PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER ORANGTUA DAN JENIS KELAMIN Perilaku Bullying Pada Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dan Jenis Kelamin.

PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH
OTORITER ORANGTUA DAN JENIS KELAMIN

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam
Mencapai Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

HALAMAN DEPAN

Diajukan Oleh :
FARAH CARIMA
F100120244

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH
OTORITER ORANGTUA DAN JENIS KELAMIN
Farah Carima, Juliani Prasetyaningrum

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
farahcarima@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku bullying pada
remaja dengan pola asuh otoriter orangtua, serta untuk mengetahui perbedaan
perilaku bullying ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini dilakukan di salah satu
SMP di kota Surakarta. Subjek penelitian atau responden pada penelitian ini
adalah 89 subjek yang terdiri dari 47 remaja putra dan 42 remaja putri.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan alat ukur
berupa skala perilaku bullying dan skala pola asuh otoriter orangtua. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Product Moment
dari Pearson dan analisis dengan menggunakan t-test. Berdasarkan hasil analisis
data dengan korelasi product moment diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy)=
0,452 dengan taraf signifikansi = 0,000 (p < 0,01) yang berarti ada hubungan
positif antara pola asuh otoriter orangtua dengan perilaku bullying pada remaja.
Variabel perilaku bullying dan pola asuh otoriter orangtua termasuk dalam
kategori rendah. Selain itu dari hasil pengujian independent sampel t-test
diperoleh nilai uji-t sebesar t = 2,822 dengan taraf sig 0,006= (p r tabel) (Sugiyono, 2015). Daya beda untuk skala
bullying berkisar (0,220-0,562) sedangkan untuk skala pola asuh otoriter orangtua

berkisar (0,214-0,591). Reliabilitas skala dihitung dengan teknik cronbach aplha
untuk mengetahui koefisien reliabilitas (α) kedua skala tergolong reliabel dengan
nilai (α) perilaku bullying = 0,891 (32 aitem) dan nilai (α) pola asuh otoriter
orangtua = 0,876 (31 aitem). Teknik analisis data menggunakan teknik product
moment dari pearson dan independent sample t-test yang keduanya dilakukan
dengan bantuan program SPPS. 16.0 for windows.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis korelasi product moment dari Pearson diperoleh
nilai koefisien korelasi (r) sebesar = 0,452 (p) = 0,000 (p< 0,01) artinya ada
hubungan positif yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku
bullying pada remaja, maka dari itu hipotesis peneliti dinyatakan diterima.
Terbukti dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu adanya hubungan
positif yang signifikan menjelaskan bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter
orangtua maka semakin tinggi perilaku bullying pada remaja, sebaliknya semakin
rendah pola asuh otoriter orangtua maka semakin rendah perilaku bullyingnya,
pola asuh otoriter orangtua turut mempengaruhi perilaku bullying pada
remaja.Tingkat pola asuh otoriter orangtua dan perilaku bullying dalam penelitian
ini termasuk dalam kategori rendah.
Remaja yang tidak diasuh dengan pola asuh otoriter akan memiliki

perilaku bullying yang rendah. Hal ini disebabkan karena remaja yang tidak

8

diasuh dengan pola asuh otoriter orangtua akan mendapatkan kebutuhan afeksi
yang lebih baik melalui hubungan penuh kasih sayang dengan orangtuanya,
adanya sikap terbuka, serta penanaman sikap dan moral sehingga anak tersebut
memiliki kecenderungan untuk berperilaku positif (Fatchurahman & Praktiko
2012). Sedangkan remaja yang memiliki pola asuh otoriter orangtua yang tinggi
akan cenderung melampiaskan permasalahannya dalam bentuk perilaku bullying,
hal ini disebabkan karena munculnya perilaku bullying pada remaja karena
terdapat tekanan didalam diri anak yang tidak terselesaikan menyebabkan
munculnya pelampiasan perilaku kesal anak diluar rumahnya (Sarwono, 2012).
Pelampiasan dapat muncul dikarenakan sikap otoriter orangtua dirumah, dimana
orangtua membatasi anak dan bersifat menghukum yang mendesak anak untuk
mengikuti petunjuk orangtua serta membuat batasan dan kendali yang tegas dan
hanya melakukan sedikit komunikasi verbal, sehingga anak tidak dapat
menyampaikan ide, gagasan, ataupun perasaan kepada orangtuanya (Santrock,
2005).
Pola asuh otoriter orangtua yang tinggi akan membuat anak terbiasa

