok-kelompok ini disebut sebagai strata atau lapisan-lapisan, dan kemudian dipilih sampel acak sederhana dari setiap stratum atau lapisan.

3. Penarikan sampel acak sistematik (Systematic Random Sampling)

Teknik ini hampir sama seperti penarikan sampel acak sederhana, khususnya pada saat pengambilan sampel pertama yang dipilih secara acak. Namun, sampel selanjutnya dipilih secara sistematis sesuai dengan interval k,


(48)

di mana :

n N

k= . Oleh karena itu, teknik ini disebut sebagai Systematic

Random Sampling.

4. Penarikan sampel acak kelompok (Cluster Sampling)

Penarikan sampel acak kelompok sebenarnya sama seperti didalam sampel acak sederhana, yaitu menggunakan tabel bilangan acak. Hanya bedanya, didalam sampel kelompok, harus mempunyai daftar kelompok elemen kemudian mengambil sampel elemen. Elemen dalam kelompok yang terpilih sebagai sampel baru diteliti satu per satu secara menyeluruh. Secara garis besar dapat dikemukakan langkah-langkah untuk menggunakan teknik penarikan sampel berkelompok, antara lain :

- Menetapkan kelompok-kelompok (cluster) yang sesuai dengan

permasalahan yang dihadapi.

- Apabila semua kelompok yang tepat telah ditentukan, maka kerangka penarikan sampel dapat berupa daftar semua kelompok dalam populasi harus disusun.

- Lakukan penarikan sampel kelompok dengan menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana.

- Setelah sampel kelompok telah dipilih, maka dilakukan sampling terhadap seluruh elemen yang terdapat di dalam kelompok tersebut.

5. Penarikan sampel acak kelompok dua tingkat (Two Stage Sampling)

Penarikan sampel acak kelompok dua tingkat ialah sampling kelompok dimana setiap kelompok yang terpilih sebagai sampel dipilih lagi sampel elemen dari masing-masing kelompok.


(49)

Penarikan sampel secara nonacak berbeda dengan penarikan sampel secara acak, dalam hal sampel dipilih tidak mempunyai peluang yang sama untuk terpilih karena tidak menggunakan toeri probabilitas dalam penarikan sampel.

Pengambilan sampel secara nonacak terdiri atas: 1. Quota Sampling

Quota Sampling adalah teknik penarikan sampel dari sekelompok anggota populasi dengan jumlah atau kuota tertentu.

2. Incidental / Convenience Sampling

Incidental / Convenience Sampling adalah teknik penarikan sampel pada orang yang pertama kali dijumpai pengambil sampel secara kebetulan. 3. Purposive Sampling

Purposive Sampling adalah teknik penarikan sampel dimana sampel tersebut dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang diinginkan oleh pengambil sampel.

4. Snowball Sampling

Snowball Sampling adalah teknik penarikan sampel berdasarkan konsep bola salju dimana sampel diperoleh berdasarkan suatu informasi dari seorang individu terhadap individu lain.

3.4. Model Orde Pertama

Model orde pertama adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat satu atau berbentuk linier. Tahap awal dari RSM adalah menentukan model orde pertama, persamaan atau modelnya adalah:


(50)

Y = b0x0 + b1x1 + ... + bixi

Dimana: Y = respon xi = prediktor

bi = koefisien prediktor

Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk membangun model orde pertama, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.

Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama antara lain:7

1. Menentukan terlebih dahulu desain eksperimen yang akan digunakan untuk kemudian dilakukan percobaan.

2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisen model orde pertama.

Desain yang digunakan sebagai desain model orde pertama adalah desain 2k, hal ini didasarkan jika level yang dipilih terlalu berdekatan, faktor memiliki kemungkinan untuk menunjukkan hasil yang tidak dianggap atau efek yang kecil pada eksperimen pertama dan level faktor akan bergerak sangat lambat dalam pergerakan steepest descent. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.

