Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas

DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
EKOWISATA DI KEBUN RAYA CIBODAS

WULANDARI DWI UTARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Daya Dukung Ekologis
dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesisi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juli 2014

Wulandari Dwi Utari
NIM E352100071

RINGKASAN
WULANDARI DWI UTARI. Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata
di Kebun Raya Cibodas. Dibimbing oleh RICKY AVENZORA dan TUTUT
SUNARMINTO.
Kebun Raya Cibodas (KRC) sebagai salah satu target tujuan wisata
terutama oleh penduduk kota besar di sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi dan Karawang serta pengunjung dari berbagai negara. KRC
tidak hanya berfungsi sebagai tempat konservasi eksitu berbagai jenis tumbuhan,
tetapi juga memiliki sumberdaya rekreasi yang menarik minat orang untuk
berekreasi. Selain karena sumberdaya rekreasinya, posisi KRC yang strategis di
kawasan Puncak dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango menjadikan KRC memiliki keunikan dan kelengkapan daya tarik yang
membuat wisatawan tidak pernah bosan untuk kembali berkunjung ke KRC
sehingga jumlah wisatawan di KRC tetap terus meningkat.
Peningkatan jumlah wisatawan yang terjadi di Kebun Raya Cibodas (KRC)

dalam satuan waktu yang sama, akan mempengaruhi kondisi ekologis kawasan
dan psikologis wisatawan, sehingga bila daya dukung area ekowisata KRC tidak
diperhatikan, dipastikan dalam jangka waktu panjang secara terus menerus akan
timbul kerusakan kondisi ekologis kawasan dan gangguan kondisi psikologis
wisatawan yang dapat dicirikan dari sisi kepuasan wisatawan yang semakin
menurun dan untuk itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian bertujuan untuk
menganalisis karakteristik, motivasi dan persepsi wisatawan KRC, kemudian
menganalisis dampak ekologis langsung pada tapak KRC sebagai kawasan
ekowisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi serta menganalisis dan
merumuskan nilai daya dukung fisik dan riil tapak kawasan KRC, dengan
pendekatan ekologis dan psikologis wisatawan.
Metode pengamatan langsung digunakan untuk mengetahui kondisi ekologis
tapak (biotik dan abiotik) dan pengamatan wisatawan baik pengamatan jumlah
keluar-masuk wisatawan, luas penggunaan ruang serta lama waktu setiap aktivitas
wisatawan di dalam KRC berdasarkan periode waktu yang telah ditentukan. Data
psikologis wisatawan (karakteristik, motivasi, dan kepuasan) menggunakan
kuesioner close-ended, secara random sampling dengan jumlah minimal 30
responden dalam setiap periode waktu dan hari pengamatan. Analisis daya dukung
mengacu pada Cifuentes (1992) dalam Ceballos-Lascurain (1996), yang
mengukur nilai daya dukung dari suatu tapak wisata berdasarkan daya dukung

fisik (Physical Carrying Capacity/PCC) dan daya dukung riil (Real Carrying
Capacity/RCC).
Perkembangan jumlah wisatawan KRC dalam 5 tahun terakhir mengalami
peningkatan 39.2% (tahun 2008 – 2012) dengan persentase wisatawan tertinggi
(45%) berasal dari Jakarta-Depok-Bekasi. Rata-rata proporsi harian wisatawan
tertinggi (tahun 2008 – 2012) adalah pada hari Minggu yang merupakan Peak
Visit pada hari libur dengan proporsi hariannya 41.22% (3 682 wisatawan).
Penelitian menunjukkan bahwa dua indikator kondisi ekologis yang dipengaruhi
langsung oleh injakan atau trampling effect wisatawan adalah produktivitas dan
pertumbuhan rumput dan tingkat penetrasi tanah. Motivasi wisatawan tertinggi di
KRC baik pada peak visit, condensed visit dan low visit adalah untuk menikmati

udara segar, demikian juga tingkat kepuasan wisatawan pada peak visit dan
condensed visit. Tetapi pada low visit, tingkat kepuasan tertinggi wisatawan
adalah untuk menikmati pemandangan alam. Berdasarkan analisis ternyata tingkat
kepuasan wisatawan tidak dipengaruhi oleh perubahan periode waktu yang
berkaitan dengan perubahan jumlah wisatawan atau kepadatan wisatawan di
dalam area KRC.
Rerata keseluruhan kebutuhan ruang wisatawan KRC untuk kegiatan
rekreasi dan wisata, berdasarkan keenam kegiatan yaitu piknik, duduk, makan,

bermain, berkumpul dan foto-foto, adalah 2.3395 m2/wisatawan, sehingga nilai
Physical Carrying Capacity (PCC) KRC dalam satu hari dapat menampung
hingga 346 717 orang wisatawan. Adapun nilai daya dukung riil (Real Carrying
Capacity/RCC) KRC dengan hanya memperhitungkan faktor koreksi ekologis saja
menjadi 150 683 orang wisatawan/hari. Apabila dengan memperhitungkan kedua
faktor koreksi yaitu faktor koreksi ekologis dan psikologis, nilai RCC menjadi
141 822 orang wisatawan/hari. Total jumlah wisatawan KRC per harinya masih
belum melampaui nilai RCC tersebut. Berdasarkan data total jumlah wisatawan
tertinggi KRC pada tanggal 1 Januari 2013 adalah 5 996 wisatawan dan nilai
tersebut masih dibawah nilai RCC, sehingga nilai RCC dapat menjadi batas
maksimal jumlah wisatawan yang masuk ke dalam KRC dalam satu hari dengan
pertimbangan kondisi ekologis dan psikologis wisatawan. Pengelola KRC masih
dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang masuk ke KRC dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi ekologis kawasan dan psikologis dari
wisatawan KRC.
Kata kunci: daya dukung, ekologis, psikologis, ekowisata

SUMMARY
WULANDARI DWI UTARI. The Ecological and Psychological Carrying
Capacity of Ecotourism in Cibodas Botanical Garden. Supervised by RICKY

