Kesesuaian Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas G. Cuvier) di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat

KESESUAIAN HABITAT MACAN TUTUL JAWA
(Panthera pardus melas G. Cuvier) DI RESORT GUNUNG BOTOL
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
PROVINSI JAWA BARAT

PUTRA WIBOWO MALAU

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
PUTRA WIBOWO MALAU. Kesesuaian Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus
melas G. Cuvier) di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi
Jawa Barat. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan DONES RINALDI.
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas G. Cuvier, 1890) merupakan satwa karnivora
endemik pulau Jawa dimana salah satu habitatnya adalah Resort Gunung Botol Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian bertujuan memetakan kesesuaian habitat

Macan tutul jawa, menentukan faktor fisik yang mempengaruhi kesesuaian habitat Macan
tutul jawa dan menentukan luas kesesuaian habitat Macan tutul jawa. Pemetaan kesesuaian
habitat Macan tutul jawa dimulai dengan pengumpulan data yang meliputi peta digital, data
survei lapang, dan literatur. Pembuatan peta kesesuaian menggunakan beberapa variabel
yaitu ketersediaan pakan, NDVI, ketinggian, kelerengan, jarak dari punggung gunung,
ketersediaan air dan jarak dari jalan. Variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan SIG
dan analisis komponen utama untuk mendapatkan bobot setiap variabel. Model kesesuaian
habitat Macan tutul jawa diklasifikasikan menjadi empat kelas. Habitat dengan kelas rendah
seluas 2258.44 ha, habitat dengan kelas kesesuaian sedang seluas 2801.67 ha, habitat
dengan kelas kesesuaian tinggi seluas 3225.84 ha dan tidak ada data seluas 2244.25 ha.
Model kesesuaian habitat Macan tutul jawa dapat diterima dengan tingkat validasi 86,67 %
pada kelas kesesuaian habitat tinggi dan rendah.
Kata kunci: Kesesuaian Habitat, Macan tutul jawa
ABSTRACT
PUTRA WIBOWO MALAU. Habitat Suitability of Javan’s Leopard (Panthera pardus
melas G. Cuvier) in Gunung Botol Resort Gunung Halimun Salak National Park West Java
Province. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and DONES RINALDI.
The javan’s leopard (Panthera pardus melas G. Cuvier, 1890) is a endemic carnivorous
species in The Java Island. One of the Javan’s Leopard habitat is in Gunung Botol Resort
Gunung Halimun Salak National Park. The research objective are mapping Javan’s Leopard

habitat suitability, to identify physical factors which highly influence habitat suitability of
Javan’s Leopard and to determine area of Javan’ Leopard habitat suitability. Javan’s
Leopard habitat suitability mapping was initiated by collection data, such as digital map,
data survey and literature. This mapping was based on some habitat variable, namely prey
availability, NDVI, altitude, slope, water availability, ridge and distance from road. These
variables were analyzed by using GIS and principal component analysis (PCA) to get the
weight of each variable.The habitat suitability map were reclassified into three suitability
class. The result showed that there were 2258.44 ha of low suitability habitat, 2801.67 ha of
medium suitability habitat, 3225.84 ha of high habitat suitability and 2244.25 ha of no
data. The model validation achieve 86,67% for high and medium siutability habitat.
Key words: Habitat Suitability, Javan’s Leopard

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kesesuaian Habitat
Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas G. Cuvier) di Resort Gunung Botol
Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Putra Wibowo Malau
NIM E34080093

ABSTRAK
PUTRA WIBOWO MALAU. Kesesuaian Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus melas G. Cuvier) di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung
Halimun Salak Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO
dan DONES RINALDI.
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas G. Cuvier, 1890) merupakan satwa
karnivora endemik pulau Jawa dimana salah satu habitatnya adalah Resort
Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian bertujuan
memetakan kesesuaian habitat Macan tutul jawa, menentukan faktor fisik yang
mempengaruhi kesesuaian habitat Macan tutul jawa dan menentukan luas
kesesuaian habitat Macan tutul jawa. Pemetaan kesesuaian habitat Macan tutul
jawa dimulai dengan pengumpulan data yang meliputi peta digital, data survei

lapang, dan literatur. Pembuatan peta kesesuaian menggunakan beberapa variabel
yaitu ketersediaan pakan, NDVI, ketinggian, kelerengan, jarak dari punggung
gunung, ketersediaan air dan jarak dari jalan. Variabel tersebut dianalisis dengan
menggunakan SIG dan analisis komponen utama untuk mendapatkan bobot setiap
variabel. Model kesesuaian habitat Macan tutul jawa diklasifikasikan menjadi
empat kelas. Habitat dengan kelas rendah seluas 2258.44 ha, habitat dengan kelas
kesesuaian sedang seluas 2801.67 ha, habitat dengan kelas kesesuaian tinggi
seluas 3225.84 ha dan tidak ada data seluas 2244.25 ha. Model kesesuaian habitat
Macan tutul jawa dapat diterima dengan tingkat validasi 86,67 % pada kelas
kesesuaian habitat tinggi dan rendah.
Kata kunci: Kesesuaian Habitat, Macan tutul jawa
ABSTRACT
PUTRA WIBOWO MALAU. Habitat Suitability of Javan’s Leopard (Panthera
pardus melas G. Cuvier) in Gunung Botol Resort Gunung Halimun Salak
National Park West Java Province. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and
DONES RINALDI.
The javan’s leopard (Panthera pardus melas G. Cuvier, 1890) is a endemic
carnivorous species in The Java Island. One of the Javan’s Leopard habitat is in
Gunung Botol Resort Gunung Halimun Salak National Park. The research
objective are mapping Javan’s Leopard habitat suitability, to identify physical

factors which highly influence habitat suitability of Javan’s Leopard and to
determine area of Javan’ Leopard habitat suitability. Javan’s Leopard habitat
suitability mapping was initiated by collection data, such as digital map, data
survey and literature. This mapping was based on some habitat variable, namely
prey availability, NDVI, altitude, slope, water availability, ridge and distance from
road. These variables were analyzed by using GIS and principal component
analysis (PCA) to get the weight of each variable.The habitat suitability map were
reclassified into three suitability class. The result showed that there were 2258.44
ha of low suitability habitat, 2801.67 ha of medium suitability habitat, 3225.84 ha
of high habitat suitability and 2244.25 ha of no data. The model validation achieve
86,67% for high and medium siutability habitat.
Key words: Habitat Suitability, Javan’s Leopard

KESESUAIAN HABITAT MACAN TUTUL JAWA
(Panthera pardus melas G. Cuvier) DI RESORT GUNUNG BOTOL
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
PROVINSI JAWA BARAT

PUTRA WIBOWO MALAU


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kesesuaian Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas G.
Cuvier) di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun
Salak Provinsi Jawa Barat
Nama
: Putra Wibowo Malau
NIM
: E34080093