Desain dikatakan sebagai desain orde pertama karena memberikan

7


(51)

kecocokan yang efisien dan pengecekan terhadap model orde pertama. Model ini dipilih karena peneliti percaya, tapi tidak secara pasti, bahwa ada jarak tertentu dari titik optimum. Pada keadaan tersebut, ada kemungkinan bahwa karakteristik lokal yang utama dari permukaan adalah kemiringan dan permukaan lokal kira-kira diperlihatkan oleh model orde pertama dimana memiliki kemiringan b1 pada

arah x1, kemiringan b2 pada arah x2, dan seterusnya. Jika gagasan ini benar, maka

adalah mungkin untuk mengikuti arah dari penurunan ataupun kenaikan dari respon pada lereng bukit.

3.5. Desain Eksperimen

Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefinisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan.8

Dengan kata lain, desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa kepada analisis objektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas. Tujuan dari desain eksperimen adalah untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melakukan penelitian suatu persoalan.

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam desain eksperimen adalah perlakuan, unit eksperimen dan kekeliruan eksperimen.


(52)

a. Perlakuan

Perlakuan didefenisikan sebagai sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan dapat berbentuk tunggal atau terjadi dalam bentuk kombinasi, misalnya dalam rangka meneliti efek sejenis makanan terhadap berat sapi, maka perlakuan dapat berbentuk jenis sapi, jenis kelamin sapi, umur sapi atau ukuran makanan yang diberikan (perlakuan tunggal). Efek perlakuan-perlakuan terhadap variabel respon (berat badan sapi) tadi mungkin dapat terjadi dalam bentuk gabungan atau bentuk kombinasi beberapa perlakuan tunggal yang terjadi secara bersamaan (kombinasi perlakuan).

b. Unit eksperimen

Unit eksperimen merupakan unit yang dikenai perlakuan tunggal maupun kombinasi perlakuan dalam sebuah replikasi eksperimen dasar. Dalam percobaan meneliti efek makanan terhadap sapi pada contoh sebelumnya, maka sapi merupakan unit eksperimen.

c. Kekeliruan eksperimen

Kekeliruan eksperimen menyatakan kegagalan dari dua unit eksperimen identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Ini dapat terjadi karena misalnya kekeliruan waktu menjalankan eksperimen, kekeliruan pengamatan, variasi bahan eksperimen dan variasi antar unit eksperimen. Kekeliruan eksperimen sering diusahakan sekecil-kecilnya, yakni antara lain dengan jalan menggunakan bahan eksperimen yang homogen, melakukan eksperimen seteliti mungkin dan menggunakan desain


(53)

eksperimen yang lebih efisien.9

a. Replikasi

Untuk memahami desain eksperimen maka perlu dimengerti prinsip-prinsip dasar yang lazim digunakan antara lain:

Replikasi dairtikan sebagai pengulangan eksperimen dasar. Dalam kenyataannya replikasi diperlukan oleh karena beberapa hal sebagai berikut: 1. Memberikan tafsiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk

menentukan panjang interval konfidens (selang kepercayaan) atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikan daripada perbedaan-perbedaan yang diamati.

2. Menghasilkan tafsiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen. 3. Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai

efek rata-rata sesuatu faktor.

Jumlah replikasi dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan berikut: (t - 1) (r - 1) ≥ 15

Dimana t = jumlah perlakuan r = jumlah replikasi b. Pengacakan

Asumsi-asumsi tertentu perlu diambil dan dipenuhi agar pengujian yang dilakukan menjadi berlaku, salah satunya ialah bahwa pengamatan-pengamatan berdistribusi secara independen. Pengacakan menyebabkan pengujian menjadi berlaku yang menyebabkan memungkinkannya data


(54)

dianalisis dengan anggapan seolah-olah asumsi tentang independen dipenuhi. c. Kontrol lokal

Kontrol lokal merupakan sebagian dari keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah yang berbentuk penyeimbangan, pemblokan dan pengelompokan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Dalam pengelompokan diartikan sebagai penempatan sekumpulan unit eksperimen homogen kedalam kelompok-kelompok agar supaya kelompok yang berbeda memungkinkan untuk mendapatkan perlakuan yang berbeda pula.

Dalam proses pembentukan model orde petama, desain ekperimen yang dilakukan adalah dengan menggunakan desain fakorial 2k. Hal ini didasarkan jika level yang dipilih terlalu berdekatan, faktor memiliki kemungkinan untuk menunjukkan hasil yang tidak dianggap. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.

