Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging

ABSTRAK
KEISYA FARADILLA. Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli
dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging. Dibimbing oleh RAHMAT
HIDAYAT.
Ayam broiler merupakan ras unggulan yang dihasilkan dari persilangan
bangsa ayam dengan produktivitas tinggi. Produktivitas ini dapat menurun oleh
karena adanya penyakit colibacillosis dan mycoplasmosis. Pemberian antibiotik
merupakan salah satu bagian yang dapat mendukung produktivitas ayam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi antibiotik D-1 terhadap bakteri
Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 2 Agustus 2012 sampai tanggal 24 Agustus 2012. Pengamatan meliputi
morbiditas, mortalitas, dan bobot badan ayam dari masing-masing kandang. Hasil
yang diperoleh menunjukkan antibiotik D-1 lebih efektif digunakan pada
Mycoplasma gallinarum. Waktu pemberian antibiotik D-1 yang tepat pada
bakteri Escherichia coli adalah antara 6 jam pasca infeksi sampai 3 hari pasca
infeksi, sedangkan untuk Mycoplasma gallinarum adalah 6 jam pasca infeksi.
Kata kunci: antibiotik, efikasi, Escherichia coli, Mycoplasma gallinarum.

ABSTRACT
KEISYA FARADILLA. Efficacy of Antibiotic D-1 Againts Escherichia coli
and Mycoplasma gallinarum in

Broilers. Supervised by RAHMAT
HIDAYAT.
Broilers is a superior breed that as cross breed chickens with high
productivity. Productivity can be decreased due to the disease such as
colibacillosis and mycoplasmosis. Antibiotics could support the productivity of
chickens. The aims of the research is to determine the effectiveness of antibiotic
D-1 against Escherichia coli and Mycoplasma gallinarum. Research was
conducted from August 2, 2012 until August 24, 2012. Observations during
research has been conducted including on body weight, morbidity and mortality
of each cage after infections. The results showed that antibiotic D-1is more
effective against Mycoplasma gallinarum than Escherichia coli. The right time to
give the antibiotic D-1 to againt Escherichia coli is between 6 hours to 3 days
post-infection, while for Mycoplasma gallinarum is 6 hours post-infection.
Keywords: antibiotics, efficacy, Escherichia coli, Mycoplasma gallinarum.

EFIKASI ANTIBIOTIK D-1 TERHADAP BAKTERI
Escherichia coli DAN Mycoplasma gallinarum PADA AYAM
PEDAGING

KEISYA FARADILLA


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Antibiotik D-1
terhadap Bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam
Pedaging adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2012
Keisya Faradilla
B04080090


ABSTRAK
KEISYA FARADILLA. Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli
dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging. Dibimbing oleh RAHMAT
HIDAYAT.
Ayam broiler merupakan ras unggulan yang dihasilkan dari persilangan
bangsa ayam dengan produktivitas tinggi. Produktivitas ini dapat menurun oleh
karena adanya penyakit colibacillosis dan mycoplasmosis. Pemberian antibiotik
merupakan salah satu bagian yang dapat mendukung produktivitas ayam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi antibiotik D-1 terhadap bakteri
Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 2 Agustus 2012 sampai tanggal 24 Agustus 2012. Pengamatan meliputi
morbiditas, mortalitas, dan bobot badan ayam dari masing-masing kandang. Hasil
yang diperoleh menunjukkan antibiotik D-1 lebih efektif digunakan pada
Mycoplasma gallinarum. Waktu pemberian antibiotik D-1 yang tepat pada
bakteri Escherichia coli adalah antara 6 jam pasca infeksi sampai 3 hari pasca
infeksi, sedangkan untuk Mycoplasma gallinarum adalah 6 jam pasca infeksi.
Kata kunci: antibiotik, efikasi, Escherichia coli, Mycoplasma gallinarum.

ABSTRACT

KEISYA FARADILLA. Efficacy of Antibiotic D-1 Againts Escherichia coli
and Mycoplasma gallinarum in
Broilers. Supervised by RAHMAT
HIDAYAT.
Broilers is a superior breed that as cross breed chickens with high
productivity. Productivity can be decreased due to the disease such as
colibacillosis and mycoplasmosis. Antibiotics could support the productivity of
chickens. The aims of the research is to determine the effectiveness of antibiotic
D-1 against Escherichia coli and Mycoplasma gallinarum. Research was
conducted from August 2, 2012 until August 24, 2012. Observations during
research has been conducted including on body weight, morbidity and mortality
of each cage after infections. The results showed that antibiotic D-1is more
effective against Mycoplasma gallinarum than Escherichia coli. The right time to
give the antibiotic D-1 to againt Escherichia coli is between 6 hours to 3 days
post-infection, while for Mycoplasma gallinarum is 6 hours post-infection.
Keywords: antibiotics, efficacy, Escherichia coli, Mycoplasma gallinarum.

EFIKASI ANTIBIOTIK D-1 TERHADAP BAKTERI
Escherichia coli DAN Mycoplasma gallinarum PADA AYAM
PEDAGING


KEISYA FARADILLA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging
Nama
NIM

: Keisya Faradilla
: B040080090


Disetujui oleh,
Dosen pembimbing

drh. Rahmat Hidayat M,Si.
NIP. 19790813 200501 1 001

Diketahui oleh
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet.
NIP. 19630810 198803 1 004

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi yang berjudul ”Efikasi Antibiotik D-1 terhadap Bakteri Escherichia coli
dan Mycoplasma gallinarum pada Ayam Pedaging”.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1
drh. Rahmat Hidayat, M.Si. sebagai dosen Pembimbing atas segala
bimbingan, masukan, dukungan, nasihat, serta kesabaran sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
2
Dr. drh. Min Rahminiwati, MS, Ph. D. sebagai dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan
akademik.
3
Keluarga tercinta, Ibu (Almh.), Ayah, dan Kakak atas semua dukungan yang
telah diberikan selama ini kepada penulis.
4
Teknisi laboratorium mikrobiologi medik: pak Agus, pak Nur dan rekanrekan di kandang ayam percobaan atas semua bantuan yang diberikan
kepada penulis pada saat penelitian.
5
Rekan penelitian satu laboratorium: Viqih, Windra, dan Aldi terima kasih
atas kerjasama, dan semangat yang telah diberikan.