dengan perilaku-perilaku negatif yang dilakukan oleh orangtuanya di rumah,
sehingga anak akan lebih mudah melakukan perilaku negatif di luar rumah seperti
perilaku bullying (Georgio & Olweus dalam Hasan & Ee, 2015). Sesuai yang
diungkapkan oleh Loeber dan Stouthamer (dalam Efobi & Nwokolo, 2014) yang
menyatakan gaya pengasuhan otoriter yang dilakukan oleh orang tua, yaitu
dengan cara mendidik anak dengan cara tidak konsisten serta sering memberikan
hukuman terhadap anak tanpa penjelasan, hal ini menyebabkan anak berperilaku
negatif.
Pohan (dalam Suastini, 2011) menambahkan bahwa seseorang yang pada
masa remaja memiliki pola asuh otoriter orangtua yang tinggi atau negatif maka
remaja tersebut akan cenderung memiliki perilaku-perilaku yang juga negatif, hal
tersebut dikarenakan anak menjadikan perilaku atau perbuatan negatif yang
dilakukan orangtuanya sebagai model. Proses modelling dimulai dari

tahap

seorang anak yang memperhatikan orangtuanya, kemudian perilaku tersebut
disimpan oleh anak dalam ingatannya, setelah itu informasi yang diterima dan

9


telah tersimpan didalam memori diproduksi kembali lalu

perilaku tersebut

mendapatkan penguatan (reinforcement) sehingga perilaku tersebut muncul
(Bandura dalam Laila,2006).
Sumbangan efektif (SE) variabel pola asuh otoriter orangtua terhadap
perilaku bullying sebesar 20% ditunjukkan dengan koefisien determinasi sebesar
(r2) = 0,452. Masih terdapat 80%

faktor lain yang mempengaruhi perilaku

bullying. Hasil tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Tis’ina
dan suroso (2015) yang menyatakan bahwa pola asuh otoriter orangtua menjadi
salah satu faktor munculnya perilaku bullying, semakin tinggi pola asuh otoriter
yang diterapkan orang tua maka bullying anak disekolah semakin tinggi,
sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter yang diterapkan orangtua maka
bullying anak disekolah juga akan semakin rendah.Namun terdapat faktor lain
yang mempengaruhi perilaku bullying yaitu regulasi emosi, perilaku asertif,

konformitas, religiusitas, komunikasi, peran kelompok sebaya, tipe atau peran
kepribadian, dan kontrol sosial.
Hasil analisis variabel pola asuh otoriter orangtua diketahui bahwa rerata
empirik (RE) sebesar 66,42 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 77,5 yang berarti
bahwa variabel pola asuh otoriter orangtua termasuk kedalam kategori rendah.
Berdasarkan kategori skala pola asuh otoriter orangtua diketahui bahwa

