Meta-Analisis of The Efect of Tannin as Plant Secondary Compound on Silage Quality

STUDI META-ANALISIS EFEK SENYAWA METABOLIT
SEKUNDER TANIN TERHADAP KUALITAS SILASE

SKRIPSI
TEKAD URIP PAMBUDI SUJARNOKO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
Tekad Urip Pambudi Sujarnoko. D24080393. Studi Meta-Analisis Efek Senyawa
Metabolit Sekunder Tanin Terhadap Kualitas Silase. Skripsi. Departemen Ilmu
Nutrisi Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt.,M.Sc.
Pembimbing Anggota : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.
Hijauan merupakan bahan pakan yang sangat penting bagi ternak ruminansia,
namun di Indonesia keberadaan dan kualitas hijauan tidak menentu. Pembuatan
silase merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat menjaga kualitas dan
kuantitas hijauan sepanjang tahun, tetapi di dalam pembuatan silase terjadi proses

pembusukan oleh beberapa bakteri pembusuk. Bakteri tersebut berperan dalam
proses degradasi dan proses deaminasi protein. Tanin merupakan senyawa metabolit
sekunder yang mampu mengikat protein, sehingga proses hidrolisis protein oleh
enzim protease berkurang. Tanin juga berperan sebagai anti-bakteri, jamur, dan
cendawan. Mikroba–mikroba tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas silase,
namun saat ini terdapat perbedaan pendapat dari beberapa peneliti mengenai
pengaruh tanin terhadap kualitas silase, sehingga perlu dilakukan penelitian
menganai jumlah pengaruh level pemberian tanin terhadap kualitas silase. Salah satu
metode yang dapat digunakan dalam menjawab perbedaan pendapat tersebut adalah
teknik meta-analisis. Harapan penulis dengan mengunakan teknik meta-analisis dapat
menjawab pertanyaan mengenai fungsi tanin terhadap kualitas silase, dan
menemukan nilai kuantitatif pengaruh tanin terhadap kualitas silase.
Penelitian ini menggunakan teknik meta-analisis untuk mengintegrasikan 136
data dari tujuh belas jurnal yang mengandung informasi kadar tanin dan kualitas
silase. Teknik meta-analisis diawali dengan pengumpulan data dari beberapa
publikasi ilmiah yang mengandung data kadar tanin dan kualitas silase. Selanjutnya
data tersebut ditabulasi dengan bantuan microsoft excel, dalam proses tabulasi ini
satuan dari setiap data disamakan, setelah itu data ditabulasi dan dianalisis
menggunakan SAS versi 9.1.
Hasil meta-analisis pengaruh level tanin terhadap kualitas silase menunjukkan

bahwa terjadi penurunan deaminasi protein dan pembusukan silase.. Penurunan
proses deaminasi dapat dimodelkan sebagai berikut: Y = 75,4 – 0,636X dengan Y
sebagai jumlah amonia (mM) dan X adalah level tanin (mg/g). Sedangkan model
penurunan jumlah asam butirat dapat diamati sebagai berikut : Y = 6,9 – 0,123 X,
dengan Y adalah jumlah butirat (mM) dan X adalah jumlah tanin yang ada pada
silase (mg/g). Namun untuk variabel kualitas silase lainnya seperti pH, asam laktat,
asam asetat, asam propionat, dan asam butirat, keberadaan tanin tidak berpengaruh
nyata terhadap nilai variabel – variabel tersebut. Pengaruh tanin pada kualitas nutrisi
silase juga tidak signifikan, hal ini dapat dilihat pada kandungan CP, ADF, dan NDF
yang tidak berbeda antara silase yang mengandung tanin dan tidak mengandung
tanin. Namun untuk ADICP terdapat indikasi penurunan jumlah dengan adanya tanin
di dalam silase (0,05 < P < 0,1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanin tidak
meningkatkan kualitas silase, namun tanin mampu menjaga kualitas silase dari
proses de-aminasi dan pembusukan yang terlalu tinggi.
Kata-kata kunci : meta-analisis, tanin, silase

ABSTRACT
Meta-Analisis of The Efect of Tannin as Plant Secondary Compound
on Silage Quality
T.U.P. Sujarnoko, A. Jayanegara and A. T. Permana


Silage is a technique for preserving forage quality and quantity through the action of
decreasing pH. However, during ensilage process some nutrition especially protein
decrease due to the growth of spoilage bacteria such as Clostridium sp., Escherichia
coli, and Listeria monocytogenes. Tannin is an anti-nutritional factor that binds
protein and potentially may reduce the activity of such spoilage bacteria. This study
used meta-analysis to analyse data from seventeen journals and 136 data that contain
information on the amount of tannin in the silage. The data was tabulated into
Microsoft Excel and was selected according to data validity and value of journal.
Mixed models were applied to analyse the meta-data by using SAS. The results show
that tannin in the silage does not affect nutrient contents significantly such as crude
protein (CP), neutral detergent fiber (NDF) and acid detergent fiber (ADF).
However, there is an indication (0,05 < P 0,1) (Tabel 1).
Pengaruh tanin terhadap kandungan nutrisi silase diindikasikan (0,05 < P <
0,1) meningkatkan degradasi ADICP (Acid Detergen Insoluble Crude Protein), hal
ini terjadi disebabkan bakteri pembusuk tidak mendapatkan nitrogen yang cukup
akibat proses proteksi tanin pada protein yang mudah dicerna, sehingga bakteri
memanfaatkan nitrogen dari ADICP yang terletak pada dinding sel. Pengaruh kadar
tanin terhadap kualitas nutrisi silase disajikan pada Tabel 2.
Daya ikat antara tanin dan kandungan nutrisi pakan memiliki kekuatan yang

berbeda, karena adanya keanekaragaman pada struktur molekul dari tanin dan
berbagai macam gugus fungsional yang terdapat pada protein atau zat makanan
lainnya. Formasi dan stabilitas dari komplek tanin dengan protein atau zat makanan
lainnya terbentuk melalui ikatan hidrogen, ikatan kovalen, ikatan ionik, dan interaksi
hidrofobik (Kumar dan Singh, 1994). Umumnya interaksi tanin dan protein atau zat
makanan lain dibentuk melalui ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik, hal ini
disebabkan banyaknya gugus hidrofobik dan hidroksil pada tanin. Ikatan hidrogen
dan ikatan hidrofobik merupakan ikatan yang cukup lemah dibandingkan ikatan
ionik dan kovalen, sehinga komplek ikatan pada tanin protein lebih mudah terganggu
jika dalam reaksi terdapat detergen, fenol, pelarut organik, urea dan polietilen glikol
(Telek dan Graham, 1993). Proses ikatan tanin protein diharapkan dapat menjaga
protein hingga memasuki abomasum ruminansia dari degradasi protein di dalam silo
dan rumen, namun pada saat memasuki abomasum dan usus halus nutrisi pakan
dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi kususnya protein by-pass.

16

Tabel 2. Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kandungan Nutrisi Silase
Variabel
N

Respon
CP
27

Tanin

151,22

SE
intercept
17,3407

Kuadratik Tanin

152,20

17,5958

Model
Linier


Intercept

P
intercept
0,0001
0,0001

2

Tanin
NDF

27

Linier

27

AIC


-0,0704

0,1942

0,7179

908,7

-0,2766

0,4768

0,5635

916,2

0,0040

0,0085


0,6369

916,2

69,3464

0,0003

0,1174

0,6845

0,8654

372,0

Kuadratik Tanin

397,43


69,9273

0,0003

1,0000

1,7653

0,5591

377,5

-0,0123

0,0214

0,5715

377,5


Linier

Tanin

202,57

80,7332

0,0661

-0,0270

0,1262

0,8350

132,8

Tanin


203,59

80,6592

0,0651

-0,2171

0,3750

0,5787

141,6

0,0024

0,0044

0,6036

141,6

Tanin
27

P slope

403,89

2

ADICP

SE slope

Tanin
Tanin2

ADF

Slope

Linier

Tanin

13,21

0,5106

0,0000

-0,1776

0,0511

0,0738

1870,0

Kuadratik Tanin

12,87

0,7214

0,0000

-0,0208

0,2123

0,9379

1779,7

-0,00954

0,01243

0,5834

1779,7

Tanin2

Keterangan: CP: Crude Protein, NDF: Neutral Ditergent Fiber, ADF : Acid ditergent Fiber, ADICP : Acid Ditergent Insoluble Protein, Intercept:
Jumlah variabel respon saat tanin yang diberikan sama dengan nol, SE intercept: standar eror, P intercept : Nilai Peluang intercept,
Slope : Nilai kemiringan garis (Gradien), SE slope: Standar eror slope, AIC: Nilai jarak antara model yang diberikan dengan model
sebenarnya.

17

21

Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kualitas Silase
Pengaruh kadar tanin terhadap kualitas silase dapat diamati pada Tabel 2.
Penilaian kualitas silase meliputi nilai pH silase, jumlah NH 3 atau amonia yang
dihasilkan, beberapa senyawa metabolit sekunder dari proses fermentasi silase
seperti asam asetat (C 2 ), asam propionat (C 3 ), dan asam butirat (C 4 ). Asam laktat
merupakan senyawa yang dihasilkan bakteri asam laktat (BAL), sedangkan C 2 , C 3 ,
dan C 4 merupakan komponen dari VFA yang dihasilkan dari proses fermentasi
pakan dalam silo.
Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
tanaman. Tanin merupakan anti-nutrisi yang mampu mengikat protein. Menurut
Makkar (1993), keberadaan sejumlah gugus fungsional pada tanin akan
menyebabkan terjadinya pengendapan protein. Selain membentuk komplek protein
dengan pakan, tanin juga berikatan dengan protein mukosa, sehingga mempengaruhi
daya penyerapan nutrien. Di sisi lain tanin diduga mampu melindungi kualitas silase.
Menurut Kondo (2004), tanin mampu dimanfaatkan sebagai senyawa yang mampu
menjaga kualitas silase. Tanin mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan
Escerichia coli dan Streptococcus aureus (Salawu et al, 1999). Pada penelitian ini
diamati pengaruh tanin terhadap jumlah NH 3, pH, asam laktat, asam asetat, asam
propionat, dan asam butirat.
NH 3 atau amonia merupakan zat yang dihasilkan di dalam silase akibat proses
pembusukan oleh Clostridum sp, atau bakteri pembusuk lainnya. Amonia berasal
dari gugus amin yang terlepas akibat proses degradasi protein oleh bakteri. Protein
merupakan zat gizi penting untuk menyusun enzim, hormon, jaringan tubuh, dan
sistem antibodi. Tanin pada silase melindungi proses degradasi protein oleh bakteri
dengan mengikat protein dan menjadi zat anti-bakteri bagi bakteri pembusuk. Pada
penelitian ini diketahui bahwa meningkatnya level tanin akan menurunkan jumlah
NH 3 secara linear dengan sangat nyata. Hal ini terlihat dari P slope yang rendah yaitu
< 0,001, dari penelitian ini juga didapatkan rumus penurunan amonia pada silase
dengan penambahan tanin adalah Y = 75,4 – 0,636 X, dengan Y sebagai jumlah
amonia dan X adalah level tanin. Tabacco et al. (2006) menyatakan bahwa
penambahan tanin yang berasal dari tanaman chesnut, mimosa atau residu daun teh
hijau mampu menurunkan degradasi bahan kering (BK) dan PK (protein kasar)
1817

Tabel 3. Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kualitas Silase
Variabel N
NH3

Ph

Lactate

C2

C3

C4

Model

120 Linier
Tanin
Kuadratik Tanin
Tanin2
116 Linier
Tanin
Kuadratik Tanin
Tanin2
61 Linier
Tanin
Tanin
Tanin2
63 Linier
Tanin
Kuadratik Tanin
Tanin2
22 Linier
Tanin
Kuadratik Tanin
Tanin2
65 Linier
Tanin
Kuadratik Tanin
Tanin2

75,3717
77,2687

SE
Intercept
8,8311
8,9910

P
Intercept
0,0001
0,0001

4,4351
4,4499

0,1081
0,1130

0,0001
0,0001

40,5982
38,5695

5,7757
6,3332

0,0001
0,0001

17,1584
16,1946

4,2805
4,4663

0,0009
0,0021

2,8627
1,6438

1,6116
2,1076

0,1260
0,4600

6,8587
7,0996

1,8895
2,0764

0,0025
0,0038

Intercept

Slope

SE slope

P slope

AIC

-0,6363
-1,0043
0,0076
-0,0011
-0,0023
0,0001
0,2121
0,6939
-0,0099
-0,0447
0,1389
-0,0033
-0,0046
0,1949
-0,0031
-0,1227
-0,1735
0,0009

0,1406
0,3967
0,0069
0,0026
0,0076
0,0001
0,1797
0,5902
0,0115
0,0930
0,2452
0,0040
0,0802
0,2353
0,0034
0,6767
0,1970
0,0033

0,0001
0,0100
0,2754
0,6779
0,7663
0,6396
0,2235
0,2461
0,3972
0,6332
0,5738
0,4214
0,9545
0,4600
0,3700
0,0759
0,3800
0,7831

1149,4
1156,3
1156,3
174,9
190,7
190,7
554,0
560,3
560,3
559,5
568,0
568,0
173,7
184,4
184,4
486,9
496,4
496,4

Keterangan: NH 3 : Amonia, pH: Drajat keasaman (jumlah konsentrasi H+) Lactate : asam laktat C2 : asam asetat C3 : asam butirat C4 : asam propionat,
Intercept: Jumlah variabel respon saat tanin yang diberikan sam dengan nol, SE intercept: standar eror, P intercept : Nilai Peluang
(selang kepercayaan) intercept, Slope : Nilai kemiringan garis ( Gradien), SE slope: Standar eror slope, AIC: Nilai jarak antara model
yang diberikan dengan model yang sebenarnya

19

22

selama proses pembuatan silase. Konsentrasi N-amonia atau N total yang menurun
menunjukkan bahwa proses degradasi protein oleh bakteri pembusuk berkurang, hal
ini sangat baik untuk ternak karena dengan demikian ternak lebih banyak mendapat
asupan protein murni, selain itu akan didapatkan produk silase dengan kualitas dan
palatabilitas yang baik, karena bau yang ditimbulkan bukan dominan bau amonia
yang tidak disukai oleh ternak, tetapi bau asam dari beberapa senyawa asam silase
yang lebih disukai ternak ruminansia.
Pengamatan pada pH silase merupakan hal yang sangat penting, karena teknik
pembuatan silase adalah teknik menjadikan suasana asam pada lingkungan. Nilai pH
silase pada jurnal yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar termasuk
dalam kategori baik sekali 3,5–4,2 (Siregar, 1996). Penurunan pH ini bertujuan
menjadikan suasana yang tidak cocok untuk tumbuhnya bakteri pembusuk, sehingga
kuantitas dan kualitas silase dapat terjaga dengan baik, pada penelitian ini pH tidak
dipengaruhi oleh kadar tanin pada silase. Hal ini terlihat dari nilai P (se