6
Rekan Avenzoar 45 khususnya Eva, Arini, Irene, GPC Sarai, Tizani, dan
Yayuk yang telah banyak memberikan semangat dan saran kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga
sangat diharapkan adanya saran dan masukan demi kesempurnaan karya ini.
Semoga bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2012
Keisya Faradilla

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA


2

Ayam Pedaging



Escherichia coli



Mycoplasma gallinarum

5

Antibiotik



BAHAN DAN METODE




Lokasi dan Waktu Penelitian



Bahan dan Alat

8

Metode Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10 

Hasil

10 

Pembahasan

11 

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14 

Saran

14 

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri E. coli
Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri M. gallinarum
Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri E. coli
Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri M. gallinarum
Standar performa mingguan ayam pedaging CP 707

10
10
11
11
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Ayam pedaging
Bakteri E.coli
Bakteri M. gallinarum

2
3
6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri E. coli 17
2 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri
M. gallinarum
17

1
 

PENDAHULUAN

Latar belakang
Ayam pedaging merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari
bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi. Pemeliharaan ayam
pedaging hanya membutuhkan waktu singkat dan mampu memproduksi daging
secara optimal dengan hanya mengonsumi ransum dalam jumlah yang relatif
sedikit. Ransum merupakan gabungan dari beberapa bahan pakan yang disusun
sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan ternak. Faktor yang harus
diperhatikan dalam penyusunan formulasi ransum pedaging adalah kandungan
protein, energi, serat kasar, Ca, dan P. Komponen-komponen tersebut sangat
berpengaruh terhadap produksi pedaging terutama untuk pertumbuhan dan
produksi daging.
Penurunan produksi ayam pedaging salah satunya disebabkan oleh penyakit,
seperti colibasillosis, mycoplasmosis, dan sebagainya. Colibacillosis adalah
penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh Escherichia coli dan
merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas yang dapat
menyebabkan kerugian ekonomi yang berat bagi industri unggas terkait dengan
berbagai penyakit, baik sebagai patogen primer maupun sekunder. Colibacillosis
menyebabkan berbagai manifestasi penyakit pada unggas termasuk infeksi
kantung kuning telur, omphalitis, infeksi saluran pernapasan, swollen head
disease, septicaemia, polyserositis, coligranuloma, enteritis, selulitis, dan
salphingitis. Bentuk akut colibacillosis yang disertai septicaemia dapat
menyebabkan kematian, dan dalam bentuk akut ditandai dengan perikarditis, air
sacculitis, dan perihepatitis (Barnes dan Gross 1997).
Mycoplasmosis adalah penyakit pernapasan utama yang menyerang unggas
dengan infeksi sekunder oleh bakteri dan virus lainnya juga didukung oleh
sanitasi lingkungan yang buruk. Penyakit ini ditandai dengan batuk, nasal
discharge, pertumbuhan yang buruk, dan penurunan produksi. Peningkatan biaya
untuk pengobatan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar (Amer et al. 2012).
Pemberian antibiotik menjadi salah satu bagian yang mendukung
produktivitas ayam. Penggunaan antibiotik telah menjadi suatu kebutuhan dalam
menjaga maupun memulihkan kesehatan ayam. Kompleksitas penyakit yang
menyerang ayam pedaging memerlukan penggunaan antibiotik secara tepat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektifitas antibiotik D-1 terhadap
bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma gallinarum dilihat dari tingkat kesakitan
(morbiditas), kematian (mortalitas) dan bobot badan ayam.

2

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pemberian antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli dan Mycoplasma
gallinarum yang menyerang ayam pedaging, khususnya waktu pemberian yang
tepat.

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam pedaging
Ayam pedaging merupakan istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam
hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan
ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi
pakan yang irit dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya
ayam pedaging siap dipanen pada usia 35 sampai 45 hari dengan berat badan
antara 1,2 sampai 1,9 kg/ekor (Priyatno 2003).

Gambar 1. Ayam pedaging (dokumentasi penelitian)

Ayam ras merupakan jenis ayam hasil pemuliabiakan peternakan yang
memiliki mutu genetik yang tinggi. Semakin tinggi mutu genetik berarti semakin
membutuhkan perlakuan manajemen yang tinggi pula. Ayam ras memerlukan
tempat yang tertata rapi, bersih, dan tidak menjadi tempat lalu lalang manusia.
Selain itu, ayam ras juga membutuhkan air minum yang berkualitas, tidak
tercemar dan jumlahnya selalu mencukupi (Suharno 2002).
Menurut Suharno (2002) cuaca yang selalu berubah-ubah akan membuat
ayam mudah terserang penyakit. Pemberian sejumlah vitamin, antibiotik, dan
vaksin perlu dilakukan agar ayam sehat hingga dipanen.
Ayam jenis ini yang paling banyak diternakkan oleh masyarakat dan
dipotong baik pada tempat pemotongan tradisional maupun pada rumah

3
 

pemotongan ayam modern. Ayam pedaging banyak dipelihara di daerah sekitar
Jabotabek, Sukabumi, Cianjur, daerah Priangan Timur, dan daerah lain di
Indonesia (Priyatno 2003).

Escherichia coli
Escherichia coli pertama kali ditemukan pada tahun 1800 oleh seorang pria
bernama Theodor Escherich. Escherich adalah bacteriologist Jerman, seorang
ilmuwan yang mempelajari bakteri (Hayhurst 2004). Ia menemukan bakteri pada
feses bayi yang menderita enteritis. Melalui penelitian dan observasi yang lebih
lanjut, Escherich akhirnya menemukan bahwa bakteri ini merupakan salah satu
faktor penyebab penyakit seperti diare dan masalah pencernaan lainnya (Manning
2005). Bacterium (Bacillus) coli commune atau B. coli adalah nama yang pertama
kali dipakai sebelum Castellani dan Chalmers mengganti namanya menjadi
Escherichia coli (E. coli) pada tahun 1919 (Barnes et al. 2003).
Menurut Barnes et al. (2003) Escherichia merupakan genus dari famili
Enterobacteriaceae yang dapat tumbuh secara anaerob maupun aerob (anaerob
fakultatif) menggunakan karbon sederhana dan sumber nitrogen. E. coli adalah
spesies dari genus Escherichia. Terdapat banyak spesies baru dalam kelompok
genus ini, tetapi E.coli yang sering menyebabkan penyakit dan merupakan
mikroorganisme patogen yang paling penting. E. coli memiliki kemiripan dengan
genus Shigella. E. coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, tidak
tahan asam, uniform staining, tidak menghasilkan spora, bentuk bervariasi,
biasanya berukuran 2-3 x 0.6 µm. Kebanyakan bersifat motil dan memiliki
flagela.
Reservoir E. coli yang paling penting adalah pada saluran pencernaan
hewan, termasuk unggas. Pada ayam terdapat sekitar 109 colony forming units
(CFU) bakteri per gram feses dan 106 CFU merupakan E. coli. E. coli juga sering
diisolasi dari saluran pernapasan bagian atas dan juga didapatkan dari kulit unggas
dan bulu (Kabir 2010). Bakteri ini ditularkan secara horisontal yaitu melalui
burung lain, feses, air, dan pakan. Tikus pun ikut berperan dalam membawa
bakteri E. coli strain APEC yang merupakan sumber kontaminasi untuk burung
lainnya (Barnes et al. 2003).