Desain faktorial 2k adalah suatu desain eksperimen faktorial yang menyangkut k buah faktor dengan tiap taraf faktor hanya terdiri atas dua taraf faktor. Faktor adalah tipe kondisi berbeda dalam eksperimen yang bisa diubah-ubah. Taraf faktor atau level adalah nilai-nilai atau klasifikasi dari suatu faktor.

Desain faktorial 2k adalah merupakan desain dalam analisa varian. Analisa varian adalah teknik statistik yang merinci variasi proses secara keseluruhan kedalam bagian-bagian dan digunakan untuk menafsirkan data eksperimen untuk membuat keputusan penting.


(55)

Beberapa asumsi dalam analisa varian antara lain:10 1. Normalitas

Asumsi tentang normalitas dibutuhkan bahwa distribusi pada variabel respon adalah berdistribusi normal. Akan tetapi, karena analisa varian dianggap sebagai percobaan robust, maka normalitas pada variabel respon bukan merupakan syarat yang wajib.

2. Asumsi Penambahan

Hal ini berarti bahwa tiap variabel respon terdiri dari jumlah rata-rata secara ekseluruhan ditambah dengan seluruh efek interaksi dari faktor dan efek karena kekeliruan eksperimen.

3. Homogenitas

Hal ini dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa variasi yang timbul dalam observasi replikasi adalah sama. Ini merupakan syarat yang wajib dan analisa varian tidak dapat dilakukan apabila asumsi ini tidak terpenuhi.

4. Pengamatan yang Independen

Hal ini memiliki arti bahwa tiap nilai respon tidak saling terikat dengan nilai respon yang sebelumnya. Hal ini dijamin melalui pengacakan kombinasi dalam melakukan percobaan.

Desain eksperimen terdiri dari beberapa jenis, antara lain:11 1. Desain praeksperimental

Desain praeksperimental adalah desain percobaan yang tidak mencukupi syarat-syarat dari suatu desain percobaan yang sebenarnya.

10

Y. Fasser. Process Improvement in The Electronics Industry (Canada: John Wiley & Sons, Inc), hal 345.


(56)

Beberapa desain praeksperimental antara lain: a. One “shot case-study”

Dalam one shot case study, perlakuan dikenakan pada suatu kelompok unit percobaan tertentu, kemudian diadakan pengukuran terhadap variabel dependen. Dalam percobaan ini hanya satu kelompok unit percobaan tanpa kontrol, misalnya: menyajikan suatu pelajaran dengan sistem ceramah, kemudian diukur pengaruh memberikan ceramah tersebut dengan mengadakan ujian setelah ceramah diberikan. Prestasi belajar kelompok tersebut diukur berdasarkan hasil posttest dengan mencari mean-nya.

b. Design one group pretest-posttest

Dalam desain ini, kepada unit percobaan dikenakan perlakuan dengan dua kali pengukuran. Pengukuran pertama dilakukan sebelum perlakuan diberikan, dan pengukuran kedua dilakukan sesudah perlakuan dilaksanakan, misalnya: percobaan dilakukan pada kelompok-kelompok murid untuk melihat kebaikan sistem mengajar dengan menggunakan teknik ceramah. Mengajar dengan teknik ceramah adalah suatu perlakuan X. pertama-tama diukur mean prestasi belajar dengan mengadakan pretest sebelum pelakuan dikenakan. Sesudah perlakuan dikenakan, diukur lagi prestasi belajar dengan menggunakan posttest. Kemudian dibuat perbandingan antara mean prestasi belajar untuk melihat bagaimana pengaruh belajar dengan sistem ceramah.


(57)

c. Desain randomized control group only

Dalam desain ini, populasi dibagi atas 2 kelompok secara random. Kelompok pertama merupakan unit percobaan untuk perlakuan dan kelompok kedua merupakan kelompok untuk suatu kontrol. Kemudian dicari perbedaan antara mean pengukuran dari keduanya, dan perbedaan ini dianggap disebabkan oleh perlakuan.

2. Desain eksperimental semu

Desain praeksperimental adalah desain percobaan yang belum sepenuhnya mempunyai sifat-sifat suatu percobaan sebenarnya. Desain percobaan ini mempunyai banyak kekurangan, baik dalam masalah randomisasi, replikasi aataupun masalah kontrol internal. Karena kekurangan-kekurangan ini, penelitian tersebut belum mempunyai cukup syarat untuk disebut percobaan sebenarnya. Desain-desain dalam kelompok ini yang banyak dilakukan dalam penelitian sosial antara lain:

a. Desain korelasi dan ex post facto. b. Analisis regresi-discontinuity. c. Desain “patch-up”.

d. Desain multiple time series. e. Percobaan time series.

f. Desain separate sample pretest posttest control group. g. Desain separate sample pretest-posttest.

h. Desain counter-balanced.


