Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit di Tambahkan Hemicell pada Itik Raja Umur 8 Minggu
KECERNAAN RANSUM MENGGANDUNG BERBAGAI TINGKAT BUNGKIL INTI SAWIT DITAMBAHKAN HEMICELL PADA ITIK RAJA UMUR 8 MINGGU
ELMAN HALAWA 060306035
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KECERNAAN RANSUM MENGGANDUNG BERBAGAI TINGKAT BUNGKIL INTI SAWIT DITAMBAHKAN HEMICELL PADA ITIK RAJA UMUR 8 MINGGU
SKRIPSI OLEH : ELMAN HALAWA 060306035
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KECERNAAN RANSUM MENGGANDUNG BERBAGAI TINGKAT BUNGKIL INTI SAWIT DITAMBAHKAN HEMICELL PADA ITIK RAJA UMUR 8 MINGGU
SKRIPSI Oleh :
ELMAN HALAWA 060306035/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul
Nama NIM Program Studi
:iiKecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit di Tambahkan Hemicell pada Itik Raja Umur 8 Minggu : Elman Halawa : 060306035 : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Iskandar Sembiring, MM) Ketua
(Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc.) Anggota
Mengetahui,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal Lulus :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
DEDE FIRUZA : Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit Ditambahkan Hemicell Pada Itik Raja Umur 8 Minggu. Dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan NURZAINAH GINTING.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old duck (DOD) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik umur 8 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum sesaat DOD dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ransum yang pertama kali seperti pada perlakuan R0 menghasilkan rataan retensi nitrogen, energi metabolisme (semi, murni, semi terkoreksi nitrogen dan murni terkoreksi nitrogen) dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum tertinggi berturut – turut sebesar 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kkal/kg, 3409.60 ± 15.31 kkal/kg, 3234.31 ± 15.31 kkal/kg, 3409.40 ± 15.31 kkal/kg dan 0.78 ± 0.004. Kesimpulan dari penelitian ini adala pemberian ransum seawal mungkin pada broiler akan meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan efisiensi pemafaatan energi bruto menjadi energi metabolisme pada itik umur 8 minggu.
Kata kunci : Awal Pemberian Ransum, Energi Metabolisme dan itik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
DEDE FIRUZA : The Metabolism feeding of Curm Palm Oil plus Hemicell in Duck 8 week. Under advised by ISKANDAR SEMBIRING and NURZAINAH GINTING.
Delays or duration of ranchers to feeding to the day old chick (DOC) is often considered the normal for farmer. Actually, initial feeding may accelerate the growth of digestive organs and ultimately may improve nitrogen retention, energy metabolism and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on broiler. The present experiment was conducted to investigate the effects of the first difference times feed gives on digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy duck age 8 wick. The experiment was designed as completely randomized design with 9 treatments and 3 replications. The range of the different initial feeding between the treatments were six hours. The observed of parameters are average digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy.
The result of this experiment showed that the firstly feeding (R0) was give the highest of retention nitrogen, metabolism energy and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on duck were 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kcal/kg, 3409.60 ± 15.31 kcal/kg, 3234.31 ± 15.31 kcal/kg, 3409.40 ± 15.31 kcal/kg and 0.78 ± 0.004 respectively. The conclusion of this research was the earliest feeding can increase the nitrogen retention, metabolism energy and efficiency of utilization of gross energy to energy metabolism on duck 8 week. Keywords : The Initial Feeding Metabolism Energy and Duck
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tetehosi pada Tanggal 24 April 1988 dari ayah Yasozatulo Halawa dan ibu Astia Zai. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.
Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Gunungsitoli pada Tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Studi Peternakan melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Peternakan. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kelompok Tani Harapan di Desa Binjai Timur km. 18 dari Tanggal 12 Desember 2009 sampai 20 Februari 2010.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi saya ini adalah “Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit Ditambahkan Hemicell Pada Itik Raja Umur 8 Minggu”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM. selaku komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan khususnya peternakan Itik.
Medan, Mei 2012
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
.............................................................................................................. Hal.
ABSTRAK .......................................................................................................... i ABSTRACT.......................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv DAFTAR ISI....................................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan Penelitian..................................................................................... 3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 3 Kegunaan Penelitian................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA Broiler ..................................................................................................... 4 Ransum Itik. ............................................................................................ 4 Saluran Pencernaan Itik........................................................................... 6 Kecernaan/Daya Cerna............................................................................ 8 Pencernaan Ransum. ............................................................................... 9 Awal Pemberian Ransum. ....................................................................... 10 Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Itik ...................................... 15 Pemberian Ransum yang lebih Awal dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur ...... .................................................................................... 16 Efek Kuning Telur (Yolk) di dalam Pertambahan Berat Badan ...... ....... 17 Efek Kuning Telur (Yolk) terhadap Perkembangan Saluran Pencernaan...... ........................................................................................ 20 Pematangan Sistem Pencernaan ...... ....................................................... 22 Energi Metabolisme...... .......................................................................... 22 Retensi Nitrogen...................................................................................... 25 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 27 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 27
Ternak.......................................................................................... 27 Ransum ........................................................................................ 27 Air Minum, Vaksin, Obat – obatan dan Desinfektan .................. 28 Kandang dan Perlengkapan ......................................................... 28 Metode Penelitian.................................................................................... 29 Parameter Penelitian............................................................................... 31 Retensi Nitrogen...... .................................................................... 31 Energi Metabolisme..................................................................... 31 Konversi EMSn/EB...... ............................................................... 32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pelaksanaan Penelitian..... ....................................................................... 32 Persiapan Kandang beserta Peralatannya.... ................................ 32 Pemeliharaan Itik......................................................................... 33 Penentuan Energi Metabolisme................................................... 33 Metode Pemberian Ransum secara Paksa (Force Feeding) ............................................................................. 33 Prosedur Pengambilan/Pengolahan Data..................................... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Retensi Nitrogen ..................................................................................... 36 Energi Metabolisme. ............................................................................... 38 Konversi EMSn/EB................................................................................. 42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 45 Saran........................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
No. ..............................................................................................................Hal. 1. Persyaratan mutu untuk anak Itik ras pedaging (itik starter)........................ 5 2. Persyaratan mutu untuk Itik ras pedaging masa akhir (itik finisher) .......... 5 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur................... 11 4. Pengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan pakan
pada umur 4 hari ........................................................................................... 21 5. Rataan retensi nitrogen Itik (%) .................................................................... 36 6. Rataan energi metabolisme Itik (kkal/kg) ..................................................... 39 7. Rataan energi metabolisme terkoreksi nitrogen Itik (kkal/kg)...................... 40 8. Rataan konversi EMSn/EB ........................................................................... 43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
No. ..............................................................................................................Hal. 1. Efek lanjut stresor pada day old duck (DOD) ............................................... 16 2. Pengaruh pemberian pakan yang awal dan terlambat terhadap sisa kuning
telur pada anak Itik ....................................................................................... 17 3. Pengaruh ketiadaan pakan setelah penetasan (0 – 48 jam) terhadap berat
badan Itik pada interval 48 jam..................................................................... 18 4. Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian pakan setelah 15
jam pengiriman day old duck (DOD) ........................................................... 19 6. Alur pengukuran retensi nitrogen, energi metabolis dan serat kasar dengan
metode force feeding..................................................................................... 34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
No. ..............................................................................................................Hal. 1. Retensi nitrogen ............................................................................................ 51 2. Energi metabolisme semu ............................................................................. 53 3. Energi metabolisme murni ............................................................................ 55 4. Energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen.............................................. 57 5. Energi metabolisme murni terkoreksi nitrogen............................................. 59 6. Konversi EMSn/EB....................................................................................... 61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
DEDE FIRUZA : Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit Ditambahkan Hemicell Pada Itik Raja Umur 8 Minggu. Dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan NURZAINAH GINTING.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old duck (DOD) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik umur 8 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum sesaat DOD dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ransum yang pertama kali seperti pada perlakuan R0 menghasilkan rataan retensi nitrogen, energi metabolisme (semi, murni, semi terkoreksi nitrogen dan murni terkoreksi nitrogen) dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum tertinggi berturut – turut sebesar 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kkal/kg, 3409.60 ± 15.31 kkal/kg, 3234.31 ± 15.31 kkal/kg, 3409.40 ± 15.31 kkal/kg dan 0.78 ± 0.004. Kesimpulan dari penelitian ini adala pemberian ransum seawal mungkin pada broiler akan meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan efisiensi pemafaatan energi bruto menjadi energi metabolisme pada itik umur 8 minggu.
Kata kunci : Awal Pemberian Ransum, Energi Metabolisme dan itik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
DEDE FIRUZA : The Metabolism feeding of Curm Palm Oil plus Hemicell in Duck 8 week. Under advised by ISKANDAR SEMBIRING and NURZAINAH GINTING.
Delays or duration of ranchers to feeding to the day old chick (DOC) is often considered the normal for farmer. Actually, initial feeding may accelerate the growth of digestive organs and ultimately may improve nitrogen retention, energy metabolism and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on broiler. The present experiment was conducted to investigate the effects of the first difference times feed gives on digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy duck age 8 wick. The experiment was designed as completely randomized design with 9 treatments and 3 replications. The range of the different initial feeding between the treatments were six hours. The observed of parameters are average digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy.
The result of this experiment showed that the firstly feeding (R0) was give the highest of retention nitrogen, metabolism energy and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on duck were 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kcal/kg, 3409.60 ± 15.31 kcal/kg, 3234.31 ± 15.31 kcal/kg, 3409.40 ± 15.31 kcal/kg and 0.78 ± 0.004 respectively. The conclusion of this research was the earliest feeding can increase the nitrogen retention, metabolism energy and efficiency of utilization of gross energy to energy metabolism on duck 8 week. Keywords : The Initial Feeding Metabolism Energy and Duck
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENDAHULUAN
Latar Belakang Usaha ternak unggas khususnya peternakan itik merupakan salah satu
sektor usaha yang memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani. Dibandingkan dengan usaha ternak lainnya seperti sapi potong yang membutuhkan waktu 3 bulan dalam proses penggemukannya, itik hanya membutuhkan waktu 4 – 5 minggu masa pemeliharaannya. Dengan masa pemeliharaan yang singkat ini, kebutuhan masyarakat akan daging dapat selalu tersedia.
Namun dalam menjalankan usaha peternakan itik ini, banyak peternak yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mengembangkan usahanya. Baik itu dari harga ransum yang semakin mahal, faktor lingkungan (cuaca, penyakit dsb.) serta kurangnya pengetahuan peternak akan teknik pemeliharaan yang tepat.
Dari keseluruhan permasalahan diatas, manajemen pemeliharaan merupakan satu diantaranya. Sempitnya wawasan peternak akan manajemen yang baik memberikan dampak yang negatif terhadap hasil produksi yang tidak maksimal yang mana tingkat pendapatan peternak tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Keberhasilan peternakan itik ditentukan oleh tiga hal yaitu : Breeding, feeding dan manajemen. Program manajemen disini adalah masalah yang berkaitan dengan tata laksana pemeliharaan itik. Manajemen pemeliharaan itik yang dimaksudkan adalah dalam hal waktu pemberian ransum seringkali diabaikan peternak itik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick (DOD) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak itik. Peternak sering beranggapan, bahwa day old dulck (DOD) yang baru tiba di kandang tidak boleh segera diberi ransum. Pemuasaan ini dianggap akan memberi kesempatan terjadinya penyerapan sisa kuning telur semaksimal mungkin. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat memberikan efek yang baik terhadap pertumbuhan itik yang baru menetas. Kuning telur ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan anak itik (meskipun pada hari pertama kehidupan) terutama untuk pertumbuhan. Untuk itulah perlu diadakan suatu perbaikan dalam hal waktu pemberian ransum yang tidak terlalu lama. Dimana peternak broiler juga harus memperhatikan jarak tempuh day old dulck (DOD) dari tempat breeding/penetasan sampai ke kandang. Hal inilah yang sering diabaikan peternak dalam melaksanakan usaha peternakannya.
Dengan adanya perhatian dari manajemen pemeliharaan ini terutama dalam hal pemberian ransum yang semakin cepat pada day old dulck (DOD) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan itik yang maksimal. Pemberian ransum sedini mungkin tidak hanya meningkatkan proses metabolisme tetapi juga dapat mempercepat penyerapan kuning telur dan mempercepat pertumbuhan/perkembangan saluran pencernaan pada day old chick (DOC) yang pada akhirnya berdampak pada respon fisik, fisiologis maupun tingkah laku.
Perkembangan saluran pencernaan yang semakin cepat menghasilkan daya cerna (energi metabolisme dan protein) akan ransum yang semakin baik. Daya cerna ransum yang semakin baik ini memungkinkan nutrisi yang terbuang semakin kecil. Dengan kata lain, penyerapan nutrisi ransum pada saluran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pencernaan itik semakin maksimal yang pada akhirnya mempercepat pertumbuhan broiler dengan produktivitas yang lebih maksimal. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum itik umur 8 minggu. Hipotesis Penelitian
Waktu pemberian ransum yang semakin cepat akan berpengaruh positif terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum itik umur 8 minngu. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada peternak itik tentang manajement breeding ataupun manajemen pemeliharaan yang baik yang nantinya memberikan hasil produksi yang maksimal serta memberikan informasi tentang pengaruh dari keterlambatan pemberian ransum terhadap tingkat daya cerna serat, retensi nitrogen dan energi metabolisme kasar itik umur 8 minggu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TINJAUAN PUSTAKA
Broiler Itik atau lebih dikenal dengan unggas pedaging adalah itik jantan atau
betina yang umumnya dipanen pada umur 5 - 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Itik memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap ransum cukup tinggi, sebagian besar dari ransum diubah menjadi daging dan pertambahan bobot badan sangat cepat sedangkan kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987).
Ransum Itik Pemberian ransum pada itik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan berproduksi itik tersebut. Untuk produksi maksimum dilakukan dalam jumlah cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum itik harus seimbang antara kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan. Sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu memproduksi daging sebanyak - banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian ransum tidak dibatasi (ad libitum). Itik selama masa pemeliharaannya mempunyai dua macam ransum yaitu itik starter dan itik finisher (Kartadisastra, 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Persyaratan mutu ransum untuk anak itik (itik starter) berbeda dengan
mutu ransum broiler pada masa akhir (itik finisher). Perbedaan ini sesuai dengan
kebutuhan nutrisi itik sesuai dengan fase pertumbuhannya. Berikut kebutuhan
nutrisi itik sesuai dengan fase pertumbuhannya (Tabel 1 dan Tabel 2).
Tabel 1. Persyaratan mutu untuk anak itik ras pedaging (itik starter)
No. Parameter 1. Kadar air 2. Protein kasar 3. Lemak kasar 4. Serat kasar 5. Abu 6. Kalsium (Ca) 7. Fosfor (P) total 8. Fosfor (P) tersedia 9. Total alfatoxin 10. Energi termetabolis (EM) 11. Asam amino :
Lisin Metionin Metionin + sistin
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)
Satuan % % % % % % % %
µ g/kg kkal/kg
% % %
Persyaratan Maks. 14.00 Min. 19.00 Maks. 7.40 Maks. 6.00 Maks. 8.00 0.90 - 1.20 0.60 - 1.00
Min. 0.40 Maks. 50.00 Min. 2900
Min. 1.10 Min. 0.40 Min. 0.60
Tabel 2. Persyaratan mutu untuk itik ras pedaging masa akhir (itik finisher)
No. Parameter 1. Kadar air 2. Protein kasar 3. Lemak kasar 4. Serat kasar 5. Abu 6. Kalsium (Ca) 7. Fosfor (P) total 8. Fosfor (P) tersedia 9. Total alfatoxin 10. Energi termetabolis (EM) 11. Asam amino :
Lisin Metionin Metionin + sistin
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)
Satuan % % % % % % % %
µ g/kg kkal/kg
% % %
Persyaratan Maks. 14.00 Min. 18.00 Maks. 8.00 Maks. 6.00 Maks. 8.00 0.90 - 1.20 0.60 - 1.00
Min. 0.40 Maks. 50.00 Min. 2900
Min. 0.90 Min. 0.30 Min. 0.50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Saluran Pencernaan Itik Itik tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam
kloaka dan dikeluarkan bersama – sama feses. Warna putih yang terdapat dalam ekskreta itik sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mamalia kebanyakan adalah urea. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan cepat (lebih kurang empat jam) (Anggorodi, 1985).
Kemampuan adaptasi saluran pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis tergantung pada pasokan nutrisi yang diberikan pada periode perkembangan awal setelah menetas. Menurut Zhou et al. (1990), status nutrisi dan pola pemberian ransum dapat memodifikasi fungsi saluran pencernaan.
Kapasitas saluran pencernaan pada itik periode awal dalam memanfaatkan nutrisi (asam amino dan gula) telah dilaporkan oleh Rovira et al. (1994). Pemberian protein atau asam amino dalam jumlah banyak dapat meningkatkan daya serap usus atau berakibat sebaliknya dengan pembatasan ransum. Kemampuan usus dalam memanfaatkan nutrisi ditentukan oleh perkembangan saluran percernaan secara fisiologis yang dilihat dari segi aktivitas enzim.
Meskipun aktivitas enzim pencernaan pada umumnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : Genetis, komposisi ransum dan intake (Nitsan et al., 1991). Intake lebih berpengaruh terhadap produksi dan aktivitas enzim pencernaan.
Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi makin aktif kegiatan saluran pencernaan untuk mencerna sehingga dapat merangsang pertumbuhan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
organ pencernaan. Jenis ransum seperti misalnya perbedaan kandungan serat, juga dapat menentukan perkembangan organ pencernaan (Siri et al., 1992).
Pencernaan adalah penguraian makanan ke dalam zat - zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh (Anggorodi, 1985). Ayam merupakan ternak non ruminansia yang artinya ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian - bagian penting dari alat pencernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gerakan peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran (Tillman dkk., 1991).
Seperti kita ketahui bahwa itik tidak mempunyai gigi geligi untuk mengunyah ransum sebagaimana ternak lainnya, namun punya paruh yang dapat melumatkan makanan. Oleh karena itu, daya cerna itik terhadap ransumnya lebih rendah 10% dari pada ternak lain (Kartadisastra, 1994).
Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di gizzard (empedal) dengan menggunakan batu - batu kecil atau grid yang sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus. Disini terjadi proses penyerapan pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh usus halus seperti cairan duodenum, empedu, pankreas dan usus. Di dalam usus besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik) (Tillman dkk., 1991).
Didalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum banyak dilakukan dengan menggiling bahan - bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990).
Kecernaan/Daya Cerna Nilai sebenarnya kecernaan ditunjukkan dari bagian yang hilang setelah
bahan makanan dicerna, diserap dan dimetabolis (Schneider dan Flatt, 1973 dan Tillman dkk., 1991).
Perbedaan nilai kecernaan disebabkan oleh adanya perbedaan pada sifat makanan yang diproses, termasuk kesesuaiannya untuk dihidrolisis oleh enzim pencernaan itik (amilase, tripsin, kimotripsin, kolesterol esterase, sukrase dll.) (Kompiang dan Ilyas, 1983; Sukarsa dkk., 1985; Wahju, 1997).
Faktor lain yang ikut mempengaruhi nilai kecernaan antara lain : (1). Tingkat proporsi bahan dalam ransum, (2). Komposisi kimia, (3). Tingkat protein ransum dan (4). Mineral (Maynard et al., 1979; Bautrif, 1990; Wahju 1997).
Menurut Tillman dkk. (1998) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proporsional zat - zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan tidak diperlukan (Cullison 1978). Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian ransum, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Church and Pond, 1988). Dinyatakan oleh Anggorodi (1990) yang mempengaruhi daya cerna adalah suhu, laju perjalanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya. Jenis kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh terhadap daya cerna protein dan asam - asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten (Doeschate et al., 1993).
Prinsip penentuan kecernaan zat - zat makanan adalah menghitung banyaknya zat - zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan banyaknya zat makanan yang dikeluarkan melalui feses (Ranjhan, 1980).
Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum (Ranjhan, 1980). Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman dkk., 1998).
Tingkat kecernaan/daya cerna suatu ransum menggambarkan besarnya zat - zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi (Ginting, 1992).
Pencernaan Ransum Penentuan kecernaan/daya cerna dari suatu ransum dapat diketahui dimana
harus dipahami terlebih dahulu dua hal yang penting yaitu : Jumlah nutrien yang terdapat dalam ransum dan jumlah nutrien yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila ransum telah mengalami proses pencernaan (Tillman dkk., 1991).
Anggorodi (1979) menyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu ransum adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu ransum yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrisi yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap.
Awal Pemberian Ransum Di peternakan komersil seringkali day old dulck (DOD) tidak langsung
diberi makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang. Faktanya adalah ayam yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa kuning telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman lingkungan menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997).
Pemberian ransum pada itik seawal mungkin memang berpengaruh terhadap perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan dipacu seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal, sehingga itik yang diberi ransum lebih dini mempunyai penampilan akhir lebih baik (Sulistyonigsih, 2004). Konsumsi itik yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada itik yang diberi ransum hari ke-2 (Sulistyonigsih, 2004).
Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif akan tersebut antara lain bobot badan tidak akan mencapai bobot standar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional
dalam telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%),
protein (28%) diantaranya maternal antibodi (7%), dan lipid (20%) dianggap
memenuhi kebutuhan DOD. Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur
tertera dalam Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur
Umur (Hari)
Energi Kasar Diet Yolk (Kcal) (%) (Kcal) (%)
1 9.30 50 9.40 50
2 19.80 74 6.80 26
3 35.10 94 2.40 6
4 54.20 98 0.90 2
5 69.00 100 0.40 0
Sumber : Widjaja (1999)
Protein Diet Yolk (Kcal) (%) (Kcal) (%) 0.46 57 0.35 43 0.97 56 0.77 44 1.72 90 0.20 10 2.66 94 0.17 6 3.39 99 0.04 1
Kenyataanya sisa kuning telur ini sangat terbatas dan hanya cukup untuk
mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya. Pada hari pertama
saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat
dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai
memberi ransum pada anak itik, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya
mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan protein
(Widjaja, 1999).
Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan anak itik, yaitu : Hiperplasia (pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh). Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lebih dominan. Tentu saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama, akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu selanjutnya.
Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah : a. Sistem pencernaan makanan
Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin, sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. b. Sistem imunitas - Antibodi maternal
Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal, berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997). - Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT) seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun. c. Penampilan ayam Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa kuning telur berjalan secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan dengan proses pada itik (Noy et al., 1996; Unandar 1997).
Kondisi cekaman pada anak itik akan meningkatkan produksi adenokortikotropil hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak. Salah satu efek dari tingginya kadar hormon adalah menurunnya metabolisme tubuh secara umum, termasuk penyerapan kuning telur pada anak ayam (lihat pada Gambar 1). Gangguan penyerapan kuning telur akan berdampak pada gangguan nutrisi yang terlihat pada pertumbuhan yang lebih lambat. Kuning telur yang tersisa akan terkontaminasi oleh mikroorganisme, menyebabkan terjadinya radang pusar anak ayam (omphalistis). Penyerapan zat kebal induk yang terdapat pada sisa kuning telur juga akan terhambat sehingga pada akhirnya menurunkan daya tahan tubuh dan kepekaan terhadap penyakit jadi meningkat. Secara keseluruhan semua kondisi yang ada menyebabkan penampilan akhirnya itik menjadi buruk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Stresor
Stresor
DOD
Stresor
Adenocorticotropil hormone (ACTH)
Aktivitas fisiologis tubuh (Absorpsi kuning telur)
Gangguan nutrisional
Kuning telur yang persisten
Absorpsi zat kebal induk
Terlambat tumbuh
Kontaminasi kuman
Daya tahan tubuh
Omphalitis
Peka terhadap penyakit
Terlambat tumbuh, kematian dan problem asites meningkat Gambar 1. Efek lanjut stresor pada DOD (Unandar, 2002)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Itik Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu
sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam tubuh berupa sisa – sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan anak itik selama 48 jam sejak menetas. Sebagian ahli lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa – sisa kuning telur, bahwa anak ayam masih membutuhkan makanan. Pendapat ini pun masuk akal, sebab pertumbuhan pertama dari anak ayam berlangsung sangat cepat, sehingga banyak membutuhkan zat putih telur (protein). Karena itu sisa – sisa kuning telur tadi tidak mencukupi kebutuhan anak itik untuk mendukung pertumbuhan tubuhnya (Muslim, 1993).
Anak itik yang baru menetas dapat bertahan tidak makan selama dua hari sejak ia ditetaskan, karena di dalam perutnya masih ada sisa kuning telur yang digunakan sebagai sumber energi (Rasyaf, 1989).
Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber energi. Selama penetasan, kuning telur terdiri dari 20% adalah berat badan anak ayam dan mengandung 20 – 40% lemak serta 20 – 25% protein. Menjelang berakhirnya masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga abdominal. Bagi anak ayam yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai energi sedangkan protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Sisa kuning telur cukup untuk kelangsungan hidup anak ayam hingga umur 3 – 4 hari tanpa diberikan ransum, tetapi tidak dapat mendukung perkembangan saluran pencernaan dan sistem kekebalan ataupun pertambahan berat badan. Selanjutnya kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga seperti maternal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna daripada sebagai sumber asam amino. Pecahan lipid dari kuning telur sebagian besar berisi trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil ester kolesterol serta asam lemak tidak bebas. Pada saat penetasan anak itik, kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis dari kandungan kuning telur ke dalam sirkulasi atau oleh batang kuning telur ke dalam usus halus. Pergerakan anti peristaltik mentransfer kuning telur ke usus halus dimana acyl – lipid di cerna oleh enzim lipase dari pankreas dan diserapnya (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Pemberian Ransum yang Lebih Awal dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur
Sisa kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas. Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh anak itik yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada anak ayam broiler saat menetas adalah 6,5 gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu 96 jam pada anak itik yang diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2), tetapi berat kuning telur yang tersisa pada anakitikyang dipuasakan 24 dan 48 jam adalah 0,7 gram dan 1,5 gram setelah 96 jam. Hal ini disebabkan karena gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan di dalam saluran usus. Tetapi pada proses penetasan anak ayam di perunggasan komersial, anak itik akan ditransfer dari inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang telur. Diikuti dengan proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan yang dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam kenyataannya, anak ayam seringkali tidak mendapatkan air minum dan ransum, yang menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kelangsungan hidup dan pertumbuhan terlambat. Oleh karena segera setelah penetasan merupakan periode kritis untuk perkembangan dan kelangsungan hidup bagi anak ayam (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap isisa kuning telur pada anak itik
Efek Kuning Telur (Yolk) di dalam Pertambahan Berat Badan Studi terbaru mengenai day old chick (DOD) itik menjelaskan bahwa
setelah penetasan, anak itik yang mendapatkan ransum lebih cepat akan dicapai berat lebih besar dibandingkan dengan anak itik yang dipuasakan 48 jam (Gambar 3).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) iiterhadap berat badan itik pada interval 48 jam
Sedangkan pada anak itik yang diberi ransum segera dan dipuasakan 24 jam tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga dari studi lain bahwa ayam yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan dengan anak itik yang diberi ransum segera setelah menetas. Pada percobaan lain dilaporkan bahwa pullet dan anak itik yang dipuasakan selama 48 jam atau lebih akan memperlambat pertambahan berat badan dan perkembangan usus, menurunkan areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas pengambilan nutrien yang penting, jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan terlambat di kemudian hari akan menurun. Pemberian ransum yang lebih cepat pada anak itik akan meningkatkan persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 – 9% jika dibandingkan dengan anak itik yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan pemberian ransum yang lebih awal (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif terhadap pertambahan berat badan itik. Keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOD menyebabkan pertambahan berat badan itik lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, itik yang diberikan ransum lebih awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat badan ayam yang terlambat 15 jam diberi ransum. Pengaruh keterlambatan ini terlihat sangat signifikan pada umur 35 – 40 hari. Perbedaan berat badan mencapai 80 g yang mana dapat mengurangi pendapatan peternak itik (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). Pengaruh bobot badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman anak itik dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik pengaruh bobot badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOD
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Efek Kuning Telur (Yolk) terhadap Perkembangan Saluran Pencernaan Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan anak itik belum sempurna
dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran pencernaan mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta kepadatan dan tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi pankreas dan enzim pencernaan) termasuk meningkatnya area permukaan pencernaan dan penyerapan. Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur 6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif. Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili usus. Morfologi epithelium usus terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan. Hal ini dilaporkan bahwa tinggi villi duodenum dan perputaran sel usus secara signifikan berkurang pada anak itik yang dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak itik menetas akan mempengaruhi perkembangan vili usus. Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih awal pada anak itik setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan iransum pada umur 4 hari
Ketiadaan ransum setelah penetasan
Hati
Proventriculus dan
Gizzard
Pankreas
Duodenum Jejenum Ileum
0 jam 3.76 7.91
0.38 2.94 2.82 2.12
24 jam 3.71
8.03
0.36 2.89 2.85 2.07
48 jam 3.24
7.80
0.20 2.78 2.39 1.65
Itik yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan
penyerapan usus, menuju ke asimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih
baik. Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun
jika ransum eksogenous tidak ada maka anak itik akan berkembang dipacu dengan
mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan relatif
konstan jika anak ayam mengkonsumsi ransum. Anak itik yang mencerna
makanan maka aktifitas enzim tripsin, amilase dan lipase akan meningkat yang
berkorelasi dengan peningkatan berat usus dan berat badan. Pengambilan nutrisi
seperti glukosa dan metionin adalah rendah (25 – 30%) segera setelah ayam
menetas. Pemberian ransum yang rendah natrium akan menurunkan pengambilan
nutrisi di usus sehingga disarankan nutrisi penting diberikan di awal periode
penetasan. Pankreas, hati dan usus halus berkembang cepat setelah anak ayam
menetas, sehingga hal ini perlu diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan
merangsang perkembangan organ tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan
dan penyerapan usus. Total aktifitas enzim pencernaan cenderung meningkat
selama periode setelah bereaksi dengan adanya makanan dalam usus
(Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pematangan Sistem Pencernaan Disamping kemampuan day old dulck (DOD) dalam mengatur temperatur
tubuhnya pematangan yang sempurna dari saluran pencernaan adalah hal yang sama penting terhadap performance itik. Sebelum anak itik pipping (mematuk kerabang telur) pada hari ke-19 inkubasi, embrio akan mulai menarik kuning telurnya ke dalam tubuhnya dan pada akhir hari ke-20 di dalam telur, keseluruhan kuning telur telah diserap. Residu kuning telur kaya akan lemak yang penting sebagai sumber energi untuk anak itik dan selanjutnya merupakan pematangan dari semua organ menjadi sempurna dan kontrol fisiologis (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2007).
Energi Metabolisme
Energi berasal dari dua kata Yunani yaitu : En yang berarti dalam dan Ergon yang berarti kerja. Energi yang terdapat dalam bahan makanan tidak seluruhnya digunakan oleh tubuh. Untuk setiap bahan makanan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (gross energy atau combustible energi), energi dapat dicerna, energi metabolisme dan energi neto (Wahju, 1997). Metabolisme merupakan keseluruhan proses perubahan kimiawi yang dikendalikan oleh enzim yang terjadi dalam sel, organ atau organisme yang bertujuan mensintesis makro molekul dalam bahan makanan untuk melaksanakan suatu fungsi tertentu dalam sel (Rifai dkk., 1990), untuk produksi energi, kemudian sebagian disimpan dan sisanya dibuang sebagai limbah kotoran (Stauffer, 1989).
Proses pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh ternak akan mengolah sebagian senyawa kimia yang masuk menembus dinding usus menjadi energi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang tersedia, yang kemudian akan digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk hidup pokok, aktivitas maupun untuk menghasilkan produk (Amrullah, 2002). Gas yang dihasilkan oleh ternak unggas biasanya diabaikan sehingga energi metabolisme merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto feses dan urin (NRC, 1994). Banyaknya feses tergantung pada kuantitas bahan yang tidak tercerna seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin (Anggorodi, 1985).
Penentuan kandungan energi metabolisme bahan makanan secara biologis dilakukan pertama kali oleh Hill et al. (1960). Metode Hill pada dasarnya mengukur konsumsi energi dengan energi ekskreta. Metode ini menggunakan Cr2O3 sebagai indikator. Selain itu, metode ini men
ELMAN HALAWA 060306035
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KECERNAAN RANSUM MENGGANDUNG BERBAGAI TINGKAT BUNGKIL INTI SAWIT DITAMBAHKAN HEMICELL PADA ITIK RAJA UMUR 8 MINGGU
SKRIPSI OLEH : ELMAN HALAWA 060306035
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KECERNAAN RANSUM MENGGANDUNG BERBAGAI TINGKAT BUNGKIL INTI SAWIT DITAMBAHKAN HEMICELL PADA ITIK RAJA UMUR 8 MINGGU
SKRIPSI Oleh :
ELMAN HALAWA 060306035/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul
Nama NIM Program Studi
:iiKecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit di Tambahkan Hemicell pada Itik Raja Umur 8 Minggu : Elman Halawa : 060306035 : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Iskandar Sembiring, MM) Ketua
(Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc.) Anggota
Mengetahui,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal Lulus :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
DEDE FIRUZA : Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit Ditambahkan Hemicell Pada Itik Raja Umur 8 Minggu. Dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan NURZAINAH GINTING.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old duck (DOD) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik umur 8 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum sesaat DOD dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ransum yang pertama kali seperti pada perlakuan R0 menghasilkan rataan retensi nitrogen, energi metabolisme (semi, murni, semi terkoreksi nitrogen dan murni terkoreksi nitrogen) dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum tertinggi berturut – turut sebesar 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kkal/kg, 3409.60 ± 15.31 kkal/kg, 3234.31 ± 15.31 kkal/kg, 3409.40 ± 15.31 kkal/kg dan 0.78 ± 0.004. Kesimpulan dari penelitian ini adala pemberian ransum seawal mungkin pada broiler akan meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan efisiensi pemafaatan energi bruto menjadi energi metabolisme pada itik umur 8 minggu.
Kata kunci : Awal Pemberian Ransum, Energi Metabolisme dan itik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
DEDE FIRUZA : The Metabolism feeding of Curm Palm Oil plus Hemicell in Duck 8 week. Under advised by ISKANDAR SEMBIRING and NURZAINAH GINTING.
Delays or duration of ranchers to feeding to the day old chick (DOC) is often considered the normal for farmer. Actually, initial feeding may accelerate the growth of digestive organs and ultimately may improve nitrogen retention, energy metabolism and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on broiler. The present experiment was conducted to investigate the effects of the first difference times feed gives on digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy duck age 8 wick. The experiment was designed as completely randomized design with 9 treatments and 3 replications. The range of the different initial feeding between the treatments were six hours. The observed of parameters are average digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy.
The result of this experiment showed that the firstly feeding (R0) was give the highest of retention nitrogen, metabolism energy and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on duck were 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kcal/kg, 3409.60 ± 15.31 kcal/kg, 3234.31 ± 15.31 kcal/kg, 3409.40 ± 15.31 kcal/kg and 0.78 ± 0.004 respectively. The conclusion of this research was the earliest feeding can increase the nitrogen retention, metabolism energy and efficiency of utilization of gross energy to energy metabolism on duck 8 week. Keywords : The Initial Feeding Metabolism Energy and Duck
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tetehosi pada Tanggal 24 April 1988 dari ayah Yasozatulo Halawa dan ibu Astia Zai. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.
Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Gunungsitoli pada Tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Studi Peternakan melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Peternakan. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kelompok Tani Harapan di Desa Binjai Timur km. 18 dari Tanggal 12 Desember 2009 sampai 20 Februari 2010.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi saya ini adalah “Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit Ditambahkan Hemicell Pada Itik Raja Umur 8 Minggu”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM. selaku komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan khususnya peternakan Itik.
Medan, Mei 2012
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
.............................................................................................................. Hal.
ABSTRAK .......................................................................................................... i ABSTRACT.......................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv DAFTAR ISI....................................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan Penelitian..................................................................................... 3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 3 Kegunaan Penelitian................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA Broiler ..................................................................................................... 4 Ransum Itik. ............................................................................................ 4 Saluran Pencernaan Itik........................................................................... 6 Kecernaan/Daya Cerna............................................................................ 8 Pencernaan Ransum. ............................................................................... 9 Awal Pemberian Ransum. ....................................................................... 10 Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Itik ...................................... 15 Pemberian Ransum yang lebih Awal dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur ...... .................................................................................... 16 Efek Kuning Telur (Yolk) di dalam Pertambahan Berat Badan ...... ....... 17 Efek Kuning Telur (Yolk) terhadap Perkembangan Saluran Pencernaan...... ........................................................................................ 20 Pematangan Sistem Pencernaan ...... ....................................................... 22 Energi Metabolisme...... .......................................................................... 22 Retensi Nitrogen...................................................................................... 25 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 27 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 27
Ternak.......................................................................................... 27 Ransum ........................................................................................ 27 Air Minum, Vaksin, Obat – obatan dan Desinfektan .................. 28 Kandang dan Perlengkapan ......................................................... 28 Metode Penelitian.................................................................................... 29 Parameter Penelitian............................................................................... 31 Retensi Nitrogen...... .................................................................... 31 Energi Metabolisme..................................................................... 31 Konversi EMSn/EB...... ............................................................... 32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pelaksanaan Penelitian..... ....................................................................... 32 Persiapan Kandang beserta Peralatannya.... ................................ 32 Pemeliharaan Itik......................................................................... 33 Penentuan Energi Metabolisme................................................... 33 Metode Pemberian Ransum secara Paksa (Force Feeding) ............................................................................. 33 Prosedur Pengambilan/Pengolahan Data..................................... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Retensi Nitrogen ..................................................................................... 36 Energi Metabolisme. ............................................................................... 38 Konversi EMSn/EB................................................................................. 42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 45 Saran........................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
No. ..............................................................................................................Hal. 1. Persyaratan mutu untuk anak Itik ras pedaging (itik starter)........................ 5 2. Persyaratan mutu untuk Itik ras pedaging masa akhir (itik finisher) .......... 5 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur................... 11 4. Pengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan pakan
pada umur 4 hari ........................................................................................... 21 5. Rataan retensi nitrogen Itik (%) .................................................................... 36 6. Rataan energi metabolisme Itik (kkal/kg) ..................................................... 39 7. Rataan energi metabolisme terkoreksi nitrogen Itik (kkal/kg)...................... 40 8. Rataan konversi EMSn/EB ........................................................................... 43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
No. ..............................................................................................................Hal. 1. Efek lanjut stresor pada day old duck (DOD) ............................................... 16 2. Pengaruh pemberian pakan yang awal dan terlambat terhadap sisa kuning
telur pada anak Itik ....................................................................................... 17 3. Pengaruh ketiadaan pakan setelah penetasan (0 – 48 jam) terhadap berat
badan Itik pada interval 48 jam..................................................................... 18 4. Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian pakan setelah 15
jam pengiriman day old duck (DOD) ........................................................... 19 6. Alur pengukuran retensi nitrogen, energi metabolis dan serat kasar dengan
metode force feeding..................................................................................... 34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
No. ..............................................................................................................Hal. 1. Retensi nitrogen ............................................................................................ 51 2. Energi metabolisme semu ............................................................................. 53 3. Energi metabolisme murni ............................................................................ 55 4. Energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen.............................................. 57 5. Energi metabolisme murni terkoreksi nitrogen............................................. 59 6. Konversi EMSn/EB....................................................................................... 61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
DEDE FIRUZA : Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit Ditambahkan Hemicell Pada Itik Raja Umur 8 Minggu. Dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan NURZAINAH GINTING.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old duck (DOD) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik umur 8 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum sesaat DOD dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto itik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ransum yang pertama kali seperti pada perlakuan R0 menghasilkan rataan retensi nitrogen, energi metabolisme (semi, murni, semi terkoreksi nitrogen dan murni terkoreksi nitrogen) dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum tertinggi berturut – turut sebesar 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kkal/kg, 3409.60 ± 15.31 kkal/kg, 3234.31 ± 15.31 kkal/kg, 3409.40 ± 15.31 kkal/kg dan 0.78 ± 0.004. Kesimpulan dari penelitian ini adala pemberian ransum seawal mungkin pada broiler akan meningkatkan retensi nitrogen, energi metabolisme dan efisiensi pemafaatan energi bruto menjadi energi metabolisme pada itik umur 8 minggu.
Kata kunci : Awal Pemberian Ransum, Energi Metabolisme dan itik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
DEDE FIRUZA : The Metabolism feeding of Curm Palm Oil plus Hemicell in Duck 8 week. Under advised by ISKANDAR SEMBIRING and NURZAINAH GINTING.
Delays or duration of ranchers to feeding to the day old chick (DOC) is often considered the normal for farmer. Actually, initial feeding may accelerate the growth of digestive organs and ultimately may improve nitrogen retention, energy metabolism and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on broiler. The present experiment was conducted to investigate the effects of the first difference times feed gives on digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy duck age 8 wick. The experiment was designed as completely randomized design with 9 treatments and 3 replications. The range of the different initial feeding between the treatments were six hours. The observed of parameters are average digestible of crude fiber, retention nitrogen and metabolism energy.
The result of this experiment showed that the firstly feeding (R0) was give the highest of retention nitrogen, metabolism energy and conversion energy nitrogen metabolism corrected from gross energy on duck were 83.48 ± 0.87%, 3234.51 ± 15.31 kcal/kg, 3409.60 ± 15.31 kcal/kg, 3234.31 ± 15.31 kcal/kg, 3409.40 ± 15.31 kcal/kg and 0.78 ± 0.004 respectively. The conclusion of this research was the earliest feeding can increase the nitrogen retention, metabolism energy and efficiency of utilization of gross energy to energy metabolism on duck 8 week. Keywords : The Initial Feeding Metabolism Energy and Duck
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENDAHULUAN
Latar Belakang Usaha ternak unggas khususnya peternakan itik merupakan salah satu
sektor usaha yang memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani. Dibandingkan dengan usaha ternak lainnya seperti sapi potong yang membutuhkan waktu 3 bulan dalam proses penggemukannya, itik hanya membutuhkan waktu 4 – 5 minggu masa pemeliharaannya. Dengan masa pemeliharaan yang singkat ini, kebutuhan masyarakat akan daging dapat selalu tersedia.
Namun dalam menjalankan usaha peternakan itik ini, banyak peternak yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mengembangkan usahanya. Baik itu dari harga ransum yang semakin mahal, faktor lingkungan (cuaca, penyakit dsb.) serta kurangnya pengetahuan peternak akan teknik pemeliharaan yang tepat.
Dari keseluruhan permasalahan diatas, manajemen pemeliharaan merupakan satu diantaranya. Sempitnya wawasan peternak akan manajemen yang baik memberikan dampak yang negatif terhadap hasil produksi yang tidak maksimal yang mana tingkat pendapatan peternak tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Keberhasilan peternakan itik ditentukan oleh tiga hal yaitu : Breeding, feeding dan manajemen. Program manajemen disini adalah masalah yang berkaitan dengan tata laksana pemeliharaan itik. Manajemen pemeliharaan itik yang dimaksudkan adalah dalam hal waktu pemberian ransum seringkali diabaikan peternak itik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick (DOD) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak itik. Peternak sering beranggapan, bahwa day old dulck (DOD) yang baru tiba di kandang tidak boleh segera diberi ransum. Pemuasaan ini dianggap akan memberi kesempatan terjadinya penyerapan sisa kuning telur semaksimal mungkin. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat memberikan efek yang baik terhadap pertumbuhan itik yang baru menetas. Kuning telur ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan anak itik (meskipun pada hari pertama kehidupan) terutama untuk pertumbuhan. Untuk itulah perlu diadakan suatu perbaikan dalam hal waktu pemberian ransum yang tidak terlalu lama. Dimana peternak broiler juga harus memperhatikan jarak tempuh day old dulck (DOD) dari tempat breeding/penetasan sampai ke kandang. Hal inilah yang sering diabaikan peternak dalam melaksanakan usaha peternakannya.
Dengan adanya perhatian dari manajemen pemeliharaan ini terutama dalam hal pemberian ransum yang semakin cepat pada day old dulck (DOD) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan itik yang maksimal. Pemberian ransum sedini mungkin tidak hanya meningkatkan proses metabolisme tetapi juga dapat mempercepat penyerapan kuning telur dan mempercepat pertumbuhan/perkembangan saluran pencernaan pada day old chick (DOC) yang pada akhirnya berdampak pada respon fisik, fisiologis maupun tingkah laku.
Perkembangan saluran pencernaan yang semakin cepat menghasilkan daya cerna (energi metabolisme dan protein) akan ransum yang semakin baik. Daya cerna ransum yang semakin baik ini memungkinkan nutrisi yang terbuang semakin kecil. Dengan kata lain, penyerapan nutrisi ransum pada saluran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pencernaan itik semakin maksimal yang pada akhirnya mempercepat pertumbuhan broiler dengan produktivitas yang lebih maksimal. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum itik umur 8 minggu. Hipotesis Penelitian
Waktu pemberian ransum yang semakin cepat akan berpengaruh positif terhadap retensi nitrogen, energi metabolisme dan konversi energi metabolisme dari energi bruto ransum itik umur 8 minngu. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada peternak itik tentang manajement breeding ataupun manajemen pemeliharaan yang baik yang nantinya memberikan hasil produksi yang maksimal serta memberikan informasi tentang pengaruh dari keterlambatan pemberian ransum terhadap tingkat daya cerna serat, retensi nitrogen dan energi metabolisme kasar itik umur 8 minggu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TINJAUAN PUSTAKA
Broiler Itik atau lebih dikenal dengan unggas pedaging adalah itik jantan atau
betina yang umumnya dipanen pada umur 5 - 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Itik memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap ransum cukup tinggi, sebagian besar dari ransum diubah menjadi daging dan pertambahan bobot badan sangat cepat sedangkan kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987).
Ransum Itik Pemberian ransum pada itik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan berproduksi itik tersebut. Untuk produksi maksimum dilakukan dalam jumlah cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum itik harus seimbang antara kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan. Sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu memproduksi daging sebanyak - banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian ransum tidak dibatasi (ad libitum). Itik selama masa pemeliharaannya mempunyai dua macam ransum yaitu itik starter dan itik finisher (Kartadisastra, 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Persyaratan mutu ransum untuk anak itik (itik starter) berbeda dengan
mutu ransum broiler pada masa akhir (itik finisher). Perbedaan ini sesuai dengan
kebutuhan nutrisi itik sesuai dengan fase pertumbuhannya. Berikut kebutuhan
nutrisi itik sesuai dengan fase pertumbuhannya (Tabel 1 dan Tabel 2).
Tabel 1. Persyaratan mutu untuk anak itik ras pedaging (itik starter)
No. Parameter 1. Kadar air 2. Protein kasar 3. Lemak kasar 4. Serat kasar 5. Abu 6. Kalsium (Ca) 7. Fosfor (P) total 8. Fosfor (P) tersedia 9. Total alfatoxin 10. Energi termetabolis (EM) 11. Asam amino :
Lisin Metionin Metionin + sistin
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)
Satuan % % % % % % % %
µ g/kg kkal/kg
% % %
Persyaratan Maks. 14.00 Min. 19.00 Maks. 7.40 Maks. 6.00 Maks. 8.00 0.90 - 1.20 0.60 - 1.00
Min. 0.40 Maks. 50.00 Min. 2900
Min. 1.10 Min. 0.40 Min. 0.60
Tabel 2. Persyaratan mutu untuk itik ras pedaging masa akhir (itik finisher)
No. Parameter 1. Kadar air 2. Protein kasar 3. Lemak kasar 4. Serat kasar 5. Abu 6. Kalsium (Ca) 7. Fosfor (P) total 8. Fosfor (P) tersedia 9. Total alfatoxin 10. Energi termetabolis (EM) 11. Asam amino :
Lisin Metionin Metionin + sistin
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)
Satuan % % % % % % % %
µ g/kg kkal/kg
% % %
Persyaratan Maks. 14.00 Min. 18.00 Maks. 8.00 Maks. 6.00 Maks. 8.00 0.90 - 1.20 0.60 - 1.00
Min. 0.40 Maks. 50.00 Min. 2900
Min. 0.90 Min. 0.30 Min. 0.50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Saluran Pencernaan Itik Itik tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam
kloaka dan dikeluarkan bersama – sama feses. Warna putih yang terdapat dalam ekskreta itik sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mamalia kebanyakan adalah urea. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan cepat (lebih kurang empat jam) (Anggorodi, 1985).
Kemampuan adaptasi saluran pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis tergantung pada pasokan nutrisi yang diberikan pada periode perkembangan awal setelah menetas. Menurut Zhou et al. (1990), status nutrisi dan pola pemberian ransum dapat memodifikasi fungsi saluran pencernaan.
Kapasitas saluran pencernaan pada itik periode awal dalam memanfaatkan nutrisi (asam amino dan gula) telah dilaporkan oleh Rovira et al. (1994). Pemberian protein atau asam amino dalam jumlah banyak dapat meningkatkan daya serap usus atau berakibat sebaliknya dengan pembatasan ransum. Kemampuan usus dalam memanfaatkan nutrisi ditentukan oleh perkembangan saluran percernaan secara fisiologis yang dilihat dari segi aktivitas enzim.
Meskipun aktivitas enzim pencernaan pada umumnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : Genetis, komposisi ransum dan intake (Nitsan et al., 1991). Intake lebih berpengaruh terhadap produksi dan aktivitas enzim pencernaan.
Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi makin aktif kegiatan saluran pencernaan untuk mencerna sehingga dapat merangsang pertumbuhan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
organ pencernaan. Jenis ransum seperti misalnya perbedaan kandungan serat, juga dapat menentukan perkembangan organ pencernaan (Siri et al., 1992).
Pencernaan adalah penguraian makanan ke dalam zat - zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh (Anggorodi, 1985). Ayam merupakan ternak non ruminansia yang artinya ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian - bagian penting dari alat pencernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gerakan peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran (Tillman dkk., 1991).
Seperti kita ketahui bahwa itik tidak mempunyai gigi geligi untuk mengunyah ransum sebagaimana ternak lainnya, namun punya paruh yang dapat melumatkan makanan. Oleh karena itu, daya cerna itik terhadap ransumnya lebih rendah 10% dari pada ternak lain (Kartadisastra, 1994).
Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di gizzard (empedal) dengan menggunakan batu - batu kecil atau grid yang sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus. Disini terjadi proses penyerapan pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh usus halus seperti cairan duodenum, empedu, pankreas dan usus. Di dalam usus besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik) (Tillman dkk., 1991).
Didalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum banyak dilakukan dengan menggiling bahan - bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990).
Kecernaan/Daya Cerna Nilai sebenarnya kecernaan ditunjukkan dari bagian yang hilang setelah
bahan makanan dicerna, diserap dan dimetabolis (Schneider dan Flatt, 1973 dan Tillman dkk., 1991).
Perbedaan nilai kecernaan disebabkan oleh adanya perbedaan pada sifat makanan yang diproses, termasuk kesesuaiannya untuk dihidrolisis oleh enzim pencernaan itik (amilase, tripsin, kimotripsin, kolesterol esterase, sukrase dll.) (Kompiang dan Ilyas, 1983; Sukarsa dkk., 1985; Wahju, 1997).
Faktor lain yang ikut mempengaruhi nilai kecernaan antara lain : (1). Tingkat proporsi bahan dalam ransum, (2). Komposisi kimia, (3). Tingkat protein ransum dan (4). Mineral (Maynard et al., 1979; Bautrif, 1990; Wahju 1997).
Menurut Tillman dkk. (1998) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proporsional zat - zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan tidak diperlukan (Cullison 1978). Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian ransum, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Church and Pond, 1988). Dinyatakan oleh Anggorodi (1990) yang mempengaruhi daya cerna adalah suhu, laju perjalanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya. Jenis kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh terhadap daya cerna protein dan asam - asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten (Doeschate et al., 1993).
Prinsip penentuan kecernaan zat - zat makanan adalah menghitung banyaknya zat - zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan banyaknya zat makanan yang dikeluarkan melalui feses (Ranjhan, 1980).
Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum (Ranjhan, 1980). Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman dkk., 1998).
Tingkat kecernaan/daya cerna suatu ransum menggambarkan besarnya zat - zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi (Ginting, 1992).
Pencernaan Ransum Penentuan kecernaan/daya cerna dari suatu ransum dapat diketahui dimana
harus dipahami terlebih dahulu dua hal yang penting yaitu : Jumlah nutrien yang terdapat dalam ransum dan jumlah nutrien yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila ransum telah mengalami proses pencernaan (Tillman dkk., 1991).
Anggorodi (1979) menyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu ransum adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu ransum yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrisi yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap.
Awal Pemberian Ransum Di peternakan komersil seringkali day old dulck (DOD) tidak langsung
diberi makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang. Faktanya adalah ayam yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa kuning telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman lingkungan menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997).
Pemberian ransum pada itik seawal mungkin memang berpengaruh terhadap perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan dipacu seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal, sehingga itik yang diberi ransum lebih dini mempunyai penampilan akhir lebih baik (Sulistyonigsih, 2004). Konsumsi itik yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada itik yang diberi ransum hari ke-2 (Sulistyonigsih, 2004).
Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif akan tersebut antara lain bobot badan tidak akan mencapai bobot standar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional
dalam telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%),
protein (28%) diantaranya maternal antibodi (7%), dan lipid (20%) dianggap
memenuhi kebutuhan DOD. Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur
tertera dalam Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur
Umur (Hari)
Energi Kasar Diet Yolk (Kcal) (%) (Kcal) (%)
1 9.30 50 9.40 50
2 19.80 74 6.80 26
3 35.10 94 2.40 6
4 54.20 98 0.90 2
5 69.00 100 0.40 0
Sumber : Widjaja (1999)
Protein Diet Yolk (Kcal) (%) (Kcal) (%) 0.46 57 0.35 43 0.97 56 0.77 44 1.72 90 0.20 10 2.66 94 0.17 6 3.39 99 0.04 1
Kenyataanya sisa kuning telur ini sangat terbatas dan hanya cukup untuk
mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya. Pada hari pertama
saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat
dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai
memberi ransum pada anak itik, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya
mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan protein
(Widjaja, 1999).
Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan anak itik, yaitu : Hiperplasia (pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh). Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lebih dominan. Tentu saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama, akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu selanjutnya.
Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah : a. Sistem pencernaan makanan
Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin, sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. b. Sistem imunitas - Antibodi maternal
Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal, berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997). - Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT) seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun. c. Penampilan ayam Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa kuning telur berjalan secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan dengan proses pada itik (Noy et al., 1996; Unandar 1997).
Kondisi cekaman pada anak itik akan meningkatkan produksi adenokortikotropil hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak. Salah satu efek dari tingginya kadar hormon adalah menurunnya metabolisme tubuh secara umum, termasuk penyerapan kuning telur pada anak ayam (lihat pada Gambar 1). Gangguan penyerapan kuning telur akan berdampak pada gangguan nutrisi yang terlihat pada pertumbuhan yang lebih lambat. Kuning telur yang tersisa akan terkontaminasi oleh mikroorganisme, menyebabkan terjadinya radang pusar anak ayam (omphalistis). Penyerapan zat kebal induk yang terdapat pada sisa kuning telur juga akan terhambat sehingga pada akhirnya menurunkan daya tahan tubuh dan kepekaan terhadap penyakit jadi meningkat. Secara keseluruhan semua kondisi yang ada menyebabkan penampilan akhirnya itik menjadi buruk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Stresor
Stresor
DOD
Stresor
Adenocorticotropil hormone (ACTH)
Aktivitas fisiologis tubuh (Absorpsi kuning telur)
Gangguan nutrisional
Kuning telur yang persisten
Absorpsi zat kebal induk
Terlambat tumbuh
Kontaminasi kuman
Daya tahan tubuh
Omphalitis
Peka terhadap penyakit
Terlambat tumbuh, kematian dan problem asites meningkat Gambar 1. Efek lanjut stresor pada DOD (Unandar, 2002)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Itik Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu
sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam tubuh berupa sisa – sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan anak itik selama 48 jam sejak menetas. Sebagian ahli lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa – sisa kuning telur, bahwa anak ayam masih membutuhkan makanan. Pendapat ini pun masuk akal, sebab pertumbuhan pertama dari anak ayam berlangsung sangat cepat, sehingga banyak membutuhkan zat putih telur (protein). Karena itu sisa – sisa kuning telur tadi tidak mencukupi kebutuhan anak itik untuk mendukung pertumbuhan tubuhnya (Muslim, 1993).
Anak itik yang baru menetas dapat bertahan tidak makan selama dua hari sejak ia ditetaskan, karena di dalam perutnya masih ada sisa kuning telur yang digunakan sebagai sumber energi (Rasyaf, 1989).
Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber energi. Selama penetasan, kuning telur terdiri dari 20% adalah berat badan anak ayam dan mengandung 20 – 40% lemak serta 20 – 25% protein. Menjelang berakhirnya masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga abdominal. Bagi anak ayam yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai energi sedangkan protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Sisa kuning telur cukup untuk kelangsungan hidup anak ayam hingga umur 3 – 4 hari tanpa diberikan ransum, tetapi tidak dapat mendukung perkembangan saluran pencernaan dan sistem kekebalan ataupun pertambahan berat badan. Selanjutnya kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga seperti maternal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna daripada sebagai sumber asam amino. Pecahan lipid dari kuning telur sebagian besar berisi trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil ester kolesterol serta asam lemak tidak bebas. Pada saat penetasan anak itik, kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis dari kandungan kuning telur ke dalam sirkulasi atau oleh batang kuning telur ke dalam usus halus. Pergerakan anti peristaltik mentransfer kuning telur ke usus halus dimana acyl – lipid di cerna oleh enzim lipase dari pankreas dan diserapnya (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Pemberian Ransum yang Lebih Awal dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur
Sisa kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas. Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh anak itik yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada anak ayam broiler saat menetas adalah 6,5 gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu 96 jam pada anak itik yang diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2), tetapi berat kuning telur yang tersisa pada anakitikyang dipuasakan 24 dan 48 jam adalah 0,7 gram dan 1,5 gram setelah 96 jam. Hal ini disebabkan karena gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan di dalam saluran usus. Tetapi pada proses penetasan anak ayam di perunggasan komersial, anak itik akan ditransfer dari inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang telur. Diikuti dengan proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan yang dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam kenyataannya, anak ayam seringkali tidak mendapatkan air minum dan ransum, yang menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kelangsungan hidup dan pertumbuhan terlambat. Oleh karena segera setelah penetasan merupakan periode kritis untuk perkembangan dan kelangsungan hidup bagi anak ayam (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap isisa kuning telur pada anak itik
Efek Kuning Telur (Yolk) di dalam Pertambahan Berat Badan Studi terbaru mengenai day old chick (DOD) itik menjelaskan bahwa
setelah penetasan, anak itik yang mendapatkan ransum lebih cepat akan dicapai berat lebih besar dibandingkan dengan anak itik yang dipuasakan 48 jam (Gambar 3).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) iiterhadap berat badan itik pada interval 48 jam
Sedangkan pada anak itik yang diberi ransum segera dan dipuasakan 24 jam tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga dari studi lain bahwa ayam yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan dengan anak itik yang diberi ransum segera setelah menetas. Pada percobaan lain dilaporkan bahwa pullet dan anak itik yang dipuasakan selama 48 jam atau lebih akan memperlambat pertambahan berat badan dan perkembangan usus, menurunkan areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas pengambilan nutrien yang penting, jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan terlambat di kemudian hari akan menurun. Pemberian ransum yang lebih cepat pada anak itik akan meningkatkan persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 – 9% jika dibandingkan dengan anak itik yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan pemberian ransum yang lebih awal (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif terhadap pertambahan berat badan itik. Keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOD menyebabkan pertambahan berat badan itik lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, itik yang diberikan ransum lebih awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat badan ayam yang terlambat 15 jam diberi ransum. Pengaruh keterlambatan ini terlihat sangat signifikan pada umur 35 – 40 hari. Perbedaan berat badan mencapai 80 g yang mana dapat mengurangi pendapatan peternak itik (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). Pengaruh bobot badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman anak itik dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik pengaruh bobot badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOD
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Efek Kuning Telur (Yolk) terhadap Perkembangan Saluran Pencernaan Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan anak itik belum sempurna
dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran pencernaan mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta kepadatan dan tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi pankreas dan enzim pencernaan) termasuk meningkatnya area permukaan pencernaan dan penyerapan. Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur 6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif. Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili usus. Morfologi epithelium usus terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan. Hal ini dilaporkan bahwa tinggi villi duodenum dan perputaran sel usus secara signifikan berkurang pada anak itik yang dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak itik menetas akan mempengaruhi perkembangan vili usus. Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih awal pada anak itik setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan iransum pada umur 4 hari
Ketiadaan ransum setelah penetasan
Hati
Proventriculus dan
Gizzard
Pankreas
Duodenum Jejenum Ileum
0 jam 3.76 7.91
0.38 2.94 2.82 2.12
24 jam 3.71
8.03
0.36 2.89 2.85 2.07
48 jam 3.24
7.80
0.20 2.78 2.39 1.65
Itik yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan
penyerapan usus, menuju ke asimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih
baik. Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun
jika ransum eksogenous tidak ada maka anak itik akan berkembang dipacu dengan
mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan relatif
konstan jika anak ayam mengkonsumsi ransum. Anak itik yang mencerna
makanan maka aktifitas enzim tripsin, amilase dan lipase akan meningkat yang
berkorelasi dengan peningkatan berat usus dan berat badan. Pengambilan nutrisi
seperti glukosa dan metionin adalah rendah (25 – 30%) segera setelah ayam
menetas. Pemberian ransum yang rendah natrium akan menurunkan pengambilan
nutrisi di usus sehingga disarankan nutrisi penting diberikan di awal periode
penetasan. Pankreas, hati dan usus halus berkembang cepat setelah anak ayam
menetas, sehingga hal ini perlu diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan
merangsang perkembangan organ tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan
dan penyerapan usus. Total aktifitas enzim pencernaan cenderung meningkat
selama periode setelah bereaksi dengan adanya makanan dalam usus
(Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pematangan Sistem Pencernaan Disamping kemampuan day old dulck (DOD) dalam mengatur temperatur
tubuhnya pematangan yang sempurna dari saluran pencernaan adalah hal yang sama penting terhadap performance itik. Sebelum anak itik pipping (mematuk kerabang telur) pada hari ke-19 inkubasi, embrio akan mulai menarik kuning telurnya ke dalam tubuhnya dan pada akhir hari ke-20 di dalam telur, keseluruhan kuning telur telah diserap. Residu kuning telur kaya akan lemak yang penting sebagai sumber energi untuk anak itik dan selanjutnya merupakan pematangan dari semua organ menjadi sempurna dan kontrol fisiologis (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2007).
Energi Metabolisme
Energi berasal dari dua kata Yunani yaitu : En yang berarti dalam dan Ergon yang berarti kerja. Energi yang terdapat dalam bahan makanan tidak seluruhnya digunakan oleh tubuh. Untuk setiap bahan makanan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (gross energy atau combustible energi), energi dapat dicerna, energi metabolisme dan energi neto (Wahju, 1997). Metabolisme merupakan keseluruhan proses perubahan kimiawi yang dikendalikan oleh enzim yang terjadi dalam sel, organ atau organisme yang bertujuan mensintesis makro molekul dalam bahan makanan untuk melaksanakan suatu fungsi tertentu dalam sel (Rifai dkk., 1990), untuk produksi energi, kemudian sebagian disimpan dan sisanya dibuang sebagai limbah kotoran (Stauffer, 1989).
Proses pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh ternak akan mengolah sebagian senyawa kimia yang masuk menembus dinding usus menjadi energi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang tersedia, yang kemudian akan digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk hidup pokok, aktivitas maupun untuk menghasilkan produk (Amrullah, 2002). Gas yang dihasilkan oleh ternak unggas biasanya diabaikan sehingga energi metabolisme merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto feses dan urin (NRC, 1994). Banyaknya feses tergantung pada kuantitas bahan yang tidak tercerna seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin (Anggorodi, 1985).
Penentuan kandungan energi metabolisme bahan makanan secara biologis dilakukan pertama kali oleh Hill et al. (1960). Metode Hill pada dasarnya mengukur konsumsi energi dengan energi ekskreta. Metode ini menggunakan Cr2O3 sebagai indikator. Selain itu, metode ini men