Gambar 2. Bakteri E.coli (dokumentasi laboratorium)

4

E. coli dapat ditemukan di tanah dan di air, juga pada organisme hidup,
termasuk tanaman, hewan dan manusia. Bakteri ini dapat bertahan hidup pada
lingkungan yang tidak lazim, seperti sumber air panas, gunung merapi, laut,
gletser, dan awan (Manning 2005). Kondisi yang optimal untuk pertumbuhan
bakteri ini adalah pada suhu 98 °F dengan kisaran antara 45 sampai 114 °F. E. coli
tumbuh dengan baik pada pH 6-8, tetapi bisa saja tumbuh pada pH yang rendah
yaitu 4,3 dan dapat tumbuh juga pada pH yang sangat tinggi yaitu sekitar 9
sampai 10. Sebagian besar galur E. coli tidak berbahaya dan merupakan bagian
dari mikroflora usus normal. Galur ini berfungsi untuk menekan bakteri yang
berbahaya bagi tubuh dan membantu dalam pembentukkan vitamin. E. coli
sensitif pada beberapa obat, diantaranya ampisilin, kloramfenikol, klortetrasiklin,
neomisin, nitrofurans, gentamisin, ormetiprim-sulfadimektosin, nalidixic acid,
oksitetrasiklin, polimiksin B, spektinomisin, streptomisin, dan golongan sulfa
(Barnes et al. 2003).
Terdapat 5 galur bakteri E. coli yang menyebabkan penyakit diare yaitu E.
coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), E. coli
enterotoksigenik (ETEC), E. coli enterohemoragik (EHEC), dan E. coli
enteroagregatif (EAEC). EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di
negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anakanak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. EIEC
menyebabkan penyakit diare seperti disentri yang disebabkan oleh Shigella sp..
Bakteri menginvasi sel mukosa, menimbulkan kerusakan sel dan terlepasnya
lapisan mukosa. Ciri khas yang disebabkan oleh galur ini adalah feses
mengandung darah, mukus, dan pus. Galur EIEC bersifat non laktosa atau
melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak bergerak. EIEC
menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. ETEC sering
menyebabkan “diare wisatawan” dan penyebab diare pada bayi di negara
berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan
pelekatan ETEC pada sel epitel usus halus. EHEC menghasilkan verotoksin,
dinamai sesuai dengan efek sitotoksisnya pada sel vero, suatu ginjal dari monyet
hijau Afrika. EAEC menyebabkan diare akut dan kronis pada masyarakat di
negara berkembang. Toksin dari organisme ini juga menyebabkan penyakit yang
ditularkan melalui makanan pada negara industri. EAEC menghasilkan toksin
mirip ST dan hemolisin (Jawetz et al. 1996).
Colibacillosis adalah penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh
bakteri E. coli galur patogen. Sebagai infeksi primer atau sekunder, penyakit ini
menyerang ayam pedaging dan petelur, pada semua umur, tetapi lebih sering pada
umur muda dibanding yang tua. Tanda klinis colibacillosis tidak spesifik dan
dipengaruhi oleh umur ayam, lama infeksi, organ yang terserang dan adanya
penyakit lain bersamanya. Pada ayam pedaging umur 4-8 minggu dan ayam
petelur umur ± 20 minggu dapat terjadi septicemia akut dan menimbulkan
kematian, yang didahului dengan nafsu makan hilang, malas bergerak/inaktif, dan
mengantuk (Barnes et al. 2003). Penyakit colibacillosis dapat dimanifestasikan
dalam bentuk kelainan organ, seperti septicemia, enteritis, granuloma, omfalitis,
sinusitis, air sacculitis, arthritis/synovitis, peritonitis, perikarditis, selulitis dan
swollen head syndrome (SHS), oovoritis, salpingitis, panopthalmitis, dan bursitis
sternalis (Barnes dan Gross 1997).

5
 

Dalam kondisi normal, E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan ayam.
Sekitar 10-15 persen dari seluruh E. coli yang ditemukan di dalam usus ayam
yang sehat tergolong dalam serotipe yang patogen. Bagian usus yang paling
banyak mengandung bakteri tersebut yaitu jejunum, ileum, dan sekum. E. coli
sering mengikuti penyakit lain, misalnya pada berbagai penyakit pernapasan dan
pencernaan yang menyerang ayam. Timbulnya kasus colibacillosis terutama
akibat pengaruh imunosupresi dari Gumboro (ayam pedaging lebih dominan dari
ayam petelur) dan sebagai penyakit ikutan pada chronic respiratory disease
(CRD), infectious coryza (Snot), swollen head disease (SHS), infectious laryngo
tracheitis (ILT), dan koksidiosis (Tarmudji 2003).
Ada tiga macam struktur antigen yang penting dalam klasifikasi E. coli
yaitu antigen O (somatik), antigen K (kapsel), dan antigen H (flagela) (Lay dan
Hastowo 1992). Serotipe yang banyak menyebabkan penyakit pada unggas adalah
O1, O2, O35, dan O78 (Tabbu, 2000) dan dikenal cukup tinggi patogenitasnya
(Charlton et al. 2000). Tiga serotipe E. coli O1 : K1, O2 : K1, dan O78 : K80
merupakan serotipe yang sering ditemukan pada isolasi sewaktu ada wabah isolasi
pada ayam. Ketiga serotipe tersebut merupakan serotipe yang banyak
menimbulkan koliseptikemia pada ayam yang berarti bakteri E. coli masuk ke
dalam sirkulasi darah ayam dan menginfeksi berbagai jaringan melalui luka usus
atau saluran pernapasannya. Biasanya mengikuti penyakit lain yang menyerang
saluran perncernaan atau saluran pernapasan (Tarmudji 2003).