(58)

j. Desain equivalent material. k. Desain equivalent time samples. 3. Desain percobaan sebenarnya

Desain percobaan sebenarnya adalah desain dimana aturan untuk menempatkan perlakuan pada unit percobaan dibuat sedemikian rupa, sehingga memungkinkan membuat perbandingan antarkelompok dengan validitas tinggi dan dapat mengontrol sumber-sumber variasi pada percobaan tersebut. Bergantung dari jenis percobaan, apakah percobaan dengan faktor tunggal atau percobaan denggan faktor ganda, maka beberapa desain percobaan sebenarnya yang sering digunakan dibagi atas 3 kelompok, antara lain:

a. Complete block design

Desain ini digunakan pada percobaan sederhana dengan beberapa perlakuan saja.

b. Incomplete block design

Desain ini biasanya digunakan pada percobaan yang mempunyai banyak perlakuan di mana semua perlakuan tidak dapat ditempatkan pada blok yang homogen.

c. Split-plot design,

Desain ini biasa digunakan pada percobaan faktorial dimana ada beberapa ciri-ciri antara lain:

1. Banyak sekali perlakuan kombinasi yang dicoba.


(59)

dibandingkan dengan beberapa perlakuan lainnya.

Jenis-jenis desain percobaan sebenarnya yang sering digunakan dapat dilihat pada gambar 3.3.

Complete Block Design Incomplete Block Design Randomized Block Design Randomized Complete Block Design Balanced Lattice Design Patially Balanced Lattice Design Complete Block Design Split Plot Design Randomized Complete Block Design Latin Square Design Balanced Lattice Design Patially Balanced Lattice Design Incomplete Block Design Balanced Lattice Design Confounding Percobaan Faktor

Tunggal Percobaan Faktorial

Desain Percobaan

Gambar 3.3. Jenis - jenis Desain Percobaan Sebenarnya

Metode eksperimental merupakan salah satu dari beberapa jenis metode penelitian. Metode penelitian lainnya yaitu:

1. Metode sejarah

Penelitian dapat kita lihat dari segi perspektif serta waktu terjadinya fenomena-fenomena yang diselidiki. Metode sejarah menggunakan catatan observasi atau pengamatan orang lain yang tidak dapat diulang-ulang kembali, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode sejarah merupakan suatu usaha


(60)

untuk memberikan interpretasi dari bagian trend yang naik turun dari suatu status keadaan di masa yang lampau untuk memperoleh generalisasi yang berguna untuk memahami kenyataan sejarah, membandingkan dengan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang.

2. Metode deskriptif / survei

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu:

a. Metode survei

b. Metode deskriptif berkesinambungan c. Metode studi kasus

d. Metode analisis pekerjaan dan aktivitas e. Metode tindakan

f. Metode dokumenter 3. Metode grounded research

Metode grounded research adalah suatu penelitian yang mendasarkan kepada fakta dan menggunakan analsis perbandingan bertujuan untuk mengadakan generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep, membuktikan teori dan mengembangkan teori di mana pengumpulan data dan analisis data berjalan pada waktu yang bersamaan.

4. Metode penelitian tindakan


(61)

dikembangkan bersama-sama antara peneliti dan decision maker tentang variabel-variabel yang dapat dimanipulasi dan dapat segera digunakan untuk menentukan kebijakan dan pembangunan.

Hal yang penting setelah penentuan metode penelitian adalah penentuan metode pengumpulan data. Secara umum metode pengumpulan data dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1. Metode pengamatan langsung

Metode pengamatan atau observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.

2. Metode dengan menggunakan pertanyaan / wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si pewawancara dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).

3. Metode melalui daftar pertanyaan (kuesioner)

Kuesioner adalah sebuah set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan tiap pertanyaan merupakan jawaban-jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis.