AVENZORA and TUTUT SUNARMINTO.
Cibodas Botanical Garden (CBG) as one of the target tourism destinations
primarily by residents of the surrounding major cities such as Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi and Karawang, also visitors from various countries.
Cibodas Botanical Garden (CBG) not only as an exsitu conservation area of
various species of plants, but it also have recreational resources that attract people
for recreation. In addition to its recreational resources, CBG strategic position at
the Puncak region and directly adjacent to the Gunung Gede Pangrango National
Park (TNGGP), and CBG has unique and completeness of attraction that makes
tourists never bored for a return visit so that the number of tourists in CBG still
continue to increase.
Number of tourists increase in the same time unit, such as that occurred in
CBG, would affect ecological condition of the area and the psychological
condition of tourists. Continuous ignorance of CBG carrying capacity would
destruct ecological condition of the ecotourism area, and disturb the psychological
condition of the tourists or, in terms of tourists’ satisfaction, would decrease their
satisfaction and for which the study was conducted. The research was aimed at
analyzing of the characteristics, motivations, and satisfaction perception of CBG
tourists, analyzing of the ecological impact directly at the CBG site as ecotourism
area with high-level visits, and also analyzing and calculating of the Physical

Carrying Capacity (PCC) and Real Carrying Capacity (RCC) of CBG based on
ecological and psychological approach.
The direct observation methods are used to determine the condition of the
ecological footprint (biotic and abiotic), to observe the number of tourists coming
in and out, the widely used space, and also the time of every tourist activity in
CBG based on the predetermined period of time. The data of tourist psychological
used method of close-ended questionnaires, random sampling with a minimum of
30 respondents in each time period and days of observation. Analysis of the
carrying capacity used in the study refers to Cifuentes (1992) in CeballosLascurain (1996), which measures the value of carrying capacity of a tourist site
based on Physical Carrying Capacity (PCC) and Real Carrying Capacity (RCC).
Development of the tourist numbers in the last 5 years has increased 39.2%
(2008-2012 year), with the highest percentage (45%) coming from Jakarta-DepokBekasi. The highest average daily proportion of tourists was on Sunday which
was a Peak Visit on day off, with a daily proportion of 41.22% (3 682 tourists).
The result showed that there were two ecological indicators which directly
affected by tourists’ trampling effect, i.e. grass (productivity and growth of grass)
and soil (rate of soil penetration). The highest tourist motivation in CBG at peak
visit, condensed visit and low visit were to enjoy the fresh air, as well as the level
of tourist satisfaction at the peak and condensed visit. But at the low visit, the
highest tourist satisfaction were to enjoy the natural scenery. Results of analysis
showed that the level of satisfaction of tourists is not affected by the changes of


time period that relating to the changes in the number of tourists or the density of
tourists in the CBG area.
Average number of tourists’ need of space was 2.3395 m2 per tourist. The
number was calculated based on six activities: picnic, sitting, eating, playing,
gathering and photography. Therefore, in terms of PCC, CBG could take in 346
717 tourists per day. The RCC of CBG, which was calculated using the
ecological correction factor, was 150 683 tourists per day and if using both the
ecological and psychological correction factor, was 141 822 tourists per day. The
total number of CBG tourists per day was still not beyond the value of the RCC.
Based on the total number of tourists in the CBG on January 1, 2013 were 5,996
tourists and the value was still under the value of the RCC, so the value of the
RCC could be set as the maximum limit number of tourists per day for the CBG,
considering the ecological condition of the area and the psychological condition of
the tourists. Managers of CBG can still increase the numbers of tourists who
entered CBG while maintaining to the condition development of area ecological
and psychological of the CBG tourists.
Keywords: carrying capacity, ecological, psychological, ecotourism

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
EKOWISATA DI KEBUN RAYA CIBODAS

WULANDARI DWI UTARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Frans Teguh, MA

Judul Tesis : Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya
Cibodas
Nama
: Wulandari Dwi Utari
NIM
: E352100071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Ketua

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Manajemen Ekowisata dan
Jasa Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 6 Mei 2014

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala kasih karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga Maret 2013 ini
berjudul Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya
Cibodas. Kesadaran mengenai masalah lingkungan yang meningkat, sehingga
membuat perubahan paradigma pembangunan pariwisata konvensional menjadi ke
arah pariwisata berkelanjutan, yang dalam konsepnya memperhatikan daya
dukung kawasan wisata. Kapasitas maksimum daya dukung kawasan wisata perlu
diketahui agar keberlanjutan dari daerah tujuan wisata tetap terjaga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF
dan Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan dalam membangun kerangka berpikir dan analisis.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Frans Teguh, MA selaku
dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan dalam
menyelaraskan hasil penelitian dengan perkembangan pariwisata. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sutono dari Laboratorium Fisik
Tanah Bogor, dan Ibu Sri Astutik beserta staf LIPI Kebun Raya Cibodas yang
telah membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada orangtua dan suami tercinta serta seluruh keluarga
besar, rekan-rekan, dan semua pihak yang telah mendoakan, memotivasi, dan
membantu menyelesaikan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Wulandari Dwi Utari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
7
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA

8

3 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Obyek Penelitian
Jenis dan Metode Pengambilan Data
Analisis Data

23
23
23
23
27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wisatawan Kebun Raya Cibodas
Kondisi Ekologis Kebun Raya Cibodas
Kondisi Psikologis Wisatawan Kebun Raya Cibodas
Daya Dukung Fisik Kebun Raya Cibodas
Daya Dukung Riil Kebun Raya Cibodas
Penetapan dan Penggunaan Nilai Daya Dukung

30
30
31
35
42
55
59

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

61
61
61

DAFTAR PUSTAKA

63

LAMPIRAN

66

RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kelas resistensi penetrasi tanah
Jenis sumber dan teknik pengambilan data primer dalam penelitian
Jenis sumber dan teknik pengambilan data sekunder
Proporsi harian rata-rata jumlah wisatawan KRC 5 tahun terakhir
(2008-2012)
Skala kriteria nilai tingkat motivasi dan kepuasan wisatawan KRC
Tingkat motivasi wisatawan pada hari biasa di KRC
Tingkat motivasi wisatawan pada hari Sabtu di KRC
Tingkat motivasi wisatawan pada hari Minggu di KRC
Rerata motivasi wisatawan di KRC
Tingkat persepsi kepuasan wisatawan pada hari biasa di KRC
Tingkat persepsi kepuasan wisatawan pada hari Sabtu di KRC
Tingkat persepsi kepuasan wisatawan pada hari Minggu di KRC
Rerata tingkat kepuasan wisatawan di KRC
Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan piknik
Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan duduk
Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan bermain
Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan makan
Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berkumpul
Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berfoto
Proporsi luas penggunaan ruang untuk setiap kegiatan per orang di
KRC
Rincian penggunaan area di KRC