Mycoplasma gallinarum
Mycoplasma termasuk ke dalam kelas Mollicutes dan memiliki dinding sel
yang tipis. Bakteri ini merupakan keturunan filogenetik dari bakteri LactobacillusClostridium yang kehilangan dinding selnya (Coles 2007). Habitat utama dari
bakteri ini pada hewan adalah permukaan saluran pernapasan dan urogenital juga
pada alimentary canal pada mata, kelenjar mamari dan sendi pada beberapa
hewan (Wan et al. 2010). Bakteri ini dapat bersifat saprofit, komensal atau parasit
patogen pada hewan vertebrata tetapi dapat juga menginfeksi serangga dan
tanaman. Sekitar setengah dari genus Mycoplasma memiliki inang yang sangat
spesifik dan pada hewan dapat berbentuk komensal dan parasit. Dalam
kebanyakan kasus, kolesterol pada tubuh inang dibutuhkan bakteri ini untuk
pertumbuhan dan stabilitas membran sitoplasma. Organisme ini tidak stabil di
lingkungan dan rentan terhadap sebagian besar antiseptik, tetapi tidak terpengaruh
oleh antibiotik yang bersifat mengganggu perkembangan dinding sel bakteri.
Lebih dari 100 spesies Mycoplasma yang sudah ditemukan, namun hanya
beberapa diantaranya yang telah terdaftar sebagai bakteri penyebab penyakit
(Coles 2007).
Meskipun tingkat pertumbuhan meningkat setiap tahunnya, sektor unggas
dihadapkan dengan penyakit menular, di antaranya penyakit saluran pernapasan
menjadi perhatian utama yang menyebabkan kerugian ekonomi yang berat baik
dari segi produksi dan biaya pengobatan (Siddique et al. 2012). Unggas yang
mengalami infeksi saluran pernapasan akan menunjukkan gejala seperti batuk,
gangguan pernapasan, pertumbuhan yang buruk dan penurunan produksi
menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi (Pang et al. 2002). Mycoplasmosis

6

ditularkan secara horisontal dan vertikal melalui telur. Infeksi Mycoplasma sp.
penting untuk diperhatikan karena dapat mengakibatkan penurunan produksi telur,
meningkatkan tingkat mortalitas embrio atau ayam, dan konversi pakan yang
buruk. Infeksi kronis dan yang tak terlihat lebih umum terjadi dan sangat
mengancam (Nascimento et al. 2005). Menurut Cumpanasoiu (2008) penyakit
mycoplasmosis pada burung ditandai dengan gejala pernapasan yang kronis
seperti ngorok, batuk, gangguan pertumbuhan, penurunan bobot badan, penurunan
produksi telur, terkadang menyebabkan kaheksia. Gambaran anatomi patologi dari
penyakit ini ditandai dengan air sacculitis disertai pengendapan fibrinosa dalam
jangka waktu lama. Pada kalkun dapat berkembang menjadi penyakit periorbital
sinusitis.

Gambar 3 Mycoplasma sp.
Sumber: http://www.google.co.id/ search?num=10&hl=id&site=imghp…/

Mycoplasmosis disebabkan oleh berbagai macam Mycoplasma spp. dan
karena menunjukkan gejala subklinis maka tidak dapat dideteksi melalui prosedur
diagnostik yang biasa digunakan, sehingga memberikan kesempatan kepada
bakteri dan virus lainnya untuk menginfeksi dan akan memperburuk keadaan
(Siddique et al. 2012).
Mycoplasma gallinarum (M. gallinarum) telah diidentifikasi sebagai bakteri
komensal pada berbagai inang vertebrata termasuk unggas, sapi, babi, dan domba
(Rimaviciute et al. 2012). Spesies ini merupakan salah satu spesies yang paling
sering terisolasi dari unggas dan dapat menyebabkan Mycoplasmosis. Umumnya
kolonisasi bakteri ini pada saluran pernapasan unggas tidak menimbulkan
kelainan secara patologi atau penyakit. M. gallinarum pernah dilaporkan
menyebabkan air sacculitis sementara pada ayam yang terinfeksi secara inhalasi
atau inokulasi air sac dengan kombinasi dari infectious bronchitis virus (IBV)
atau vaksin untuk IBV dan Newcastle disease (ND). M. gallinarum tidak
menginduksi respon antibodi yang kuat dan IgG dan IgM hampir tidak terdeteksi
(Wan et al. 2004).
Spesies yang rentan terhadap bakteri ini adalah semua spesies terutama
unggas dan juga jenis burung lainnya. Terjadi hampir di seluruh dunia di mana
burung ditempatkan di dalam satu kandang dengan jumlah yang banyak. Mungkin
ditemukan pada mukosa trakea burung liar dan bersifat komensal. Gejala klinis
tidak patognomonis karena sering terjadi bersamaan dengan infeksi patogen
lainnya. Gejala klinis meliputi konjungtivitis serous atau serofibrinosa, bleparitis,
rinitis, coryza, tracheitis, air sacculitis, focal bronchopneumonia. Pada unggas
dapat menyerang sendi dan dapat menyebabkan kepincangan (Coles 2007).

7
 

Menurut Soeripto (2009) pengobatan Mycoplasmosis biasanya dilakukan
dengan menggunakan antibiotik makrolid seperti tiamulin, tylosin, lincomycin,
oxytetrasiklin, dan enrofloxacin yang memiliki daya kerja menghambat sintesis
protein. Pengobatan yang terus menerus dengan obat yang sama tidak disarankan,
karena dapat menyebabkan resistensi serta meninggalkan residu yang berbahaya
bagi konsumen produk ayam.

Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies
mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Sifat
toksik senyawa-senyawa yang dihasilkan memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan ada yang langsung membunuh bakteri
(bakterisid) yang kontak dengan antibiotik tersebut. Saat ini telah diketahui
macam-macam antibiotik serta pemakaiannya dalam bidang kedokteran,
peternakan, pertanian, dan beberapa bidang lain. Walaupun demikian, tidak semua
antibiotik dikenal oleh masyarakat umum. Hanya antibiotik-antibiotik yang
penting dan banyak digunakan yang dikenal oleh masyarakat. Penelitian para ahli
membuktikan bahwa antibiotik berbeda dalam kemampuannya menyembuhkan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik tidak dapat memengaruhi
semua mikroorganisme patogen, tetapi mempunyai spektrum tertentu (Sumardjo
2006).
Secara teknik, istilah antibiotik mengacu pada zat kimia yang dihasilkan
oleh satu macam mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme yang lain. Beberapa obat, termasuk agen-agen
antiinfeksi dan kemoterapi, mempunyai kerja yang serupa dengan agen-agen
antibakterial dan antimikroba. Obat-obatan antibakterial tidak bekerja sendiri
dalam menghancurkan bakteri. Pertahanan tubuh alami, prosedur pembedahan
untuk membuang jaringan yang terinfeksi, dan penggantian pembalut luka
mungkin diperlukan seiring dengan pemakaian obat-obat antibakterial untuk
melenyapkan bakteri yang menginfeksi (Kee dan Hayes 1996).
Menurut Kee dan Hayes (1996) obat-obatan antibakterial dapat mempunyai
spektrum sempit atau spektrum luas. Antibiotik berspektrum sempit terutama
efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin
dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif.
Antibiotik spektrum luas seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap
organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik yang berspektrum
sempit lebih aktif dalam melawan organisme tunggal dibandingkan dengan
antibiotik berspektrum luas. Antibiotik spektrum luas sering kali dipakai untuk
mengobati infeksi dimana mikroorganisme yang menyerang belum diidentifikasi
dengan pembiakan dan sensitifitas.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
2406/Menkes/PER/XII/2011 tentang pedoman umum penggunaan antibiotik, agar
dapat menunjukkan aktivitas sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik, antibiotik
harus memiliki beberapa sifat berikut ini:
a. Aktivitas mikrobiologi. Antibiotik harus terikat pada tempat ikatan
spesifiknya (misalnya ribosom atau ikatan penisilin pada protein).

