Identifikasi Dan Karakterisasi Gulma-Gulma Ruderal Invasif Di Kebun Raya Bogor

i

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA
RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR

GUNAR WIDIYANTO
A24070111

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Identification and Characteristic of Ruderal Invasive Weeds in
Bogor Botanical Garden
Gunar Widiyanto1, Edi Santosa2, Adolf Pieter Lontoh2
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
2
Staff pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
1


Abstract
Invasive weeds become important issues in Indonesia due to ecological
and economical production concern of agriculture.

Plant invation effected

consequences of very high ecological loss and economical cost. Several thing of
economic cost be able to quantification such as herbiside cost and yield loss. The
ecological loss is the priceless disadvantages and difficult to quantified eg
ecosystem damage, decrease recreation area, extinct of certain species etc. This
research intent on identify and characterization of ruderal invasive weeds, looking
for spreading pattern along with those influence factors to get the precisely
controlling method and to know economic consequences from the existense of
ruderal invasive weeds in Kebun Raya Bogor. This researh used scoring method
and continued with multivariate analysis which showed by dendogram.

The

dendogram is made by neighbour joining single linkage method. The results
showed that there are seven species invasive weeds from six familly which

divided into three groups according to its aggresiveness. Component of Group 1
is Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) with total score 69. Group 2 consist of
Cissus sicyoides L. (Vitaceae) with total score 75, Cissus nodosa L. (Vitaceae)
with total score 67 and Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) with total score
78. Group 3 consist of Ficus elastica Roxb. (Moraceae) with total score 56,
Paraserianthes falcataria (Fabaceae) with total score 48 and Cecropia adenopus
(cecropiaceae) total skor 45. Component of Group 1 and Group 2 are woody
climber those included in kind of vines whereas component of Group 3 are kind of
tree. Based on our investigation invasive weed species which have score more
than 50 be able to made significant disturbance and threaten the ecosystem
stabillity of Bogor Botanical Garden.

i
RINGKASAN

GUNAR WIDIYANTO. Identifikasi dan Karakterisasi Gulma – Gulma
Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor. (Dibimbing oleh EDI SANTOSA dan
ADOLF PIETER LONTOH).
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma
ruderal invasif, melihat pola penyebaran gulma ruderal invasif serta faktor yang

mempengaruhi pola penyebarannya

guna mencari metode pengendalian yang

tepat dan mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di
areal Kebun Raya Bogor.
Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif gulma ruderal
invasif pada semua vak (petak) yang terdapat di dalam Kebun Raya Bogor.
Identifikasi gulma dan studi pustaka untuk karakteristik gulma yang ditemukan.
Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Data
sekunder berupa peta lingkungan KRB, keadaan umum KRB, manajemen
perawatan dan pengendalian gulma serta data lain yang menunjang. Data
pengamatan lalu dinilai berdasarkan kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993),
dimana gulma dengan skor lebih dari 50 dianggap signifikan mengganggu dan
memerlukan pengendalian. Data dianalisis dengan Minitab 14 dan ditampilkan
dalam bentuk dendogram.
Hasil pengamatan dan penilaian terdapat tujuh spesies gulma invasif dari
enam famili. Urutan gulma invasif berdasarkan penilaian adalah Mikania
micrantha H.B.K. (Asteraceae) total skor 78, Cissus sicyoides L. (Vitaceae) total
skor 75, Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) total skor 69, Cissus nodosa L.

(Vitaceae) total skor 67, Ficus elastica Roxb. (Moraceae) total skor 56,
Paraserianthes falcataria (Fabaceae) total skor 48 dan Cecropia adenopus
(cecropiaceae) total skor 45. Pola penyebaran gulma dipengaruhi oleh karakter
morfologi dan botani gulma. Gulma yang perbanyakannya melalui biji cenderung
menyebar secara acak, sedangkan gulma yang perbanyakannya melalui vegetatif
cenderung berkelompok. Penyebaran gulma invasif di KRB melalui media angin,
hewan dan manusia (pengunjung).

ii
Hasil analisis menunjukkan pengelompokkan gulma berdasarkan tingkat
invasif terbagi menjadi tiga grup. Anggota Grup 1 yaitu Dioscorea bulbifera L.
Grup 2 terdiri dari tiga gulma yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume
dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan terdiri dari tiga gulma yaitu Ficus
elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria.
Grup 1 dan 2 merupakan golongan gulma kayu pemanjat (woody climber) yang
termasuk dalam jenis vines. Grup 3 merupakan golongan pohon. Semua anggota
Grup 1 dan 2 merupakan gulma dengan total skor diatas 50 poin.

Artinya


kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan
habitat di Kebun Raya Bogor.
Terkait hal tersebut perlu penanganan yang tepat untuk pengendalian
kelompok gulma tersebut. Pengendalian gulma terpadu yang memadukan metode
pengendalian manual dan kultur teknis dianggap paling tepat. Manajemen gulma
di Kebun Raya Bogor masih dilakukan secara konvensional. Tindakan tersebut
dikarenakan oleh persepsi terhadap gulma yang belum terintegratif, estimasi
kerugian ekonomi yang belum mantap dan jumlah tenaga kerja menjadi faktor
utama yang masih perlu ditingkatkan.

iii

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA
RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

GUNAR WIDIYANTO

A24070111

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

iv
Judul

: IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-

GULMA RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA
BOGOR
Nama

: GUNAR WIDIYANTO

NIM


: A24070111

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si.

Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS.

NIP 19700520 199601 1 001

NIP 19570711 198111 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura


Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

v
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal
7 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Bambang Suryanto
dan Ibu Erlik Supeni.
Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan pertamanya di TK
Tunas Muda, kemudian pada tahun 2001 lulus dari SDN Lerep 06.