8%

(7orang) memiliki pola asuh otoriter orangtua yang tergolong sangat rendah; 54%
(48 orang) memiliki pola asuh otoriter orangtua yang rendah; 29% (26 orang)
memiliki pola asuh otoriter orangtua yang sedang; dan 9% (8 orang) memiliki
pola asuh otoriter orangtua yang sedang dari data tersebut menunjukkan bahwa
prosentase dari jumlah terbanyak berada pada posisi rendah. Hal ini dikarenakan
sekolah tersebut adalah sekolah yang bernuansa islami, artinya di sekolah tersebut
juga terdapat penanaman nilai-nilai keislaman, selain itu pihak sekolah telah
melakukan upaya prevensi yang meliputi: 1). Terdapat mata pelajaran khusus di
bidang agama islam salah satunya aqidah ahklak yang mana materi yang ada
didalamnya mencakup adab-adab atau aturan dalam berinteraksi dengan orang
lain, diantaranya berbicara dengan tutur kata yang baik, tidak menyakiti perasaan

orang lain, bersikap sopan, menghargai sesama muslim, saling tolong menolong

10

dalam kebaikan, mengucapkan salam ketika bertemu dan mengajarkan juga
konsep islam yaitu dosa dan pahala yang mana perbuatan buruk yang dilakukan
akan mendapatkan dosa dan balasan pahala bagi yang melakukan perbuatan baik,
2). Terdapat mading dan pamflet yang memberikan penjelasan, peringatan dan
informasi mengenai dampak dan bahaya bullying. Selain upaya pencegahan pihak
sekolah telah melakukan upaya penanganan yakni dengan adanya guru BK di
sekolah yang berperan aktif menangani anak-anak yang bermasalah dengan
memanggil anak tersebut untuk diberikan konseling, dengan langkah tersebut
sekolah telah meminimalisir perilaku bullying.
Hasil analisis variabel perilaku bullying diketahui bahwa rerata empirik
sebesar 59,07 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 80 bahwa variabel perilaku
bullying termasuk kedalam kategori rendah. 32,6% (29 orang) memiliki perilaku
bullying yang tergolong sangat rendah; 46% (41 orang) memiliki perilaku bullying
yang tergolong rendah;

18% (16 orang) memiliki perilaku bullying yang


tergolong sedang; dan 3,4% (3 orang) memiliki perilaku bullying yang tergolong
tinggi. Ini menunjukkan bahwa prosentase dari jumlah terbanyak berada pada
posisi rendah
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji t-test dapat diartikan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan perilaku bullying antara remaja putra
dan remaja putri. Prosentase mean yang diperoleh dari kelompok remaja putra
sebesar 63,19 sedangkan dari kelompok remaja putri sebesar 54,45. Seperti pada
penelitian yang dilakukan oleh Borg (dalam Saifullah, 2016) didapatkan bahwa
kasus bullying lebih banyak dilakukan oleh remaja putra dibandingkan oleh
remaja putri, survei yang telah dilakukan di Malta, menemukan bahwa 15-24 %
remaja putra setiap tahun mengatakan bahwa mereka sering melakukan perilaku
bullying, dibandingkan dengan 8 – 13% remaja putri. Sedangkan 60 % pelaku
bullying remaja putra mengaku lebih sering melakukan perilaku bullying fisik
dibandingkan dengan 30 % remaja putri.
Hal serupa juga mengatakan bahwa sebanyak 83 responden yang dijadikan
sampel didalam penelitianterdapat 31 orang (66,0 %) remaja putra yang terlibat
kasus bullying dan sebanyak 11 orang (30,6 %) adalah remaja putri, dan dari

