Kajian Pengaruh Pengayakan terhadap Karakteristik Fisik Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa.

KAJIAN PENGARUH PENGAYAKAN TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIK BUNGKIL INTI SAWIT
DAN BUNGKIL KELAPA

SKRIPSI
HARIANTO SITUMORANG

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
Harianto Situmorang. D24070080. 2011. Kajian Pengaruh Pengayakan terhadap
Karakteristik Fisik Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa. Skripsi. Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Prof. Dr. Ir.Nahrowi, M.Sc.
: Ir. Lidy Herawati, MS.


Sifat fisik bahan pakan merupakan hal penting dalam industri pakan.
Penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya
membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi akan tetapi juga
sifat fisik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur dan membandingkan
sifat fisik bungkil inti sawit dan bungkil kelapa berdasarkan ukuran ayakan (sieving)
dengan nomor mesh : 4 (4,76 mm), 8 (2,380 mm), 16 (1,0 mm), 30 (0,548 mm), 50
(0,589 mm), dan 100 (0,149 mm). Bahan yang digunakan adalah bungkil inti sawit
dan bungkil kelapa masing-masing sebanyak 50 kg kemudian diayak berjenjang
berdasarkan ukuran ayakan terbesar (4,76 mm) ke ukuran ayakan terkecil (0,149
mm). Produk hasil ayakan diukur kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan
tumpukan, berat jenis, sudut tumpukan, daya ambang, kelarutan total dan pH bahan.
Data dari Rancangan Split Plot dianalisis ragamnya menggunakan analisis ragam
(ANOVA) dan diuji lanjut menggunakan Beda Nyata Terkecil (LSD). Hubungan
ukuran ayakan dengan sifat fisik produk hasil ayakan ditentukan menggunakan
analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengayakan (sieving) berpengaruh
sangat nyata (P 1000 kg/m3

Waktu alir lebih cepat


Sumber: Kolatac (1996)
Tabel 4. Nilai Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan
Bahan Pakan

Kerapatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung

691,3

Sorghum

684,0

Bungkil Inti Sawit

503,2

Bungkil Kedelai


320,0

Tepung Ikan
Sumber: Khalil (1999)

435,3

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density)
Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan
terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan. Perbedaan
cara pemadatan akan berpengaruh terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan,
antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan terletak kapasitas
silo dan container (Gauthama, 1998). Menurut Khalil (1999), kerapatan pemadatan
tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kadar air suatu bahan. Selain kadar
air dan ukuran partikel, besarnya kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi
ketidaktepatan pengukuran (Sayekti, 1999). Besarnya nilai kerapatan pemadatan

10


tumpukan mementukan kapasitas pengisian tempat penyimpanan silo. Tabel 5
menunjukkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan beberapa bahan pakan.
Tabel 5. Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan
Bahan

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung

704,2

Sorghum

707,6

Bungkil Inti Sawit

700,7

Bungkil Kedelai


340,5

Tepung Ikan
Sumber: Khalil (1999)

562,0

Berat Jenis (Spesific Density)
Berat jenis diukur menggunakan prinsip Hukum Archimedes yaitu suatu
benda dalam fluida akan mengalami Gaya Archimedes sebesar fluida yang
dipindahkan dan arahnya ke atas. Menurut Gauthama (1998) bahwa berat jenis
merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan, daya ambang bersama dengan
ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan
stabilitasnya dalam suatu campuran pakan serta menentukan tingkat ketelitian proses
penakaran otomatis yang umum diperlukan dalam pabrik pakan. Tabel 6
menunjukkan nilai berat jenis beberapa bahan pakan.
Tabel 6. Nilai Berat Jenis Beberapa Bahan Pakan
Bahan
Berat Jenis (kg/m3)

Jagung

1579,1

Sorghum

1221,4

Bungkil Inti Sawit

1574,3

Bungkil Kedelai

912,2

Tepung Ikan
Sumber: Khalil (1999)

1289,3


11

Sudut Tumpukan (Angle of Respose)
Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan
ketinggian. Tumpukan akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar
melalui sebuah corong serta mengukur kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada
sudut tumpukan bahan. Semakin bebas suatu partikel bergerak sudut tumpukan yang
terbentuk semakin kecil. Pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat
dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan (Geldart et al., 1990).
Menurut Geldart et al. (1990), bahan pakan dengan sudut tumpukan yang
tinggi mengakibatkan perlu proses pengadukan dalam silo agar bahan bisa menyebar
sehingga mekanisme kerja dalam industri tidak efisien, akan tetapi bila sudut
tumpukan kecil maka turunnya bahan akan menjadi serentak. Tabel 7 dan Tabel 8
menunjukkan klasifikasi aliran bahan berdasarkan sudut tumpukan dan sudut
tumpukan beberapa bahan pakan.
Tabel 7. Klasifikasi Aliran Bahan Berdasarkan Sudut Tumpukan
Sudut Tumpukan

Aliran


25-30°

Sangat mudah mengalir

30-38°

Mudah mengalir

38-45°

Mengalir

45-55°

Sulit mengalir

>55°
Sangat sulit mengalir
Sumber: Fasina & Sokhansanj (1993)

Tabel 8. Sudut Tumpukan Beberapa Bahan Pakan
Sudut Tumpukan

(°)

Jagung

0

Sorghum

15,9

Bungkil Inti Sawit

45,2

Bungkil Kedelai

12,5


Tepung Ikan
Sumber: Khalil (1999)

39,7

12

Daya Ambang (Floating Rate)
Daya ambang adalah jarak tempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan
dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu dengan satuan
m/s. Semakin pendek jarak jatuh partikel bahan yang dicapai persatuan waktu pada
jarak yang telah ditentukan maka daya ambang semakin besar. Daya ambang
berperan penting dalam pengangkutan bahan melalui alat penghisap (pneumatic
conveyer) agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran dan berat partikel. Partikel
yang mempunyai daya ambang yang tinggi akan mudah terhisap sedangkan bahan
dengan daya ambang yang rendah akan jatuh lebih cepat dan cenderung bertumpuk
pada bagian bawah (Khalil, 1999).
Kelarutan Total
Kelarutan total adalah jumlah zat yang dapat dilarutkan dalam pelarutnya

(Vogel, 1978). Kelarutan tergantung pada suhu, tekanan, dan konsentasi bahan-bahan
lain dalam larutan. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa pelarut adalah
substansi pada fase yang sama (padat, cair, gas) sebagai bagian yang menyusun
larutan. Pelarut yang baik adalah air, lebih lanjut dijelaskan bahwa air melarutkan
atau mendispersi sebagai zat dengan sifat dwi kutub yang dimilikinya. Nilai
kelarutan total untuk beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kelarutan Total Beberapa Bahan Pakan
Bahan Pakan

Kelarutan Total (%BK)

Dedak

8,48

Onggok

9,10

Gaplek

9,32

Bungkil Kelapa

7,72

Jerami Padi
Sumber: Murni (2003)

8,79

Kelarutan bahan dalam air disebabkan oleh adanya gugus hidroksil (gula dan
alkohol) dan gugus O2 karbonil (aldehida dan keton) yang cenderung membentuk
ikatannya ion dengan air (Voet et al. (1999). Air juga melarutkan berbagai senyawa
organik yang mempunyai gugus karboksil atau asam amino yang cenderung
berionisasi oleh interaksinya dengan air (Muchtadi et al., 1993).
13

Derajad Keasaman (pH)
Derajad keasaman (pH) merupakan suatu gambaran yang dapat memperlihatkan
konsentrasi ion Hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Menurut Gaman dan
Sherrington (1990), adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung
rantai molekul protein menyebabkan protein memiliki banyak muatan (polielektrolit)
dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Tiap-tiap molekul
protein memiliki daya reaksi yang berbeda-beda dengan asam maupun basa, hal ini
tergantung pada jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul protein
tersebut. Derajad keasaman (pH) dalam saluran pencernaan dipengaruhi oleh pH
pakan, kehancuran pakan dalam lambung akan menghasilkan pH lambung (Ange et
al., 2000). Nilai pH beberapa pakan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Derajad Keasaman (pH) Beberapa Bahan Pakan
Bahan Pakan

Derajad Keasaman (pH)

Jagung Kuning
Tepung Alfalfa
Rape Seed
Bungkil Kedele (Kadar Protein 53%)
Tepung Tulang

6,1
5,9
5,3
6,6
6,3

Tepung Daging
Sumber: Makkink (2003)

6,0

14

METODE
Lokasi dan Waktu
Proses pengayakan (sieving) dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan
Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei hingga Juli 2011.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan adalah bungkil kelapa dan bungkil inti sawit masingmasing sebanyak 50 kg. Bungkil kelapa berasal dari PT. Mangga Dua Pulo Gadung
sedangkan bungkil inti sawit berasal dari PT. Perkebunan Nusantara (PN) IV
Lampung. Peralatan yang digunakan terdiri dari timbangan dengan kapasitas 5 kg,
model sieve ayakan dengan nomor mesh (4, 8, 16, 30, 50 dan 100), stop watch, gelas
ukur 50 ml, corong plastik, kertas manila, alumuniunm foil, seperangkat alat ukur
sudut tumpukan, aquadest, oven 105°C, dan pH meter.
Komposisi Zat Makanan Bahan
Tabel 11 menunjukkan secara rinci nilai zat makanan bungkil inti sawit dan
bungkil kelapa berdasarkan 100 % bahan kering.
Tabel 11. Kandungan Zat Makanan Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit

Zat Makanan

Jenis Bahan
Bungkil inti sawit

Bungkil kelapa

Abu (%)
7,38
8,29
Protein Kasar (%)
16,01
18,95
Lemak Kasar (%)
17,04
11,33
Serat Kasar (%)
51,44
38,89
Beta-N (%)
8,13
22,54
Gross Energy (kkal/kg)
4505
4559
Sumber : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
IPB (2011)

15

Metode
Perlakuan
Perlakuan pengayakan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari enam
jenis berdasarkan nomor mesh, masing-masing mesh meliputi nomor mesh 4, 8, 16,
30, 50 dan 100. Diameter lubang ayakan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nomor Mesh dan Diameter Lubang Ayakan
Nomor Mesh

Diameter Lubang

4

4,760 mm

8

2,380 mm

16

1,000 mm

30

0,548 mm

50

0,289 mm

100

0,149 mm

Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah (Split Plot
Design) dengan petak utama (Faktor A) adalah 6 ukuran ayakan (mesh) berbeda dan
anak petak (Faktor B) adalah 2 jenis bahan pakan disertai 3 ulangan pada masingmasing pengujian (Steel dan Torrie 1996). Model matematis yang digunakan pada
penelitian ini yaitu :
Yijk= µ + αi + δik + βj + (αβ)ij + eijk

Keterangan :
Yij

= Nilai pengamatan untuk perlakuan faktor A (mesh) taraf ke-i, faktor B
(jenis bahan) taraf ke-j dan ulangan ke-k.

(µ, αi, βj) = Komponen aditif rataaan, pengaruh utama faktor A dan faktor B
(αβijk)

= Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

(βj)

= Pengaruh faktor B (jenis bahan)

(αβij)

= Interaksi faktor A dan B
16

(δik)

= Komponen acak dari petak utama yang menyebar normal (0,σδ2)

eijk

= Error perlakuan/pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2)
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA)

dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan diuji menggunakan Uji Beda Nyata
Terkecil (Least Significance Difference).
Peubah yang Diamati
Kerapatan Tumpukan (Bulk Density)
Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan bahan kedalam gelas
ukur 50 ml dengan menggunakan corong dan sendok teh sampai volume 25 ml. Gelas
ukur yang berisi bahan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kerapatan tumpukan adalah
dengan cara membagi berat bahan dengan volume ruang yang ditempati, dirumuskan:

KT =

Bobot bahan pakan (g)
Volume ruang yang ditempati (ml)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density)
Pengukuran Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT) hampir sama dengan
pengukuran Kerapatan Tumpukan (KT), tetapi volume bahan dibaca setelah
dilakukan pemadatan secara vertical selama 15 menit, dirumuskan:

KPT =

Bobot bahan pakan (g)
Volume ruang setelah dimampatkan (ml)

Berat Jenis (Spesific Grafity)
Berat Jenis diukur dengan cara memasukan masing-masing bahan kedalam
galas ukur 50 ml dengan menggunakan sendok teh secara perlahan dengan volume 15
ml. Gelas ukur yang sudah berisi bahan ditimbang. Aquades sebanyak 50 ml
dimasukan kedalam gelas ukur, untuk menghilangkan udara antar partikel maka
dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk. Sisa bahan yang menempel pada
pengaduk dimasukkan dengan menyemprotkan aquadest dan ditambahkan kedalam
volume awal. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah konstan. Perubahan volume
17

Aquadest merupakan volume bahan sesungguhnya. Besarnya Berat Jenis (BJ) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

BJ =

Bobot bahan pakan (g)
Perubahan volume aquades (ml)

Sudut Tumpukan (Angle of Respose)
Pengukuran dilakukan dengan cara menjatuhkan bahan pada ketinggian 15 cm
melalui corong pada bidang datar . Kertas manila berwarna putih digunakan sebagai alas
bidang datar. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada di bawah corong. Untuk
mengurangi pengaruh tekanan dan kecepatan laju aliran bahan, pengukuran bahan
dilakukan dengan volume tertentu (100 ml) dan dicurahkan perlahan-lahan pada
dinding corong dengan bantuan sendok pada posisi corong tetap sehingga jatuhnya
bahan selalu dalam kondisi konstan. Sudut Tumpukan (ST) bahan ditentukan dengan
mengukur diameter dasar (d) dan tinggi (t) tumpukan, besarnya Sudut Tumpukan
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

tg α =

t
2t
=
0 .5 d
d

Daya Ambang (Floating Rate)
Daya Ambang (DA) diukur dengan cara diukur dengan cara menjatuhkan 10
gram partikel bahan pada ketinggian 3 meter dari dasar lantai, kemudian diukur
lamanya waktu (detik) yang dibutuhkan sampai mencapai lantai dengan menggunakan
stopwatch. Lantai tempat jatuhnya bahan diberi alas dengan alumunium foil untuk
memudahkan pengamatan saat bahan jatuh. Pengaruh udara diperkecil yaitu dengan
cara menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk (ventilasi, jendela, pintu).
Daya ambang dihitung dengan cara membagi jarak jatuh (meter) dengan lamanya

18

waktu yang dibutuhkan (detik). Daya Ambang dapat dihitung menggunakan dengan
rumus:

DA =

Jarak jatuh (m)
Waktu (s)

Kelarutan Total (Total Solubility)
Diukur dengan cara membagi massa bahan terlarut dengan massa bahan pada
kondisi awal dikali 100%, pelarut yang digunakan adalah aquadest. Kelarutan Total
dapat dihitung menggunakan metode Stefanon et al. (1996) dengan rumus:

Kelarutan Total =

(x - y)
x 100 %
(x)

Keterangan: x = Bahan dalam kondisi awal
y = Bahan tidak larut.
pH bahan
pH bahan diukur dengan cara melarutkan sampel kedalam aquades dengan
perbandingan 1:5 selama 15 menit selanjutnya diukur pHnya (Apriyantono et al.,
2000).
Prosedur
Tahap Persiapan Bahan
Sebelum dilakukan proses perlakuan bahan, bungkil inti sawit dan bungkil
kelapa masing-masing terlebih dahulu dihomogenkan selanjutnya diambil bahan
secara representatif (SNI, 1989). Pengambilan sampel masing-masing bahan (bungkil
inti sawit dan bungkil kelapa) dilakukan secara acak sebanyak 5 kg. Bahan
selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik untuk diproses sesuai perlakuan
pengayakan.

19

Tahapan Pengayakan (Sieving)
Setelah tahapan persiapan bahan dilaksanakan, selanjutnya bungkil inti sawit
dan bungkil kelapa masing-masing dilakukan pengayakan (sieving) berjenjang sesuai
ukuran ayakan dari ukuran terbesar (mesh 4) sampai terkecil (mesh 100) dengan
ulangan sebanyak tiga kali dengan waktu pegayakan selama 20 menit dengan pola
gerakan ayakan dari kiri ke kanan secara berulang sampai didapatkan jumlah bahan
sebanyak 1 kg berdasarkan masing-masing nomor ayakan. Hasil dari setiap ayakan
ditimbang untuk mengetahui persentase bahan yang ada pada setiap ayakan (mesh).
Setelah persentase didapat selanjutnya sampel dari setiap ayakan diuji sifat fisik
meliputi: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, berat jenis, sudut
tumpukan dan daya ambang menurut metode Khalil (1999). Sampel juga dianalisis
kandungan Serat Kasar, Gross Energy, pH (Apriyantono et al., 2000) dan kelarutan
total (Stefanon et al., 1996) .

20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Umum Bahan
Pengamatan umum bahan merupakan tahapan untuk melihat kondisi bahan
sebelum proses pengujian bahan dilakukan sesuai perlakuan. Pengamatan umum
bungkil inti sawit dan bungkil kelapa berdasarkan ukuran ayakan (Tabel 13) serta
gambar produk hasil ayakan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa (Gambar 8)
menunjukkan perbedaan karakteristik fisik bahan pada masing-masing ayakan.
Tabel 13. Pengamatan Umum Bahan Berdasarkan Ukuran Ayakan
Indikator
Pengamatan

Jenis Bahan
Bungkil Inti Sawit
Bungkil Kelapa
Warna
4-100
Coklat
Coklat
Bau
4-100
Bungkil Inti Sawit
Bungkil Kelapa
Bentuk
4
Bongkahan
*)
8
Butiran Kasar
Butiran Kasar
30
Butiran Halus
Tepung Kasar
100
Tepung Halus
Tepung Halus
Tekstur
4
Kasar Beragam
*)
8
Kasar Seragam
Kasar seragam
30
Halus Seragam
Halus Seragam
100
Sangat Halus
Sangat Halus
*) tidak ada bahan bungkil kelapa yang lolos pada nomor mesh 4.

A

Nomor
mesh

A

A

A

A

B

B

B

B

A

B

Gambar 8. Bentuk dan Warna Produk Hasil Ayakan Bungkil Inti Sawit (A) dan
Bungkil Kelapa (B)