Penulis

kemudian melanjutkan studi di SMPN 24 Semarang dan lulus pada tahun 2004.
Tahun 2007 penulis berhasil menyelesaikan studinya di SMAN 4 Semarang dan
ditahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB melalui jalur USMI.

Selama kuliah penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan. Diantaranya
Festifal Tanaman XXXI, Agrosportmen 2009 dan Semai 45. Keorganisasian yang
pernah diikuti antara lain UKM Musik Agriculture Ekspession dan organisasi
mahasiswa daerah Patra Atlas Semarang. Penulis juga pernah menjadi finalis
lomba bisnis plan pada ITB Entrepreneur Challenge 2011.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberi kekuatan hidayah dan karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Identifikasi dan Karakterisasi
Gulma – Gulma Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor disusun oleh penulis
sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. dan Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
2. Dr. Herdhata Agusta, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan yang membangun pada skripsi ini.
3. Kedua orang tua yang tak pernah lelah memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis.
4. Segenap dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang
telah memberikan ilmu dan pelayanan selama penulis menempuh masa studi.
5. Ibu Elly Kristiati yang telah memberikan bimbingan lapang selama penelitian,
serta segenap staf KRB yang telah membantu jalannya penelitian.
6. Teman-teman AGH 44 yang selalu menjadi sumber inspirasi, serta yang telah
memberikan bantuan selama ini baik berupa fisik maupun spiritual.
7. Keluarga besar dan teman-teman angkatan 44 Organisasi Mahasiswa Daerah
Patra Atlas Semarang atas kebersamaannya selama ini. Kita untuk selamanya.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukan dan dapat bermanfaat juga untuk kemajuan ilmu pengetahuan
terutama bagi pertanian di Indonesia.

Bogor, Desember 2011

Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................... 3
Hipotesis.................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
Keadaan Umum Kebun Raya Bogor ....................................................... 5
Klasifikasi Gulma.................................................................................... 7
Gulma Ruderal ........................................................................................ 9
Gulma Invasif ........................................................................................ 10
Karakteristik Gulma Invasif .................................................................. 11
Model Langkah dan Tahapan Invasi ..................................................... 13
BAHAN DAN METODE ................................................................................. 16
Waktu dan Tempat ................................................................................ 16
Alat dan Bahan ...................................................................................... 16
Metode Penelitian.................................................................................. 16
Pelaksanaan ........................................................................................... 16
Pengamatan ........................................................................................... 17
Analisis.............................................................................................. 1818
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 2121
Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ................................ 21
Pengelompokan Gulma Invasif ......................................................... 3737
Dominasi Gulma ............................................................................... 4141
Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor ........................................ 4243
Manajemen Gulma Invasif Berkelanjutan ........................................ 4646
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 5252
Kesimpulan ....................................................................................... 5252
Saran .................................................................................................. 5252
DARTAR PUSTAKA ................................................................................... 5454
LAMPIRAN .................................................................................................. 5858

viii
DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif........................................

19

2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ............

22

3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma
Invasif di Kebun Raya Bogor ........................................................

24

4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan
Kewarganegaraan ..........................................................................

25

5. Skoring Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ..............................

38

6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari variabel: D.
bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M.
micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P.
falcataria. ......................................................................................

39

7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun
Raya Bogor ...................................................................................

42

8. Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor
Tahun 2011 ...................................................................................

49

ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Jenis Gulma Teki (Cyperus cyperoides) .....................................

7

2. Jenis Gulma Rumput ...................................................................

8

3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma
(Rejmanek, 1995) ........................................................................

11

4. Tahapan dan Langkah Invasi Menurut Tjitrosoedirdjo (2010) ...

13

5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ......................

23

6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B ......................

26

7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor ..............

27

8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O ...................

28

9. Peta penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun
Raya Bogor .................................................................................

29

10. Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor ........

30

11. Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di
Kebun Raya Bogor ......................................................................

30

12. Serangan Ficus elastica Roxb pada vak IV.F .............................

31

13. Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor ...........

32

14. Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D ....................

33

15. Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor ..................

34

16. Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor ................................

35

17. Peta Penyebaran C.sicyoides Blume di Kebun Raya Bogor .......

36

18. Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor .........

37

19. Dendogram Pengelompokan Tingkatan Gulma Invasif di
Kebun Raya Bogor ......................................................................

40

x
Nomor

Halaman

20. Kegiatan Pengendalian Gulma F. elastica Roxb. pada Vak
II.C ..............................................................................................

45

21. Bagan Permasalahan Pengendalian Gulma di Kebun Raya
Bogor ...........................................................................................

46

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Deskripsi Dioscorea bulbifera L....................................................

59

2. Deskripsi Cissus sicyoides L ..........................................................

62

3. Deskripsi Paraserianthes falcataria ..............................................

63

4. Deskripsi Mikania micrantha H.B.K .............................................

64

5. Deskripsi Ficus elastica Roxb .......................................................

66

6. Deskripsi Limnocharis flava (L.) Buchanan ..................................

68

7. Deskripsi Bacopa caroliniana Robinson .......................................

69

8. Deskripsi Pistia stratiotes L ...........................................................

70

9. Deskripsi Sagittaria sagittifolia L. subsp. Leucopetala (Miq.)
Hartog.............................................................................................

71

10. Deskripsi Oryza barthii A. Chev ...................................................

72

11. Deskripsi Cecropia adenopus Mart. ex Miq ..................................

73

12. Deskripsi Cissus nodosa Blume .....................................................

74

13. Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 ............................

75

14. Kebun Raya Bogor .........................................................................

85

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan
kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut
Kleiber (1968), definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada
tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu
definisi subjektif dan objektif. Definisi subjektif menyatakan gulma merupakan
tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik,
tergantung pandangan seseorang (Anderson, 1977). Menurut definisi ekologis
gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat
buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia
(Sastroutomo, 1990).
Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur tangannya
terhadap aktivitas manusia atau pertanian.