11


penemuan tersebut disimpulkan bahwa remaja putra lebih banyak terlibat dalam
perilaku bullying dibandingkan dengan remaja putri (Putri, Nauli & Novayelinda,
2015).
Selain itu bentuk bullying pada laki-laki dan perempuan juga berbeda ,
laki-laki lebih dominan ke bentuk fisik, hal ini terlihat dari hasil wawancara yang
terhadap subjek laki-laki yang menyatakan subjek pernah memukul teman serta
meneriakinya ketika terdapat teman di sekolah yang menantangnya (w.no baris
35-37, hal1) kemudian pada subjek ke dua yang di wawancara juga menyatakan
bahwa ia pernah didorong oleh temannya (w.no baris 67-69, hal 6)
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa anak laki-laki cenderung lebih
agresif, kasar, tidak peka terhadap perasaan oranglain, lebih suka melakukan
tindakan agresif secara fisik, terlihat dari hasil wawancara diatas bahwa anak lakilaki cenderung mudah melakukan dan menerima bentuk bullying yang bersifat
fisik seperti pukulan.
Dari hasil wawancara peneliti kepada subjek perempuan yang menyatakan
bahwa ia sering mengejek teman yang tidak pintar dikelas (w.no baris 108-114,
hal 12) serta juga pernah menertawakan temannya yang tidak dapat mengerjakan
tugas didepan kelas (w.no baris 147-151,hal 13). Sedangkan subjek lain mengaku
bahwa ia sering menjadi bahan pembicaraan atau digosipkan oleh temantemannya yang iri dengannya (w.no baris 149-157, hal 17). Dari hasil wawancara
diatas juga terlihat bahwa remaja perempuan cenderung melakukan bullying

secara verbal. Selain itu juga tampak dari hasil wawancara pada subjek
perempuan ynag berinisial FN yang juga menunjukkan bahwa perilaku bullying
pada perempuan lebih bersifat verbal.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan tersebut adalah adanya
hubungan positif antara pola asuh otoriter orangtua dengan perilaku bullying. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel pola asuh otoriter orangtua dapat digunakan
sebagai prediktor untuk mengukur tingkat perilaku bullying. Setiap penelitian
pasti memiliki kelemahan, adapun kelemahan dalam penelitian akan peneliti
masukan ke dalam saran penelitian pada bab selanjutnya.

12

4. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1) Ada hubungan positif antara pola asuh
otoriter orangtua dengan hubungan perilaku bullying pada remaja, artinya semakin
tinggi perilaku bullying maka semakin tinggi pola asuh otoriter orangtua dan
sebaliknya. 2) Subjek penelitian memiliki perilaku bullying yang tergolong rendah.
3) Subjek penelitian memiliki pola asuh otoriter orangtua yang tergolong rendah.
4)Terdapat perbedaan perilaku bullyiing ditinjau dari jenis kelamin. 5) Perilaku

bullying pada laki-laki sebesar 64,47 sedangkan perempuan sebesar 55,64. Jadi
sebagian besar perilaku bullying lebih sering dilakukan oleh laki-laki dibanding
perempuan.
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang diperoleh
penulis selama pelaksanaan penelitian, maka penulis memberikan sumbangan
saran yang diharapkan dapat bermanfaat, yaitu: Berdasarkan hasil penelitian,
pembahasan, dan kesimpulan yang diperoleh penulis selama pelaksanaan
penelitian, maka penulis memberikan sumbangan saran yang diharapkan dapat
bermanfaat, yaitu:1) bagi siswa, Agar siswa terhindar dari perilaku bullying
karena siswa seharusnya mencontoh kedisplinan serta perilaku-perilaku positif
yang dilakukan oleh orangtua di rumah. 2) bagi orangtua, Agar orang tua dapat
menerapkan pola asuh yang sesuai untuk anak-anaknya, dengan menjalin
komunkasi yang baik dan memberikan kesempatan anak untuk mengungkapkan
pendapatnya, dengan sehingga anak akan terhindar perilaku bullying. 3).bagi
peneliti lain, Jika tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik yang sama,
disarankan untuk menambah variabel-variabel lain serta juga dapat memilih
subjek dengan kriteria yang berbeda serta lokasi yang berbeda dari penelitian ini.