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Pembimbing I

Ir Dones Rinaldi, MSc.F
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai Desember 2012

ini ialah Habitat, dengan judul Kesesuaian Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus melas G. Cuvier) di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung
Halimun Salak Provinsi Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo,
MSc dan Bapak Ir Dones Rinaldi, MSc.F selaku pembimbing, yang telah banyak
memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Ken Sugimura, Age Kridalaksana dari CIFOR Japan Project, Bapak Odi, Afud,
Koko, Paul dan Amir serta Pengelola Taman Nasional Gunung Halimun Salak
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, teman sekosan “Salman”, teman-teman Edelweis
45, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Putra Wibowo Malau

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Lokasi

2

Alat dan Bahan

2

Metode Pengumpulan Data

3


Pengolahan dan Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-Faktor Penentu Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa
Ketersediaan Pakan

8
9
9

Normalization Difference Vegetation Index

10

Ketinggian

13

Kemiringan Lereng

13

Jarak dari Punggung Gunung

14

Ketersediaan Air

18

Jarak dari Jalan

18

Analisis Komponen Utama

21

Peta Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa

22

Validasi Model Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa

23

Implikasi Model Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa

25

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Rumus penentuan kelas kesesuaian habitat
Kelas nilai encounter rate pakan Macan tutul jawa
Kelas nilai NDVI
Kelas nilai ketinggian
Kelas nilai kemiringan lereng
Kelas nilai jarak dari punggung gunung
Kelas nilai jarak dari sungai
Kelas nilai jarak dari jalan
Keragaman total komponen utama
Vektor ciri PCA
Bobot setiap variabel
Kelas kesesuaian habitat Macan tutul jawa
Validasi model kesesuaian habitat Macan tutul jawa

6
10
10
13
13
14
18
18
21
22
22
23
23

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian
2 Kamera jebakan
3 Diagram alir pembuatan peta ketersediaan pakan
4 Diagram alir pembuatan peta NDVI
5 Diagram alir pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng
6 Diagram alir pembuatan peta jarak dari sungai, jalan dan punggungan
7 Skema tahapan pembutan peta kesesuaian habitat Macan tutul jawa
8 Peta kelas ketersediaan pakan
9 Peta kelas NDVI
10 Peta kelas ketinggian
11 Peta kelas kemiringan lereng
12 Peta kelas jarak dari punggung gunung
13 Peta kelas jarak dari sungai
14 Peta kelas jarak dari jalan
15 Peta kelas kesesuaian habitat Macan tutul jawa

2
3
4
4
5
5
8
11
12
15
16
17
19
20
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai ER pakan Macan tutul jawa
2 Hasil Analisis Komponen Utama

29
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas G. Cuvier, 1890) merupakan
satwa karnivora endemik pulau Jawa. Macan tutul jawa memiliki peran penting
dalam ekosistem yaitu, sebagai predator tertinggi dalam suatu rantai makanan
maka dari itu Macan tutul jawa disebut sebagai spesies kunci dalam ekosistem
hutan hujan tropis di Pulau Jawa. Peranannya sebagai pemuncak suatu rantai
makanan untuk mengendalikan populasi hewan pakannya sehingga ekosistem dan
isinya dapat terjaga kelestariannya.
Saat ini Macan tutul jawa merupakan jenis karnivora yang telah terdaftar
sebagai satwa yang dilindungi PP No. 7 Tahun, 1999. Hal ini dilakukan, karena
predator ini memiliki status terancam punah serta rentan terhadap perubahan
habitat. Selain itu , Macan tutul jawa termasuk satwaliar ke dalam kategori near
threatened di daftar IUCN dan appendix I di daftar CITES. Adanya peningkatan
populasi manusia dan penggunaan lahan yang semakin meningkat mengakibatkan
rusaknya hutan alami di Pulau Jawa secara langsung mengurangi habitat Macan
tutul jawa. Berkurangnya habitat top predator ini mengakibatkan populasinya
menurun. Menurut Santiapillai dan Ramono (1992) dalam Harahap dan Sakaguchi
(2003) memperkirakan populasi Macan tutul jawa di dalam area konservasi di
Pulau Jawa sekitar 350-700 ekor.
Salah satu habitat Macan tutul jawa di Pulau Jawa adalah Resort Gunung
Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Informasi mengenai data spasial
ataupun non spasial sangat diperlukan untuk memetakan distribusi dan habitat
potensial dari Macan tutul jawa. Informasi mengenai distribusi dan habitat yang
potensial ini merupakan salah satu langkah yang penting dalam upaya konservasi
satwa langka yang dilindungi tersebut sehingga kelestariannya dapat terjaga.
Dengan melakukan pemetaan distribusi dan habitat dengan menggunakan aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat mengetahui habitat potensial Macan tutul
jawa. Dengan demikian hasil dari pemetaan tersebut dapat digunakan dalam upaya
pelestarian habitat Macan tutul jawa di Resort Gunung Botol Taman Nasional
Halimun Salak.
Tujuan Penelitian
Penelitian memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Memetakan kesesuaian habitat Macan tutul jawa
2. Menentukan faktor fisik yang mempengaruhi kesesuaian habitat Macan
tutul jawa
3. Menentukan luas kesesuaian habitat Macan tutul jawa
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai data acuan
bagi penelitian Macan tutul jawa serta dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan kawasan hutan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak serta diharapkan dapat menjadi masukan

2
yang berguna dalam upaya pelestarian Macan tutul jawa di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak.

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (Gambar 1), pada bulan Oktober-Desember 2012. Pengolahan data
dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan
IPB.

Gambar 1 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer yang
dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak)
dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, Global Mapper, dan Base Camp.
Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS)
Garmin Oregon, kamera jebakan Bushnel Trophy Cam model 114952C, kamera
digital dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Citra Landsat dan
ASTER GDEM path/row : 122/065, dengan tanggal akuisisi 26 Mei 2012, Peta
Batas Taman Nasional, Peta Batas Resort Gunung Botol, Peta Batas Provinsi

3
Jawa Barat, Peta Batas Provinsi Banten, Peta Jaringan Jalan, Peta Jaringan Sungai
dan Peta Punggungan Gunung.
Metode Pengumpulan Data
Observasi lapang
Data yang dikumpulkan berupa data sebaran geografis Macan tutul jawa
dan pakannya. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode
observasi lapang dan peletakan kamera jebakan (Gambar 2). Observasi lapang
dilakukan dengan menggunakan metode perjumpaan langsung (direct encounter)
dan perjumpaan tidak langsung (indirect encounter). Jenis keberadaan Macan
tutul jawa yang dicatat adalah perjumpaan langsung, jejak kaki, cakaran, kotoran,
sisa makanan serta jejak lain yang dapat menunjukkan keberadaan Macan tutul
jawa dan pakannya. Sedangkan untuk pemasangan kamera jebakan diletakkan
secara purposive sampling yang ditentukan berdasarkan hasil observasi lapang
mengenai letak keberadaan Macanan Tutul Jawa melalui jejak, cakaran, kotoran
dan pakannya.