Bagi pertanian, gulma tidak

dikehendaki karena: a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan
unsur hara, air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan senyawa
allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, c) menjadi inang hama
dan penyakit tanaman, d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau
menambah biaya untuk usaha pengendalian.

Mengingat keberadaan gulma

menimbulkan akibat-akibat yang merugikan maka dilakukan usaha-usaha
pengendalian secara teratur dan terencana.

Pengendalian gulma bukan lagi

merupakan usaha sambilan, tapi merupakan usaha tersendiri yang memerlukan
langkah efisien, rasional berdasarkan pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukman
dan Yakub, 2002).
Gulma dapat dikelompokkan menurut morfologi daun, tingkat keganasan,
morfologi batang, habitat dan lokasi tumbuh. Menurut lokasi tumbuhnya dapat
dibagi menjadi gulma umum dan gulma ruderal. Gulma umum adalah gulma yang
umum ditemui pada agroekosistem atau sistem pertanaman yang spesifik lainya
seperti kehutanan. Gulma ruderal adalah gulma yang umum ditemui diluar kedua
sistem tersebut seperti pada areal publik, rel kereta api, bandara dan sebagainya.

2
Gulma ruderal penting untuk dikendalikan karena merupakan sumber
gulma bagi wilayah pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena
minimnya program pengendalian gulma pada areal-areal publik. Gulma ruderal di
perkotaan selain merugikan secara ekonomi juga merusak keindahan kota.
Namun demikian gulma ruderal di Indonesia belum ditangani dengan baik.
Mengetahui jenis-jenis gulma ruderal sangat penting untuk mengembangkan
program pengendalian baik secara preventif maupun eradikatif.
Radosevich et al. (2007) menyatakan globalisasi telah menjadikan
terjadinya transportasi material biologis seperti tanaman eksotik ke seluruh dunia.
Hal tersebut telah mendorong terjadinya introduksi dan kolonialisasi tanaman non
natif dari seluruh penjuru dunia terutama pada lokasi-lokasi yang baru. Kebun
Raya Bogor adalah kawasan konservasi ex-situ dan penelitian tanaman tropika
serta tempat pendidikan lingkungan dan pariwisata yang berdiri sejak 193 tahun
yang lalu. Hampir 50% dari 3423 jenis tanaman koleksi yang terdapat di Kebun
Raya Bogor merupakan tanaman eksotik (Subarna, 2002).

Tidak menutup

kemungkinan sebagian dari tanaman introduksi tersebut akan menjadi “invader”.
Perubahan tersebut salah satunya dipicu oleh agroekologi yang mendukung
reproduksi atau perkembanganya. Spesies invasif tersebut akan mengancam
biodiversitas dan integritas ekosistem Kebun Raya Bogor yang tidak ternilai
harganya.
Menurut Tjitrosoedirdjo (2010), invasi adalah ekspansi geografis dari
suatu spesies pada daerah yang sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Definisi
ini mengandung konotasi bahwa spesies yang invasif biasanya eksotik, tumbuhan
asing, walaupun ini bukan satu-satunya definisi yang tepat. Invasi tumbuhan
membawa konsekuensi biaya ekologi maupun biaya ekonomi yang sangat tinggi.
Beberapa besaran biaya ekonomi dapat dikuantifikasi seperti biaya pengendalian
dengan herbisida dan penurunan produksi pertanian. Tetapi biaya lainnya, tidak
mudah dikuantifikasi seperti kerusakan ekosistem, kehilangan areal rekreasi,
punahnya spesies atau jenis tertentu.

Di Asia Tenggara belum ada yang

mengestimasikan biaya sehubungan dengan tumbuhan invasif ini. Di negara maju
seperti Amerika Serikat biaya terkait dengan tumbuhan invasif ini pada tanaman
budidaya dan padang rumput saja berjumlah lebih dari U$34 milyar tiap tahunnya

3
(Pimentel et al., dalam Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa dalam kurun
waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000 kerugiannya mencapai U$5 milyar
(Purwono, 2002).
Langkah yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sumber daya untuk
mendeteksi spesies invasif. Kita dapat meningkatkan peluang untuk menemukan
suatu spesies invasif pada tingkat populasi yang masih kecil.

Semakin dini

diantisipasi keberadaan spesies invasif tersebut akan mengurangi tingkat
kerusakan dan membuat kontrol berikutnya menjadi lebih murah dan efektif.
Namun demikian, mendeteksi spesies invasif relatif sulit untuk dilakukan dan
kriteria tersebut bersifat situasional dan terbatas pada lokasi tertentu. Banyak
faktor yang mengurangi kemungkinan mendeteksi spesies invasif. Seperti halnya
kepadatan populasi yang rendah dari suatu spesies, bukan berarti spesies tersebut
tidak mungkin berpotensi sebagai spesies invasif (Mehta et al., 2007).
Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya dengan tanaman
tertentu berguna secara agronomi untuk pengembangan metode pengendalian.
Selain itu, identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-studi alelopati
baru yang saat ini menjadi bagian penting pada pengembangan pertanian
berkelanjutan.

Kebun raya yang memiliki koleksi tanaman lebih banyak

dibandingkan dengan agroekologi pertanian.

Tingginya keragaman tersebut

membuka peluang lebih besar untuk mengeksplor sistem biologi terkait interaksi
gulma dengan tanaman.

Tujuan
1. Mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif di Kebun
Raya Bogor dan pola penyebarannya, guna mencari metode pengendalian
yang tepat.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola penyebaran gulma ruderal invasif
di Kebun Raya Bogor.
3. Mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di areal
Kebun Raya Bogor.

4
Hipotesis
1. Gulma ruderal invasif memiliki spesifikasi tertentu pada areal tertentu.
2. Terdapat gulma ruderal invasif dari golongan teki, rumput dan daun lebar
yang spesifik untuk daerah tertentu.
3. Penyebaran gulma ruderal invasif yang utama adalah oleh angin, air, hewan
dan transportasi manusia.

5
TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Kebun Raya Bogor
Indonesia memiliki dua puluh kebun raya yang tersebar di Jawa Barat
(Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Kuningan), Jawa Timur
(Kebun Raya Purwodadi), Bali (Kebun Raya Eka Karya), Jawa Tengah (Kebun
Raya Baturaden), NTB (Kebun Raya Lombok Timur), Batam (Kebun Raya
Batam), Sumatera Utara (Kebun Raya Samosir), Jambi (Kebun Raya Bukit Sari),
Sumatera Barat (Kebun Raya Solok), Lampung (Kebun Raya Liwa), Kalimantan
Barat (Kebun Raya Sambas, Kebun Raya Danau Lait), Kalimantan Tengah
(Kebun Raya Katingan), Kalimantan Timur (Kebun Raya Sungai Wain), Sulawesi
Selatan (Kebun Raya Enrekang, Kebun Raya Pucak), Sulawesi Tenggara (Kebun
Raya Kendari), Sulawesi Utara (Kebun Raya Minahasa) (LIPI, 2009).
Peranan Kebun Raya Bogor saat ini dapat dilihat dari beberapa sudut.
Pertama dari segi preservasi sumber genetik tanaman. Intensifikasi penebangan
dan konversi hutan yang tinggi mengakibatkan banyak jenis tumbuh-tumbuhan
yang belum sempat dikembangkan atau bahkan sama sekali belum diketahui oleh
kita tentang kegunaannya akan hilang. Sehubungan dengan hal tersebut, Kebun
Raya Bogor (KRB) sebagai lokasi konservasi “ex-situ” melakukan eksplorasi
tumbuhan di kawasan hutan, mendata, mengkoleksi dan melestarikan. Sebagai
tempat pariwisata, KRB selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal dan
mancanegara. Dari dua puluh kebun raya yang ada di Indonesia hanya lima
diantaranya yang telah mengalami pembangunan fisik dan memiliki fasilitas
penunjang yang layak bagi wisatawan. KRB merupakan salah satu dari lima
kebun raya yang mempunyai sarana dan prasarana terlengkap.
Kebun Raya Bogor sebagai instansi pendidikan, melakukan penelitian dan
pengembangan diberbagai bidang antara lain di bidang taksonomi, biosistematik,
botani terapan dan hortikultura. KRB juga berlaku sebagai hutan kota dilihat dari
lokasinya yang berada tepat di tengah Kota Bogor. KRB mampu menyerap emisi
karbon dan memberikan suplai oksigen di tengah kepadatan aktivitas lalu lintas
Kota Bogor.

6
Deskripsi mengenai Kebun Raya Bogor menurut Subarna (2002) adalah
merupakan salah satu lembaga botani bersejarah di Indonesia, yang juga dikenal
dengan baik di dunia Internasional. Hal yang melatar belakangi berdirinya kebun
raya ini didasarkan pada dua tujuan, yaitu: untuk melakukan eksploitasi kekayaan
alam hayati Indonesia dan melaksanakan percobaan-percobaan tumbuhan yang
mempunyai nilai ekonomi yang diimpor dari luar Indonesia. Kebun Raya Bogor
merupakan kebun raya yang ke-13 tertua di dunia.
Secara geografis Kebun Raya Bogor terletak pada 6.370 Lintang Selatan
dan 106.320 Bujur Timur. Secara administratif Kebun Raya Bogor terletak di
tengan-tengah kota Bogor, provinsi Jawa Barat, berdampingan dengan Istana
Presiden Bogor atau sekitar 60 km sebelah selatan Jakarta. Kawasan Kebun Raya
Bogor berada pada ketinggian 260 m dpl, dengan luas keseluruhannya mencapai
87 ha. Jenis tanah di kawasan Kebun Raya Bogor dan sekitarnya merupakan jenis
tanah latosol coklat kemerahan. Topografi Kebun Raya Bogor secara umum datar
dengan kemiringan lahan 3 – 15 % dan sedikit bergelombang (Subarna, 2002).
Kawasan Kebun Raya Bogor termasuk daerah basah dengan curah hujan
yang tinggi antara 3000 – 4000 mm per tahun dan termasuk tipe hujan A. Hasil
pengamatan stasiun curah hujan pada tahun 2010, KRB memiliki 241 hari hujan
dengan jumlah curah hujan 5081.7 mm (LIPI, 2010). Suhu harian KRB berkisar
antara 21.40 – 30.20 C. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, kawasan
Kebun Raya Bogor termasuk tipe kawasan dataran rendah basah yang secara
spesifik termasuk kedalam jenis kawasan hujan tropika dataran rendah yang
ditandai dengan curah hujan tinggi dan keadaan yang selalu hijau. Kawasan KRB
dilalui oleh dua aliran sungai, yaitu sungai Ciliwung dan sungai kecil Cibalok
yang memotong Kebun Raya menjadi dua bagian. Tetapi untuk keperluan sistem
hidrologi di dalam kawasan kebun raya, hanya berasal dari sungai Cibalok.
Sungai ini berasal dari air buangan rumah tangga masyarakat kawasan sekitar
yang kemudian terkumpul dalam satu saluran menjadi sungai kecil dan memasuki
kawasan kebun raya (Subarna, 2002).
Kebun Raya Bogor terkenal dengan keunikan koleksi vegetasinya yang
terdiri dari 3423 jenis tanaman yang terbagi dalam 192 taman koleksi (Vak).
Spesiesnya terdiri dari 54% tumbuhan asli dan 46% tumbuhan yang ditanam.

7
Beberapa koleksi merupakan koleksi yang termasuk dalam kategori unik, langka
dan spesifik. Selain itu sebagian merupakan koleksi yang telah berusia lebih dari
100 tahun.

Tanaman di Kebun Raya Bogor dikenal dengan tingkat status

kelangkaan berdasarkan redlist book. Kebun Raya Bogor saat ini telah menjadi
pulau habitat. Salah satu jenis yang mendiami pulau habitat ini adalah burung.
Tercatat setidaknya terdapat 56 spesies burung mendiami wilayah KRB.

Klasifikasi Gulma
Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai sistem klasifikasi
gulma yang menggambarkan karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan
karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan sebagainya.

Dalam

prakteknya terutama untuk kepentingan pengelolaan vegetasi maka klasifikasi
botani biasa digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi: teki,
rumput dan daun lebar.

Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan terdiri atas:

gulma berkayu, gulma air, gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit.
Ditinjau dari siklus hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan tahunan.
Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi dari karakteristikkarakteristik tersebut.
Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat
dan tidak berongga, daun berasal dari nodia dan warna ungu tua. Gulma ini
mempunyai sistem rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya
membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada lingkungan tertentu.
Dengan karakter yang demikian, teki menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan
secara manual.

Gambar 1. Jenis Gulma Teki (Cyperus cyperoides)

8
Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang bulat atau
pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki karena bentuk daunnya sama-sama
sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisida
berbeda.

a

b

Gambar 2. Jenis Gulma Rumput
(a) Axonopus compressus
(b) Andropogon aciculatus
Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk daun-daun lebar
yang berasal dari pertumbuhan meristem apikal dan sangat sensitif terhadap
bahan kimia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata
yang memungkinkan cairan masuk.

Gulma ini mempunyai tunas-tunas pada

nodus atau titik memencarnya daun.
Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi gulma semusim, dua
musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo (1990), gulma semusim merupakan
gulma yang mempunyai daur hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai
perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji lagi. Gulma semusim dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu semusim dingin (winter annuals) dan
semusim panas (summer annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di
musim semi, menghasilkan biji dan kemudian mati pada musim panas dari tahun
yang sama. Gulma semusim dingin akan berkecambah di musim gugur, istirahat
di musim dingin, tumbuh lagi untuk menghasilkan biji kemudian mati di musim
semi atau panas berikutnya. Gulma dua musim merupakan gulma yang dapat

9
hidup lebih dari satu tahun tetapi kurang dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan
awal, kecambah biasanya berbentuk roset.

Setelah mengalami musim dingin

bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan kemudian mati. Gulma tahunan
adalah gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gulma jenis ini
adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan perakaran yang sama.
Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup semua tumbuhtumbuhan yang batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma berkayu
disebut juga sebagai gulma keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode
pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo, 1999).
Gulma air (aquatic weeds) adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap
keadaan air kontinu atau paling tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk
periode waktu hidupnya. Dalam prakteknya gulma air diklasifikasikan sebagai
marginal (tepian), emergent (gabungan antara tenggelam dan terapung),
submerged (melayang), anchored with floating leaves (tenggelam), freefloating
(mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo, 1999).
Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang merambat, epifit dan
parasit.

Karakter gulma merambat adalah melilit dan memanjat dapat

menyebabkan penutupan areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang
juga epifit atau hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis ini adalah tanaman
inang akan kehilangan daun karena cabang-cabangnya telah dimatikan oleh
parasit tersebut.

Gulma Ruderal
Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa digunakan adalah
mengelompokkan berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang
penting yaitu; agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air,
gulma hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal adalah tumbuhan yang
tidak dibudidayakan, tumbuh pada habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi
bukan digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002).
Menurut Sastroutomo (1990), tumbuhan ruderal umumnya dijumpai di
tempat-tempat ruderal yang berasal dari bahasa Latin rudus yang artinya sisa-sisa
(dalam arti luas). Termasuk di dalamnya adalah habitat-habitat tepi jalan, rel

10
kereta api, atap gedung, tepi-tepi kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan
sampah, dan lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang nyata yaitu
telah mengalami gangguan akibat adanya aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma
yang

dijumpai pada habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang

sederhana hingga berupa pohon yang yang tinggi. Keanekaragaman jenis yang
terjadi disebabkan adanya perubahan lingkungan yang

nyata sejalan dengan

waktu dari proses suksesi sekunder pada habitat ruderal ini. Perubahan biasanya
diawali dari jenis-jenis yang semusim kemudian berubah menjadi herba menahun
dan akhirnya akan didominasi oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.

Gulma Invasif
Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan invasif tidak
seperti rumput liar pertanian, tumbuhan invasif berhasil atau dapat menempati
dan menyebar ke habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia. Tumbuhan
kelompok ini dapat mengokupasi ke daerah baru yang sudah penuh sesak dengan
vegetasi asli dan bahkan kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat
kaitannya dengan spesies asing (alien spesies), maka seringkali disebut spesies
asing invasif (invasive alien species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai
spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem dan menyebabkan
gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan, serta berdampak buruk bagi
kesehatan manusia (Campbell, 2005). Sementara itu, menurut Purwono et al.
(2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk
mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena
tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada
spesies asli.
Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik
menurut Primack (1998), adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya.
Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun ada
sebagian dari spesies tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru,
dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif.
Perhatian terhadap habitat yang dinvasikan dan asal-usul tumbuhan invasif
bisa dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu; (1) Gulma, yang merugikan

11
pemanfaatan lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic, gulma
tersebut menggangu

obyektif atau tujuan usaha manusia. (2) Invator, yang

berhasil mapan pada habitat baru.

Dipandang dari sudut biogeografi, ada

tumbuhan asing, eksotis, alien, jenis eksotik.

(3) Kolonial, tumbuhan yang

berhasil pada daerah yang sebelumnya telah terganggu (disturbed). Dipandang
dari sudut ekologis, dikenal ada tumbuhan primer dalam proses suksesi
(Rejmanek, 1995). Istilah ini dapat tumpang tindih satu dengan yang lain seperti
digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma (Rejmanek, 1995).
Berdasarkan Gambar 3 bagian yang berwarna abu-abu dapat digolongkan
dalam kelompok gulma invasif. Tjitrosoedirdjo (2010) menyatakan bahwa
tumpang tindih seperti Gambar 3 tidak menjadi masalah, yang penting adalah
bagaimana masalah gulma yang ditimbulkan dapat dikelola dengan baik.

Perlu

ada pendekatan non konvensional pada pengelolaan gulma invasif. Pendekatan
konvensional

dalam

studi

gulma

lebih

fokus

kepada

studi

metoda

pengendaliannya daripada pengaruhnya pada ekosistem.

Karakteristik Gulma Invasif
Karakter biologis gulma menurut Baker (1974) antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Viabilitas biji lama dan dikendalikan secara internal, sehingga
perkecambahan bersifat tidak kontinu.
2. “Self-compatible”, tetapi tidak autogamus atau apomistik.

12
3. Biji diproduksi sepanjang hidup tumbuhan secara kontinu.
4. Biji dapat diproduksi dalam berbagai kondisi lingkungan.
5. Propagul teradaptasi untuk penyebaran jarak dekat maupun jarak jauh.
6. Kalau tumbuhan tahunan, ramet mudah putus dan sukar untuk dicabut dari
tanah.
Tjitrosemito (2004) menambahkan, jenis tumbuhan eksotik yang bersifat
invasif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tanaman natif,
sehingga mampu mendominasi kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu:
1. Pertumbuhan yang cepat.
2. Perakarannya banyak dan rapat, sehingga mendominasi perakaran
disekitarnya.
3. Mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi
biji.
4. Metode penyebaran biji efektif, seperti buah yang disukai hewan atau biji
ringan sehingga mudah terbawa angin.
5. Biji yang dihasilkan banyak, sehingga cepat mendominasi areal.
6. Memiliki senyawa allelopati yang menghambat pertumbuhan jenis
tumbuhan lokal.
Tjitrosoedirdjo (2010) juga menambahkan enumerasi karakter tumbuhan
asing invasif, antara lain:
1. Cepat membangun naungan yang lebat.
2. Tumbuhan invasif juga dapat bersifat different phenology tumbuh lebih
dulu, daun hijau lebih lama, berbunga lebih lama dan berbunga lebih dulu.
3. Biasanya tumbuhan invasif tidak mempunya musuh alami yang dapat
mengendalikan pertumbuhan populasinya.
Booth et al. (2004) menyatakan sulit untuk memprediksi apakah suatu
habitat akan invasibel berdasarkan karakteristik habitat sederhana. Tingkat
kerentanan habitat pada invasi tergantung pada banyak faktor dan berubah dari
waktu ke waktu. Faktor-faktor lain yang penting untuk memahami invasi yaitu
spesies gulma yang melakukan invasi. Hanya jenis gulma tertentu memiliki
beberapa sifat yang memungkinkan untuk menyerang habitat yang diciptakan oleh
sistem manajemen habitat tersebut

13
Model Langkah dan Tahapan Invasi
Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif adalah dengan mengetahui
proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap, introduksi, kolonisasi, dan
naturalisasi. Introduksi adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk
ke daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya gangguan. Kolonisasi
sering membutuhkan jeda waktu lama sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada
proses ini terjadi pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran populasi
baru juga terjadi selama invasi. Naturalisasi terjadi apabila populasi baru
mendiami semua relung yang tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik biologi lingkungan diperlukan untuk invasi yang
sukses (Mashhadi dan Radosevich, 2004).
Tahapan invasi tersebut menurut Tjitrosoedirdjo (2010) tidak cukup
sebagai dasar untuk investigasi dari mekanisme invasi (Gambar 4). Tahapan atau
subdivisi seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami tumbuhan
untuk mencapai satu demi satu dari tiga tahapan tersebut. Model yang dibuat
harus dapat membedakan antara tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi.
Tahapan invasi bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah dicapai oleh
tumbuhan, sedangkan langkah invasi adalah proses yang mengimplikasikan
kesulitan yang mungkin timbul.

Hanya langkah dalam invasi sesuai untuk

mendefinisikan masalah yang dihadapi tumbuhan itu.

Gambar 4. Tahapan dan Langkah Invasi Menurut Tjitrosoedirdjo (2010)

14
Tahapan (stages) yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Berada di daerah baru. Periode atau tahapan dimana tanaman budidaya dan
tanaman hias mulai dari periode budidaya atau periode pemeliharan sampai
mereka lepas dari budidaya atau kultivasi dan menjadi feral. Tumbuhan yang
tidak dikultivasi pada tahapan ini sejajar dengan periode dorman dari propagul.
2. Mapan secara spontan. Tanaman yang telah memasuki tahapan ini
setidaknya satu generasi telah berhasil dihasilkan pada daerah baru tersebut, tanpa
bantuan dari manusia.
3. Mapan secara permanen. Tumbuhan sudah mencapai tahapan ini apabila
setidaknya ada satu populasi di daerah baru tersebut yang mempunyai peluang
bagus untuk tetap bertahan disitu (i.e. the minimum viable population, MVP
tercapai).
4. Persebaran di daerah baru tersebut telah tuntas. Pada tahap ini tumbuhan
itu sudah menginvasi seluruh lokasi yang cocok untuk pertumbuhannya yang
mengimplikasikan batas penyebaran baru sudah tercapai.
Tumbuhan harus melewati langkah berikut untuk maju dari satu tahap ke
tahapan berikutnya:
1. Imigrasi. Satu atau lebih individual meninggalkan home range-nya dan
mencapai daerah baru, oleh karenanya melewati pembatas penyebaran.

Pada

kasus ini banyak imigrasi yang difasilitasi oleh manusia.
2. Adanya pertumbuhan dan reproduksi yang independen setidaknya satu
individu. Pada daerah baru itu setidaknya satu individu telah berhasil tumbuh,
berkembang dan berbiak. Tanaman budidaya dan tanaman hias harus tumbuh
sampai berbiak dilakukan sendiri bebas tanda dari kultivasi manusia.
3. Pertumbuhan populasi taraf MVP (the minimum viable population)
tercapai. Tumbuhan harus membangun populasi yang cukup besar untuk
menggaransi survival di lingkungan baru. Pada tahap ini memerlukan perubahan
cara pandang, subyek investigasi bukan lagi individu tetapi populasi di daerah
baru yang menjadi subyek penting.
4. Akuisisi lokasi baru. Pada langkah ini tumbuhan menginvasi lokasi lain
dengan kualitas lingkungan sama atau mungkin malah berbeda.

15
Langkah-langkah diatas mengkompromikan masalah utama dimana suatu
tumbuhan harus menghadapinya dalam rangkaian proses invasi. Hal tersebut
menciptakan urutan kendala terhadap tumbuhan, dan langkah terakhir tidak dapat
dicapai tanpa mengatasi seluruh langkah lainnya.

Masalah yang timbul

dikelompokan dalam langkah ini menurut hubungan dan waktu kejadiannya
sehingga memberikan dasar untuk analisa yang sistematik.
Kebutuhan untuk menganalisis kemampuan gulma invasif sebelum invasi
terjadi tidak bisa dipungkiri, penelitian demi penelitian menunjukkan bahwa
spesies invasif menimbulkan kerusakan terhadap spesies asli, ekosistem,
pertanian, dan keselamatan manusia. Pada saat ini belum ada data penelitian
yang komprehensif mengenai model invasif yang berlaku umum. Hal tersebut
karena gulma memiliki dinamika dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu
langkah mengumpulkan pengetahuan untuk menilai risiko yang ditimbulkan oleh
spesies invasif (Reichard, 2001).

16
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei
2011. Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, Kota
Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain kamera digital, buku lapang,papan jalan,
amplop kertas berukuran 35 cm x 25 cm dan penggaris. Bahan yang digunakan
adalah spesimen gulma invasif baik berupa spesimen utuh atau berupa bagian
tumbuhan yang terdapat di Kebun Raya Bogor.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif untuk gulma
ruderal invasif pada semua “vak” (petak) yang terdapat di kawasan Kebun Raya
Bogor. Data hasil pengamatan kemudian diolah dengan metode skoring dan diuji
dengan multivariate cluster analysis.

Pelaksanaan
1. Melakukan

wawancara

dengan

pihak

KRB

yang

terkait

untuk

mendapatkan informasi gulma-gulma yang dianggap mengganggu. Berdasarkan
informasi tersebut, dilakukan pengamatan pada setiap vak terhadap invasi atau
serangan dari tumbuhan asing (gulma).

Apabila terdapat serangan maka

dilakukan pencatatan, dokumentasi, serta pengambilan spesimen contoh baik
berupa tumbuhan utuh atau salah satu bagian saja dari gulma yang ditemukan
sebagai bahan pembuatan herbarium untuk keperluan identifikasi.
2. Melakukan identifikasi dan studi pustaka untuk mengetahui jenis dan
karakteristik gulma yang ditemukan. Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium
SEAMEO Biotrop, Bogor.

17
3. Melakukan pengelompokkan gulma invasif dengan cara penilaian
(skoring) menurut Hiebert dan Stubbendieck (1993) dan dimodifikasi oleh
Tjitrosoedirdjo (2010), yaitu dengan membuat dua puluh karakteristik gulma
dengan nilai 0 – 5 poin pada setiap karakter dengan nilai maksimal 100 poin.
Gulma dengan total skor lebih dari 50 poin perlu mendapat perhatian khusus.
Nilai yang diperoleh dari setiap karakteristik kemudian diolah dengan uji
multivariate cluster untuk melihat pengelompokkan dari gulma-gulma tersebut.
4. Pengumpulan data sekunder berupa peta lingkungan Kebun Raya Bogor,
keadaan umum Kebun Raya Bogor, manajemen perawatan dan pengendalian
gulma serta data lain yang menunjang.

Pengamatan
.

Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap gulma-gulma invasif

yang ditemukan. Komponen pengamatannya antara lain:
1. Deskripsi spesies (nama, jenis, botani).

Pengamatan dilakukan secara

eksploratif terhadap spesies gulma invasif di KRB. Spesimen gulma diamati
secara langsung karakter morfologinya, kemudian spesimen dibuat menjadi
herbarium untuk keperluan identifikasi lebih lanjut.
2. Titik penyebaran. Gulma invasif yang ditemukan diplot ke dalam peta
dasar KRB. Satu titik penyebaran dapat terdiri satu atau lebih individu dan dapat
terjadi asosiasi antar spesies gulma.
3. Luas penutupan. Penutupan kanopi di duga dari diameter penutupan
kanopi masing-masing spesies. Jika ada gulma yang saling menutupi, maka luas
penutupan masing-masing ditentukan secara subjektif dengan memperkirakan luas
penutupan masing-masing spesies.
4. Cara perbanyakan. Pengamatan organ perbanyakan dilakukan langsung
pada spesimen gulma yang diambil. Apabila tidak ditemukan organ perbanyakan
maka dicari dari literatur.
5. Pola penyebaran.
Setelah dilakukan identifikasi kemudian ditentukan pola penutupan dan
dilakukan perhitungan terhadap potensi kerugian yang ditimbulkan.

Potensi

18
kerugian dihitung dari perkiraan nilai rupiah jika gulma tidak dikendalikan atau
jumlah biaya pengendalian serta kerugian material yang mungkin hilang.

Analisis
1. Penyebaran
Penyebaran gulma diamati dari seluruh vak yang ada. Luas Data luas
penutupan tiap spesies dan data titik penyebaran yang telah di plot kedalam peta
dasar KRB diolah menggunakan program ARC view GIS 3.3 untuk menentukan
luas penutupan kanopi total.
2. Invasif
Pengelompokan gulma invasif berdasarkan kriteria dari Hiebert dan
Stubbendieck (1993). Kriteria adalah pada Tabel 1.
3. Nisbah Jumlah Dominasi
Nisbah jumlah dominasi gulma (NJD- Nilai Jumlah Dominasi) dihitung
menurut Moenandir (1993) dengan persamaan:

Namun karena berat kering gulma relatif sulit diperoleh, maka NJD dimodifikasi
menjadi:
; NJD dalam satuan persen (%)
Frekuensi Relatif (FR) dihitung dengan rumus:

Frekuensi Mutlak yaitu keberadaan jenis gulma tertentu relatif terhadap
total vak yaitu 192 vak. Misalnya, gulma A ditemukan pada 20 vak, maka
Frekuensi Mutlaknya adalah:

Kerapatan Relatif (FR) dihitung dengan rumus:

Titik penyebaran dianggap sebagai potensi penyebaran gulma di KRB.

19
Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif
Kriteria
1. Luas areal populasi
a. Kurang dari 0.5 ha
b. 0.5 – 1 ha
c. Lebih dari 1 ha
2. Tingkat kelimpahan populasi
a. Tersebar
b. Merata
c. Luas dan padat
3. Tingkat dampak visual terhadap lanskap
a. Tidak ada dampak visual
b. Sedikit berdampak visual
c. Dampak visual cukup besar
d. Dampak visual sangat besar
4. Regenerasi vegetatif
a. Tidak ada pertumbuhan setelah penyiangan
b. Mampu tumbuh kembali dari akar atau umbi
c. Beberapa bagian tanaman merupakan propagul yang layak
5. Kemampuan untuk menyelesaikan siklus reproduksi
a. Tidak mampu melengkapi siklus reproduksi
b. Mampu melengkapi siklus reproduksi
6. Cara reproduksi
a. Vegetatif
b. Biji
c. Vegetatif dan biji
7. Reproduksi vegetatif
a. Tidak memiliki reproduksi vegetatif
b. Reproduksi vegetatif mempertahankan populasi
c. Reproduksi vegetatif meningkatkan populasi
d. Reproduksi vegetatif meningkatkan populasi dengan cepat
8. Frekuensi reproduksi seksual untuk tanaman dewasa
a. Hampir tidak pernah
b. Sekali dalam 5 tahun atau lebih
c. Setiap tahun
d. Sekali atau lebih dalam setahun
9. Jumlah biji pertanaman
a. Sedikit (1- 10)
b. Sedang (11-1000)
c. Banyak (lebih dari 1000)
10. Media penyebaran biji
a. Tidak mempunyai media penyebaran biji
b. Hanya mempunyai satu media penyebaran biji
c. Mampunyai satu atau lebih media penyebaran biji
11. Kemampuan peyebaran
a. Berpotensi kecil untuk penyebaran jauh
b. Berpotensi besar untuk penyebaran jauh

Skor
2
4
5
1
3
5
0
2
4
5
0
3
5
0
5
1
3
5
0
1
3
5
0
1
3
5
1
3
5
0
3
5
0
5

20
Tabel 1. (Lanjutan) Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif
Kriteria
12. Kelimpahan dan jarak propagul ke areal
a. Tidak ada sumber propagul dalam areal
b. Terdapat beberapa sumber propagul, tetapi tidak mudah menyebar
c. Terdapat beberapa sumber propagul, dan mudah menyebar
d. Terdapat banyak sumber propagul dalam areal
13. Kemampuan kompetitif
a. Kurang kompetitif
b. Cukup kompetitif
c. Sangat kompetitif
14. Persyaratan perkecambahan
a. Membutuhkan tanah terbuka dan pengolahan lahan
b. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi tetapi dalam kondisi
khusus
c. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi dalam berbagai
kondisi
15. Senyawa allelopati
a. Tidak memiliki senyawa allelopati
b. Memiliki senyawa allelopati cukup kuat
c. Memiliki senyawa allelopati sangat kuat
16. Pengendalian biologis
a. Pengendalian biologis dapat dilakukan
b. Terdapat potensi untuk pengendalian biologis
c. Pengendalian biologis tidak dapat dilakukan
17. Pembentukan naungan
a. Pembentukan naungan berjalan lambat
b. Pembentukan naungan cukup cepat
c. Pembentukan naungan cepat dan lebat
18. Pengaruh pada areal
a. Sedikit atau tidak memberi efek pada tanaman asli
b. Menyerang dan mengubah tanaman asli
c. Menyerang dan menggantikan tanaman asli
19. Dampak yang ditimbulkan di daerah lain
a. Tidak diketahui menimbulkan dampak di daerah lain
b. Menimbulkan dampak di daerah lain, tetapi berbeda iklim
c. Sedikit berdampak di daerah lain dengan iklim yang sama
d. Cukup berdampak di