PERSANTUNAN
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Mama
tercinta Aminah dan Abi tercinta Muhammad Yunus Babher yang telah senantiasa
mendoakan tanpa lelah untuk penulis. Suamiku Ali Baladraf serta ketiga
Saudaraku Sarah, Amira dan Fahira yang selalu memberikan semangat tiada henti

13

serta sahabatku yang selalu mendukung penulis. Serta ibu Dra. Juliani
Prasetyaningrum, M.Si., Psi. yang telah memberikan semangat dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A. N. (2015). Hubungan Antara Inferioritas Dan Perilaku Bullying
Remaja Di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu (Skripsi tidak
dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Damantari. (2011). Perilaku Bullying Pada Remaja di Sekolah Ditinjau dari Jenis
Kelamin (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.
Efobi, A., & Nwokolo, C. (2014). Relationship beetwen parenting styles and
tendency to bullying behaviour among adolescents. Journal of Education
and
Human
Development,
3(1),
507-521.
Diunduh
dari
www.aripd.org/jehd
Evangelista, K. D., Mendoza, R. A., & Malabanan. M. G. A. (2014). Parental
authority and its effects on the agression of children. Journal of Education,
Arts and Sciences, 1(3), 78-80. Diunduh dari www.apjeas.apjmr.com
Fatchurahman, M., & Praktiko, H. (2012). Kepercayaan diri, kematangan emosi,
pola asuh orangtua demokratis dan kenakalan remaja. Jurnal Psikologi
Indonesia, 1(2), 77-87
Halimah, A., Khumas, A.,& Zainuddin, K. (2015). Persepsi pada bystander
terhadap intensitas bullying pada siswa SMP. Jurnal Psikologi, 42(2), 129140
Hassan, N. C., & Ee. (2015). Relationship beetwen bully’s behaviour and
parenting styles amongst elementary school students. Journal of Education
and Training, 1(1), 1-12. Diunduh dari http://www.injet.upm.edu.my
Hertinjung, W. S., & Karyani, U. (2015). Profil pelaku dan korban bullying di
sekolah dasar (University Reaserach Coloqium). Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Laila, N. Q. (2015). Pemikiran pendidikan moral albert bandura. Jurnal
Pendidikan, 3(1), 21-36

14

Levianti. (2008). Konformitas dan bullying pada siswa. Jurnal Psikologi, 6(1), 1-9
Maya, N. (2015). Fenomena cyberbullying
Sosial dan Ilmu Politik, 4(3), 443-450

di kalangan pelajar. Jurnal Ilmu

Nikivorou, M., Georgiou, S., & Stavrinides, P. (2013). Attachment to parents and
peers as a parameter of bullying and victimization. Journal of
Criminology, 9, 1-9. doi:10.1155/.org.2013.484871
Nurhayanti, R., Novotasari, D., & Natalia. (2013). Tipe pola asuh orang tua yang
berhubungan dengan perilaku bullying di SMA Kabupaten Semarang.
Jurnal Keperawatan Jiwa, 1(1), 49-59
Prameswari, N. L. D.A. (2014). Hubungan antara Pola Asuh Otoriter dan
Ketakutan Akan Kegagalan dengan Motivasi Berprestasi (Skripsi tidak
dipublikasikan). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Putri, H. N., Nauli, F. A., & Novayelinda, R. (2015). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku bullying pada remaja. Jurnal JOM, 2(2),
1149-1159
Saifullah, F. (2016). Hubungan antara konsep diri dengan bullying pada siswasiswi smp. Journal Psikologi, 4(2), 200-204
Santrock, J. W. (2005). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama.
Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suastini, N. (2011). Hubungan antara pola asuh orang tua otoriter dengan
agresivitas remaja. Jurnal JP3, 1(1), 97-108
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Tindakan Komprehensif. Bandung:
ALFABETA.
Tis’ina, N. A., & Suroso. (2015). Pola asuh otoriter, konformitas dan perilaku
school bullying. Jurnal Psikologi Indonesia, 4(2), 153-161
Yahaya, A., Ramli, J., Hashim, S., Ibrahim, M., & Rahman, R. (2009). Teachers
and students perception towards bullying in Batu Pahat District secondary
school. European of Social Sciences, 11(4), 543-658. Diunduh dari
https://www.researchgate.net

15