Substansi Keberatan, Pengaduan dan

7

BAB II Substansi Keberatan, Pengaduan dan

Gugatan Mekanisme pengajuan keberatan, pengaduan dan gugatan dari para pemangku kepentingan Pemilu Demokratis merupakan bagian sistem penegakan peraturan Pemilu. Sistem penegakan peraturan Pemilu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Sistem Pengawasan Pemilihan Umum secara menyeluruh. Sekurang-kurangnya terdapat 3 tiga jenis peraturan Pemilu yang wajib ditegakkan: 1. Ketentuan Administrasi Pemilu yang mengatur tindakan yang wajib dilaksanakan dan yang tidak boleh dilakukan larangan oleh Peserta Pemilu, Calon, Pelaksana Kampanye, dan Penyelenggara Pemilu. Ada kalanya ketentuan ini disebut sebagai ketentuan bukan pidana noncriminal electoral law untuk membedakannya dari ketentuan pidana. Kategorisasi ini kurang begitu tepat karena ketentuan yang nonpidana Pemilu tidak hanya ketentuan administratif Pemilu. Ketentuan ini ditegakkan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU KabupatenKota sesuai dengan jenis Pemilu dan lokus kegiatan pelanggaran. Sanksi bagi pihak yang terbukti melanggar ketentuan administratif Pemilu bukan pidana kurungan atau denda melainkan sanksi administratif, seperti peringatan tertulis, larangan melakukan kampanye dalam jangka waktu tertentu di Dapil tertentu, diskualiikasi sebagai Calon, diskualiikasi sebagai calon terpilih, dan diskualiikasi sebagai Peserta Pemilu. 2. Ketentuan Pidana Pemilu adalah ketentuan yang tidak boleh dilakukan oleh siapa saja yang apabila terbukti di Pengadilan akan dikenakan sanksi pidana penjara danatau denda dalam jumlah tertentu. Ketentuan in ditegakkan oleh Polri sebagai penyidik, Kejaksaan sebagai penuntut, dan Pengadilan sebagai pihak yang mengadili dan memutuskan apakah terbukti bersalah atau tidak terbukti bersalah. 8 3. Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah sejumlah kaidah perilaku yang wajib dipatuhi oleh penyelenggara Pemilu. Kaidah ini ditegakkan oleh Dewan Kehormatan yang rekomendasinya wajib diresmikan dan dilaksanakan oleh KPU. Sanksi bagi unsur penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kaidah tersebut berkisar dari peringatan tertulis sampai dengan pemecatan dengan tidak hormat. Untuk menegakkan ketiga jenis peraturan ini, diperlukan suatu sistem pengawasan Pemilu yang tidak saja efektif dan eisien demi penegakan peraturan Pemilu yang tepat waktu dan adil tetapi juga mampu mendorong partisipasi publik dan partai politik untuk melakukan pengawasan Pemilu. Pertanyaan yang perlu dijawab bukan apakah BawasluPanwas dibubarkan ataukah tidak, dan bukan pula apakah Bawaslu permanen ataukah sementara ad hock, melainkan Sistem Pengawasan Pemilu macam apakah yang paling mampu mendorong Partisipasi Publik Pemilih, Pemantau Pemilu, Organisasi Masyarakat Sipil, dan Media Massa dan Peserta Pemilu untuk mengawasi pelaksanaan semua Tahapan dan Nontahapan Pemilu, dan yang paling Efektif dan Eisien untuk Penegakan Peraturan Pemilu yang tepat waktu dan Adil? Permasalahan yang dihadapi dalam pengawasan Pemilu, bukan hanya pada kurangnya partisipasi publik dalam melaporkan dugaan pelanggaran peraturan Pemilu tetapi juga pada penegakan peraturan Pemilu. Laporan tentang dugaan pelanggaran peratuan Pemilu kurang mendapat respon dari institusi yang berwenang dalam bentuk penyelidikanpenyidikan sampai pada pengenaan sanksinya dalam batas waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Kalau hasil pengamatan ini benar, maka yang perlu dirumuskan bukan hanya tata cara penyampaian pengaduan tentang dugaan pelanggaran peraturan Pemilu oleh para pemangku kepentingan Pemilu Demokratis tetapi juga tata cara yang wajib diikuti oleh Penyelenggara Pemilu dan institusi penegak hukum lainnya untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut. Salah satu unsur tata cara penyampaian pengaduan tersebut adalah substansi dugaan pelanggaran ketentuan Pemilu macam apakah yang dapat dipertanyakan, dilaporkan ataupun digugat oleh para pemangku kepentingan kepada Penyelenggara Pemilu dan institusi penegak hukum lainnya? 