Gambar 2 Kamera Jebakan
Studi literatur
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka seperti bio-ekologi Macan
tutul jawa, kondisi umum lokasi penelitian, interaksi Macan tutul jawa dengan
masyarakat sekitar Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Pengolahan dan Analisis Data
Pembuatan peta ketersediaan pakan
Pembuatan peta ketersediaan pakan diperoleh melalui pendekatan nilai
tingkat perjumpaan pakan atau encounter rate (ER) yang didapat dari hasil
kamera jebakan, setelah itu dilakukan proses interpolasi dengan bantuan program
software Arc Gis 9.3 (Gambar 3). Tingkat perjumpaan (ER/Encounter Rate)
pakan (jumlah foto/100 hari) diperoleh dengan melakukan perhitungan total
jumlah foto yang berhasil diidentifikasi dibagi dengan total hari kamera aktif
dikali seratus. Faktor pembagi seratus digunakan untuk menyamakan waktu
satuan usaha yang digunakan dalam keseluruhan periode pemasangan perangkap
kamera (Lynam et al. 2000). ER pakan Macan tutul jawa dihitung dengan

menggunakan rumus:


4
Keterangan :
ER
: Encounter rate
∑f
: Jumlah foto pakan
∑d
: Jumlah total hari pemasangan
Titik ER Pakan Camera trap

Interpolasi ( Arc Gis 9.3)
Reclassify
Peta Interpolasi Pakan Macan tutul
jawa

Gambar 3 Diagram alir pembuatan peta ketersediaan pakan
Pembuatan peta NDVI (Normalization Difference Vegetation Index )
Pembuatan peta NDVI (Normalization Difference Vegetation Index)
diperoleh dari citra landsat yang telah dikoreksi geometris (Gambar 4). Nilai
NDVI merupakan nilai tengah dari spektral yang didapat dari gelombang
elektromagnetik merah dan inframerah terdekat. Perhitungan NDVI dengan Erdas
Imagine 9.1 menggunakan rumus: NDVI =
Citra landsat 1,2,3,4,5,7
Pemotongan Citra
Koreksi geometri
Model maker
NDVI

Gambar 4 Diagram alir pembuatan peta NDVI
Pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng
Peta ASTER GDEM merupakan peta ketinggian diolah dengan program
ArcGis 9.3 menghasilkan peta kemiringan lereng. Proses pembuatan peta
ketinggian dan kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.

5

ASTER GDEM

Peta Ketinggian
surface
Slope

Peta Kemiringan Lereng

Gambar 5 Diagram alir pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng
Pembuatan peta jarak dari sungai, jalan dan punggung gunung
Pembuatan peta jarak dari sungai, jalan dan punggung gunung diperoleh
dari peta jaringan sungai, jaringan jalan dan punggung bukit yang dianalisis
dengan menggunakan software Arc Gis 9.3. Proses pembuatan peta jarak dari
sungai, jalan dan pungung gunung disajikan pada Gambar 6.
Peta Pungggung gunung Sungai, Jalan

Spatial analyst

Distance

Euclidean distance

Peta Jarak Sungai

Gambar 6 Diagram alir pembuatan peta jarak dari sungai, jalan dan punggungan
Analisis komponen utama (Principal Component Analysis)
Principal Component Analysis (PCA) adalah analisis statistika peubah
ganda yang digunakan untuk menyusutkan banyaknya peubah yang tidak tertata
untuk tujuan analisis dan penarikan kesimpulan. Parameter habitat yang akan
dianalisis untuk mengetahui kesesuaian habitat Macan tutul jawa adalah:
ketersedian pakan, NDVI, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai, dan
jarak dari jalan dan jarak dari pemukiman. Analisis PCA dilakukan dengan
bantuan software atau perangkat lunak SPSS 16.0. Jumlah komponen utama yang
digunakan sudah memadai jika total keragaman yang dapat diterangkan berkisar
antara 70-80% (Timm 1975 diacu dalam Pareira 1999). Selanjutnya hasil dari
PCA digunakan untuk menentukan bobot masing-masing faktor habitat dan untuk
analisis spasial sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Y = aFk1 + bFk2 + cFk3 + dFk4 + eFk5 + fFk6 + gFk7

6
Keterangan:
Y
= Model habitat Macan tutul jawa
a-d
= Nilai bobot setiap variabel
Fk1
= Faktor ketersediaan pakan Macan tutul jawa
Fk2
= Faktor NDVI
Fk3
= Faktor ketinggian
Fk4
= Faktor kemiringan lereng
Fk5
= Faktor jarak dari sungai
Fk6
= Faktor jarak dari jalan
Fk7
= Faktor jarak dari punggung gunung
Analisis spasial
Titik sebaran Macan tutul jawa dianalisis dengan faktor-faktor spasialnya
yang meliputi ketersedian pakan, NDVI, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari
sungai, dan jarak dari jalan dan jarak dari pemukiman untuk mendapatkan bobot.
Analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay), pengkelasan
(class), pembobotan (weighting), dan pengharkatan (skoring). Pemberian bobot
didasarkan atas nilai kepentingan atau kesesuaian bagi habitat Macan tutul jawa.
Nilai tertinggi menunjukkan faktor habitat yang paling berpengaruh, nilai di
bawahnya menunjukkan faktor habitat yang berpengaruh, dan nilai terendah
menunjukkan faktor habitat yang kurang berpengaruh. Nilai skor klasifikasi untuk
kesesuaian habitat didapat melalui rumus:
SKOR = ΣWi * Fki.
Keterangan :
Wi = bobot untuk setiap parameter
Fki = faktor kelas dalam parameter
Kelas kesesuaian habitat Macan tutul jawa
Peta kesesuaian habitat Macan tutul jawa yang diperoleh selanjutnya
dibagi menjadi 3 kelas kesesuaian yaitu kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang dan
kesesuaian rendah. Nilai selang klasifikasi kesesuaian habitat dihitung
berdasarkan sebaran nilai piksel yang dihasilkan dari analisis spasial. Menurut
Indrawati (2010) penentuan nilai kesesuaian habitat Macan tutul jawa sebagai
berikut :
Tabel 1 Rumus penentuan kelas kesesuaian habitat
Kelas kesesuaian
Rumus
Rendah
Min Sampai (Mean – ½ Std)
Sedang
(Mean – ½ Std) Sampai (Mean + ½ Std)
Tinggi
(Mean + ½ Std) Sampai Max
Keterangan :
Min : Nilai piksel terendah
Max : Nilai piksel tertinggi
Mean : Nilai rata-rata yang dihasilkan dari proses overlay
Std
: Nilai standar deviasi yang dihasilkan dari proses overlay
4) Validasi
Validasi model dilakukan untuk mengetahui nilai akurasi klasifikasi
kesesuaian habitat. Validasi dilakukan dengan membandingkan jumlah seluruh
individu Macan tutul jawa yang terdapat di tiap kelas kesesuaian habitat dengan

7
jumlah seluruh jumlah individu yang digunakan untuk validasi. Nilai validasi
klasifikasi kesesuaian habitat Macan tutul jawa
V=
Keterangan:
n
= jumlah titik pertemuan Macan tutul jawa yang ada pada satu klasifikasi
kesesuaian
N
= jumlah total titik pertemuan Macan tutul jawa hasil survei
V
= persentase kepercayaan (Validasi)
Skema tahapan pembuatan peta kesesuaian habitat Macan tutul jawa dapat dilihat
pada gambar 7.