8

b. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi. Semakin tinggi
kadar antibiotik semakin banyak tempat ikatannya pada sel bakteri.
c. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang
cukup memadai agar diperoleh efek yang kuat.
d. Kadar hambat minimal. Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat
yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Antibiotik telah digunakan pada unggas sejak tahun 1940-an, pada saat itu
ditemukan juga produk sampingan dari antibiotik tersebut. Antibiotik
menghasilkan vitamin B12 yang tinggi, yang membantu proses pertumbuhan lebih
tinggi dibandingkan dengan pemakaian vitamin B12 secara tunggal.
Mekanismenya adalah dengan menekan bakteri jahat pada usus yang dapat
mengakibatkan peradangan dan mendukung bakteri baik. Tujuan bakteri sebagai
promotor pertumbuhan sama dengan probiotik (Ewing 1963).
Resisten didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri
dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang
seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Resistensi terjadi ketika bakteri
berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya
efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk
mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan
berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya (Utami 2012).
Salah satu konsekuensi yang dalam penggunaan antibiotik adalah adanya
penyebaran bakteri resisten (baik pada manusia maupun hewan). Jika hewan
menjadi karier, makan pangan asal hewan yang berasal dari hewan tersebut akan
mengandung bakteri yang resisten tersebut. Setelah mencerna pangan asal hewan
yang terkontaminasi bakteri yang resisten, manusia bisa menjadi carrier (dalam
beberapa kasus dapat menimbulkan penyakit) (Collignon 2009).

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Bagian Mikrobiologi Medik dan Kandang
Ayam Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan
berlangsung dari tanggal 2 Agustus 2012 sampai tanggal 24 Agustus 2012.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daily old
chicken (DOC), E. coli dalam bentuk suspensi, M. gallinarum dalam bentuk
suspensi, antibiotik D-1, pakan dan air ad libitum. Alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini yaitu tabung, sentrifus, kandang ayam, spuit 1 ml, botol, tempat
minum, tempat pakan, lampu 5 watt, mikro pipet, gunting, pinset, dan timbangan.

9
 

Metode penelitian
1.

Persiapan

Kandang ayam dibersihkan dan dibagi menjadi 10 bagian. Lima bagian
pertama digunakan untuk perlakuan E. coli dan 5 bagian kedua digunakan untuk
perlakuan M. gallinarum. Masing-masing lima bagian tersebut terdiri dari
kandang kontrol negatif (-), kontrol positif (+), kelompok perlakuan 1, kelompok
perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3. Setiap kandang diberi sekam, tempat air
minum, dan tempat pakan, juga lampu 5 watt. Sebelum perlakuan, ayam-ayam
ditimbang bobot badannya dan diistrahatkan selama 7 hari untuk menghilangkan
stres dan penyesuaian lingkungan.
Masing-masing suspensi bakteri disiapkan. Untuk bakteri E. coli kultur yang
sudah ada di subkultur selama 24 jam di dalam media agar darah kemudian
ditumbuhkan ke dalam media brain heart infusion (BHI) Broth selama 24 jam.
Tahap selanjutnya media tersebut di sentrifus selama 15 menit dengan kecepatan
5000 RPM, kemudian akan didapatkan pelet dan supernatan. Supernatan dibuang
kemudian pelet dibilas lagi dengan NaCl fisiologis dan disentifus selama 15 menit
dengan kecepatan 5000 RPM kemudian diulang sebanyak 3 kali. Pelet kemudian
dibuat suspensi lalu kekeruhan suspensi disesuaikan dengan standar Mc. Farland 1
(3,0 x 108 CFU/ml). Untuk bakteri M. gallinarum, bakteri ditumbuhkan ke dalam
media Mycoplasma Broth pada suhu 37 °C dengan kondisi mikroaerofilik selama
24 jam. Setelah itu, disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 5000 RPM,
kemudian akan didapatkan pelet dan supernatan. Supernatan dibuang kemudian
pelet dibilas lagi dengan NaCl fisiologis dan disentifus selama 15 menit dengan
kecepatan 5000 RPM kemudian diulang sebanyak 3 kali. Pelet kemudian dibuat
menjadi suspensi dimana kekeruhan suspensi disesuaikan dengan standar Mc.
Farland 1 (3,0 x 108 CFU/ml).

2.

Infeksi ayam dengan bakteri E. coli dan pengobatan dengan antibiotik
D-1

DOC yang telah berumur 7 hari diinfeksi dengan bakteri E. coli secara per
oral sebanyak 1 ml untuk kelompok kontrol + (10 ekor), kelompok perlakuan 1
(20 ekor), kelompok perlakuan 2 (20 ekor), dan kelompok perlakuan 3 (20 ekor).
Setiap kelompok tersebut ditempatkan dalam kandang yang berbeda. Setelah 6
jam kelompok perlakuan 1 diobati dengan antibiotik D-1, untuk kelompok
perlakuan 2 pengobatan dilakukan pada hari ke-3 pasca infeksi, dan kelompok
perlakuan 3 diobati pada hari ke-7 pasca infeksi. Kontrol negatif tidak diberi
perlakuan, sedangkan kontrol positif diinfeksi dengan E. coli dan tidak diberi
pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan mencampurkan 1 gram antibiotik D-1
(dalam bentuk serbuk) ke dalam ember yang berisi 6 liter air lalu dihomogenkan,
kemudian dituangkan ke masing-masing tempat air minum.

10

3.

Infeksi ayam dengan bakteri M. gallinarum dan pengobatan dengan
antibiotik D-1

DOC yang telah berumur 7 hari diinfeksi dengan bakteri M. gallinarum
secara per nasal sebanyak 0,5 µl untuk kelompok kontrol + (10 ekor), kelompok
perlakuan 1 (20 ekor), kelompok perlakuan 2 (20 ekor), dan kelompok perlakuan
3 (20 ekor). Setiap kelompok tersebut ditempatkan dalam kandang yang berbeda.
Setelah 6 jam kelompok perlakuan 1 diobati dengan antibiotik D-1, untuk
kelompok perlakuan 2 perngobatan dilakukan pada hari ke-3 pasca infeksi, dan
kelompok perlakuan 3 diobati pada hari ke-7 pasca infeksi. Kontrol negatif tidak
diberi perlakuan, sedangkan kontrol positif diinfeksi dengan M. gallinarum dan
tidak diberi pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan mencampurkan 1 gram
antibiotik D-1 (dalam bentuk serbuk) ke dalam ember yang berisi 6 liter air lalu
dihomogenkan, kemudian dituangkan ke masing-masing tempat air minum.