9 Pengajuan Pertanyaan, Keberatan dan Pengaduan Tulisan ini membedakan pengertian: pertanyaan atau meminta klariikasi, pengajuan keberatan complaint, melaporkan pengaduan, dan pengajuan gugatan challenges pemilihan umum. Pertama, pengajuan pertanyaan atau meminta klariikasi mengenai proses penyelenggaraan Pemilu karena ketidaktahuan atau karena kebingungan sehingga memerlukan jawaban dan kepastian. Siapa yang harus dihubungi, di mana dan kapan, untuk mengecek apakah namanya dan anggota keluarganya sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih, dan bagaimana caranya memberikan suara secara benar sehingga suaranya akan sah, merupakan sejumlah pertanyaan yang diajukan karena ketidaktahuan ataupun kebingungan. Pertanyaan seperti ini biasanya diajukan tidak dalam forum resmi melainkan ketika para pemangku kepentingan datang ke kantor Pelaksana Penyelenggara Pemilu atau ketika para pemangku kepentingan kebetulan bertemu di suatu tempat dengan PelaksanaPenyelenggara Pemilu. Pengajuan pertanyaan seperti ini tidak akan dibahas di sini karena menjadi pokok bahasan Pendidikan Pemilih ataupun Sosialisasi mengenai tata cara pemilihan umum. Kedua, pengajuan pertanyaan bukan karena ketidaktahuan atau kebingungan melainkan mengajukan keberatan terhadap suatu tindakan Pelaksana Penyelenggara Pemilu yang dipandang menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Seseorang mengajukan keberatan terhadap sesuatu pastilah karena seseorang tersebut merasa memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hal tersebut. Apakah keberatan itu benar ataukah tidak, sudah barang tertentu tergantung pada kebenaran pengetahuan yang dimiliki. Singkat kata, keberatan yang diajukan dapat saja benar tetapi juga dapat saja salah. Karena itu setiap keberatan yang diajukan wajib direspon oleh Penyelenggara Pemilu. Mengapa Ketua dan Anggota KPPS memanggil pemilih memberikan suara tidak berdasarkan prinsip “ siapa yang datang lebih awal akan dipanggil lebih awal; mengingatkan Ketua KPPS agar membacakan hasil pemungutan suara dengan suara yang jelas dan keras sehingga dapat didengar oleh setiap orang di TPS tersebut; atau mengingatkan Ketua dan Anggota PPK bahwa hasil penjumlahan suara yang dicatat mengandung kesalahan, merupakan sejumlah contoh pengajuan keberatan. Pengajuan keberatan seperti ini biasanya diajukan pada forum resmi, seperti Rapat Pleno Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS, atau, Rapat Pleno Rekapitulasi 10 Hasil Penghitungan Suara di PPK. Malahan undang-undang menjamin hak Saksi Peserta Pemilu dan Pengawas Pemilu mengajukan keberatan mengenai suatu tindakan Panitia Pelaksana Pemilu yang diduga menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Pertanyaan atau pengajuan keberatan seperti ini wajib direspon oleh Pelaksana Pemilu saat itu juga. Ketiga, pengajuan pengaduan tentang dugaan pelanggaran peraturan pemilihan umum, baik yang menyangkut Ketentuan Administrasi Pemilu maupun yang menyangkut Ketentuan Pidana Pemilu. Keempat, pengajuan gugatan yang diarahkan pada keputusan yang dibuat oleh KPUKPU Provinsi KPU Kabupaten-Kota yang berisi penetapan hasil pelaksanaan suatu tahapan Pemilu. Dan kelima, pengajuan pengaduan tentang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Karena itu pertanyaan yang hendak dijawab berikut adalah substansi proses penyelenggaraan Pemilu macam apa sajakah yang dapat dipertanyakan keberatan, dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pemilu macam apakah yang dapat diadukandilaporkan, dan keputusanpenetapan tentang apa sajakah dari KPU, KPU Provinsi dan KPU KabupatenKota yang dapat digugat? Substansi pelanggaran Kode Etik Penyelenggaran Pemilu yang dapat dilaporkan tidak dibahas di sini karena sudah disusun oleh KPU. Keberatan dan Pengaduan tentang Ketentuan Administratif Pemilu KAP Substansi KAP pada dasarnya menyangkut seluruh pengaturan tahapan proses penyelenggaraan Pemilu. Karena itu substansi keberatan dan pengaduan tentang KAP juga menyangkut dugaan pelanggaran ketentuan yang mengatur tahapan proses penyelenggaraan Pemilu. Berikut dikemukakan sejumlah kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaan KAP. 1. Keberatan terhadap pelaksanaan KAP mengenai pemutahiran Daftar Pemilih Tetap DPT dapat berkisar pada tiga isu berikut. Pertama, jumlah warga negara berhak memilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Yang dipertanyakan bukan saja derajad cakupan pemilih dalam DPT tetapi juga mempertanyakan mengapa sejumlah nama warga negara yang sudah terdaftar dan ikut memilih pada Pemilu sebelumnya tetapi tidak lagi terdaftar dalam DPT. Kedua, kemutahiran daftar pemilih