Gambar 7 Skema tahapan pembutan peta kesesuaian habitat Macan tutul jawa

8

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-faktor Penentu Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa
Ketersediaan pakan
Pemangsa dan mangsa merupakan komponen habitat yang memiliki peran
penting dalam suatu ekosistem dan saling terkait satu sama lain. pemangsa
sebagai top predator memiliki peran sebagai pengontrol populasi satwa pakan,
begitu juga satwa pakan memiliki peran sebagai sumber pakan yaitu sebagai
sumber energi yang diperlukan untuk melanjutkan hidup bagi predator. Satwa
pakan merupakan salah satu komponen habitat yang dibutuhkan Macan tutul jawa
untuk melanjutkan hidupnya oleh sebab itu keberadaan satwa pakan sangat
mempengaruhi keberadaan Macan tutul jawa. Hal ini diperkuat oleh hipotesis
Sunquist dan Sunquist (1989) yang menyatakan bahwa satwa karnivora dalam
melakukan pemilihan habitat harus dihubungkan dengan penyebaran dan
kepadatan jumlah pakan. Ketersedian pakan merupakan komponen yang paling
diperhitungkan oleh Macan tutul jawa karena komponen tersebut mempengaruhi
besarnya teritori dan kepadatan populasi Macan tutul jawa.
Harahap dan Sakaguchi (2003) mengatakan bahwa jenis hewan yang biasa
dimakan oleh Macan tutul jawa yaitu kubung malaya (Cyanocephalus variegatus),
surili (P. aygula aygula), lutung (T. cristatus sondaicus), babi hutan (S. scrofa),
pelanduk (T. javanicus), muntjak (M. muntjak), trenggiling (Manis javanica),
landak jawa (Histrix brachyura). Selain itu, Macan tutul jawa sering juga
memangsa hewan piaraan seperti kambing, anjing, dan ayam. Pencatatan hasil
kamera jebakan, diketahui sebanyak 31 unit kamera jebakan yang terpasang,
terdapat 19 unit yang berhasil menangkap satwa pakan Macan tutul jawa.
Sedangkan satwa pakan yang ditemukan sebanyak 12 jenis dari famili yang
berbeda. Adapun satwa pakan yang sering tertangkap oleh kamera jebakan adalah
Kijang muntjak (M. muntjak), Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus), dan
burung Puyuh Gonggong Jawa (Arborophylla javanica).
Hasil kamera jebakan menunjukkan bahwa nilai Encounter Rate (ER)
pakan atau yang sering disebut dengan tingkat perjumpaan pakan berkisar dari
mulai 0 sampai 51.61 foto/100 hari. Tingkat perjumpaan satwa tertinggi berada
pada kamera 20 dengan nilai 51.61 foto/100 hari. Jika dilihat berdasarkan satwa
pakan, tingkat perjumpaan satwa pakan perjenis berkisar mulai 3.22 foto/100 hari
sampai 193 foto/100 hari. Tingkat perjumpaan terkecil dimiliki oleh Tikus belukar
dengan nilai 3.22 foto/100 hari, sedangkan untuk tingkat perjumpaan terbesar
dimiliki oleh Kijang muncak dengan nilai 193 foto/100 hari. Nilai tingkat
perjumpaan satwa pakan Macan tutul jawa kemudian dilakukan proses interpolasi
terhadap titik pemasangan perangkap kamera menggunakan program Arc GIS 9.3.
Berdasarkan interpolasi yang dilakukan dapat diketahui lokasi-lokasi perjumpaan
yang rendah sampai daerah dengan tingkat perjumpaan tinggi (Gambar 8). Hasil
interpolasi titik perjumpaan satwa pakan didapat tiga kelas yang disajikan pada
Tabel 2.

10
Tabel 2 Kelas nilai encounter rate pakan Macan tutul jawa
No

Nilai ER

Titik sebaran Macan tutul jawa

Luas (ha)

1

0.002 – 6.704

21

1090.89

2

6.704 – 11.238

7

8810.46

3

11.238 – 50.269

7

644.76

Normalization Difference Vegetation Index (NDVI)
NDVI merupakan metode perhitungan indeks vegetasi yang umum
digunakan karena memiliki korelasi yang kuat dengan karakteristik vegetasi
(Indrawati 2010). Nilai NDVI menggambarkan penutupan lahan vegetasi di atas
permukaan tanah dengan nilai kecerahan yang berbeda-beda diperoleh dari
penerimaan gelombang elektromagnetik merah (red) dan infra merah dekat (near
IR) yang diperoleh dari citra Landsat TM. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990)
nilai NDVI yang semakin tinggi menunjukkan adanya aktifitas fotosintesis yang
semakin besar dan kerapatan vegetasi semakin tinggi.
Nilai NDVI di Resort Gunung Botol dari terendah hingga terbesar yaitu
mulai dari -1 – 0.55 dan dibagi menjadi 4 kelas yang disajikan pada Tabel 3
(Gambar 9).
Tabel 3 Kelas nilai NDVI
NDVI

Titik sebaran
Macan tutul jawa

Luas (ha)

1

0.4

4

1495.53

No

Dephut (2005) menyatakan bahwa, nilai NDVI -1 – 0.32 menunjukan
tutupan lahan berupa kerapatan tajuk rendah, nilai 0.32 – 0.42 menunjukan
kerapatan tajuk rendah dan nilai 0.42 - 1 menunjukan kerapatan tajuk rapat.
Dengan demikian semakin besar nilai NDVI maka kondisi vegetasi suatu hutan
akan semakin rapat juga. Macan tutul jawa lebih banyak ditemukan pada kelas
NDVI 0,2 – 0.4 dengan demikian Macan tutul jawa lebih menyukai kondisi
vegetasi hutan yang rapat sebagai habitatnya. Maka dari itu, kondisi hutan yang
rapat mempengaruhi keberadaan Macan tutul jawa. Sebab vegetasi hutan yang
rapat dapat berfungsi sebagai tempat mencari makan, minum, berlindung dan
berkembangbiak (Alikodra 2002).