Eksperimen pertama yang dilakukan mempunyai 2 tujuan, yaitu:

1. Menetapkan persamaan linier Y = b0x0 + b1x1 + ... + bixi sebagai penafsiran


(62)

2. Untuk menguji apakah pendekatan linier telah cocok dengan batas dari kesalahan eksperimen.

Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b0, b1, ..., bn.

Langkah-langkah dalam penentuan koefisien prediktor antara lain12 1. Daftarkan nilai dari prediktor xiu dan nilai respon yu seperti tabel dibawah ini:

:

X Y

x01 x11 … xk1 y1

x02 x12 … xk2 y2

x0n x1n … xkn yn

Susunan dari nilai xiu disebut sebagai matriks X dan nilai pada kolom yu

disebut vektor Y.

2. Membuat persamaan normal dengan bentuk (ij) X’X dan (iy) X’Y. Susunan kuadrat (ij) disebut matriks X’X dan kolom (iy) disebut vektor X’Y.

(ij) = X'X (iy) = X'Y

(00) (01) … (0k) (0y)

(10) (11) … (1k) (1y)

. . … . .

(k0) (k1) … (kk) (ky)

3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk cij = (X’X)-1

12


(63)

cij = (X'X)-1

C00 C01 … C0k

C10 C11 … C1k

. . … .

Ck0 Ck1 … Ckk

4. Menentukan koefisien regresi bn dengan rumus:

=

= k

j ji

n c iy

b 0

) (

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama

df SS MS Fhit Ftabel

Model Linier k

= k i i iy b 1 )

( MSm MSm/MSe F (v1,v2)

Ketidaksesuaian k + 1

= −

k

i

i i

i y y

r 1

2 ^

)

( MSl MSl/ MSe F (v1,v2)

Error n-2k-1

− − 2

1 )

(yu yi MSe


(64)

Keterangan:

df = degree of freedom (derajat kebebasan), diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model.

SS = Sum of Square (jumlah kuadrat), menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan.

MS = Mean Square (rata kuadrat), menyatakan perbandingan SS dengan df. k = jumlah variabel independen ; = respon perlakuan i

n = jumlah perlakuan ; = respon perlakuan titik pusat i bi = koefisien b ke i ; = rata - rata respon di titik pusat

iy = hasil perkalian X’Y ; v1 = df pembilang

ri = replikasi perlakuan i ; v2 = df error

= nilai fungsi perlakuan i

3.6. Metode Steepest Descent

Metode Steepest Descent pertama sekali diusulkan oleh Box dan Wilson pada tahun 1951 dan telah dikembangkan lebih lanjut oleh Box dan lainnya. Metode Steepest Descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x dengan arah kemiringan negatif yang akan memberikan nilai maksimum lokal dari fungsi yang diminimisasi. Setiap faktor yang dilibatkan pada penelitian awal, ketika penelitian berakhir, penafsiran polinomial terhadap fungsi respon permukaan disesuaikan terhadap hasil dan digunakan untuk menentukan arah eksperimen berikutnya. Apabila pendekatan ini digunakan untuk memaksimalkan suatu fungsi maka dinamakan metode steepest ascent


(65)

sedangkan apabila digunakan untuk meminimumkan suatu fungsi maka disebut steepest descent.

Sebagaimana dalam pendekatan satu faktor, nilai maksimum ditemukan melalui berbagai seri eksperimen dan hasil yang diperoleh adalah melalui percobaan yang terdahulu, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan berikutnya diubah ke level yang lain. Level selanjutnya yang dipilih adalah level yang memberikan respon yang memberikan hasil minimum.

Jika suatu titik pusat pada percobaan pertama ditetapkan pada titik awal (0, 0,.., 0), masalah terletak pada pergerakan selanjutnya dari titik asal dengan koordinat x menuju posisi P dengan koordinat (x’1, x’2,..., x’k), sehingga respon

f(x’1, x’2,..., x’k) akan menjadi minimum.

Dalam kalkulus minimisasi nilai x’1 melalui persamaan berikut:

i i

x f x

∂∂ =µ

Dalam hal ini ∂f / ∂x i adalah turunan parsial dari fungsi terhadap xi dengan

persamaan linier sebagai berikut: f(x) = b0x0 + b1x1 + ... + bnxn, dimana b0 adalah

nilai fungsi ketika fungsi berada pada titik asal dan x0 dengan ketetapan bernilai 1.

Dari fungsi linier diatas diperoleh bahwa:

i i

b x

f

= ∂∂

demikian perubahan xi pada pergerakan steepest descent adalah proporsional

terhadap bi. Perhitungan pergerakan titik level suatu percobaan pada metode steepest descent adalah sebagai berikut:


(66)

Dari persamaan linier diatas diperoleh nilai bi melalui turunan parsial

sebagai berikut: b1 = b1; b2 = b2; b3 = b3, dimana persamaan linier diperoleh dari desain eksperimen dengan faktor dan level dapat dilihat pada Tabel 3.2. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen.

Tabel 3.2. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen

Faktor x1 Faktor 1 (A) x1 Faktor 2 (B) x1 Faktor 3 (C)

Level

-1 A-1 -1 B-1 -1 C-1

+1 A+1 +1 B+1 +1 C+1

Perhitungan pergerakan steepest descent untuk persamaan fungsi diatas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Descent

Keterangan x1 x2 x3

(1) Perubahan relatif pada unit desain (bi) b1 b2 b3

(2) Unit origin (1 unit desain) (A+1-A-1)/2 (B+1-B-1)/2 (C+1-C-1)/2 (3) Perubahan relatif pada unit origin (1)1 * (2)1 (1)2 * (2)2 (1)3 * (2)3

(4) Perubahan per n pada variabel i (∆) (3)1 / (3)1 (3)2 / (3)1 (3)3 / (3)1

Pergerakan steepest descent Hasil Percobaan

(5) Level awal (origin=o) (A+1-A-1)/2 (B+1-B-1)/2 (C+1-C-1)/2

(6) Level pergerakan (origin + n ∆) o1 + n ∆ o2 + n ∆ o3 + n ∆ yn

Tujuan dari penerapan metode steepest descent adalah untuk menentukan titik origin level percobaan berikutnya. Dasar dari penentuan titik origin level


(1)

1. Tidak merepresentasikan informasi proses secara keseluruhan karena keterlibatan variabel yang terbatas hanya untuk menghindari gangguan proses produksi.

2. Titik optimum yang diperoleh dibatasi oleh range dari percobaan.

Dari kelebihan dan kekurangan metode RSM dan metode EVOP yang telah disebutkan, maka dapat jabarkan perbedaan antara metode RSM dan metode EVOP yang dapat dilihat pada Tabel 6.6. Perbedaan Metode RSM dan Metode EVOP.

Tabel 6.6. Perbedaan Metode RSM dan Metode EVOP

No. RSM EVOP

1 Dapat menggunakan banyak faktor Faktor yang digunakan dalam penelitian terbatas hanya kepada beberapa faktor 2 Biasanya dilaksanakan di proyek

percobaan ataupun riset

Dijalankan di lantai produksi selama proses produksi yang sebenarnya berlangsung 3 Membutuhkan biaya Tidak ada biaya tambahan

4 Merepresentasikan informasi proses secara keseluruhan

Tidak merepresentasikan informasi proses secara keseluruhan

5 Titik optimum yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh range percobaan

Titik optimum yang diperoleh dibatasi oleh

range dari faktor percobaan

Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode yang lebih praktis digunakan adalah metode EVOP, hal ini disebabkan metode ini kegiatannya melekat dalam proses beroperasi secara rutin dan dikerjakan oleh karyawan dengan bantuan seminimum mungkin dari bagian penelitian atau pengembangan di perusahaan. Efek dari pelaksanaan metode seperti ini adalah


(2)

informasi kondisi proses yang berubah dapat secara cepat diketahui dan dilakukan perubahan kondisi operasi.


(3)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penerapan response surface methodology, dan analisa yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kondisi operasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebelum penerapan RSM, yakni: putaran mesin = 190 rpm, tekanan = 0,65 psi dan suhu = 115 oC, tetapi kondisi ini belum optimal dimana diperoleh persentase kecacatan ± 34,67 %.

2. Dari hasil pembuatan model orde pertama, diperoleh fungsi yaitu: Y = 35,36 – 0,25 x1 - 3 x2 – 1,75 x3. Pengujian efek model linier pada model orde pertama memberikan kesimpulan bahwa model yang dibangun tidak memiliki efek terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan, hal ini terlihat dari Fhitung < Ftabel (0,79 < 6,59). Pengujian efek lack of fit pada model orde pertama memberikan kesimpulan bahwa model yang dibangun tidak memiliki ketidaksesuaian terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan, hal ini terlihat dari Fhitung < Ftabel (2,49 < 6,59).

3. Prosedur steepest descent memberikan titik minimum pada pergerakan level n = 7, dengan jumlah cacat 7 buah botol, dimana putaran (x1) = 197 rpm, tekanan (x2) = 1,07 psi dan temperatur (x3) = 140 °C.


(4)

4. Model orde kedua yang diperoleh yaitu:

Y = 7,6 + 0,76x1 + 0,23x2 – 0,88x3 - 1,22x12 – 0,52x22 – 1,05x32 – 0,13x1x2 + 1,38x1x3 + 0,13x2x3. Pengujian efek model orde pertama pada model orde kedua memberikan kesimpulan bahwa model orde pertama yang dibangun tidak memiliki efek terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan, hal ini terlihat dari Fhitung < Ftabel (2,09 < 5,41). Pengujian efek model orde kedua pada model orde kedua memberikan kesimpulan bahwa model orde kedua yang dibangun tidak memiliki efek terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan, hal ini terlihat dari Fhitung < Ftabel (2,76 < 4,95). Pengujian efek

lack of fit pada model orde kedua memberikan kesimpulan bahwa model yang

dibangun tidak memiliki ketidaksesuaian terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan, hal ini terlihat dari Fhitung < Ftabel (2,41 < 5,05).

5. Titik optimum yang hasilkan yaitu: putaran mesin = 198 rpm, tekanan = 1,1 psi dan suhu = 138 oC. Kondisi operasi inilah yang akan diterapkan pada proses pembuatan botol untuk pengukuran produktivitas sehingga dapat dilihat apakah hasil penelitian ini memiliki dampak yang positif terhadap produktivitas perusahaan.

6. Evaluasi produktivitas total menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas produk botol sebesar 52 %. Evaluasi produktivitas produk botol secara parsial menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas, untuk produktivitas manusia terjadi peningkatan sebesar 52,7 %, untuk produktivitas material terjadi peningkatan sebesar 52,7 %, untuk produktivitas kapital terjadi peningkatan sebesar 54,9 %, untuk produktivitas


(5)

energi terjadi peningkatan sebesar 53 %, untuk produktivitas biaya lain terjadi peningkatan sebesar 12,8 %.

7.2. Saran

1. Perusahaan dapat menerapkan Response Surface Methodology (RSM) secara dalam perbaikan proses produk botol untuk mengurangi jumlah produk cacat. 2. Untuk memudahkan dalam penerapan metode RSM, pihak perusahaan dapat

menyediakan laboratorium dan peneliti sebagai sarana untuk riset dan pengembangan proses produksi.

3. Untuk penerapan RSM, perubahan setting wajib dilakukan terhadap ketiga faktor yang diteliti, yaitu dengan menaikkan nilai dari faktor yang diteliti tersebut.

4. Karyawan pada bagian pembuatan botol harus memperhatikan dengan teliti kondisi operasi yang dijalankan.

5. Perusahaan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur apakah perubahan nilai faktor tersebut masih memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan dengan perlakuan satu faktor ataupun kombinasi antar faktor.

6. Untuk pengukuran produktivitas dapat memasukkan unsur produk lainnya sehingga analisis produktivitas dapat dilakukan secara keseluruhan dan lebih menunjukkan kondisi produktivitas perusahaan yang sebenarnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Box, G. E. P., dan Draper N. R, Empirical Model-Building and Response

Surfaces. New York : John Wiley & Sons, Inc., 1987.

Cochran, W. G., dan Cox, G. M, Experimental Design, Third Printing. New York: John Wiley & Sons, Inc., 1962.

Fasser. Y, Process Improvement In The Electronics Industry, Canada : John Wiley & Sons, Inc, 1992.

Hanafiah. K. A., Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Nazir, M., Metode Penelitian. Cetakan ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988. Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi ketiga. Bandung : Penerbit

Tarsito, 1994.

Sumanth, D. J., Productivity Engineering and Mangement, New York : McGraw-Hill, Inc., 1984.