tetap. Yang dipertanyakan bukan saja derajad kemutahiran DPT secara umum tetapi juga 11 mempertanyakan mengapa pemilih yang sudah lama meninggal dunia, pemilih yang sudah pindah domisili ke daerah lain, dan pemilih yang sudah menjadi anggota TNIPolri masih tercatat dalam daftar pemilih tetap. Dan ketiga, akurasi daftar pemilih. Yang dipertanyakan bukan hanya derajad akurasi daftar pemilih tetap secara umum seperti penulisan identitas pemilih nama, alamat, tanggal dan tempat lahir, dan jenis kelamin yang salah, tetapi juga mempertanyakan mengapa pemilih yang tidak dikenal di suatu DesaKelurahan, pemilih yang masih dibawah umurbelum pernah menikah, pemilih yang sudah terdaftar di daerah lain masih tercatat dalam daftar pemilih tetap. Ketiga pengaduan ini wajib dialamatkan kepada Panitia Pemungutan Suara PPS yang bertugas memutahirkan DPT. 2. Keberatan terhadap pelaksanaan KAP yang menyangkut proses pemungutan dan penghitungan suara dapat dipilah menjadi beberapa objek: hak memilih, validitas surat suara, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, dan tindakan SaksiWakil dari Peserta Pemilu. 1 Pengaduan yang berkaitan dengan hak memilih pada dasarnya mempertanyakan tiga hal berkut. Pertama, mempertanyakan validitas hak pilih seseorang yang hendak memberikan suara di suatu TPS karena yang bersangkutan diduga tidak memenuhi syarat sebagai pemilih karena belum mencapai umur yang ditentukan Undang-Undang, menggunakan nama pemilih lain yang sudah pindah atau sudah meninggal, atau tidak berhak memilih di TPS tersebut karena tidak mendaftarkan diri beberapa hari sebelumnya sebagai pemilih dari TPS lain. Kedua, mempertanyakan mengapa namanya tidak masuk dalam DPT di TPS tersebut pada hal dia merasa berhak memilih, bertempat tinggal di lingkungan tersebut, dan pernah terdaftar dan menggunakan hak pilih pada Pemilu sebelumnya. Ketiga, mempertanyakan mengapa seorang pemilih memberikan suara lebih dari sekali pada TPS yang sama atau pada TPS yang berbeda. Keempat, mempertanyakan mengapa jari seorang pemilih yang sudah memberikan suara tidak dikenakan tinta sebagai tanda sudah memberikan suara. Dan kelima, mempertanyakan perilaku pemilih di dalam TPS, misalnya 1 Management of Challenges and Complaints, dalam ACE Electoral Knowledge Network, Management of Challenges and Complaints.htm 19 Mei 2011. 12 memaksa mendapat giliran lebih dahulu pada hal dia baru saja datang, mengintimidasi pemilih lain untuk memilih atau tidak memilih partaicalon tertentu, ataupun menimbulkan keributan. Keberatan seperti ini harus diajukan kepada Ketua KPPS di TPS tersebut. Penjelasan atau koreksi seperlunya wajib diberikan oleh KPPS terhadap isi pengaduan tersebut, dan semua pengaduan beserta jawaban yang diberikan ini wajib dicatat dalam Berita Acara. 3. Keberatan terhadap pelaksanaan KAP yang menyangkut validitas surat suara berkisar pada berbagai peristiwa berikut. Pertama, mempertanyakan adanya Surat Suara tambahan diluar yang tercatat dalam Berita Acara. Kedua, mempertanyakan mengapa Surat Suara dibawa ke luar TPS untuk diberi tanda, dan kemudian dibawa kembali ke dalam TPS oleh seorang pemilih yang kemudian memasukkannya ke dalam kotak suara. Ketiga, mempertanyakan mengapa seseorang, apapun status dan jabatannya dan apapun alasannya, diperkenankan menandai surat suara dalam jumlah besar atas nama banyak pemilih lain. Keempat, mempertanyakan mengapa pemilih diperkenankan menggunakan Surat Suara yang tidak sah atau palsu surat suara yang tidak dibuat oleh KPU. Kelima, mempertanyakan mengapa penggunaan Surat Suara yang seharusnya berlaku bagi daerah pemilihan lain dianggap sah. Keenam, mempertanyakan mengapa Surat Suara, selama proses pemungutan suara, ditangani oleh orang yang tidak berwenang, seperti Saksi Peserta Pemilu. Dan ketujuh, mempertanyakan mengapa orang yang membantu pemilih yang difabel dalam memberikan suara ditentukan oleh KPPS atau dibantu oleh orang yang tidak disetujui pemilih tersebut. Keberatan seperti ini juga harus disampaikan kepada Ketua KPPS di TPS tersebut. Penjelasan atau koreksi seperlunya wajib diberikan oleh KPPS, dan semua pengaduan dan jawaban yang diberikan wajib dicatat dalam Berita Acara. 