Gambar 8 Peta kelas ketersediaan pakan Macan Tutul Jawa di Resort Gunung Botol

11

Gambar 9 Peta Kelas NDVI di Resort Gunung Botol

12

13
Ketinggian
Salah satu faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis fauna flora
adalah ketinggian tempat. Perbedaan ketinggian di setiap habitat akan
mempengaruhi komposisi penyusun habitat tersebut. Resort Gunung Botol Taman
Nasional Gunung Halimun Salak memiliki ketinggian tempat mulai dari 425 m
dpl sampai dengan 1850 m dpl. Menurut van Steenis (1957) diacu dalam
Soerianegara dan Indrawan (1983) bahwa klasifikasi vegetasi hutan di Indonesia
berdasarkan ketinggian tempat dibagi menjadi tiga yaitu hutan hujan tropika (2 –
1000 m dpl), hutan hujan pegunungan (1000 – 2400 m dpl) dan hutan hujan subalpin (2400 – 4150 m dpl). Berdasarkan uraian tersebut, pengklasifikasian kelas
ketinggian tempat di Resort Gunung Botol menjadi dua kelas ketinggian tempat
yaitu 425 – 1000 m dpl dan 1000 – 1850 m dpl (Gambar 10) dengan luasan
masing-masing sebesar 5157.36 ha dan 5388.75 ha yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kelas ketinggian tempat di Resort Gunung Botol
No

Kelas Ketinggian Tempat
(m dpl)

Titik sebaran Macan tutul jawa

Luas (ha)

1

425 - 1000

0

5157.36

2

1000 - 1850

35

5388.75

Hasil identifikasi titik sebaran Macan tutul jawa terhadap kelas ketinggian
tempat di Resort Gunung Botol menunjukkan bahwa sebanyak 35 titik sebaran
Macan tutul jawa berada pada kelas ketinggian 1000 – 1850 m dpl sedangkan
pada kelas 425 – 1000 m dpl tidak ditemukan Macan tutul jawa. Hal ini
dikarenakan pada ketinggian tempat 1000 – 1850 m dpl merupakan tipe habitat
hutan hujan pegunungan dimana semua kebutuhan Macan tutul jawa sudah
tersedia di dalamnya yaitu dari mulai cover, sumber pakan, sumber air dan tempat
berkembangbiak. Pada ketinggian 1000 – 1850 m dpl memiliki kondisi vegetasi
yang rapat dimana Macan tutul dapat berlindung dari sinar matahari langsung,
bersembunyi dari ancaman serta dapat mengintai satwa pakan dengan baik
sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng atau slope adalah ukuran kemiringan dari suatu
permukaan yang dapat dinyatakan dalam derajat atau persen (Jaya 2002).
Pembagian kelas lereng didasarkan pada SK. Menteri Pertanian No.
837/Kpts/II/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi. Kelas
kemiringan lereng disajikan pada Tabel 5. Peta kelas kemiringan lereng disajikan
pada Gambar 11.
Tabel 5 Kelas kemiringan lereng di Resort Gunung Botol
No
1
2
3
4
5

Kelas
kemiringan
Datar
Landai
Agak curam
Curam
Sangat curam

Tingkat
Kemiringan (%)
0-8
8 - 15
15 - 25
25 - 40
> 40

Titik sebaran Macan
Tutul Jawa
3
7
10
8
7

Luas (ha)
309.24
712.26
1952.19
3226.14
4346.28

14
Macan tutul jawa merupakan predator yang memiliki daya adaptasi yang
tinggi. Mamalia karnivora ini dapat hidup dengan kondisi kemiringan lereng
mulai dari datar sampai sangat curam. Oleh sebab itu, kemiringan lereng tidak
mempengaruhi atau menghambat aksebilitas Macan tutul jawa. Hal ini disebabkan
semakin berkurangnya hutan dataran rendah yang memiliki kelas kemiringan
lereng datar. Dimana terjadinya penyusutan habitat Macan tutul jawa pada hutan
dataran rendah yang diakibatkan oleh konversi lahan hutan menjadi perumahan,
pertanian, perkebunan yang menjadi faktor penyebab Macan tutul jawa semakin
terpojok ke ekosistem hutan yang memiliki kemiringan lereng yang tinggi.
Jarak dari Punggung Gunung
Punggung gunung merupakan bentukan geologis yang merupakan bagian
dari pegunungan yang memiliki posisi tanah lebih tinggi dibandingkan posisi
tanah di kedua sisinya dan dihapit oleh beberapa lembah. Sejauh ini, belum
banyak laporan atau penelitian menerangkan peran faktor punggung gunung
terhadap penyebaran satwa secara langsung. Resort Gunung Botol merupakan
kawasan konservasi yang memiliki topografi dari mulai datar hingga sangat
curam, dimana terdapat gunung dan lembah yang merupakan habitat dari Macan
tutul jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Macan tutul jawa
lebih sering ditemukan pada punggung gunung. Analisis spasial menunjukkan
bahwa jarak dari punggung gunung di Resort Gunung Botol berkisar dari 0 –
1092.02 m yang dibagi menjadi tiga kelas (Tabel 6). Peta kelas jarak dari
punggung gunung disajikan pada Gambar 12.
Tabel 6 Kelas jarak dari punggung gunung
NO

Kelas Punggungan Gunung

Titik Sebaran Macan tutul jawa

Luas (ha)

1

0 - 200

30

6668.55

2

200 - 400

2

3058.38

3

> 400

3

819.18

Hasil identifikasi titik sebaran Macan tutul jawa terhadap kelas jarak dari
punggung gunug di Resort Gunung Botol menunjukkan bahwa sebanyak 30 titik
sebaran Macan tutul jawa berada pada kelas 0 – 200 m, 2 titik berada pada kelas
200 – 400 m dan 3 titik berada pada kelas > 400 m. Hal ini menunjukkan bahwa
Macan tutul jawa lebih memilih habitat yang dekat dengan punggung gunung.
Kondisi punggung gunung yang datar dimana memudahkan Macan tutul jawa
dalam melakukan mobilisasi atau pergerakan. Selain itu, pakan Macan tutul jawa
sering terlihat di sekitar punggungan gunung (Kijang Muncak, Musang Luwak,
Lutung, Surili dan Owa Jawa) yang mengakibatkan Macan tutul jawa lebih
menyukai habitat yang dekat dengan punggung gunung.