21

Berdasarkan pengamatan umum, warna bungkil inti sawit lebih cenderung
menampilkan warna coklat yang lebih pekat dibandingkan bungkil kelapa, kondisi
ini merata untuk setiap ayakan. Bau pada bungkil inti sawit lebih harum bila
dibandingkan bungkil kelapa.
Nomor ayakan 4 mengidentifikasi kondisi fisik bungkil inti sawit didominasi
bongkahan dengan tekstur kasar beragam sedangkan pada bungkil kelapa tidak
teridentifikasi karena bahan tidak terayak pada nomor ayakan tersebut. Nomor mesh
8 mengidentifikasi kondisi fisik bungkil inti sawit dan bungkil kelapa didominasi
butiran kasar dengan tekstur kasar seragam. Nomor mesh 30 pada bungkil inti sawit
dan bungkil kelapa memiliki persamaan dengan tekstur halus seragam sedangkan
perbedaannya terletak pada bentuk bahan, bungkil inti sawit dominan dalam bentuk
butiran halus sedangkan bungkil kelapa dominan dalam bentuk tepung kasar. Nomor
mesh 50 memiliki kondisi yang hampir sama dengan nomor mesh 30. Nomor mesh
100 mengidentifikasikan kondisi bentuk dan tekstur yang sama pada bungkil inti
sawit dan bungkil kelapa, kedua jenis bahan pada nomor mesh 100 memiliki bentuk
tepung halus dan tekstur sangat halus.
Kandungan Zat Makanan Bahan Pakan
Kandungan zat makanan bungkil kelapa dan bungkil inti sawit sebelum
dilakukan pengayakan (sieving) dapat dilihat pada Tabel 11. Menurut Chung dan Lee
(1985), pengetahuan komposisi kimia perlu dilakukan karena akan mempengaruhi sifat
fisik dan thermal butiran, pemindahan masa bahan, termasuk penyimpanan butiran,
pengeringan, aerasi, pendinginan, dan pengolahan.
Tabel 11 menunjukkan bahwa bungkil inti sawit memiliki nilai Protein Kasar
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bungkil kelapa. Protein Kasar yang
kecil pada bungkil inti sawit disebabkan oleh banyaknya kontaminasi luar yang
menyebabkan Protein Kasar menurun dan Serat Kasar meningkat. Serat Kasar yang
cukup tinggi pada bungkil inti sawit mengindikasikan pemakaian bungkil inti sawit
lebih rendah untuk ternak monogastrik. Nilai Gross Energi pada bungkil inti sawit
dan bungkil kelapa yang berkisar antara 4505-4559 kal/g menjadikan pertimbangan
bahan ini sebagai sumber energi dalam penyusunan ransum.

22

Rasio Produk Hasil Ayakan
Gambar 9 menunjukkan persentase produk hasil ayakan bungkil kelapa dan
bungkil inti sawit. Persentase ini menampilkan distribusi bahan yang berada pada

Persentase Bahan (%)

masing-masing nomor ayakan.
40
35
30
25
20
15
10
5
0

35,89
29,04

16,13

25,74 27,03

22,56
18,63

11,92
8,13
0
4

2,6

2,31

8

16
30
Ayakan (mesh)
Bungkil Inti Sawit

50

100

Bungkil Kelapa

Gambar 9. Persentase Produk Hasil Ayakan Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa
Jumlah produk hasil ayakan terendah pada bungkil inti sawit berada pada
nomor mesh 100, yaitu sebesar 2,31 % dan tertinggi berada pada nomor mesh 30,
yaitu sebesar 29,04 %. Hasil ini menunjukkan bahwa kohesifitas bungkil inti sawit
yang cukup tinggi menjadi faktor utama yang menghambat produk hasil ayakan
melewati celah pada ukuran mesh sebelumnya (nomor mesh 30 dan 50). Berbeda
halnya dengan bungkil kelapa, persentase bahan terendah berada pada nomor mesh 4
yaitu sebesar 0% dan tertinggi berada pada nomor mesh 30 sebesar 35,89% yang
jauh lebih tinggi dibandingkan bungkil inti sawit. Hasil ini disebabkan gaya kohesi
(gaya partikel sejenis) pada bungkil kelapa lebih rendah dibandingkan bungkil inti
sawit sehingga bahan lebih mudah terpisah dan bahan lebih mudah melewati celah
pada masing-masing ukuran mesh.
Secara umum, produk bungkil inti sawit hasil ayakan berada pada nomor
ayakan 8 sampai 50 sedangkan bungkil kelapa berada pada nomor ayakan 16 sampai
100. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran bahan lebih dominan berada pada nomor
mesh tersebut.

23

Sifat