14
24
24
31
35
36
36
37
37
38
38
39
39
44
46
48
49
51
53
53
54

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia
2 Kerangka pemikiran penentuan daya dukung ekologis dan psikologis
ekowisata di Kebun Raya Cibodas
3 Dampak pada lokasi rekreasi
4 Total jumlah wisatawan di KRC dalam 5 tahun terakhir
5 Persentase kadar air dalam rumput pada setiap kondisi di KRC
6 Rerata tinggi rumput pada setiap kondisi di KRC
7 Biomassa rumput pada setiap kondisi di KRC
8 Kadar air dalam tanah pada setiap kondisi di KRC
9 Tingkat penetrasi tanah dalam setiap kondisi di KRC
10 Tingkat motivasi dan kepuasan wisatawan di KRC
11 Pola keluar-masuk pengunjung pada hari biasa di KRC
12 Pola keluar-masuk wisatawan pada hari Sabtu di KRC
13 Pola keluar-masuk wisatawan pada hari Minggu di KRC
14 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan piknik
15 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan duduk
16 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan bermain
17 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan makan

2
6
19
31
32
33
33
34
34
40
41
41
42
43
45
47
48

18
19
20
21

Pola pengunaan ruang untuk kegiatan berkumpul
Pola penggunaan ruang untuk kegiatan berfoto
Rata-rata pola keluar-masuk wisatawan Kebun Raya Cibodas
Tingkat kepuasan wisatawan dan jumlah wisatawan pada setiap
periode di KRC

50
52
54
58

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Gambar lokasi penelitian di daerah tujuan wisata Kebun Raya Cibodas
Karakteristik wisatawan Kebun Raya Cibodas
Hasil identifikasi jenis tumbuhan pada setiap kondisi di KRC
Hasil uji Anova dan Duncan untuk kondisi ekologis rumput
Hasil uji Anova dan Duncan untuk kondisi ekologis tanah

66
67
68
69
70

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan paradigma pariwisata internasional, berawal dari pariwisata yang
hanya mempertimbangkan dan memperhatikan banyaknya jumlah wisatawan saja,
kurang memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan dari masyarakat
sekitar, sedangkan permintaan pariwisata saat ini telah menjadi permintaan
produk wisata yang mengedepankan faktor lingkungan dan sosial budaya sebagai
daya tarik utama. Kehidupan manusia yang berproses dalam waktu, terbukti
dipengaruhi oleh cara hidupnya, dengan perilaku yang tidak menghargai dan
menjaga kelestarian lingkungan juga akan memberikan dampak terhadap manusia
itu sendiri. Telah menjadi fakta bahwa kegiatan pariwisata memberikan dampak
pada aspek sosial, budaya, lingkungan dan ekonomi pada daerah tujuan wisata
dengan disertai implikasi tertentu (Cooper et al. 1998: 185)
Kebutuhan ruang untuk berekreasi akan bertambah dengan meningkatnya
populasi manusia di perkotaan. Kondisi tersebut telah terjadi di negara-negara
besar seperti Amerika dan Eropa, dialami juga di Indonesia contohnya di Jakarta
sebagai pusat ibukota yang jumlah penduduknya bertambah baik karena jumlah
kelahiran tetapi juga urbanisasi. Berdasarkan data BPS Kependudukan di Propinsi
DKI Jakarta (2013) terjadi kenaikan jumlah penduduk 16.33% selama 20 tahun
yaitu tahun 1990 hingga 2010 dari 8 259 266 jiwa menjadi 9 607 787 jiwa.
Propinsi Jawa Barat selama 20 tahun tersebut mengalami kenaikan populasi
penduduk 17.81% yaitu 35 384 352 jiwa menjadi 43 053 732 jiwa. Pertumbuhan
populasi tersebut akan memberikan dampak terhadap permintaan rekreasi, yaitu
rekreasi dengan konsep pariwisata yang lebih luas.
Peningkatan permintaan atau demand akan pariwisata, menurut Cooper et al.
(1999: 2-3) di abad keduapuluh telah menjadikan pertumbuhan pariwisata yang
berkelanjutan baik sebagai aktivitas dan suatu industri. Hal tersebut sesuai
perkiraan WTTC (1996) bahwa pada pertengahan 1990-an pariwisata menjadi
suatu industri terbesar di dunia. Pariwisata baik secara langsung maupun tidak
langsung menghasilkan dan mendukung 204 juta pekerjaan, yang setara dengan
lebih dari 10% tenaga kerja dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih
dari 11% tenaga kerja global dalam tahun-tahun awal millennium berikutnya.
Berdasarkan data UNWTO (2012) kondisi perkembangan pariwisata dunia saat ini
pun telah melebihi tahun-tahun sebelumnya, pada pertengahan tahun 2012
(Januari-Agustus 2012), yaitu jumlah kedatangan wisatawan internasional di
dunia telah mencapai 704 juta wisatawan, dan telah meningkat 5% dari tahun
2011. Periode pertengahan tahun sebelumnya yaitu tahun 2011 (Januari-Agustus
2011) jumlah wisatawan internasional mencapai 671 juta wisatawan atau naik 29
juta wisatawan dari tahun 2010 pada periode yang sama yang berjumlah 642 juta
wisatawan.
Alikodra (2012: 328) menyebutkan bahwa pariwisata global dengan
pertumbuhan yang sangat pesat telah menjadi industri raksasa dunia, dan sejak
tahun 1999 pendapatan nasional bruto dunia, perkembangannya telah mencapai
12% menurut US Dept. of Commerce (1990). Kondisi tersebut ternyata telah
mengancam kelestarian bumi, karena pariwisata banyak memberikan dampak