4. Keberatan terhadap pelaksanaan KAP yang berkaitan dengan proses pemungutan dan penghitungan suara dapat menyangkut kejadian berikut. Pertama, mempertanyakan keterlambatan alat kelengkapan pemungutan dan penghitungan suara seperti surat suara, kotak suara, dan dokumen berita acara dan sertiikat hasil perhitungan suara tiba di suatu TPS. Kedua, mempertanyakan jumlah surat suara yang diterima lebih sedikit bila dibandingkan 13 dengan jumlah pemilih terdaftar. Ketiga, mempertanyakan mengapa pembukaan pembukaan kotak suara danatau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang dan Peraturan KPU. Keempat, mempertanyakan mengapa pemungutan dan penghitungan suara di suatu TPS dimulai dan diakhiri tidak menurut ketentuan waktu yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Kelima, mempertanyakan mengapa penghitungan suara dilakukan secara tertutup. Keenam, mempertanyakan proses penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau yang kurang mendapat penerangan cahaya. Ketujuh, mempertanyakan proses penghitungan suara dilalukan dengan suara yang kurang jelas. Kedelapan, mempertanyakan hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas. Kesembilan, mempertanyakan konsistensi KPPS dalam menentukan apakah Surat Suara yang sudah ditandai sah valid atau tidak valid invalid. Kesepuluh, mempertanyakan mengapa Saksi Peserta Pemilu, Lembaga Pemantau Pemilu, dan para pemilih tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas. Dan kesebelas, mempertanyakan mengapa penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan. Keberatan seperti inipun wajib disampaikan kepada KPPS. KPPS wajib merespon keberatan dengan tepat dan cepat dengan penjelasan atau koreksi seperlunya. 5. Pengaduan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran KAP oleh Saksi Peserta Pemilu berkisar pada sejumlah kejadian berikut. Pertama, melaporkan Saksi Peserta Pemilu, Pengurus Partai atau Pendukung Calon tertentu kepada KPPSPPS karena diduga melakukan tindakan intimidasi terhadap pemilih, KPPS atau Pemantau Pemil. Kedua, melaporkan Saksi Peserta Pemilu, Pengurus Partai atau Pendukung Calon tertentu kepada KPPS karena diduga melaksanakan kampanye pada waktu dan tempat yang dilarang, termasuk berkampanye di TPS. Ketiga, melaporkan Saksi Peserta Pemilu, Pengurus Partai atau Pendukung Calon tertentu kepada PPK KPU Kabupaten-Kota karena diduga menyebarluaskan pernyataan yang salah mengenai prosedur pemungutan dan penghitungan suara. Keempat, melaporkan Saksi Peserta Pemilu, Pengurus Partai, atau Pendukung Calon tertentu kepada KPPSPPS karena diduga berusaha mempengaruhi pemilih atau membantu menandai surat 14 suara. Kelima, melaporkan Saksi Peserta Pemilu, Pengurus Partai atau Pendukung Calon tertentu kepada KPPSPPS karena diduga ikut menangani surat suara. Keenam, mempertanyakan mengapa Saksi Peserta Pemilu tidak diberi kesempatan menyampaikan keberatan ketika terjadi penyimpangan dalam proses pemungutan suara. Pengaduan seperti ini wajib disampaikan kepada KPPS. Kalau pengaduan ini dipandang benar, maka KPPS berwenang mengambil tindakan seperlunya, termasuk meminta pihak peserta Pemilu meninggalkan TPS tsb. 6. Keberatan terhadap pelaksanaan KAP tentang pendaftaran, veriikasi dan penetapan partai politik menjadi Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD, dan tentang pendaftaran, veriikasi dan penetapan perseorangan menjadi Peserta Pemilu Anggota DPD, antara lain berkisar pada sejumlah peristiwa berikut. Pertama, mempertanyakan keputusan KPUKPU ProvinsiKPU Kabupaten- Kota yang menolak berkas pendaftaran sebagai Peserta Pemilu karena alasan telah melewati batas waktu yang ditetapkan tanpa memperhatikan alasan keterlambatan beserta bukti pendukungnya. Kedua, mempertanyakan metode dan hasil veriikasi yang digunakan oleh Penyelenggara Pemilu untuk menguji kebenaran administratif dokumen persyaratan menjadi Peserta Pemilu. Dan ketiga, mempertanyakan sikap KPU menolak pendaftaran menjadi Peserta Pemilu yang dilakukan oleh DPP Partai Politik yang dipimpin Ketua Umum dan Sekjen tertentu tetapi menerima pendaftaran menjadi Peserta Pemilu yang diajukan oleh DPP Partai Politik yang sama tetapi dipimpin oleh Ketua Umum dan Sekjen yang lain. 7. Keberatan terhadap pelaksanaan KAP tentang pendaftaran, veriikasi dan penetapan daftar calon antara lain berkisar pada peristiwa berikut. Pertama, mempertanyakan keputusan KPUKPU ProvinsiKPU Kabupaten-Kotayang menolak berkas pendaftaran calon karena alasan telah melewati batas waktu yang ditentukan tanpa mempertimbangkan alasan keterlambatan dan bukti pendukungnya. Kedua, mempertanyakan metode dan hasil veriikasi yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu untuk menguji kebenaran administratif dokumen persyaratan menjadi calon anggota DPR, DPD atau DPRD. Ketiga, mempertanyakan sikap KPUKPU ProvinsiKPU Kabupaten-Kota yang menolak daftar calon 15 beserta berkas pendaftaran yang diajukan oleh Pengurus Pusat Pengurus Daerah dibawah kepeminpinan Ketua Umum dan Sekjen atau Ketua dan Sekretaris tertentu tetapi menerima daftar calon beserta berkas pendaftaran yang diajukan oleh partai politik yang sama tetapi diajukan oleh kepeminpinan Ketua Umum dan Sekjen atau Ketua dan Sekretaris yang lain. Dan keempat, mempertanyakan kebenaran pemenuhan persyaratan seorang atau lebih calon dari Daftar Calon Sementara Anggota DPR, DPD atau DPRD yang diumumkan oleh KPUKPU ProvinsiKPU Kabupaten-Kota. 8. Pengaduan yang menyangkut dugaan pelanggaran ketentuan administrasi Pemilu tentang kampanye pemilihan umum antara lain berkisar pada sejumlah peristiwa berikut. Pertama, mempertanyakan sikap Penyelenggara Pemilu yang menetapkan atau mengubah Jadual Kampanye Pemilu tanpa berkonsultasi dengan Peserta Pemilu. Kedua, melaporkan Peserta Pemilu tertentu kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga melaksanakan kampanye di luar waktu dan tempat yang ditentukan. Ketiga, mengadukan Peserta Pemilu tertentu karena diduga melanggar ketentuan tentang alokasi waktu jumlah spot dan durasi menyiarkan iklan kampanye Pemilu melalui Radio danatau Televisi. Keempat, mengadukan Peserta Pemilu tertentu karena Pelaksana Peserta Petugas Kampanye diduga melanggar satu atau lebih larangan dalam kampanye. Kelima, melaporkan Penjabat Negara Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota tertentu kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatannya untuk melakukan kampanye danatau melakukan kampanye tanpa mengajukan cuti. Keenam, melaporkan Pelaksana Kampanye Peserta Pemilu tertentu kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga mengikutsertakan sejumlah pihak yang dilarang oleh undang-undang untuk ikut dalam kegiatan kampanye Pemilu. Ketujuh, melaporkan Pelaksana Kampanye Peserta Pemilu tertentu kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye agar memilih atau tidak memilih Peserta Pemilucalon anggota DPR dan DPRD tertentu. Kedelapan, melaporkan media cetak dan lembaga penyiaran tertentu kepada Penyelenggara Pemilu dan KPI karena diduga menjual blocking segment atau blocking time untuk kampanye Pemilu tertentu. 16 9. Pengaduan yang menyangkut dugaan pelanggaran ketentuan adminisrasi Pemilu tentang dana kampanye antara lain menyangkut peristiwa berikut. Pertama, melaporkan Peserta Pemilu tertentu Partai Politik Peserta Pemilu, Peserta Pemilu Perseorangan kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga menerima sumbangan dari pihak perseorangan melebihi batas maksimal yang ditentukan dalam Undang-Undang. Kedua, melaporkan Peserta Pemilu tertentu kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga menerima sumbangan pihak lain, kelompok, perusahaan danatau badan usaha nonpemerintah melebihi batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-undang. Ketiga, melaporkan Peserta Pemilu tertentu kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga menggunakan dana pihak ketiga untuk membiayai kegiatan kampanye tanpa tercatat dalam Rekening Khusus Dana Kampanye Peserta Pemilu tersebut. Keempat, melaporkan Peserta Pemilu tertentu kepada Penyelenggara Pemilu karena diduga menerima dan menggunakan sumbangan dari pihak-pihak yang dilarang oleh undang-undang pihak asing, pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, pemerintah desa, dan pihak yang tidak jelas identitasnya. Kelima, mempertanyakan mengapa KPU tidak mengenakan sanksi apapun juga terhadap Peserta Pemilu yang diduga dengan bukti permulaan yang cukup menerima sumbangan dari pihak yang dilarang oleh Undang-Undang. Keenam, mempertanyakan mengapa KPU tidak mengenakan sanksi apapun juga terhadap Peserta Pemilu tertentu yang tidak menyampaikan Laporan Awal Dana Kampanye Pemilu dan Rekening Khusus Dana Kampanye sesuai dengan format danatau jadual waktu yang ditentukan. Ketujuh, mempertanyakan mengapa KPU tidak mengenakan sanksi apapun juga teradap Peserta Pemilu yang tidak menyampaikan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye menurut format dan jadual waktu yang ditentukan. Kedelapan, melaporkan Peserta Pemilu tertentu kepada KPU karena diduga tidak melaporkan sumbangan yang diterima dari pihak tertentu, atau, karena diduga tidak melaporkan sumbangan dari pihak tertentu sesuai dengan kenyataan. Kedelapan, mempertanyakan sikap KPU menetapkan Kantor Akuntan Publik tertentu sebagai pihak yang mengaudit Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye karena diduga memiliki ailiasi dengan Peserta Pemilu tertentu. Dan kesembilan, mempertanyakan mengapa KPU tidak mengumumkan hasil pemeriksaan dana kampanye kepada publik menurut jadual yang ditentukan. 17 10. Keberatan terhadap pelaksanaan KAP tentang perlengkapan pemungutan suara antara lain menyangkut hal berikut. Pertama, mempertanyakan mengapa KPU menetapkan spesiikasi teknis perlengkapan pemungutan suara seperti jenis, bentuk, ukuran, warna, secara langsung atau tidak langsung, merujuk pada produk Perusahaan tertentu. Kedua, mempertanyakan mengapa KPU tidak melakukan pengawasan yang seksama terhadap proses pencetakan surat suara, seperti tidak melakukan veriikasi atas: kualitas surat suara yang sudah dicetak apakah sesuai dengan spesiikasi teknis yang ditentukan tidak memilah surat suara yang sesuai dengan spesigikasi teknis dari surat suara yang tidak sesuai dengan spesiikasi teknis, jumlah surat suara yang sudah dicetak, jumlah surat suara yang sudah didistribusikan, jumlah surat suara yang dibuang karena tidak sesuai dengan spesiikasi teknis, dan jumlah surat suara yang belum dikirimkan, dan tidak mencatat hasil veriikasi dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh pihak Percetakan dan wakil dari KPU. Ketiga, mempertanyakan mengapa KPU mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditentukan dalam Undang-Undang, atau, mengapa KPU membiarkan Percetakan mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditentukan dalam Undang-Undang. Keempat, mempertanyakan mengapa KPU tidak mengawasi dan mengamankan desain, ilm separasi, dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan sesudah digunakan serta menyegel dan menyimpannya. Kelima, mempertanyakan mengapa KPU menetapkan rekanan yang memproduksi perlengkapan pemungutan suara tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan keenam, mempertanyakan mengapa KPU tidak memiliki prosedur rinci terstandar standard operating procedures untuk melakukan distribusi perlengkapan pemungutan suara sehingga distribusi perlengkapan pemungutan suara akan tepat kualitas sesuai dengan spesiikasi teknis, tepat jumlah, tepat sasaranalamat, tepat prosedur, dan tepat biaya. 18 Gugatan terhadap Keputusan Penyelenggara Pemilu Yang dapat digugat di sini adalah keputusan Penyelenggara Pemilu KPU, KPU Provinsi, dan KPU KabupatenKota yang berisi penetapan hasil pelaksanaan suatu tahap penyelenggaraan pemilihan umum. Keputusan Penyelenggara Pemilu yang dapat digugat pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 7 tujuh hasil pelaksanaan tahapan dan sarana pendukung tahapan Pemilu: 1 Daftar Pemilih Tetap sebagai hasil pelaksanaan tahap pendaftaran pemutahiran daftar pemilih; 2 Daftar Partai Politik Peserta Pemilu sebagai hasil pelaksanaan tahap pendaftaran dan veriikasi partai politik menjadi peserta Pemilu; 3 Alokasi kursi dan Daerah Pemilihan sebagai hasil pelaksanaan tahap alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan; 4 Daftar Calon Tetap sebagai hasil pelaksanaan tahap pendaftaran dan veiikasi calon; 5 Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD secara Nasional sebagai hasil pelaksanaan tahap pemungutan dan penghitungan suara; 6 Calon Terpilih sebagai hasil pelaksanaan tahap penetapan calon terpilih; dan 7 Rekanan Pemenang Pengadaan Logistik Pemilu sebagai hasil pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa Pemilu. Berikut adalah daftar keputusan Penyelenggara Pemilu yang dapat digugat oleh pemangku kepentingan Pemilu Demokratis: 1. Keputusan KPU KabupatenKota tentang Penetapan Daftar Pemilih Tetap. 2. Keputusan KPU tentang Daftar Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD. 19 3. Keputusan KPU tentang Peserta Pemilu Perseorangan Calon Anggota DPD. 4. Keputusan KPU tentang Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPR kecuali kalau hal ini diputuskan oleh DPR dan Presiden. 5. Keputusan KPU tentang Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Provinsi seluruh Indonesia. 6. Keputusan KPU tentang Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD KabupatenKota seluruh Indonesia. 7. Keputusan KPU tentang Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPR. 8. Keputusan KPU Provinsi tentang Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPRD Provinsi. 9. Keputusan KPU KabupatenKota tentang Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPRD KabupatenKota. 10. Keputusan KPU tentang Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota secara Nasional. 11. Keputusan KPU tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR untuk setiap Daerah Pemilihan Anggota DPR. 12. Keputusan KPU tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPD untuk setiap Provinsi. 13. Keputusan KPU Provinsi tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPRD Provinsi untuk setiap Daerah Pemilihan. 14. Keputusan KPU KabupatenKota tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPRD KabupatenKota untuk setiap Daerah Pemilihan. 15. Keputusan KPU tentang Penetapan Pemenang Pengadaan Barang dan Jasa Pemilu. 20 16. Keputusan KPU Provinsi tentang Penetapan Pemenang Pengadaan Barang dan Jasa Pemilu. 17. Keputusan KPU KabupatenKota tentang Penetapan Pemenang Pengadaan Barang dan Jasa Pemilu. Keputusan KPU KabupatenKota tentang penetapan Daftar Pemilih Tetap DPT digugat antara lain mungkin karena tidak memasukkan sejumlah nama pemilih tertentu, termasuk nama penggugat, dalam DPT. Keputusan KPU tentang penetapan Daftar Partai Politik sebagai Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD digugat antara lain mungkin karena tidak menetapkan satu atau lebih partai politik tertentu, yaitu partai politik yang dipimpin penggugat, sebagai Peserta Pemilu. Keputusan KPU tentang penetapan perseorangan sebagai Peserta Pemilu Anggota DPD digugat antara lain mungkin karena tidak menetapkan seseorang atau lebih bakal calon, termasuk penggugat, sebagai Peserta Pemilu Anggota DPD. Empat keputusan KPU yang menyangkut penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan, yaitu keputusan KPU tentang penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPR, keputusan KPU tentang penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPD, keputusan KPU tentang penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi, dan keputusan KPU tentang penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD KabupatenKota digugat antara lain mungkin karena tidak sesuai dengan jumlah penduduk daerah tersebut. Keputusan KPU tentang penetapan Daftar Calon Tetap DCT Pemilu Anggota DPR digugat antara lain karena tidak menetapkan seseorang atau lebih bakal calon, termasuk penggugat, dalam DCT. Keputusan KPU Provinsi tentang penetapan Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPRD Provinsi digugat antara lain mungkin karena tidak menetapkan seseorang atau lebih bakal calon, termasuk penggugat, dalam DCT. Keputusan KPU KabupatenKota tentang penetapan Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Kota digugat antara lain karena tidak menetapkan seseorang atau lebih bakal calon, termasuk penggugat, dalam DCT. Keputusan KPU tentang Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota secara Nasional dapat digugat oleh Peserta Pemilu kepada Mahkamah Konstitusi,mungkin karena meyakini jumlah suara yang diperoleh melebihi jumlah suara yang ditetapkan oleh KPU tersebut. Dua keputusan KPU tentang penetapan Calon Terpilih, yaitu keputusan KPU tentang penetapan calon terpilih Anggota DPR 21 untuk setiap Daerah Pemilihan Anggota DPR, dan keputusan KPU tentang penetapan Calon Terpilih Anggota DPD untuk seluruh provinsi digugat antara lain mungkin karena tidak menetapkan seseorang atau lebih calon, termasuk penggugat, sebagai calon terpilih. Keputusan KPU Provinsi tentang penetapan calon terpilih anggota DPRD Provinsi untuk setiap Dapil digugat antara lain mungkin karena tidak menetapkan seseorang atau lebih calon, termasuk penggugat, sebagai calon terpilih. Keputusan KPU Kabupaten Kota tentang penetapan calon terpilih anggota DPRD kabupatenKota untuk semua Dapil digugat antara lain mungkin karena tidak menetapkan seseorang atau lebih calon, termasuk penggugat, sebagai calon terpilih. Keputusan KPU tentang penetapan pemenang pengadaan barang dan jasa untuk perlengkapan pemungutan suara Pemilihan Umum, keputusan KPU Provinsi tentang pemenang pengadaan barang dan jasa untuk perlengkapan pemungutan suara Pemilu Anggota DPRD Provinsi, dan keputusan KPU KabupatenKota tentang penetapan pemenang pengadaan barang dan jasa untuk perlengakapan pemungutan suara Pemilu digugat antara lain mungkin karena karena proses penentuan pemenang diduga melanggar peraturan perundang-undangan. Kalau barang yang harus diadakan 5 macam seperti mencetak surat suara, membuat kotak suara, membuat bilik suara, mengadakan tinta, dan mencetak formulir, maka akan terdapat 5 keputusan KPU tentang penetapan pemenang pengadaan barang dan jasa. Kalau KPU Provinsi harus mengadakan 3 macam barang, maka akan terdapat 3 keputusan KPU Provinsi tentang penetapan pemenang pengadaan barang dan jasa. Kalau KPU KabupatenKota ditugaskan mengadakan 3 jenis barang, maka akan terdapat 3 keputusan KPU KabupatenKota tentang penetapan pemenang pengadaan barang dan jasa. Pihak yang berhak mengajukan gugatan terhadap penetapan ini sudah barang tentu mereka yang merasa dirugikan oleh keputusan tersebut dan memiliki alasan dan bukti untuk menggugat keputusan tersebut. Gugatan diajukan tidak kepada Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN melainkan pihak yang membuat keputusan tersebut alasannya akan diajukan pada Bab III, kecuali tentang penetapan hasil pemilihan umum secara nasional yang menurut UUD 1945 harus diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Apabila tanggapan yang diberikan terhadap alasan dan bukti yang diajukan untuk menggugat keputusan tersebut belum dapat diterima oleh penggugat, maka penggugat dapat mengajukan “banding” kepada institusi setingkat di atas pembuat keputusan tersebut kepada KPU Provinsi kalau yang membuat keputusan yang digugat itu adalah KPU KabupatenKota, kepada KPU kalau 22 yang membuat keputusan yang digugat itu adalah KPU Provinsi, dan kepada Mahkamah Agung kalau yang membuat keputusan yang digugat itu adalah KPU. Agar proses penelenggaraan tahapan pemilihan umum berlangsung sesuai dengan jadual yang ditentukan, maka “banding” itu berlaku satu kali sehingga keputusan yang dikeluarkan instansi setingkat di atas pembuat keputusan yang digugat tersebut berlaku inal dan mengikat. Putusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil pemilihan umum bersifat inal sehingga pemohon tidak lagi memiliki upaya hukum naik banding untuk mempersoalkan putusan tersebut. Pengaduan tentang Dugaan Pelanggaran Ketentuan Pidana Pemilu Substansi dugaan pelanggaran Ketentuan Pidana Pemilu yang dapat dilaporkan kepada instansi penegak hukum kepada Kepolisian untuk diteruskan kepada Kejaksaan, dan Pengadilan secara jelas dikemukakan pada Bab khusus tentang Ketentuan Pidana Pemilu dalam Undang-Undang tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Karena itu dipandang tidak perlu mengemukakan substansi dugaan pelanggaran Ketentuan Pidana Pemilu pada kesempatan ini karena secara rinci sudah disebutkan dalam Undang-Undang Pemilu sebanyak 52 Pasal UU Nomor 10 Tahun 2008 beserta sanksinya. Akan tetapi setidak-tidaknya dua hal perlu dikemukakan di sini. Pertama, seperti pelaporan dugaan pelanggaran Ketentuan Pidana lainnya seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat dilakukan secara langsung kepada Polri atau kepada Kejaksaan kalau menyangkut tindak pidana korupsi, maka pelaporan dugaan pelanggaran Ketentuan Pidana Pemilu juga harus dapat dilaporkan secara langsung kepada Polri tanpa melalui BawasluPanwas. Tidak ada alasan apapun bagi Polri untuk tidak menerima pengaduan secara langsung dari para pemangku kepentingan Pemilu Demokratis dan Adil karena sudah tersedia personil penyidik yang terlatih dalam jumlah yang memadai, sudah memiliki pengalaman melaksanakan tugas ini setidak-tidaknya 9 kali Pemilu 6 kali Pemilu pada masa Orde Baru, dan 3 kali Pemilu Pasca Orde Baru, dan anggaran sudah disediakan oleh negara. Dan kedua, kecenderungan kriminalisasi proses penyelenggaraan Pemilu dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 harus dikendalikan tidak saja karena substansinya lebih dekat dengan ketentuan administrasi Pemilu tetapi terutama karena ketentuan administrasi Pemilu lebih “ditakuti” bila disertai sanksi yang jelas daripada ketentuan Pidana Pemilu. 23

BAB III Mekanisme dan Tindak Lanjut