Gambar 10 Peta Kelas Ketinggian di Resort Gunung Botol

15

Gambar 11 Peta kelas kemiringan lereng di Resort Gunung Botol

16

Gambar 12 Peta kelas jarak dari punggungan gunung di Resort Gunung Botol

17

18
Ketersediaan Air
Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan
kawasan konservasi yang memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air. Sumber
air tawar di dalam kawasan masih melimpah untuk memenuhi kebutuhan air
manusia, fauna dan flora. Resort Gunung Botol terdapat jaringan sungai yang
banyak, dari mulai jaringan sungai yang kecil hingga besar. Ekosistem Resort
Gunung Botol merupakan ekosistem hutan hujan tropika dan hutan hujan
pegunungan dimana intensitas curah hujan tinggi serta memiliki kelembabam
yang tinggi. Pembuatan peta ketersediaan air dilakukan dengan pendekatan jarak
dari sungai. Analisis spasial menunjukkan bahwa jarak dari sungai di Resort
Gunung Botol berkisar 0 – 590.931 m yang dibagi menjadi tiga kelas (Tabel 7).
Peta kelas jarak dari sungai disajikan pada Gambar 13.
Tabel 7 Kelas jarak dari sungai di Resort Gunung Botol
No
1
2
3

Kelas jarak
sungai (m)
0 - 200
200 - 400
> 400

Titik sebaran Macan
Tutul Jawa
28
7
0

Luas (ha)
8845.29
1619.55
81.27

Analisis spasial menunjukkan bahwa Macan tutul jawa lebih sering
ditemukan di sekitar dekat dengan sumber air (0 – 200 m), hal ini dikarenakan
bahwa sebaran satwa pakan lebih sering ditemukan di sumber air. Hampir semua
satwa pakan Macan tutul jawa membutuhkan air untuk memperlancar
pencernaannya sebab kebanyakan satwa pakannya bersifat herbivora. Beberapa
jenis pakan Macan tutul jawa yang membutuhkan air untuk melancarkan
penceranaannya adalah Kijang Muncak, Kancil, Owa jawa, Surili dan Lutung.
Selain itu di sekitar tepian sungai memiliki suhu lebih sejuk dan kelembaban yang
tinggi.
Jarak dari Jalan
Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki
jalan umum yang digunakan masyarakat sekitar kawasan untuk melakukan
aktivitas mereka dan akses satu-satunya yang dapat digunakan masyarakat untuk
keluar masuk dari kawasan taman nasional. Kondisi jalan berupa batu dengan
aspal, bertanah dengan lebar sekitar 2 m yang biasanya digunakan untuk sarana
transportasi kendaraan bermotor oleh masyarakat sekitar kawasan dan petugas
taman nasional. Selain itu, terdapat jalan setapak untuk masuk menuju hutan.
Jalan tersebut biasa digunakan untuk patroli, penelitian, jalur ekowisata bahkan
untuk berburu burung.
Analisis spasial menunjukkan bahwa jarak dari jalan di Resort Gunung
Botol berkisar dari 0 – 3861.74 m yang dibagi menjadi tiga kelas (Tabel 8). Peta
kelas jarak dari jalan disajikan pada Gambar 14.
Tabel 8 Kelas jarak dari jalan di Resort Gunung Botol
No

Jarak dari
Jalan (m)

Titik sebaran Macan
Tutul Jawa

Luas (ha)

1
2
3

0 - 200
200 - 400
> 400

6
5
24

2920.59
1605.78
6019.5

Gambar 13 Peta kelas jarak dari sungai di Resort Gunung Botol

19

Gambar 14 Peta kelas jarak dari jalan di Resort Gunung Botol

20

21
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa Macan tutul jawa lebih sering
ditemukan pada jarak lebih dari 400 m dari jalan. Hal ini menunjukkan bahwa top
predator tersebut menghindari gangguan yang dihasilkan oleh manusia. Jalan
yang ada di Resort Gunung Botol berfungsi sebagai aksesbilitas masyarakat untuk
melakukan aktivitas mereka memberikan dampak negatif bagi Macan tutul jawa.
Adanya kendaraan yang digunakan masyarakat menimbulkan kebisingan yang
menggangu hidupan liar yang ada di kawasan hutan.
Analisis Komponen Utama
Penentuan nilai bobot variabel-variabel kesesuaian habitat Macan tutul
jawa dilakukan dengan analisis PCA melalui software statistik SPSS 16.0.
Analisis komponen utama atau Principal Component Analysis (PCA) merupakan
suatu teknik analisis statistik untuk mentransformasi peubah-peubah asli yang
masih saling berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu set peubah baru yang
tidak berkorelasi lagi. Variabel-variabel yang digunakan dalam membuat model
kesesuaian habitat Macan tutul jawa sebanyak tujuh variabel yaitu ketersedian
pakan, nilai NDVI, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai, jarak dari
punggung gunung dan jarak dari jalan.
Data yang digunakan dalam analisis komponen utama adalah titik sebaran
Macan tutul jawa sebanyak 35 titik yang didapat dari survey lapang di Resort
Gunung Botol. Kemudian data titik sebaran tersebut dianalisis letak sebaran
spasialnya dengan peta ketersediaan pakan, NDVI, ketinggian, kemiringan lereng,
jarak dari sungai, jarak dari punggung gunung dan jarak dari jalan. Analisis
sebaran spasial akan menghasilkan nilai setiap variabel kemudian akan dianalisis
PCA untuk mendapatkan variabel baru. Analisis PCA menunjukkan bahwa dari
tujuh komponen yang digunakan untuk membangun model kesesuaian habitat
didapat tiga komponen yang dapat mampu menerangkan keragaman total data
dengan persentasi total sebesar 77.459 % dan nilai total akar ciri telah melebihi
angka 1 yang disajikan pada Tabel 9, 10 dan 11. Menurut Timm (1975) diacu
dalam Pareira (2006) proporsi keragaman yang dianggap cukup mewakili total
keragaman data jika keragaman kumulatif mencapai 70%-80%.
Tabel 9 Keragaman total komponen utama
Komponen
Utama

Akar ciri
Total

% Keragaman

% Kumulatif keragaman

1

2.954

42.203

42.203

2

1.428

20.407

62.609

3

1.039

14.850

77.459

4

.752

10.742

88.201

5

.504

7.204

95.406

6

.277

3.954

99.359

7

.045

.641

100.000

22
Tabel 10 Vektor ciri PCA
Varibel
1
Ketersediaan
pakan
NDVI
Jarak dari
jalan
Jarak dari
sungai
Ketinggian
Kemiringan
lereng
Punggung
gunung