4.

Pengamatan

Ayam dipelihara selama 24 hari dan diamati setiap pagi dan siang hari.
Ayam diberi makan dan minum ad libitum setiap hari. Pengamatan meliputi
mortalitas dan morbiditas juga penimbangan bobot badan sebanyak 7 kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1 Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri E. coli
Kel.
ayam
1
2
3
K+
K-

1 (1 hari PI)
a

225±50
225±50a
175±50a
200±0a
216.6±40.8a

2 (2 hari PI)
a

275±95.7
325±95.7a
225±50a
400±0b
275±46.3a

Pengukuran ke3 (6 hari PI) 4 (8 hari PI) 5 (10 hari PI)
b

500±81.6
500±81.6b
425±95.4b
350±70.7b
375±70.7a

b

525±50
550±57.7b
575±50c
440±84.3b
475±64.1b

c

750±57.7
725±95.7bcd
800±0d
611.1±153.6c
587.5±64.1bc

6(13 hari PI)
700±115.4c
650±100bc
850±57.7d
887.5±124.6d
737.5±74.4bcd

a, b, c, dan d berbeda pada taraf nyata 5%; K+ : kontrol +, K- : kontrol –, PI : pasca infeksi.

7 (15 hari PI)
850±191.4c
825±170.7cd
800±163.2d
812.5±112.5d
812.5±64.1cd

11
 

Tabel 2 Rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi bakteri M. gallinarum
Kel.
ayam
1
2

Pengukuran ke1 (1 hari PI)

225±50

a

2 (2 hari PI)
b

375±50

3 (6 hari PI)

4 (8 hari PI)

bc

bc

475±95.7

550±57.7

5 (10 hari PI)
d

6(13 hari PI)

725±50

675±95.7

d

7 (15 hari PI)

750±129.1d

3
K+

200±0a
200±0a

275±50ab
250±57.7ab

400±0bc
375±50bc

500±0cd
550±57.7de

600±0de
675±95.7ef

625±170.8de
450±173.2bc

775±263e
775±189.3f

250±70.7ab

150±70.7a

500±0cd

450±85bc

600±133.3cd

830±125.2cd

690±191.2d

K-

187.5±35.4a

262.5±51.7ab

400±75.6cd

412.5±412.5d

637.5±51.7e

775±175.3f

837.5±51.8f

a, b, c, d, e, dan f berbeda pada taraf nyata 5%; K+ : kontrol +, K- : kontrol –, PI : pasca infeksi.

Kelompok
ayam

1
2
3
Kontrol +
Kontrol -

Tabel 3 Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri E. coli
Hasil pengujian
Jumlah
Morbiditas
Mortalitas
awal ayam
Jumlah
Persentasi
Jumlah
Persentasi
(ekor)
ayam
(%)
ayam
(%)
(ekor)
(ekor)
20
1
5
0
0
20
1
5
0
0
20
0
0
2
10
10
20
100
2
20
10
0
0
0
0

Tabel 4 Hasil uji antibiotik D-1 terhadap bakteri M. gallinarum
Hasil pengujian
Morbiditas
Mortalitas
Jumlah
Kelompok
awal ayam
Jumlah
Persentasi
Jumlah
Persentasi
ayam
(ekor)
ayam
(%)
ayam
(%)
(ekor)
(ekor)
1
20
0
0
0
0
2
20
0
0
1
5
3
20
1
5
0
0
Kontrol +
10
10
100
0
0
Kontrol 10
0
0
0
0

Pembahasan
Ayam pedaging merupakan ayam ras yang pertumbuhannya tidak
memerlukan waktu yang lama untuk segera bisa dipanen. Jenis ras unggulan hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

12

terutama dalam memproduksi daging ayam. Menurut Rasyaf (1999) pada
umumnya di Indonesia ayam pedaging sudah dipasarkan pada umur 5-6 minggu
dengan berat 1.3 – 1.6 kg walaupun laju pertumbuhannya belum maksimal, karena
ayam pedaging yang sudah berat sulit dijual.

Tabel 5. Standar performa mingguan ayam pedaging
Konsumsi Pakan
Pertambahan
Bobot
Minggu
bobot badan
Per hari
Kumulatif
badan (g/e)
(g/e)
(g/e/h)
(g/e)
1
175,00
19,10
150,00
2
486,00
44,40
69,90
512,00
3
932,00
63,70
11,08
1167,00
4
1467,00
76,40
15,08
2105,00
5
2049,00
83,10
17,90
3283,00
Sumber: PT Charoen Pokphand (2006)

FCR
0,857
1,052
1,252
1,435
1,602

Pada tabel rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi oleh bakteri E.coli
hampir secara keseluruhan memperlihatkan adanya kenaikan bobot badan pada
setiap pemeriksaan. Kelompok perlakuan 1 menunjukkan peningkatan bobot
badan dari pengukuran pertama sampai pengukuran kelima. Menurun pada
pengukuran keenam namun meningkat kembali pada pengukuran ketujuh.
Penurunan bobot badan ini diakibatkan pengambilan ayam yang secara acak
sehingga bisa saja yang terukur adalah ayam yang berukuran kecil mengingat
ukuran bobot ayam pada setiap kandang sangat bervariasi.
Untuk kelompok perlakuan 2 sama dengan kelompok perlakuan 1.
Peningkatan bobot badan ayam terjadi sampai pada pengukuran kelima, menurun
pada pengukuran keenam dan terjadi peningkatan kembali pada pengukuran
ketujuh. Berbeda dengan kelompok perlakuan 1 dan 2, kelompok perlakuan 3
menunjukkan peningkatan bobot badan sampai pengukuran keenam dan menurun
pada pengukuran ketujuh. Hal ini diduga terjadi karena pada pengamatan bobot
badan dilakukan dengan mengambil ayam secara acak. Ukuran bobot ayam
bervariasi yang disebabkan oleh adanya kompetisi dalam mendapatkan makanan
dan minuman, serta ukuran kandang yang tidak sesuai dengan jumlah ayam.
Namun secara keseluruhan rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi oleh bakteri
E. coli dan diobati dengan antibiotik D-1 tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata bila dibandingkan dengan literatur.
Rata-rata bobot ayam kontrol positif lebih besar dari pada kontrol negatif.
Hal ini disebabkan oleh luas kandang untuk kelompok kontrol negatif yang tidak
sesuai untuk jumlah pemeliharaan ayam dengan jumlah sebanyak 40 ekor dalam
kandang dengan luas 1.95 × 1 meter. Kondisi ini dikarenakan luas area kandang
yang sempit sehingga disesuaikan dengan menempatkan ayam-ayam kontrol
negatif dalam 1 kandang. Penelitian ini merupan bagian dari proyek penelitian
yang menggunakan 4 antibitotik, sehingga jumlah ayam kontrol negatif sebesar 40
ekor disatukan dalam satu kandang karena dianggap sama. Jumlah tempat pakan