2
negatif di daerah tujuan wisata. Berhadapan dengan kondisi lingkungan yang juga
mengalami perubahan, maka masalah lingkungan semakin mengkhawatirkan
karena beban wisata yang semakin berat, selain itu jumlah pendapatan yang
diterima masyarakat di daerah tujuan wisata relatif kecil, untuk itu diperlukan
model pengelolaan wisata yang tidak merusak sumberdaya alam dan
lingkungannya, bahkan diharapkan dapat memberikan nilai yang positif secara
ekologi, sosial-budaya dan ekonomi di daerah tujuan wisata.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan juga terjadi di Indonesia yaitu
peningkatan jumlah total kunjungan wisatawan mancanegara yang masuk ke
Indonesia dan khususnya di Ibukota Jakarta (Gambar 1), tingkat permintaan
pariwisata pun meningkat. Pariwisata yang berkembang di Indonesia memang
masih banyak yang mengacu pada wisata masal dan perkembangan untuk menuju
konsep pariwisata yang berkelanjutan mengacu pada ecotourism masih dalam
proses atau tahapan yang membutuhkan waktu untuk diperbaiki dan
disempurnakan. Secara global pariwisata dunia memang telah berubah menjadi
konsep pariwisata berkelanjutan, dimana konsep tersebut berasal dari ide dasar
pembangunan berkelanjutan yaitu kelestarian sumberdaya alam dan budaya.
Setiap orang saat ini membutuhkan sumberdaya, agar dapat hidup dengan
sejahtera, tetapi keberadaan sumberdaya tersebut harus dipelihara dan dilestarikan
agar generasi di masa yang akan datang masih dapat menggunakannya.
Total Indonesia
8 044 462
8,000,000

Jumlah (orang)

7,000,000
6,000,000
5,000,000

Bandara
Soekarno-Hatta
Jakarta 2 053 850

4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Tahun

Gambar 1 Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia
Sumber: BPS Pariwisata (2013)

Konsep pariwisata berkelanjutan tersebut, bertanggungjawab terhadap
kelestarian lingkungan dan telah menjadi target dalam Agenda 21 For The Travel
Tourism Industry, yaitu adanya harmonisasi pengelolaan pariwisata dengan
lingkungan lokal, masyarakat dan budaya (Gunawan 2000: xvi). Avenzora (2008:
13) juga mengemukakan bahwa konsep sustainability dalam setiap sektor
pembangunan, termasuk pariwisata, mensyaratkan untuk membangun dan
memelihara the 3 pilars of sustainability, yaitu pilar ekologi, pilar sosial-budaya
dan pilar sosial-ekonomi. Pariwisata tersebut mengacu pada terminologi
ekowisata (ecotourism) dan konsep ecotourism menjadi tidak sempurna bila hanya
ditujukan pada area destinasi, tetapi pendefinisian ekowisata harus secara holistik,

3
bahwa terdapat 5 tahap kegiatan yang harus terkait dengan ecotourism yaitu mulai
dari tahap perencanaan, perjalanan menuju destinasi, kegiatan di destinasi,
perjalanan pulang dari destinasi hingga rekoleksi. Ecotourism sebenarnya adalah
suatu prinsip bahkan roh atau jiwa bagi apapun bentuk kepariwisataan (Avenzora
2008: 14), maka konsep ini dapat menjadi acuan bagi berbagai destinasi wisata di
Indonesia. Salah satu destinasi wisata yang telah lama ada dan berkembang di
Indonesia adalah Kebun Raya Cibodas (KRC) yang tidak hanya memiliki fungsi
sebagai tempat konservasi eksitu berbagai jenis tumbuhan, namun juga memiliki
nilai sumberdaya rekreasi. Menurut Avenzora (2008: 243) sumberdaya rekreasi
adalah suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu, yang mengandung elemen
dan fenomena ruang tertentu, yang pada waktu tertentu secara satu kesatuan, dapat
menarik minat orang untuk berekreasi dan menampung orang untuk melakukan
kegiatan rekreasi di tempat tersebut. Melalui pendekatan ruang maka aktivitas
pengunjung KRC, baik kebutuhan ruang dan waktu para pengunjung hingga daya
dukung dari kawasan KRC dapat diketahui.
Keberadaan KRC sebagai salah satu destinasi tertua, yang dirintis dan
dibangun di masa Belanda pada tahun 1830, memiliki peranan penting dalam
dunia pariwisata karena menjadi salah satu target tujuan wisata oleh para
penduduk dari berbagai kota besar sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang Bekasi dan Karawang, serta pengunjung dari berbagai negara. Posisi
KRC yang strategis di Kawasan Puncak dan berbatasan langsung dengan Taman
Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) turut menjadi daya tarik tersendiri.
Keunikan dan kelengkapan daya tarik KRC sebagai bentuk kawasan konservasi
eksitu yang berbatasan langsung dengan TNGGP sebagai kawasan konservasi
insitu, serta disertai dengan keberadaan perkebunan teh di Kawasan Puncak, yang
telah ada sejak tahun 1728, membuat pengunjung seakan tidak pernah bosan
untuk kembali berkunjung ke KRC. Kondisi tersebut selama puluhan tahun
hingga saat ini, telah menimbulkan peningkatan pengunjung ke destinasi wisata
Cibodas dimana KRC berada. Hal tersebut terlihat dari problematika kemacetan di
jalur jalan menuju destinasi wisata Cibodas, terutama saat akhir pekan atau musim
liburan yang selalu berulang dari tahun ke tahun. Secara khusus dalam konteks
KRC, peningkatan pengunjung dan keberadaan pengunjung yang terus menerus
berulang akan memberikan dampak secara ekologis dan psikologis di lokasi
tersebut.
Peningkatan jumlah pengunjung yang terjadi di KRC dalam satuan waktu
yang sama, dapat mempengaruhi kondisi ekologis kawasan dan psikologis
pengunjungnya. Bila tidak memperhatikan daya dukung kawasan KRC, dipastikan
dalam jangka waktu panjang secara terus menerus, maka akan merusak kondisi
ekologis kawasan dan menganggu psikologis pengunjung atau dari sisi kepuasan
pengunjung dapat semakin menurun. Keadaan tersebut bukanlah menjadi suatu
bentuk pariwisata yang berkelanjutan, dan tidak sesuai dengan tujuan, pokok dan
fungsi dari kebun raya, sehingga mengetahui daya dukung ekowisata dari KRC
menjadi hal yang memang harus dilakukan demi keberlanjutan kawasan
konservasi eksitu tersebut. Melakukan penghitungan daya dukung ekowisata, juga
merupakan salah satu dari beberapa tindakan terpenting yang telah dirumuskan
oleh para pakar dalam Agenda 21 (Gunawan 2000: 10) guna mendukung
pariwisata berkelanjutan, sehingga tidak hanya menjadi hal yang terus-menerus
dibahas tetapi menjadi tindakan yang harus dilakukan secara nyata. Oleh karena

4
itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur nilai daya dukung
fisik KRC sebagai kawasan ekowisata serta menganalisis dan merumuskan nilai
daya dukung real KRC dengan pendekatan ekologis dan psikologis pengunjung
agar kegiatan wisata yang ada hingga saat ini tidak menurunkan kualitas kawasan
dan kenyamanan pengunjung di KRC sebagai kawasan konservasi eksitu yang
menjadi bagian dari destinasi kawasan wisata Cibodas.

Perumusan Masalah
Konsep perkembangan pariwisata berkelanjutan yaitu ekowisata yang
menjadi bahasan dalam studi ini adalah berawal pada konsep pariwisata yang
umumnya kurang memperhatikan kondisi lingkungan. Pariwisata yang telah
menjadi industri besar tersebut ternyata dengan berbagai kegiatan wisata yang
berkembang hingga saat ini, memberikan dampak negatif baik terhadap
lingkungan dan sosial budaya masyarakat pada daerah destinasi wisata. Dengan
kesadaran mengenai masalah lingkungan, maka terjadi perubahan paradigma
pembangunan pariwisata konvensional menjadi pariwisata yang berkelanjutan
yang dalam konsepnya memperhatikan daya dukung kawasan pariwisata.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dapat mengancam kelestarian
sumberdaya dalam kawasan pariwisata apabila pemanfaatannya melampaui daya
dukung kawasan tersebut. Untuk itu kapasitas maksimum daya dukung perlu
diketahui agar keberlanjutan dari daerah tujuan wisata tetap terjaga.
Banyak kasus dari berbagai negara tujuan wisata yang pada intinya bahwa
pariwisata konvensional cenderung mengancam kelestarian sumberdaya
pariwisata, karena daya dukung (carrying capacity) fisik dan sosial setempat telah
diabaikan dalam pembangunan banyak resort eksklusif. Apabila hal tersebut terus
berlanjut maka kelestarian obyek daerah tujuan wisata akan terancam dan
pariwisata pun tidak dapat berkembang lebih lanjut. Selain itu kepuasan
wisatawan sangat bergantung pada sumberdaya yang disajikan dan jasa serta
pelayanan para pelaku wisata (stakeholders), yang memang harus menjamin
bahwa kepuasan yang diperoleh wisatawan optimal. Dengan kepuasan wisatawan
yang diberikan dalam jangka panjang dan dalam bentuk pengalaman yang lengkap
(total experience), maka pariwisata tersebut dapat bertahan lama atau
berkelanjutan. Menurut Damanik (2006: 25-26) untuk itulah konsep pariwisata
berkelanjutan diarahkan pada pembangunan sumberdaya (atraksi, aksesibilitas,
amenitas) yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku
kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam
jangka panjang.
Studi daya dukung ini dilakukan di KRC, karena sebagai daerah tujuan
wisata hingga saat ini tetap menjadi target kunjungan utama para wisatawan dari
Ibukota Jakarta dan sekitarnya. Hal tersebut tergambar dalam kenaikan jumlah
wisatawan berdasarkan data jumlah tiket terjual di KRC, yaitu di tahun 2005
dengan jumlah 554 967 orang menjadi 603 279 orang wisatawan di tahun 2012.
Perkembangan pariwisata di KRC hingga saat ini masih digambarkan dan
dimaknai sebagai wisata masal karena berbagai persepsi dan pemaknaan
mengenai ekowisata yang berkembang masih pada gambaran wisata yang
dilakukan di kawasan yang alami. Untuk itu pendefinisian dari awal tentang

5
rekreasi juga menjadi penting karena berkaitan dengan pemaknaan ekowisata
yang merupakan roh dan spirit dari semua kegiatan wisata yang ada di KRC.
Penataan ruang yang dilakukan di KRC sesuai misinya yaitu untuk
mendukung kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, dan rekreasi. Keberadaan
pengunjung di KRC untuk rekreasi ataupun melakukan kegiatan wisata, tentunya
menggunakan ruang sebagai tempat berekreasi. Berkaitan dengan ruang di KRC
terutama ruang rekreasi, maka menurut Avenzora (2008a: 4) bahwa “suatu ruang
tertentu dengan batas-batas tertentu, yang mengandung elemen dan fenomena
ruang tertentu yang pada waktu tertentu dapat menarik minat orang untuk
berekreasi, menampung orang untuk melakukan kegiatan rekreasi di tempat
tersebut dan memberikan kepuasan orang berekreasi, disebut sebagai sumberdaya
rekreasi”. Kemampuan untuk menampung orang tersebut sesuai pengertian daya
dukung ruang, dalam hal ini daya dukung KRC yang akan berbeda dengan
kawasan wisata lainnya, seperti dinyatakan oleh Cooper et al. (1998) bahwa daya
dukung bersifat dinamis dan site specific, maka akan saling berbeda di setiap area,
karena bergantung pada kondisi ekologis tapak, kondisi psikologis dari wisatawan,
serta waktu terjadinya. Waktu terjadinya berkaitan dengan aspek seasonality
wisata yaitu mengamati jumlah wisatawan dengan membedakan tipe hari (low,
condensed dan peak visits) serta per periode waktu per harinya (Avenzora 2013:
521). Untuk itu menjadi hal penting mengetahui daya dukung ruang rekreasi KRC
melalui pendekatan secara ekologis dan psikologis maka analisis daya dukung
yang digunakan adalah analisis daya dukung fisik atau Physical Carrying
Capacity (PCC) dan analisis daya dukung riil atau Real Carrying Capacity (RCC).
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran dapat terlihat pada Gambar 2
dan berikut yang menjadi detail kajian dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana sebenarnya karakteristik, motivasi dan persepsi wisatawan di
KRC?
2. Bagaimana sebenarnya dampak ekologis langsung pada tapak KRC sebagai
kawasan ekowisata dengan tingkat kunjungan yang termasuk tinggi?
3. Bagaimana dan berapa nilai daya dukung fisik dan riil tapak kawasan KRC,
baik secara ekologis dan psikologis bagi wisatawan? Apakah telah optimal
atau maksimal sehingga pemanfaatan ekowisata yang dilakukan dapat
mengurangi atau meningkatkan penurunan kondisi ekologis dan bahkan
terjadinya penurunan minat kunjungan ke KRC?

6

Gambar 2 Kerangka pemikiran penentuan daya dukung ekologis dan psikologis
ekowisata di Kebun Raya Cibodas

7
Tujuan
1.
2.
3.

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
Menganalisis karakteristik, motivasi dan persepsi wisatawan di Kebun Raya
Cibodas.
Menganalisis dampak ekologis langsung pada tapak Kebun Raya Cibodas
sebagai kawasan ekowisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi.
Menganalisis dan menghitung nilai daya dukung fisik dan riil tapak kawasan
Kebun Raya Cibodas secara keseluruhan melalui pendekatan ekologis dan
psikologis ekowisata di Kebun Raya Cibodas, sebagai kawasan konservasi
eksitu yang menjadi bagian dari destinasi kawasan wisata Cibodas.

Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengelolaan ekowisata
di Kebun Raya Cibodas sebagai kawasan konservasi eksitu. Dengan demikian
diharapkan dapat terselenggara secara optimal, sehingga terbangun keberlanjutan
ekologi kawasan dan psikologi wisatawan yang baik, yaitu kepuasan optimum
dari wisatawan yang juga berkelanjutan.

Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka
penelitian dilakukan pada ruang lingkup pengelolaan kawasan Kebun Raya
Cibodas dan perilaku wisatawan di dalam lokasi kawasan sebagai berikut:
1. Tapak Kebun Raya Cibodas yaitu area di sekitar pintu gerbang utama Kebun
Raya dan Gedung Konservasi, area di sekitar kolam besar dan jalan air yang
menjadi tujuan para wisatawan.
2. Wisatawan yang beraktivitas di dalam kawasan Kebun Raya Cibodas.
3. Pengelola kawasan Kebun Raya Cibodas.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Ekowisata, Rekreasi dan Pariwisata
Ekowisata atau ecotourism merupakan bentuk tourism dan untuk memahami
tourism sebagai bagian dari pembangunan global dan dinamis, menurut Page dan
Dowling (2002: 6) adalah penting untuk membedakan diantara tiga hubungan
ketekaitan dari: tourism, leisure dan recreation. Avenzora (2008a: 3) menjelaskan
bahwa tourism is multy sectoral in nature, dimana berbagai komponen dan aspek
pengetahuan dikombinasikan dan diintegrasikan dalam suatu kesatuan dinamika.
Penyederhanaan dapat dilakukan guna mempermudah dalam mempelajarinya,
yaitu dengan mengenali determinan yang sangat signifikan mempengaruhi
berbagai aspek dalam tourism. Determinan tersebut adalah (1) space (ruang) dan
(2) time (waktu), sehingga mudah untuk dimengerti bahwa bagaimanapun juga
aspek waktu pasti akan selalu mempengaruhi karakteristik setiap komponen dan
aspek yang terlibat dalam suatu kegiatan tourism.
Dalam memahami tourism dari variabel waktu Avenzora (2008a: 3)
menyatakan bahwa fokus analisis dapat diarahkan pada time-budget, baik dari
setiap individu atau populasi, dengan pola yang dapat dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu: (1) existence time, (2) subsistence time, dan (3) leisure time.
Terminologi existence time digunakan untuk menggambarkan waktu yang
digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar harian mereka, seperti
mandi, makan, tidur dan istirahat. Sedangkan terminologi subsistence time
digunakan untuk menggambarkan waktu yang digunakan manusia guna
melaksanakan aktifitas yang mereka perlukan untuk bisa terpenuhinya kebutuhan
dasar mereka tersebut. Untuk leisure time lebih menggambarkan waktu dimana
manusia bebas melakukan aktifitas lain setelah berbagai existence and subsistence
activities terpenuhi. Setelah gambaran mengenai time-budget jelas, maka terlihat
bahwa leisure hanyalah salah satu aktifitas alternatif yang dapat dipilih manusia
untuk memanfaatkan leisure time mereka. Kemudian dapat pula dipahami bahwa
recreation juga hanyalah bagian dari salah satu pilihan yang dapat manusia pilih
diantara berbagai alternatif leisure activities lainnya.
Konteks leisure studies, terdapat dua hal penting yang perlu dimengerti
secara baik, yaitu: (1) the leisure time pattern, dan (2) the pattern of leisure
activities. Guna mengukur peluang dan/atau kebutuhan rekreasi yang dapat
dan/atau dibutuhkan oleh individu/populasi dalam waktu luang mereka, maka pola
waktu luang perlu untuk dimengerti. Berikutnya the pattern of leisure activities
atau pola aktivitas luang yaitu lebih mengilustrasikan pada tingkat partisipasi
secara aktif yang diambil oleh individu dalam memanfaatkan waktu luang mereka.
(Avenzora 2008a: 3).
Definisi recreation oleh Douglas (1975: 6) yaitu: “any action that refreshes
the mental attitude of an individual is recreation. Recreation is a wholesome
activity that is engaged in for pleasure, therefore it is play”. Sebelumnya Slavson
(1961) dalam Kraus (1977: 4) mengartikan bahwa: “Play and recreation … are
leisure-time activities …motivated by pleasure and serve as diversions from the
more pressing and serious occupations daily living.” Sedangkan Neumeyers
seorang sociologists, yang mengambil bidang khusus leisure and recreation,

9
mendefinisikan bahwa: “Recreation is….any activity, either individual or
collective, pursued during one’s leisure time. Being relatively free and
pleasurable, it has its own appeal” (Neymeyer (1958) dalam Kraus (1977: 4)).
Selanjutnya Kraus (1977: 5) mendefinisikan recreation secara modern dan
lebih luas, yaitu: “recreation consists of an activity or experience, usually chosen
voluntarily by the participant, either because of the immediate satisfaction to be
derived from it, or because he perceives some personal or social values to be
achieved by it. It is carried on in leisure time, and has no work connotations, such
as study for promotion in a job. It is usually enjoyable and, when it is carried on
as part of organized community or agency services, it is designed to meet
constructive and socially worthwhile goals of the individual participant, the group,
and society at large”. Pengertian recreation (rekreasi) tersebut menggambarkan
bahwa rekreasi menjadi kebutuhan setiap pribadi manusia yang dilakukan pada
waktu luang (leisure time) untuk menyegarkan kembali secara psikologis dirinya
atau mentalnya, karena ada nilai pribadi dan sosial yang dapat dicapainya serta
dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan. Douglas (1975: 6) mendefinisikan
rekreasi lebih khusus pada individu manusia, sedangkan Kraus (1977: 5) selain
secara individu manusia tetapi juga lebih luas yaitu pada kegiatan dan nilai yang
akan diperoleh secara pribadi dan sosial.
Rekreasi dalam konteks perencanaan menurut Avenzora (2008: 3) dapat
disimplifikasikan melalui pengertian yang baik tentang recreation demand dan
recreation supply. Dijelaskan bahwa recreation demand tentang (1) siapa yang
meminta, (2) apa dan berapa banyak yang diminta, dan (3) kapan diminta.
Berikutnya berbicara recreation supply dapat dipahami melalui pengertian tentang
(1) apa dan berapa banyak dapat diberikan, (2) kapan dapat diberikan, dan (3)
kepada siapa dapat diberikan. Kemudian sejalan dengan pendekatan waktu dan
ruang maka Avenzora (2008a: 4) mendefinisikan recreation resources atau
sumberdaya rekreasi sebagai: “suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu
yang mengandung elemen dan fenomena ruang tertentu, yang pada waktu tertentu
dapat: (1) menarik minat orang untuk berekreasi, (2) menampung orang untuk
melakukan kegiatan rekreasi di tempat tersebut, dan (3) memberikan kepuasan
orang berekreasi”.
Terdapat perbedaan pengertian antara recreation dengan tourism, dimana
Muljadi (2009) menjelaskan bahwa istilah pariwisata (tourism), baru muncul
diperkirakan abad ke-18, yaitu sesudah revolusi industri di Inggris. Istilah tersebut
berasal dari dilaksanakannya kegiatan wisata (tour), yaitu suatu aktivitas
perubahan tempat tinggal sementara dari seseorang, di luar tempat tinggalnya
sehari-hari dengan suatu alasan apa pun selain melakukan kegiatan yang bisa
menghasilkan upah atau gaji.
Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan,
“pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
ini”. Kemudian pengertian pariwisata dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2009
menjadi: “berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah
daerah (Bab I, Pasal 1, Ayat 3). Sedangkan WTO (2010) sendiri mendefinisikan
pariwisata sebagai “ the activities of persons travelling to and staying in places
outsides their usual environment for not more than one concecutive year for

10
leisure, bussines and other purposes”. Dalam Muljadi (2009) dijelaskan juga
bahwa “pariwisata” berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata, pari berarti
banyak, berkali-kali dan berputar-putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau
bepergian, sehingga “pariwisata” berarti perjalanan atau bepergian yang dilakukan
secara berkali-kali atau berkeliling. Pariwisata sebagai padanan bahasa Indonesia
dari tourism dalam bahasa Inggris.
Definisi ekowisata dalam Cebalos-Lascurain (1996: 20) yang banyak
diadopsi oleh penulis yaitu lebih mengacu pada suatu perjalanan ke area yang
tidak terganggu dan tidak terkontaminasi, dengan maksud tujuan untuk studi dan
menikmati keindahan alam serta satwa dan tumbuhan liar, sesuai kondisi saat
ditemukan di area tersebut. Kemudian Beaumont’s (1998) dalam (Page dan
Dowling 2002: 59) menjelaskan bahwa: “most definition that subsequently
emerged insist that ecotourism must have minimal impact on the environment and
host
communities
and
contribute
to
conservation
of
natural
resources…consequently it should have a nonconsumtive use of wildlife and
natural resources. Other specify that ecotourism should foster appreciation of
natural environment by providing education or interpretation to
participants…Many definition also include a cultural component…[so that
it]…provides net benefits to indigeneous and local communities, as well as to
local environment”. Sedangkan Page dan Dowling (2002: 65-69) menjelaskan
mengenai 5 prinsip dasar ekowisata yaitu: (1) nature based, (2) ecologically
sustainable, (3) environmentally educative, (4) locally beneficial dan (5)
generates tourist satisfaction.
Menurut Avenzora (2008: 12) berdasarkan berbagai definisi dan batasan
ecotourism yang telah ditulis oleh berbagai pihak, disimpulkan bahwa pola
pendefinisian ekowisata berorientasi pada: (1) tujuan yang ingin dicapai dari
konsep yang ditawarkan, (2) sumberdaya wisata yang digunakan, dan (3) bentukbentuk kegiatan wisata yang diselenggarakan. Untuk itu harus disadari bahwa ada
5 tahap kegiatan yang tak terpisahkan dalam setiap perjalanan wisata, yaitu: (1)
tahap perencanaan, (2) tahap perjalanan menuju destinasi, (3) tahap kegiatan di
destinasi, (4) tahap perjalanan pulang dari destinasi, dan (5) tahap rekoleksi.
Setiap tahapan tersebut akan menyumbang secara nyata atas tingkat kepuasan
wisatawan.
Konsep ekowisata menjadi bagian dalam pariwisata berkelanjutan atau
sustainable tourism dan definisi pariwisata berkelanjutan oleh WTO (2010) dalam
Agenda 21 For The Travel Tourism Industry : Towards Environmentally
Sustainable Development WTTC, WTO, The Earth Council adalah sebagai
pariwisata yang memenuhi kebutuhan wistawan dan daerah penerima pada saat ini,
sambil melindungi dan mendorong kesempatan untuk waktu yang akan datang.
Mengarah kepada pengelolaan seluruh sumberdaya sedemikian rupa sehingga
kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil memelihara
integritas kultural, proses ekologi esensial, keanekaragaman hayati dan sistem
pendukung kehidupan. Demikian juga pengertian ecotourism oleh Alikodra
(2012: 335-336) yang mengemukakan bahwa ecotourism merupakan gabungan
dari dua kata yaitu eko yang merupakan kependekan dari ekologi dan tourisme
yang berarti orang yang melakukan perjalanan, sehingga secara lengkap adalah
orang-orang yang melakukan perjalanan atas dasar kepentingan ekologi dan
penyelamatan lingkungan hidup.

11
Ekologi
Ekologi dalam Soemarwoto (2004: 22-23) adalah ilmu tentang hubungan
timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Sebagai istilah yang
berasal dari bahasa Yunani, ekologi yaitu oikos berarti rumah dan logos berarti
ilmu, sehingga secara harfiah berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya
atau dapat diartikan ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Konsep sentral
dalam ekologi adalah ekosistem, yaitu merupakan suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Dimana komponen-komponen yang hidup dan tak hidup di dalam
ekosistem tersebut saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur,
sehingga ekosistem pun terjaga selama tiap-tiap komponen melakukan fungsinya
dan bekerjasama dengan baik.
Ekosistem menurut Indrawan et al. (2007) adalah lingkungan fisik dan
kimia yang terkait bersama dengan komunitas biologi, yang didefinisikan sebagai
sejumlah spesies yang menempati tempat tertentu dan saling berinteraksi (interspecific interaction). Karakterisitik dari suatu ekosistem seringkali ditentukan
proses-proses yang berlangsung, termasuk siklus air, siklus nutrisi dan energi.
Berikut gambaran dari siklus air, yaitu air menguap dari daun, tanah dan
permukaan lainnya. Air kemudian jatuh di tempat lain sebagai hujan dan salju,
lalu masuk kembali ke dalam lingkungan perairan dan daratan. Tanah terbentuk
dari materi batuan induk dan pembusukkan bahan-bahan organik. Tumbuhan yang
berfotosintesis menyerap energi cahaya, yang kemudian digunakan bagi
pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Energi tumbuhan kemudian diambil oleh hewan
yang memakan tumbuhan tersebut. Energi itu kemudian dilepas dalam bentuk
panas-baik selama siklus hidup hewan maupun setelah tumbuhan dan hewan mati
dan membusuk. Demikian sebagian gambaran dari ekosistem, yang mana
kompartemen hidup dan tak hidup dalam ekosistem tersebut beredar dalam
proses-proses yang terjadi baik pada skala geografi berkisar dari meter persegi,
hektar hingga mencapai skala regional yang mencakup puluhan ribu kilometer
persegi.
Lingkungan fisik, khususnya siklus tahunan temperatur dan hujan serta
karakteristik permukaan tanah, memengaruhi struktur dan karakteristik komunitas
biologi. Lingkungan fisik tersebut yang akan menentukan apakah suatu lokasi
akan menjadi hutan, padang rumput, padang pasir, atau lahan basah. Sedangkan
komunitas biologi juga dapat mengubah ciri-ciri fisik suatu lingkungan, sebagai
contoh misalnya pada ekosistem darat, dimana vegetasi setempat dapat
mempengaruhi kecepatan angin, kelembaban dan temperatur setempat.
Soemarwoto (2004: 43-54) juga menjelaskan bahwa mahluk hidup
mempunyai tempat hidup dan tempat hidup itu disebut habitat. Habitat itu sendiri
mempunyai batas tertentu sesuai dengan persyaratan hidup mahluk yang
menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan batas
atas disebut titik maksimum antara dua kisaran itu terdapat titik optimum. Bila
terjadi perubahan sifat habitat sampai di luar titik minimum atau maksimum,
mahluk itu akan mati atau harus pindah ke tempat lain. Apabila perubahannya
lambat, misalnya terjadi selama beberapa generasi, mahluk itu umumnya dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi baru diluar batas semula. Perubahan yang
dimaksud contohnya adalah kerusakan ekosistem yang baik prosesnya secara

12
lambat atau dalam jangka waktu yang singkat, akibat aktivitas manusia ataupun
oleh alam itu sendiri. Untuk itu, baik buruknya lingkungan hidup yang adalah
ruang yang ditempati suatu mahluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak
hidup di dalamnya, merupakan penentu keberlangsungan industri pariwisata.
Tanpa lingkungan yang baik maka industri pariwisata tidak dapat berkembang,
sehingga mempelajari ekologi menjadi penting bagi pariwisata yang berkaitan
dengan masalah daya dukung lingkungan untuk penggunaan kegiatan wisata.
Rumput
Ruang terbuka hijau yang mendominasi di Kebun Raya Cibodas dengan
vegetasi utama yaitu rumput, menjadi faktor lingkungan biotik yang dipengaruhi
secara langsung kegiatan wisata di dalamnya dan perubahan kondisi rumput
secara fisik pun dapat diamati. Diperkirakan di dunia terdapat kurang lebih 10 000
jenis rumput atau Famili Graminaeae (Mcilroy 1976). Rumput-rumputan yang
merupakan suku Graminae, termasuk tanaman berkarakteristik gulma yang
tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia (Kumurur
2002). Tetapi tidak semua jenis rumput termasuk gulma, terdapat jenis-jenis yang
juga memberikan manfaat bagi manusia yaitu sebagai sumber pakan ternak dan
sebagai tanaman hias penambah nilai estetika. Rumput sebagai famili tumbuhtumbuhan yang paling luas penyebarannya. Terdapat dalam sebagian besar
masyarakat tumbuh-tumbuhan baik yang berbentuk fuderal, dan emphemeral
maupun yang berumur tahunan, mengayu dan tumbuh tinggi. Habitatnya terdapat
dalam keadaan yang hampir menyerupai gurun sampai daerah banjir dan payapaya. Perakaran rumput memiliki sistem berbentuk serabut yang mempunyai
peranan dalam pembentukan struktur tanah. Titik tumbuhnya yang berada dekat
pada pangkal tanaman memungkinkan tumbuh kembali setelah pemotongan,
kemampuan membentuk anakan membantu penutupan tanah dengan cepat pada
fase pertumbuhan pertama. Sifat-sifat pertumbuhan ini sangat erat hubungannya
dengan keadaan habitat misalnya keadaan air, hara, keadaan tanah, cahaya dan
temperatur.
Bentuk umum dari rumput yaitu berupa batang rumput yang mendukung
daun-daun dan bulir disebut tangkai. Batang silindris, agak pipih atau persegi,
berlobang atau massif, pada buku selalu massif dan kerapkali membesar,
berbentuk herba. Bagian tangkai yang kosong antara dua buku disebut ruas dan
pada beberapa rumput ruas bagian bawah ada yang membengkak atau menyerupai
umbi. Bagian atas daun yang melebar disebut helai daun dan bagian bawah daun
yang membungkus batang disebut pelepah daun dan kadang-kadang melebar pada
bagian pangkalnya menjadi semacam dataran, atau pada kedua sisinya
membentuk benjolan-benjolan semacam telinga disebut telinga daun. Bunga
tersusun dalam bulir, yang terdiri dari dua glumae atau daun yang serupa sisik
atau lebih dari dua, yang duduknya berseling dalam dua baris yang berhadapan.
Glumae dan paleae keseluruhannya dinamakan sekam. Bunga rumput hampir
selalu berkelamin dua, juga ada yang tidak berkelamin atau kosong. Tangkai putik
hampir selalu dua, kepala putik berbentuk bulu atau malai. Bakal buah beruang
satu dan berbiji satu. Buah dinamakan dengan buah padi (caryopsis) (van Steenis
1992).

13
Produksi hijauan rumput dipengaruhi kadar air yang terkandung didalamnya.
Tumbuhan termasuk rumput memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya,
s