Komponen
2

3

-.730

.461

-.064

.667

.435

-.304

.958

.140

.012

-.076

.439

.853

.824

.274

.252

.084

.658

-.385

-.606

.553

-.056

Tabel 11 Bobot setiap variabel
Variabel

Nilai bobot

Ketersedian pakan

1.428

NDVI

2.954

Ketinggian

2.954

Kemiringan lereng

1.428

Jarak dari sungai

1.039

Jarak dari jalan

2.954

Jarak dari punggung gunung

1.428

Nilai bobot masing-masing variabel digunakan dalam persamaan untuk
mendapatkan model kesesuaian habitat Panthera pardus melas. Persamaan
kesesuaian habitat yang digunakan yaitu sebagai berikut:
Y = 1.428Fk1 + 2.954Fk2 + 2.954Fk3 + 1.428Fk4 + 1.039Fk5 + 2.954Fk6 + 1.428Fk7

Keterangan:
Y
= Model habitat Macan tutul jawa
Fk1
= Faktor ketersediaan pakan Macan tutul jawa
Fk2
= Faktor NDVI
Fk3
= Faktor ketinggian
Fk4
= Faktor kemiringan lereng
Fk5
= Faktor jarak dari sungai
Fk6
= Faktor jarak dari jalan
Fk7
= Faktor jarak dari punggung gunung

Peta Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa
Nilai kelas kesesuaian habitat yang digunakan dalam persamaan
kesesuaian habitat kemudian dilakukan proses tumpang tindih (overlay) terhadap
masing-masing variabel habitat yang digunakan. Hasil analisis spasial dengan
metode pembobotan, pengkelasan, skoring, dan tumpang tindih (overlay)

23
menghasilkan nilai piksel terendah yaitu 14.14, nilai piksel tertinggi yaitu 43.20
dan nilai rerata (mean) adalah 30.78 serta nilai standar deviasi sebesar 4.73.
Sedangkan untuk penentuan kelas kesesuaian habitat Macan tutul jawa dilakukan
berdasarkan nilai piksel terendah, nilai piksel tertinggi, nilai rerata (mean) dan
nilai standar deviasi yang disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Kelas kesesuaian habitat Macan tutul jawa
Selang

Skor

Kelas kesesuaian

Tidak ada data

-

-

Min Sampai (Mean – ½ Std)

14.14 – 28.12

Rendah

(Mean – ½ Std) Sampai (Mean + ½ Std)

28.12 – 33.42

Sedang

(Mean + ½ Std) Sampai Max

33.42 – 43.20

Tinggi

Hasil pengkelasan kesesuaian habitat Macan tutul jawa didapat selang
kelas kesesuaian rendah berkisar 14.14 – 28.12; selang kelas kesesuaian sedang
berkisar 28.12 – 33.42; untuk kelas kesesuaian tinggi berkisar 33.42 - 43.20 dan
tidak ada data (Gambar 15). Adapun luasan masing-masing kelas kesesuaian
secara berurutan adalah 2258.44 ha; 2801.67 ha; 3255,84 ha dan 2244.25 ha. Pada
peta kesesuaian habitat Macan tutul jawa terlihat adanya garis slice off yang
sistematis hal ini disebabkan oleh citra landsat ETM+ mengalami Stripping yaitu
terdapat sejumlah garis dengan ukuran lebar beberapa piksel yang mengalami
kehilangan data atau Digital Number bernilai 0 (DN=0). Adapun penyebabnya
berupa gangguan yang merusak sensor optik pada satelit.
Validasi Model Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa
Validasi model kesesuaian habitat Macan tutul jawa dilakukan untuk
menentukan diterima atau tidaknya model yang digunakan. Validasi model
dilakukan untuk menerima model yang telah dibangun dengan tingkat
kepercayaan tinggi (> 85%) pada kelas sedang dan tinggi (Dhistira 2011).
Validasi model kesesuian habitat Macan tutul jawa menggunakan 15 titik pada
saat pengumpulan data lapangan. Nilai validasi diperoleh dengan membagi
banyaknya titik Macan tutul jawa pada suatu kelas kesesuaian terhadap jumlah
total titik Macan tutul jawa yg ditemukan. Validasi model kesesuaian habitat
Macan tutul jawa disajikan pada Tabel 13.
Hasil validasi menunjukan bahwa model kesesuaian habitat Macan tutul
jawa sudah representatif untuk menunjukan daerah kesesuaian habitat Macan tutul
jawa pada kelas kesesuaian tinggi dan kesesuaian sedang. Kelas kesesuaian tinggi
memperoleh nilai validasi sangat tinggi yaitu 66,67%. Kelas kesesuaian habitat
sedang memperoleh nilai validasi 20 % sedangkan kelas kesesuaian habitat
rendah dan tidak ada data memperoleh nilai validasi 6.67%.
Tabel 13 Validasi model kesesuaian habitat Macan tutul jawa
Kelas kesesuaian

Titik sebaran Macan tutul jawa

Luas (Ha)

Validasi (%)

Tidak Ada Data
Rendah
Sedang
Tinggi

1
1
3
10

2244.25
2258.44
2801.67
3258.84

6.67
6.67
20
66.67

Gambar 15 Peta kelas kesesuaian habitat Macan Tutul Jawa di Resort Gunung Botol

24

25
Implikasi Model Kesesuaian Habitat Macan tutul jawa
Model kesesuaian habitat dan peta kesesuaian habitat Macan tutul jawa di
Resort Gunung Botol dapat digunakan sebagai model untuk menduga kesesuaian
habitat Macan tutul jawa di seluruh kawasan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak. Dengan demikian Macan tutul jawa dan habitatnya dapat terjaga
kelestariannya. Model dan peta kesesuaian habitat Macan tutul jawa menghasilkan
data berupa tingkat atau kelas kesesuaian habitat yaitu dari mulai rendah, sedang
dan tinggi. Hasil tersebut dapat digunakan pengelola untuk mengambil keputusan
dan kebijakan dalam menjaga kelestarian Macan tutul jawa beserta habitatnya.
Misalnya, kelas kesesuaian habitat tinggi, pengelola dapat memprioritaskan
pengawasan dan perlindungan terhadap kawasan yang memiliki kesesuaian
habitat yang tinggi sehingga terjamin keberlangsungan hidup dari Macan tutul
jawa. Selain itu, pengelola dapat melakukan pembinaan habitat pada kelas
kesesuaian habitat sedang dan rendah.
Hasil model kesesuaian habitat menunjukkan bahwa faktor yang
berpengaruh terhadap kesesuaian habitat Macan tutul jawa di Resort Gunung
Botol adalah faktor ketinggian tempat, NDVI dan jarak dari jalan. Faktor
ketinggian, NDVI dan jarak dari jalan memiliki hubungan positif. Hal ini
dikarenakan kondisi habitat dengan ketinggian tempat yang semakin tinggi (>
1000 m dpl) terdapat kondisi vegetasi hutan yang baik dengan nilai indeks NDVI
0.2 – 0.4 dan > 0.4 dan keberadaannya jauh dari jalan (> 400 m) oleh sebab itu
Macan tutul jawa lebih menyukai kondisi habitat yang demikian. Dengan adanya
informasi mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kesesuaian habitat Macan
tutul jawa di Resort Gunung Botol dapat membantu pengelola untuk mengambil
langkah-langkah teknis dalam melakukan penjagaan dan perlindungan habitat
Macan tutul jawa menjadi lebih terarah dan fokus.