13
 

dan air minum pun tidak memadai karena jumlahnya yang terbatas, sedangkan
jumlah kontrol positif hanya berjumlah 10 ekor dalam kandang dengan luas 0.65
× 1 meter.
Pada tabel 2 dapat dilihat rata-rata bobot badan ayam yang diinfeksi oleh
bakteri M. gallinarum. Pada kelompok 1 rata-rata bobot badan terus meningkat
sampai pada pengukuran kelima. Penurunan terjadi pada pengukuran keenam
kemudian meningkat kembali pada pengukuran ketujuh. Kelompok 2
menunjukkan adanya peningkatan rata-rata bobot badan ayam yang terus menerus
dari awal pengukuran hingga pengukuran ketujuh. Lain halnya dengan kelompok
3, kelompok ini dari pengukuran pertama hingga kedua terjadi peningkatan,
kemudian stabil sampai pada pengukuran ketiga. Sementara pada pengukuran
keempat dan kelima meningkat lalu menurun pada pengukuran keenam dan
kembali meningkat pada pengukuran ketujuh.
Bila dibandingkan dengan literatur yang telah didapat, rata-rata bobot badan
ayam tidak menunjukkan perbedaan yang berbeda nyata. Menurut Barnes,
Vaillancourt, dan Gross 2003 pada ayam pedaging umur 4-8 minggu dan ayam
petelur umur ± 20 minggu gejala klinis colibacillosis yaitu dapat terjadi
septicemia akut dan menimbulkan kematian, yang didahului dengan nafsu makan
hilang, malas bergerak/inaktif, dan mengantuk. Gejala klinis pada penyakit yang
disebabkan oleh M. gallinarum tidak patognomonis karena sering terjadi
bersamaan dengan infeksi patogen lainnya. Gejala klinis meliputi konjungtivitis
serous atau serofibrinosa, bleparitis, rinitis, coryza, tracheitis, air sacculitis, focal
bronchopneumonia. Pada unggas dapat menyerang sendi dan dapat menyebabkan
kepincangan (Coles 2007). Gejala pernapasan kemudian diikuti dengan turunnya
nafsu makan, berat badan dan produksi telur, sedangkan konversi pakan naik
(Soeripto 2009). Pada setiap pengukuran dari pengukuran ke-1 sampai ke-7 pada
kelompok ayam yang diuji dengan bakteri E. coli dan M. gallinarum
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
Hasil pengujian antibiotik D-1 terhadap bakteri E. coli pada pengobatan 6
jam pasca infeksi yaitu kelompok perlakuan 1 menunjukkan adanya tingkat
morbiditas yang rendah yaitu sebesar 5% dan tidak terlihat adanya mortalitas
(0%), sedangkan pada kelompok perlakuan 2 yang diobati dengan antibiotik D-1
pada hari ke-3 pasca infeksi tidak menunjukkan adanya mortalitas tetapi terdapat
morbiditas sebanyak 1 ekor atau sebesar 5%. Berbeda dengan pengobatan hari ke7 pasca infeksi, pada kelompok perlakuan 3 ini memperihatkan adanya mortalitas
sebesar 10% dan morbiditas 0%. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa
pengobatan yang terbaik untuk bakteri E. coli menggunakan antibiotik D-1 yaitu
antara 1 hari pasca infeksi sampai 3 hari pasca infeksi karena diperoleh persentasi
mortalitas ayam sebesar 0%, artinya efektif dalam mencegah terjadinya kematian
ayam.
Untuk hasil pengujian antibiotik D-1 terhadap bakteri M. gallinarum terlihat
pada kelompok perlakuan 1 yaitu kelompok yang diberi pengobatan pada 6 jam
pasca infeksi, tidak menunjukkan adanya tingkat morbiditas (0%) dan mortalitas
(0%). Berbeda halnya dengan kelompok perlakuan 2 yang diberi pengobatan pada
hari ke-3 pasca infeksi, kelompok ini menunjukkan adanya mortalitas sebesar 5%
dari 20 ekor ayam. Pada kelompok perlakuan 3, yaitu kelompok yang diberi
pengobatan pada hari ke-7 pasca infeksi, terdapat 1 ekor yang mengalami
kesakitan atau morbiditas 5%. Dari hasil yang di dapat, pengobatan yang terbaik

14

dengan menggunakan antibiotik D-1 terhadap M. gallinarum adalah pada 1 hari
pasca infeksi karena pada kelompok ini tidak terdapat adanya tingkat morbiditas
dan mortalitas.
Antibiotik D-1 yang digunakan mengandung lincomisin dan spektinomisin.
Kedua antibiotik ini biasa digunakan pada industri peternakan ayam pedaging
untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh E. coli dan Mycoplasma.
Antibiotik tersebut memiliki daya kerja menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosomnya dengan ikatan secara reversibel dengan ribosom 50 S. Seperti yang
dijelaskan oleh Barnes, Vaillancourt, dan Gross (2003) bahwa E. coli sensitif pada
beberapa obat, diantaranya ampisilin, kloramfenikol, klortetrasiklin, neomisin,
nitrofurans,
gentamisin,
ormetiprim-sulfadimektosin,
nalidixic
acid,
oksitetrasiklin, polimiksin B, spektinomisin, streptomisin, dan golongan sulfa.
Menurut Soeripto (2009) pengobatan Mycoplasmosis biasanya dilakukan dengan
menggunakan antibiotik makrolid seperti tiamulin, tylosin, lincomycin,
oxytetrasiklin, dan enrofloxacin yang memiliki daya kerja menghambat sintesis
protein.
Pada pemeriksaan patologi anatomi pada ayam yang diinfeksi dengan
bakteri E. coli didapat adanya enteritis ringan pada kelompok perlakuan 1 dan 2
bila dibandingkan dengan ayam kontrol positif. Untuk kelompok perlakuan 3
tidak terlihat adanya kelainan. Untuk kelompok ayam yang diinfeksi oleh bakteri
M. gallinarum, pada gambaran patologi anatomi kelompok perlakuan 1 terlihat
adanya kelainan pada hati yang ditandai dengan warna hati yang pucat. Untuk
kelompok perlakuan 2 dan 3 tidak terlihat adanya kelainan. Hal ini terjadi karena
penularan penyakit yang terjadi akibat penggunaan tempat air minum yang tidak
distrerilisasi dan setiap mengganti air tidak ditempatkan pada kandang yang sama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dapat disimpulkan bahwa
antibiotik D-1 lebih efektif diberikan pada bakteri M. gallinarum dilihat dari
perbandingan persentasi jumlah morbiditas dan mortalitas terhadap kelompok
ayam yang diinfeksi bakteri E. coli. Pada kelompok ayam yang diinfeksi oleh
bakteri E. coli, waktu pemberian antibiotik yang tepat adalah antara 6 jam pasca
infeksi sampai 3 hari pasca infeksi, sedangkan pada kelompok ayam yang
diinfeksi oleh bakteri M. gallinarum adalah 6 jam pasca infeksi.

Saran
Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk memerhatikan aspek
kandang. Luas kandang disesuaikan dengan jumlah ayam yang akan digunakan
agar ayam tidak berdesakan dan tidak sulit untuk mengamati perubahanperubahan yang terjadi.

15
 

DAFTAR PUSTAKA

Amer MM, Zohair GA, El-Bayomi, Girh. 2012. Effect of tilmicosin in control of
Mycoplasmosis in pedaging chickens from infected breeders using elisa test for
evalution. J Americ Scien. 8(3): 696-700.
Barnes HJ, Gross WB. 1997. Diseases of Poultry. 10th ed. Calnek BW, Barnes HJ,
Beard CW, McDouglad LR, Saif YM, ed. Ames, IA (USA): Iowa State
University Press.
Barnes HJ, Vaillancourt JP, dan Gross WB. 2003. Diseases of Poultry. 11th ed.
Barnes HJ, Fadly AM, Glisson JR, McDougald LR, Swayne DE, ed. Ames, IA
(USA): Blackwell Publishing Ltd.
Charlton BR, Bermudez AJ, Halvorson DA, Jeffrey JS, Newton LJ, Sander JE,
Wakernell PS. 2000. Avian Diseases Manual. 5th ed. New Bolton Center
(USA): Poultry Pathology Laboratory University of Pennsylvania.
Coles BH. 2007. Essensial of Avian Medicine & Surgery. Ames, IA (USA):
Blackwell Publishing Ltd.
Collignon P. 2009. The use of antibiotics in food production animals: does this
cause human health problems?. Di dalam: Australia Scientific Seminar
[Internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui]. Canberra City Act (AUS):
Australia.  Hlmn 1-11;
[diunduh
2012 Nov 11].
Tersedia pada:
http://www.rspca.org.au/assets/files/Science/SciSem2009/seminars09_paper_c
ollignon.pdf.
Cumpanasoiu C. 2008. The development of avian respiratory Mycoplasmosis in a
poultry farm. Lucrac stiintif medec vet. 41: 583-586.
Ewing WR. 1963. Poultry Nutrition. 8th ed. California (USA): Ray Ewing
Company.
Hayhurst C. 2004. Epidemics Deadly Diseases Throughout Hystory, E. coli. New
York (NY): The Rosen Publishing Group.
Kabir SML. 2010. Avian colibacillosis and salmonellosis: a closer look at
epidemiology, pathogenesis, diagnosis, control, and public health concerns. Int
J Environ Res Publ Heal. 7: 89-114.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA.1996. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan.
Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kee JL, Hayes ER. 1996. Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan.
Anugerah P, penerjemah; Asih Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Edisi pertama. Jakarta (ID): Rajawali
Pers.
Manning SD. 2005. Deadly Disease and Epidemics Escherichia coli Infections.
United State of America (USA): Chelsea House Publishers.
Nascimento ER, Pereira VLA, Nascimento MGF, Barreto ML. 2005. Avian
Mycoplasmosis update. Brazil J Poult Scien. 7(1): 1-9.
Pang Y, Wang H, Girshick T, Xie Z, Khan MI. 2002. Development and
application of a Multiplex Chain Reaction for Avian Respiratory Agents. Avian
Dis. 46: 691-699.

16

[KEMENKESRI] Kementrian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan
RI: Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta (ID): Kementerian
Kesehatan RI.
Priyatno MA. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
[CP] PT Charoen Pokhphand Indonesia Tbk. Manual Pedaging Manajemen CP
707. Jakarta (ID): CP.
Rasyaf M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keempat. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Rimaviciute R, Dumalakiene I, Viliene R, Meskiene R, Meskys R. 2012.
Construction of a DNA vector system for Mycoplasma gallinarum. Roman
Biotechnol Lett. 17(4): 7533-7539.
Siddique AB, Sajjad-ur-Rahman, Hussain I, Muhammad G. 2012. Frequently
distribution of opportunistic avian pathogens in respiratory distress cases of
poultry. Pakist Vet J. 32(3): 386-389.
Soeripto. 2009. Chronic respiratory diseases (CRD) pada ayam. Wartazoa. 19(3):
134-142.
Suharno B. 2002. Kiat Sukses Berbisnis Ayam. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Tabbu CR. 2000. Penyakit ayam dan penanggulangannya. Kanisius. Vol. 1.
Tarmudji. 2003. Kolibasilosis pada ayam: etilogi, patologi, dan pengendaliannya.
Wartazoa. 13(2): 65-73.
Utami ER. 2012. Antibiotika, resistensi, dan, rasionalitas terapi. Saintis. 1(1):
124-138.
Wan X, Branton SL, Hanson LA, Pharr GT. 2004. Identification and initial
Characterization of a Putative Mycoplasma gallinarum leucine aminopeptidase
gene. Curr Microbiol Internation J. 48: 32-38.
Wan X, Branton SL, Collier SD, Evans JD, Leigh SA, dan Pharr GT. 2010.
Proteomics inference of genes involved in host adaptation of Mycoplasma
gallinarum. Vet Microbiol. 145(2010): 177-184.

17
 

Lampiran 1 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri E.
coli

Kontrol +

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Kelompok perlakuan 3

Lampiran 2 Gambaran patologi anatomi kelompok ayam yang diinfeksi bakteri
M. Gallinarum

Kontrol +

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Kelompok perlakuan 3

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juni 1990 di DKI Jakarta. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari ibunda Elisabeth Eveline dan
ayahanda Agus Yandi Harahap.
Penulis mengawali pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak Pertiwi
Jakarta Timur yang diselesaikan pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan dasar di SDN Pengadilan V Bogor dan lulus pada tahun 2002. Tahun
2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menangah pertama di SMPN 5
Bogor dan dilanjutkan dengan pendidikan di SMAN 2 Bogor hingga tahun 2008.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Fakultas
Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun
2008. Selama perkuliahan penulis aktif di organisasi Himpro HKSA (Hewan
Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik), sebagai anggota Divisi Hewan Kecil
tahun kepengurusan 2009/2010. Penulis pernah menjadi asisten Embriologi tahun
ajaran 2011/2012.

1
 

PENDAHULUAN

Latar belakang
Ayam pedaging merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari
bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi. Pemeliharaan ayam
pe