PENG ENALAN PREDATOR DAN PARASITOID.docx

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENALAN PREDATOR DAN PARASITOID
Oleh:
Golongan A/ Kelompok 7
1.

Nur Astrifa Maulidina

(151510501235)

2.

Keke YunadiaKumala Dewi

(151510501227)

3.

Yudistira Amarta Putra


(151510501273)

4.

Muhammad Faqih Zhakaria

(151510501276)

5.

Fauziah Nurul Laili

(151510501278)

LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya tanaman yang dilakukan oleh petani tidak terlepas dari adanya
kerusakan tanaman yang disebabkan oleh adanya organisme pengganggu tanaman
(OPT). Keberadaan OPT pada lahan pertanian dapat berpotensi mengurangi hasil
produksi tanaman budidaya, oleh karena itu diperlukan pengendalian terhadap
OPT. Jenis OPT yang dapat ditemui pada lahan pertanian dapat dibedakan
menjadi serangga hama, penyakit, dan gulma. Pengendalian terhadap OPT yang
biasa dilakukan oleh petani umumnya tidak memperhatikan keseimbangan
ekosistem lahan pertanian, yaitu dengan penggunaan bahan kimia (pestisida).
Penggunaan pestisida dalam mengendalikan jumlah OPT akan berdampak pada
penurunan kualitas lahan akibat residu bahan aktif dari pestisida. Penumpukan
residu pestisida akan mengurangi kemampuan mikroorganisme tanah dalam
menguraikan residu tersebut sehingga daya dukung lahan akan menurun.
Banyaknya dampak negatif dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan OPT
(terutama untuk mengendalikan serangga hama) mengharuskan adanya inovasi
baru dalam bidang pertanian untuk mengedalikan keberadaan OPT agar tidak
mengganggu keseimbangana ekosistem.
Metode yang dapt digunakan untuk mengendalikan OPT yaitu dengan
pengendalian hayati. Prinsip pengendalian hayati yaitu memanfaatkan organisme

hidup dalam mengendalikan organisme penyebab kerusakan pada tanaman
budididaya. Jenis organisme yang dapat dimanfaatkan menjadi agen hayati yaitu
predator, parasitoid, pathogen, antagonis dan sebagainya. Karakteritik penggunaan
agen hayati dalam pengendalian hayati yaitu dengan menggunakan organisme
hidup yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menyebabkan organisme
penyebabk kerusakan tanaman tidak tumbuh. Karakteristik agen hayati yang lain
yaitu mampu menekan pertumbuhan dari organisme penyebab kerusakan pada
tanaman atau memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan organisme penyebab
kerusakan tanaman, serta menurunkan tingkat keruskan yang ditimbulkan.

Jenis agen hayati yang umum digunakan dalam pengendalian secara hayati
yaitu predator dan parasitoid. Predator dan parasitoid merupakan agen hayati yang
digunakan untuk mengendalikan serangga hama. Predator merupakan serangga
yang memangsa atau memakan serangga hama. Ukuran mangsa (serangga hama)
dari predator umumnya lebih kecil daripada serangga yang bertindak sebagai
predator. Imago serangga predator memiliki penglihatan yang baik, untuk melihat
mangsa. Selain itu keberhasilan serangga predator dalam memakan mangsa
ditentukan oleh peletakan telur oleh imago serangga yang berada pada lokasi
dimana mangsa berada. Peletakan telur yang dilakukan didekat mangsa akan
mempermudah progeny serangga predator dalam memangsa mangsanya.

Parasitoid merupakan serangga yang fase pradewasanya berada pada tubuh
serangga lain. Fase dewasa dari parasitoid hidup bebas mencari nektar dan embun
madu sebagai makanannya. Parasitoid umumnya memiliki ukuran tubuh lebih
kecil dari pada serangga inang.
1.2 Tujuan
Praktikum Pengendalian Hayati acara Pengenalan Predator dan Parasitoid
bertujuan untuk mengenal predator dan parasitoid, mempelajari karakter penting
predator dan parasitoid, serta untuk mengidentifikasi predator dan parasitoid.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian hayati merupakan salah satu cara pengendalian hama dan
penyakit yang menyerang tanaman dengan menggunakan metode yang ramah
lingkungan dan berbasis biologi tanpa menggunakan bahan kimia. Pengendalian
hayati dalam penerapannya atau prakteknya banyak menggunakan agen hayati
atau byological agent. Penggunaan agen pengendali hayati dalam pemberantasan
hama dan penyakit tanaman pada masa sekarang mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut ditandai dengan adanya respon atau pengaruh positif
terhadap penggunaan agen pengendali hayati seperti peningkatan kesehatan
terhadap petani dan konsumen karena penggunaan agen hayati tidak menimbulkan
efek negatif, tidak membunuh spesies tertentu yang dapat membantu hal-hal yang

mungkin dapat terjadi dalam proses budidaya tanaman, dan penggunaan agen
hayati dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan alam
serta mengembalikan keadaan ekosistem yang saat ini telah rusak akibat
pemakaian bahan kimia (Sanda and Mustapha, 2014).
Sistem budidaya tanaman yang menerapkan pengendalian hama dan
penyakit dengan menggunakan agen hayati atau byological agents dianggap
sebagai metode yang lebih efektif dalam penerapan menuju pertanian yang
berkelanjutan. Penggunaan agen hayati dalam jangka waktu yang panjang atau
lama dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan-bahan kimia
seperti pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, meminimalkan
kerusakan lingkungan dan meningkatkan kesehatan para petani. Agen pengendali
hayati dapat digunakan untuk menekan populasi hama dan penyakit. Agen
pengendali hayati yang terdiri dari predator, parasitoid dan patogen antagonis
merupakan organisme yang dapat menekan serangan hama dan penyakit tanaman
(Tracy, 2014).
Predator merupakan serangga yang dapat memburu atau memakan serangga
lain yang lebih kecil ukurannya sehingga mengakibatkan kematian. Predator
merupakan musuh alami yang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari
mangsanya. Predator dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu predator fisik


(pemangsaan secara langsung) dan predator fisiologi (pemangsaan dari dalam
tubuh organisme hama) (Gunawan, 2011). Salah satu contoh predator adalah
tungau A. swirskii dan P. Phytoseiulus, apabila kedua predator tersebut di
aplikasikan secara bersamaan maka dapat meningkatkan kemampuan dalam
mengendalikan hama T. urticae. Hama T. urticae sendiri merupakan hama penting
dalam tanaman yang dibudidayakan di green house (rumah kaca). Kedua predator
tersebut apabila digunakan secara terpisah, maka sangat kurang efektif
pengendaliannya dalam mengendalikan hama T. urticae (Fiedler, 2012).
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang
antropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan
dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Parasitoid hidup
menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara menghisap cairan
tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya parasitoid
menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat
menyerang setiap fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa jarang
terparasit. Kondisi agroekosistem dapat mempengaruhi keanekaragaman serta
keefektifan komunitas parasitoid sebagai musuh alami serangga hama (Nugraha
dkk.,2014).
Menurut Nelly dkk.,(2015) tingkat keanekaragaman, kekayaan dan
kelimpahan individu serangga predator dan parasitoid lebih tinggi pada lahan

tanpa insektisida dibandingkan lahan yang diaplikasikan insektisida. Lahan yang
sering diberi perlakuan dengan pestisida akan menyebabkan populasi serangga
parasitoid akan berkurang karena mati. Teknik pengelolaan hama dengan sengaja
dengan memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan
pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh
alami yang dilakukan dilaboratorium. Banyak serangga yang diperbanyak untuk
membantu petani dalam pengendalian hama adalah serangga parasitoid salah
satunya yaitu parasitoid telur. Parasitoid telur sebagai agen pengendalian hayati
saat ini mendapat perhatian yang serius terutama dalam kaitannya dengan
pengembangan teknologi alternatif pengendalian hama (Hidrayani dkk.,2013).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengendalian Hayati acara Pengenalan Predator dan Parasitoid
dilaksanakan pada hari Senin tangga 03 April 2017 pukul 10.40-12.30 WIB
bertempat di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Kaca pembesar

2. Mikroskop
3. Kamera
4. Kotak rearing (mika plastik)
5. Corong plastik
6. Gelas plastik
7. Vial/ testube
8. Kresek hitam besar
9. Selotip
10. Kertas label
11. Kuas
12. Tabel pengamatan
3.2.2 Bahan
1. Serangga sesuai dengan masing-masing perlakuan (kel.7 telur ulat grayak)
2. Alkohol 90%
3.3 Pelaksanaan Praktikum
3.3.1 Predator
1. Menyiapkan sejumlah serangga yang akan diamati meliputi Coleoptera,
Heteroptera, Mantodea, Neoroptera, dan Diptera.

2. Mengamati serangga predator yang didapat dan mengidentifikasi ciri atau

karalteristik penting dari serangga predator tersebut.
3. Menulis hasil identifikasi tersebut pada lembar pengamatan.
3.3.2 Parasitoid
1. Meletakkan tisu pada bagian kotak rearing sebagai alas.
2. Memastikan pada bagian tanaman sampel (tempat melekatnya telur atau larva)
tidak terdapat serangga lain selain serangga sasaran rearing dan telah di
lakukan perhitungan populasi serangga kecuali untuk serangga yang berada di
dalam bagian tanaman (penggerek).
3. Melapisi atau tutup bagian tangkan daun/buah/batang dengan kapas lembab
untuk mengurangi evaporasi pada bagian tanaman sampel.
4. Menutup rapat kotak rearing (dapat menggunakan plester atau perekat tidak
permanen bila kotak rearing kurang rapat).
5. Memasang kotak perangkap diatas corong kotak rearing.
6. Mebungkus kotak rearing menggunakan kain atau plastik hitam, kecuali pada
bagian kotak perangkap.
7. Meletakkan kotak rearing pada tempat yang terkena cahaya matahari atau
dekat dengan lampu penerangan, membiarkan selama seminggu.
8. Memastikan area peletakan kotak rearing aman dari gangguan semut dan
tikus.
9. Mengamati parasitoid yang muncul dan mengidentifikasi ciri atau karakter

penting dari serangga parasitoid tersebut setelah 1 minggu.
3.4 Variabel Pengamatan
Praktikum Pengendalian Hayati acara Pengenalan Predator dan Parasitoid
menggunakan variabel jenis parasitoid dan klasifikasinya.

3.5 Analisis Data
Praktikum Pengendaliah Hayati acara Pengenalan Predator dan Parasitoid
menggunakan metode analisi deskriptif, yaitu dengan menjelaskan data yang
diperoleh dari hasil pengamatan.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1
No.

Parasitoid
Foto/Gambar Parasitoid
Telenomus remus











1.



Keterangan
Bersifat parasitoid (telur berada di
tubuh inang)
Merusak
inang
selama
perkembangan hidupnya.
Bentuk tubuh : kepala, thorax, dan
abdomen.
Terdapat 2 antena pada kepala.
Beberapa genera tidak bersayap.
Berukuran kecil (0,5 -10 mm).
Berwarna hitam.
Bebeapa serangan telur serangga
dibawah air.
Klasifikasi :
Ordo : Hymenoptera
Spesies : Platygastridae
Genus : Telenomus remus

4.2 Pembahasan
Jenis parasitoid yang ditemukan di dalam telur ulat grayak (Spodoptera
litura) yaitu Telenomus remus yang tergolong serangga ordo Hymenoptera dan
spesies Platygastridae. Telenomus remus merupakan parasitoid telur yang efektif
mengendalikan Spodoptera litura. Semakin tinggi tingkat parasitisasi maka akan
semakin rendah peluang hidup populasi dari Spodoptera litura . Telenomus remus
merusak inang selama perkembangan hidupnya ketika telur berada di dalam
tubuhnya inangnya. Jenis serangga ini bersifat parasitoid pada telur Spodoptera
litura. Ciri-ciri parasitoid ini yaitu memiliki bagian tubuh berupa kepala, thorax
dan abdomen. Memiliki 2 antena yang terletak di kepalanya dan berwarna hitam.
Beberapa jenis dari serangga ini tidak memiliki sayap. Ukurannya yang kecil yaitu
sekitar 0,5-10 mm menyebabkan kita harus menggunakan alat bantu berupa
mikroskop untuk dapat mengamatinya. Parasitoid ini akan meletakkan telurnya di

dalam telur inangnya yaitu Spodoptera liturayang akan menyerang inangnya pada
fase telur sehingga telur tidak akan menetas. Telenomus remusbersifat
endoparasitoid telur dimana parasitoid akan hidup didalam telur sehingga telur
tersebut idiobiont karena telur dari inangnya tidak akan aktif. Penggunaan
parasitoid telur sebagai agen pengendali hayati memiliki banyak keunggulan
dibanding cara konvensional, diantaranya tidak berbahaya terhadap lingkungan
sekitar dan dapat mengendalikan populasi hama pada stadium awal (Maulina,
dkk., 2012).
Parasitoid merupakan serangga yang hidup di dalam tubuh serangga lain
(inangnya) dan biasanya ukurannya lebih kecil dari tubuh serangga yang menjadi
inangnya sehingga dapat mengganggu perkembangan serangga hama dengan cara
menghisap cairan tubuh, darah atau sari makanan. Parasitoid biasanya
menghancurkan inangnya selama masa perkembangannya sementara parasitoid
dewasa hidup bebas. Diperlukan satu inang untuk hidupnya sehingga akan
spesifik ketika mencari inangnya dan biasanya hanya betina yang akan aktif
mencari inang. Parasitoid kebanyakan berasal dari ordo Hymenoptera dan Diptera
seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Hamid (2012) yaitu dari seluruh
jenis parasitoid yang ditemukan menyerang serangga herbivora pada polong
legum, semuanya tergolong ke ordo Hymenoptera. Sekitar 80% spesies parasitoid
termasuk ke dalam Hymenopter. Parasitoid paling banyak diusahakan dalam
pengendalian memanfaatkan musuh alami karena sifatnya yang spesifik.
Keberadaan parasitoid sangat membantu untuk menekan keberadaan hama yang
menyerang pada tanaman seperti halnya pada ulat grayak (Spodoptera litura).
Semakin banyak parasitoid maka dapat menekan hama pada suatu daerah secara
maksimal. Maka dari itu, untuk menjaga keberadannya diperlukan suatu
penanganan salah satunya yaitu dengan menjaga kondisi lingkungan agar
keberadaan prasitoid dapat berkembang dengan baik.
Tinggi rendahnya parasitoid telur disebabkan oleh faktor lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan parasitoid. Menurut Junaedi dkk., (2016)
menyatakan faktor lingkungan (faktor luar) memegang peranan penting dalam
menentukan tinggi rendahnya populasi suatu spesies parasitoid. Populasi hama

sifatnya dinamis bisa naik dan bisa turun tergantung dari besar kecilnya hambatan
lingkungan. Ketinggian tempat sangat erat hubungannya dengan pengaruh suhu
udara, semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka semakin rendah
suhu udara sehingga semakin sulit bagi serangga untuk menjangkau. Hal ini
sepertihalnya yang terjadi pada parasitoid, dengan ukuran tubuhnya yang sangat
kecil sehingga kemampuannya untuk menjangkau inangnya sangat sulit karena
terhambat oleh angin sehingga dalam mencari inangnya tidak sesuai dengan inang
yang dikehendaki. Ketidaksesuain inang akan berpengaruh dalam peerkembangan
parasitoid pada telur yanag menyebabkan efektifitas dalam mengendalikannya
akan menurun.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Telenomus remusmerupakan jenis parasitoid telur yang menyerang telur
ulat grayak (Spodoptera litura). Parasitoid merupakan serangga yang hidup
didalam tubuh serangga lain yang menjadi inangnya dan biasanya berasal dari
ordo Hymenoptera dan Diptera. Parasitoid sangat cocok digunakan sebagai agens
pengendali hayati untuk dapat menenkan populasi OPT. Tingkat keberadaan
prarasitoid pada suatu daerah dipengaruhi oleh faktor lingkungan meliputi angin,
suhu, topogrfi.
5.2 Saran
Ketika pelaksanaan praktikum sedang berlangsung diharapkan semua
praktktikan untuk lebih kondusif sehingga jalannya praktikum dapat tertib dan
lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Fiedler, Z. 2012. Interaction Between Beneficial Organisms in Control of Spider
Mite Tetranychus Urticae (Koch.). Plant Protection Research, 52(2): 226229.
Gunawan. 2011. Untung Besar dari Usaha Pembibitan Kayu. Jakarta Selatan:
Agromedia Pustaka.
Hamid, H. 2012. Struktur komunitas serangga herbivora dan parasitoidpada
polong tanaman kacang-kacangan(Fabaceae) di Padang. Entomologi
Indonesia, 9(2) : 88-94.
Hidrayani, R.Rusli, dan Y.S.Lubis. 2013. Keanekaragaman Spesies Parasitoid
Telur Hama Lepidoptera dan Parasitisasinya pada Beberapa Tanaman di
Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Nature Indinesia, 15(1): 9-14.
Junaedi, E., M. Yunus, dan Hasriyanty. 2016. Jenis Dan Tingkat Parasitasi
Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga Innotata
Walker) Pada Pertanaman Padi (Oryza Sativa L.) Di Dua Ketinggian Tempat
Berbeda Di Kabupaten Sigi. Agrotekbis, 4(3): 280-287.
Maulina, F., N. Nelly, Hidrayani, dan H. Hamid. 2012. Keanekaragaman spesies
dan
parasitisasiparasitoid
telur
walang
sangit
(Leptocorisa
oratoriusFabricus) di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Biodiversitas
Indonesia, 2(1) : 109-112.
Nelly.N, Reflinaldon, dan K.Amelia. 2015. Keragaman Predator dan Parasitoid
pada Pertanaman Bawag Merah: Studi Kasus di Daerah Alahan Panjang,
Sumatera Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1(5): 1005-1010.
Nugraha.N.M, D.Buchori, A.Nurmansyah, dan A.Rizali. 2014. Interaksi Tropik
Antara Hama dan Parasitoid pada Pertanaman Sayuran: Faktor Pembentuk
dan Implikasinya Terhadap Keefektifan Parasitoid. Entomologi Indnesia,
11(2): 103-112.
Sanda, N.B., dan Mustapha, S. 2014. Fundamentals of Biological Control of
Pests. IJCBS, 1(6): 1-11.
Tracy, E.F. 2014. The Promise of Biological Control for Sustainable Agriculture: a
Stakeholder-Based Analysis. Science Police and Governance, 5(1):1-13.

DOKUMENTASI

Sampel telur ulat grayak yang terparasitoid

Parasitoid yang berada dalam telur ulat grayak