26

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Model kesesuaian habitat Panthera pardus melas di Resort Gunung Botol
Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah Y = (1.428 x Ketersediaan
pakan) + (2.954 x Ketinggian) + (2.954 x NDVI) + (1.428 x Kemiringan
lereng) + (1.039 x Jarak dari sungai) + (2.954 x Jarak dari jalan) + (1.428 x
Jarak dari punggung gunung).
2. Faktor habitat yang paling berpengaruh terhadap kesesuaian habitat Panthera
pardus melas adalah faktor ketinggian, NDVI, sedangkan faktor gangguan
yang memiliki pengaruh besar adalah jarak dari jalan.
3. Habitat Panthera pardus melas di Resort Gunung Botol yang mempunyai
tingkat kesesuaian tinggi sebesar 3225.84 ha, tingkat kesesuaian sedang
sebesar 2801.67 ha, tingkat kesesuaian rendah sebesar 2258.44 ha dan tidak
ada data sebesar 2244.25 ha.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian kesesuaian habitat Panthera pardus melas di
seluruh kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
2. Perlu dilakukan pengambilan titik koordinat geografis sebaran Panthera
pardus melas secara merata di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung
Halimun Salak.
3. Pembinaan habitat Panthera pardus melas dengan tingkat kesesuaian habitat
sedang dan rendah.
4. Perlu dilakukan pengawasan pada habitat Panthera pardus melas dengan
tingkat kesesuaian habitat tinggi dari perburuan satwa mangsa yang berpotensi
sebagai pakan Panthera pardus melas dan pembukaan lahan sehingga
kelestarian Panthera pardus melas dapat terjaga.

27

DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Dephut [Departemen Kehutanan]. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi
Lahan Kritis Mangrove. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Dhistira MA.2011. Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia zollingeriana Kds.
(Studi Kasus di Resort Sukamade Wilayah Seksi I Sarongan Taman
Nasional Meru Betiri Jawa Timur). [Skripsi]. Bogor: Departemen
Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Harahap SA, Sakaguchi N. 2003. Monitoring Research on the Javan Leopard
(Panthera pardus melas) in a Tropical Forest, Gunung Halimun National
Park, West Java. Pp.2-26 dalam Research and Conservation of
Biodiversity in Indonesia Volume XI Research on Endangered Species in
Gunung Halimun Natonal Park. Biodiversity Conservation Project. Bogor.
Jaya INS.2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan, Panduan
Praktis Menggunakan ArcInfo dan ArcView. Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.
Indrawati YM. 2010. Pemodelan Spasial Habitat Monyet Hitam Sulawesi
(Macaca nigra Desmarest, 1822). [skripsi]. Bogor: Departemen
Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lynam AJ, Palasuwan T, Ray J, Galster S. 2000. Tiger Survey Techniques and
Conservation Training Handbook. Di dalam: Dinata Y dan Sugardjito J.
2008. Keberadaan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae, Pocock
1929) dan hewan pakannya di berbagai tipe habitat hutan di Taman
Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Biodiversitas 9: 222-226.
Pareira MHY. 1999. Karakteristik habitat beo Flores (Gracula religiosa mertensi)
di desa Tanjung Boleng, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores [skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Soerianegara I, Indrawan A. 1983. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sunquist, ME, Sunquist FC. 1989. Ecological Constraints on Predation by Large
Felids. Carnivore Behaviour, Ecology and Evolution. Cornell University
Press. Ithaca.

28

LAMPIRAN

29
Lampiran 1 Nilai ER pakan Macan tutul jawa
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Nama Cam
Cam 1
Cam 2
Cam 3
Cam 4
Cam 5
Cam 6
Cam 7
Cam 8
Cam 9
Cam 10
Cam 11
Cam 12
Cam 13
Cam 14
Cam 15
Cam 16
Cam 17
Cam 18
Cam 19
Cam 20
Cam 21
Cam 22
Cam 23
Cam 24
Cam 25
Cam 26
Cam 27
Cam 28
Cam 29
Cam 30
Cam 31
Cam 8 new
Cam 17 new
Cam 23 new
Cam 24 new

ER
22.58065
16.12903
19.35484
9.677419
0
0
0
0
25.80645
0
12.90323
0
0
16.12903
12.90323
12.90323
0
19.35484
6.451613
51.6129
0
0
16.12903
6.451613
38.70968
0
0
29.03226
6.451613
6.451613
0
9.677419
32.25806
9.677419
9.677419

30
Lampiran 2 Hasil Analisis Komponen Utama
ER

NDVI

Jala
n

Sungai

Ketinggian

Kemiringa
n

Punggung
gunung

0.165

-0.438

0.075

0.612

-0.088

0.489

0.225

-0.178

Pakan
ER Pakan

1

0.125

NDVI

-0.125

1

0.632
0.704

Jalan

-0.632

0.704

1

-0.031

0.833

0.084

-0.406

Sungai

0.165

-0.088

1

0.171

0.045

0.141

Ketinggian

-0.438

0.489

0.031
0.833

0.171

1

0.107

-0.281

Kemiringan

0.075

0.225

0.084

0.045

0.107

1

0.159

Punggung gunung

0.612

-0.178

0.406

0.141

-0.281

0.159

1

Correlatio
n

Communalities
Initial

Extraction

ER pakan

1.000

.750

NDVI

1.000

.725

Jalan

1.000

.938

Sungai

1.000

.927

Ketinggian

1.000

.817

Kemiringan

1.000

.589

Punggung gunung

1.000

.676

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Component

Initial Eigenvalues

Extraction Sums of Squared Loadings

Total

% of
Variance

Cumulative
%

Total

% of
Variance

Cumulative
%

1

2.954

42.203

42.203

2.954

42.203

42.203

2

1.428

20.407

62.609

1.428

20.407

62.609

3

1.039

14.85

77.459

1.039

14.85

77.459

4

0.752

10.742

88.201

5

0.504

7.204

95.406

6

0.277

3.954

99.359

7

0.045

0.641

100

31

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 15 Mei 1990. Penulis
merupakan Putra pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Sahat Malau
dan Ibu Mariana Vera Elen. Pendidikan formal di tempuh di SD Negeri 122398
Pematangsiantar, SMP Negeri 5 Pematangsiantar, dan SMA Negeri 4
Pematangsiantar. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri) dan tahun 2009 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama
menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan Ketua
Kelompok Pemerhati Mamalia Himakova periode 2010-2011. Selain itu penulis
aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutan IPB periode
2009 – 2010.
Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti