Respons Pertumbuhan Dan Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine Americana merr) Terhadap Pembelahan Umbi Dan Perbandingan Media Tanam

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG SABRANG (Eleutherine americana Merr) TERHADAP PEMBELAHAN UMBI DAN PERBANDINGAN MEDIA TANAM SKRIPSI Oleh: DEWI SARTIKA SIREGAR 090301037 /AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
Universitas Sumatra Utara

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG SABRANG (Eleutherine americana Merr) TERHADAP PEMBELAHAN UMBI DAN PERBANDINGAN MEDIA TANAM SKRIPSI Oleh: DEWI SARTIKA SIREGAR 090301037 /AGROEKOTEKNOLOGI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
Universitas Sumatra Utara

Judul Penelitian
Nama NIM Minat Program Studi

: Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang sabrang (Eleutherine americana Merr.) terhadap Pembelahan Umbi dan Perbandingan Media Tanam : Dewi Sartika Siregar : 090301037 : Budidaya Pertanian dan Perkebunan : Agroekoteknologi

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Disetujui Oleh :

Disetujui Oleh :


Ir. Haryati, MP Ketua Komisi Pembimbing

Ir. Toga Simanungkalit, MP Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui,

Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc. Ph.D Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Universitas Sumatra Utara

ABSTRAK DEWI SARTIKA SIREGAR: Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Sabrang terhadap Pembelahan Umbi dan Perbandingan Media tanam, dibimbing oleh HARYATI dan TOGA SIMANUNGKALIT.
Minimnya ketersediaan umbi bawang sabrang dalam budidaya menjadi kendala dalam pengembangannya. Maka dari itu melalui pembelahan umbi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bibit dalam budidayanya dan perbandingan media tanam yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang sabrang. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan penduduk di Jl. Pembangunan pada April-Juli 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu pembelahan umbi (tanpa pembelahan, belah 2 dan belah 4) dan perbandingan media tanam (top soil, top soil+kompos 1:1, 2:1 dan 3:1). Peubaha amatan yang diamati adalah umur bertunas, tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, jumlh klorofil, jumlah anakan per sampel, jumlah umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel dan bobot srgar umbi per plot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelahan umbi berpengaruh nyata menekan umur bertunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per sampel, jumlah umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel dan bobot segar umbi per plot. Perbandingan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah anakan per sampel, jumlah umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel, dan bobot segar umbi per plot. Interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah anakan per sampel, jumlah umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel, dan bobot segar umbi per plot. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan tanpa pembelahan dan perbandingan media tanam 1:1 dan 2:1. Kata kunci : pembelahan umbi, perbandingan media tanam, bawang sabrang
i
Universitas Sumatra Utara

ABTRACT DEWI SARTIKA SIREGAR: Response in Growth and Yield Bawang Sabrang of Bulb Division and Comparison of Planting Media, supervised by HARYATI and TOGA SIMANUNGKALIT. Low bulb supply of bawang sabrang be trouble in propagation. For that purpuse bulbs division aimed to decreasing bulb needed and the right comparing of planting media can increase growth and yield of bawang sabrang. This research was conducted in experimental field at Jl. Pembangunan in April- July 2013, used randomized block design with two factor etc bulb division (no division, 2 part division, 4 part division) and comparing planting media (topsoil, topsoil+compost 1:1, 2:1, 3:1). Parameter observed was germination time, plant height, number of leaves flowering time, number of chlorophyl, number of tillers per sample, number of bulbs per sample, fresh bulb weight per sample and fresh bulb weight per plot. The result of this researh showed that bulb division significantly decreased germination time, plant height, number of tillers per sample, number of bulbs per sample, fresh bulb weight per sample and fresh bulb weight per plot.Comparing of planting media significantly effect number of leaves, number of tiller per sample, number of bulbs per sample, fresh bulb weight per sample and fresh bulb weight per plot. Interaction between bulb division and comparing planting media significantly number of tiller per sample number of leaves, number of bulbs per sample, fresh bulb weight per sample and fresh bulb weight per plot. The best result showed in no division and comparing planting media 1:1 and 2:1. Keyword : bulb division, comparing of planting media, bawang sabrang
ii
Universitas Sumatra Utara


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan tanaman obat saat ini semakin meningkat dengan sistem pengobatan yang berasal dari alam. Hal lain yang menyebabkan maraknya pengobatan secara tradisional ialah krisis ekonomi yang berkepanjangan serta biaya pengobatan yang relatif mahal membuat masyarakat Indonesia beralih ke pengobatan secara tradisional. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan yaitu bawang sabrang. Akan tetapi bahan baku bawang sabrang yang digunakan sebagai obat masih sulit untuk diperoleh, oleh sebab itu pengembangan dalam budidaya tanaman ini perlu dikembangkan.
Nama lain dari bawang sabrang antara lain Eleutherine palmifolia, E. americana, E. bulbosa, E. subaphyla, E. citriodora, E. guatemalensis, E. latifolia, E. longifolia, E. Plicata, E. dan E. anomala. Di Indonesia tanaman ini juga dikenal dengan nama bawang mekah, bawang hantu, bawang sabrang bawang arab dan bawang dayak. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah Kalimantan yang dikenal dengan nama bawang dayak. Penduduk lokal di daerah tersebut sudah menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional. Bagian yang dapat dimanfaatkan pada tanaman ini adalah umbinya (Nur, 2011).
Kurangnya bahan perbanyakan bawang sabrang dalam budidaya dapat diatasi dengan teknik perbanyakan yaitu pembelahan umbi. Pembelahan umbi akan dapat menghemat dalam pemakaian bibit tanaman. Selain itu pembelahan umbi tidak menunjukkan produksi yang berbeda nyata dengan pemakaian benih utuh pada tanaman bawang merah. Hasil penelitian Putrasamedja (1995) pembelahan umbi bibit bawang merah yang berasal dari satu umbi dibelah 2 dan 4
Universitas Sumatra Utara

persentase pertumbuhannya masih tinggi, yakni 87,77 % dan 68,90% dengan produksi masing-masing 632,30 gram dan 284,0 gram per plot.
Media tanam memegang peranan penting dalam peningkatan produksi suatu tanaman. Selain tanah dapat digunakan media alternatif seperti sekam, abu, kompos atau campuran dari beberapa media. Media alternatif ini sangat baik sekali dalam menjaga kegemburan, drainase dan aerase tanah serta turut menyumbangkan hara bagi tanaman sehingga pertumbuhan umbi bawang dapat berkembang dengan baik. Media alternatif berupa sekam, arang sekam dan abu ini akan dicampurkan dengan media tanah dengan perbandingan tanah dengan media alternatif adalah 1 : 2 (Hervani, dkk. 2009).
Hasil penelitian Sisworo (2000) penambahan kompos mampu meningkatkan umbi bawang merah seiring dengan meningkatnya serapan hara. Kompos dari jerami padi mampu meningkatkan bobot umbi paling tinggi yaitu sebesar 159,61- 169,56%.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian guna mengetahui respons pertumbuhan dan produksi bawang sabrang (Eleutherine americana Merr) terhadap pembelahan umbi dan perbandingan media tanam.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi bawang sabrang (Eleutherine americana Merr) terhadap pembelahan umbi dan perbandingan media tanam.
Universitas Sumatra Utara

Hipotesis Penelitian Ada pengaruh pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap
pertumbuhan dan produksi bawang sabrang (Eleutherine americana Merr) serta interaksi antara pembelahan umbi dengan perbandingan media tanam. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memperoleh data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan.
Universitas Sumatra Utara


TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman bawang sabrang

Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio

: Magnoliophyta

Subdivisio : Spermatophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo


: Liliales

Famili

: Iridaceae

Genus

: Eleutherine

Spesies

: Eleutherine americana Merr

Tanaman bawang sabrang memiliki akar serabut yang berwarna coklat

muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi 30-40 cm. Batang

semu, membentuk rumpun dengan umbi berlapis, bulat telur dan merah. Daun


tunggal, berbentuk pipa dengan ujung dan pangkal runcing. Bagian tepi daun rata

dan daun berwarna hijau. Bunga majemuk, tumbuh di ujung batang. Panjang

tangkai ± 40 cm, bentuk silindris, kelopak terdiri dari dua daun kelopak, hijau

kekuningan. Mahkota terdiri dari empat daun mahkota berwarna putih, saling

lepas dan panjang ± 5 mm, benang sari empat. Kepala sari berwarna kuning, putik

berbentuk jarum dengan panjang ± 4 mm berwarna putih kekuningan

(www. warintek.ristek.go.id, 2007).

Ciri spesifik dari tanaman ini adalah umbinya yang berwarna merah

menyala dengan permukaan yang sangat licin, letak daun berpasangan dengan

komposisi daun bersirip ganda dan bunganya berwarna putih. Tipe pertulangan


Universitas Sumatra Utara

daunnya sejajar dengan tepi daun licin dan bentuknya seperti pita bergaris. Selain digunakan sebagai tanaman obat, tanaman ini juga bisa digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang berwarna putih (Galingging 2007).
Tanaman ini banyak terdapat pada ketinggian 600-1500 m di atas permukaan laut (Nur, 2011).
Bawang sabrang dapat ditanam pada semua jenis tanah. Akan tetapi sebaiknya ditanam pada tanah lempung berliat. Hasil penelitian Yusuf (2009) menunjukkan hasil terbaik bawang sabrang terdapat pada tekstur tanah lempung berliat. Pembelahan Umbi
Pada umumnya bawang diperbanyak dengan umbi menanam satu persatu. Tetapi perbanyakan dengan menanam umbi satu persatu memerlukan waktu cukup lama, baik dari segi adanya keterbatasan waktu juga terbatasnya kemampuan dalam membentuk anakan setiap umbinya (Putrasamedja, 1995).
Pembelahan umbi selain menghemat pemakaian bibit juga menghasilkan jumlah anakan lebih banyak. Hasil penelitian Priyono dan Djadja (1996) menunjukkan bahwa perbanyakan Amarilis dengan teknik pembelahan umbi lebih baik daripada tanpa pembelahan, karena hasil anakan (bulblet) menunjukkan jumlah yang lebih banyak. Ukuran pembelahan umbi terbaik untuk menghasilkan jumlah anakan terbanyak yaitu pada irisan umbi belah empat.
Perbanyakan dengan cara dibelah selain mudah dan murah juga tidak merubah sifat maupun warna dari induknya. Dari satu umbi dapat diperbanyak dua kali lipat apabila dibandingkan dengan perbanyakan biasa. Kalau dengan menanam satu umbi akan menghasilkan rata-rata anakan empat, sedang dengan
Universitas Sumatra Utara

cara pembelahan dari satu umbi yang dibelah menjadi delapan, satu belahan mampu membentuk anakan rata-rata dua, juga produksi umbi yang dibelah tidak mengurangi besar umbi (Putrasamedja, 1993).
Menurut Kato (1966), penghentian masa dormansi umbi ada korelasinya dengan pertunasan, hal ini disebabkan terjadinya keseimbangan antara zat pengatur tumbuh dengan kandungan karbohidrat dalam umbi selama proses metabolisme umbi itu sendiri.
Pembelahan umbi dapat mengurangi cadangan makananan pada umbi tersebut. Semakin banyak belahan maka cadangan makan semakin sedikit. Selain itu umbi yang dibelah sangat peka terhadap lingkungan. Dimana energi yang dihasilkan bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi sebagian energi untuk penyembuhan luka akibat dari pembelahan (Putrasamedja, 1993).
Hasil penelitian Putrasamedja (1995) pada perlakuan umbi bawang merah di belah 4 dan 5 menunjukkan persentase tanaman yang hidup cukup baik yaitu 68,63% dan 67,80%. Selain itu juga masih mampu berproduksi dengan masingmasing 284,00 gram dan 333,30 gram per plot. Media Tanam
Media tanam merupakan tempat berlangsungnya kegiatan bercocok tanam. Kondisi media tanam yang meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi sangat mempengaruhi hasil tanam, baik kualitas maupun kuantitas (Aisyah, 2002)
Media tanam dapat diartikan sebagai tempat tumbuhnya tanaman yang dapat mendukung pertumbuhan dan kehidupan manusia. Menurut Dina (1994) media tanam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Dapat dijadikan tempat tumbuhnya akar
Universitas Sumatra Utara

2. Mampu mengikat air dan unsur hara 3. Mempunyai drainase dan aerase yang baik 4. Dapat mempertahankan kelembaban disekitar akar tanaman 5. Tidak menjadi sumber penyakit

Tanah merupakan medium yang dinamis tempat tanaman dan mikroorganisme hidup bersama dan saling berhubungan satu sama lain. Tanah yang berkembang baik dan tidak terganggu mempunyai sifat dan ciri penampang yang khas. Lapisan atas atau olah atau disebut juga top soil suatu penampang tanah yang kedalamannya ±10-20 cm biasanya mengandung banyak bahan organik dan berwarna gelap karena akumulasi bahan organik. Lapisan ini juga merupakan daerah utama bagi pertumbuhan perakaran, dan banyak mengandung unsur hara dan air tersedia bagi tanaman. Lapisan di bawah lapisan olah dikenal dengan lapisan bawah yang kedalamannya lebih dari 20 cm, dimana kandungan bahan organik, unsur hara, dan air tersedia menurun dengan kedalaman tanah. Dengan demikian, hilangnya top soil dapat mengakibatkan solum tanah sebagai media tumbuh tanaman tidak dapat menunjang pertumbuhan tanaman secara normal sehingga tanah tidak produktif (Nadila, 2009).
Prioritas utama yang perlu diperhatikan untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang baik adalah ketersediaan tanah yang subur sebagai media tanam. Standar umum tanah yang digunakan adalah tanah lapisan atas (top soil) yang umumnya cukup subur dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Menurut Hasym (1987), komposisi tanah yang berstruktur baik dan subur biasanya dipakai sebagai media tumbuh untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal di pembibitan. Oleh karena itu media tumbuh yang baik untuk pembibitan harus
Universitas Sumatra Utara

dapat menyediakan air, oksigen dan unsur hara yang cukup optimal sesuai kebutuhan tanaman selama pertumbuhan tanaman. Dengan keseimbangan kesuburan fisik dan khemis dalam tanah akan menjamin dan mendukung proses pembentukan akar dan pertumbuhan bibit selama pertumbuhannya (Follet et al., 1981).
Kompos Jerami Padi
Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi/ penguraian/ pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau (Indriani, 2008). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah (Isroi, 2008).
Limbah jerami padi, brangkasan jagung dan tongkol jagung merupakan sumber bahan organik yang potensial untuk meningkatkan kesuburan tanah. Limbah tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal karena proses dekomposisinya membutuhkan waktu yang lama, sehingga petani sering membakar limbah tersebut untuk mempercepat pengolahan tanah (Sisworo, 2000).
Kendala utama jerami padi maupun brangkasan jagung sebagai bahan organik adalah tingginya kadar selulosa sehingga pelapukannya memerlukan waktu yang lama. Komposisi kima jerami padi rata-rata adalah 6,86% protein, 30,2% serat dan 7,7% lignin (Tangendjaja, 1991). Oleh karena itu diperlukan
Universitas Sumatra Utara

adanya mikroorganisme yang mampu mendekomposisi bahan yang mengandung selulosa dan lignin tinggi dengan cepat (Sisworo, 2000)
Jerami adalah bahan organik yang banyak tersedia dari kegiatan budidaya padi sawah (Doberman dan Fairhurst, 2002). Jerami memiliki kandungan kalium yang sangat baik untuk kesuburan tanah. Pemberian jerami ke tanah secara terus menerus dapat memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara dengan 50 kg pupuk KCL (BPTP, 2010).
Sutanto (2002) menambahkan bahwa jerami merupakan sumber hara makro yang baik karena tersedia langsung di lahan usahatani dimana 1,5 ton jerami sama dengan 1 ton gabah kering dan mengandung 9 kg N, 2 kg P dan S, 25 kg Si, 6 kg Ca dan 2 kg Mg.
Untuk mempercepat hilangnya limbah jerami, petani sering membakar jerami tersebut (BPTP, 2010), ataupun membawa jerami keluar lahan usaha untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar, makanan ternak, bahan dasar biogas, media jamur merang maupun dijual untuk bahan basah industri kertas (Sutanto, 2002).
Pembakaran jerami menyebabkan hilangnya seluruh kandungan unsur Natrium, 25 % unsur Fosfor, 20 % unsur Kalium, 5-60 % unsur Sulfur (Doberman dan Fairhurst, 2002).
Suriadikarta dan Adimiharja (2001) menyatakan bahwa jerami padi dapat menjadi sumber K yang murah dan mudah tersedia, karena setiap 5 ton jerami minimum mengandung 90 Kg KCl. Pembakaran jerami akan mengakibatkan kehilangan hara C sebanyak 94%, P 45%, K 75%, C 70%, Ca 30% dan Mg 20% dari total kandungan unsur hara tersebut dalam jerami.
Universitas Sumatra Utara

Bila pengaruh-pengaruh sederhana suatu faktor berbeda lebih besar daripada yang dapat ditimbulkan oleh faktor kebetulan, beda respon ini disebut interaksi antara kedua faktor itu. Bila interaksinya tidak nyata, maka disimpulkan bahwa faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain , pengaruh sederhana suatu faktor sama pada semua taraf faktor lainya dalam batas-batas keragaman acak (Steel and Torrie, 1993).

Universitas Sumatra Utara

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan penduduk di Jl. Pembangun Kecamatan Medan Selayang dengan ketinggian + 25 meter di atas permukaan laut, yang dimulai dari bulan April-Juli 2013.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain umbi bawang
sabrang, kompos jerami padi, polibag, dithane berbahan aktif mankozeb, top soil, label, dan plastik.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau untuk membelah umbi, cangkul untuk mengolah lahan, meteran untuk mengukur, timbangan, gembor untuk menyiram tanaman, kamera, klorofilmeter, pacak sampel, penggaris, pulpen, dan buku untuk menuliskan data pengamatan. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, yaitu : Faktor I : Pembelahan Umbi (P) terdiri dari 3 taraf, yaitu : P0 : tanpa pembelahan P1 : pembelahan ½ bagian P2 : pembelahan ¼ bagian Faktor II : Perbandingan Media Tanam (M) dengan 4 taraf, yaitu :
M0 : top soil
M1 : top soil : kompos jerami (1:1)
Universitas Sumatra Utara

M2 : top soil : kompos jerami (2:1)

M3 : top soil : kompos jerami (3:1)

Sehigga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu :

P0 M0


P1 M0

P2 M0

P0 M1

P1 M1

P2 M1

P0 M2

P1 M2

P2 M2

P0 M3

P1 M3


P2 M3

Jumlah ulangan (Blok)

: 3 ulangan

Jumlah plot

: 36 plot

Ukuran plot

: 100 cm x 100 cm

Jarak antar plot

: 20 cm

Jarak antar blok


: 40 cm

Jumlah tanaman/plot

: 6 tanaman

Jumlah sampel/plot

: 4 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya

: 144 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 216 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Dimana:

Yijk : Data hasil pengamatan dari unit percobaan ke-i dengan perlakuan

pembelahan umbi taraf ke-j dan perbandingan media tanam pada

taraf ke-k

μ : Nilai tengah

Universitas Sumatra Utara

ρi : Efek blok ke-i αj : Efek pembelahan umbi ke-j βk : Efek perbandingan media tanam ke-k (αβ)jk : Efek interaksi dari pembelahan umbi ke-j dan perbandingan media
tanam pada taraf ke-k εijk : Efek error pada blok ke-i yang mendapat pembelahan umbi pada
taraf ke-j dan perbandingan media tanam pada taraf ke-k. Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993). Peubah Amatan Umur Bertunas (hari)
Pengamatan pertumbuhan munculnya tunas tanaman dilakukan dengan menghitung pada hari keberapa tunas muncul setelah umbi ditanam. Pengamatan umur bertunas diamati 2-9 HST. Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai 3 MST hingga waktu panen. Pengukuran dilakukan dari pangkal tempat pertumbuhan daun pada umbi hingga ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung setiap minggu yang dilakukan mulai 3 MST hingga waktu panen.. Daun yang diamati adalah daun yang terbuka sempurna. Umur Berbunga (hari)
Umur berbunga dihitung pada 9 MST hingga menjelang panen.
Universitas Sumatra Utara

Jumlah Anakan per Sampel (anakan) Jumlah anakan yang muncul dari umbi dihitung pada akhir pengamatan
(pada saat panen). Jumlah Umbi per Sampel (umbi)
Jumlah umbi dihitung setelah tanaman dibongkar (saat panen). Umbi yang dihitung adalah setiap umbi yang berasal dari rumpun tanaman sampel. Bobot Segar Umbi per Sampel (g)
Umbi yang telah dibongkar dibersihkan dari kotoran-kotoran yang terdapat pada umbi. Selanjutnya ditimbang dengan timbangan analitik. Bobot Segar Umbi per Plot (g)
Bobot segar umbi selain sampel pada setiap plotnya ditimbang, kemudian ditambahkan dengan bobot umbi segar sampel untuk mendapatkan bobot per plotnya. Kehijauan daun
Kehijauan daun diamati 2 hari sebelum panen dengan menggunakan alat klorofilmeter. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan
Diukur areal lahan yang akan digunakan, kemudian dibersihkan dari gulma. Selanjutnya dibuat plot dengan ukuran 100 cm x 100 cm. Persiapan Media Tanam
Disediakan polibag ukuran 10 kg, kemudian diisi media top soil (100%), top soil+kompos jerami (1:1), top soil+kompos jerami (2:1) dan top soil+kompos
Universitas Sumatra Utara

jerami (3:1) ke dalam polibag yang telah dicampur rata sesuai dengan perlakuan masing-masing. Penyiapan Bibit Tanaman
Bibit tanaman berasal dari umbi bawang sabrang yang tumbuh dari satu areal yang memiliki kesamaan ekologi. Umbi yang digunakan umbi yang seragam. Penanaman Bibit
Bibit tanaman yang berasal dari umbi terlebih dahulu direndam dengan larutan Dithane M-45 berbahan aktif mankozeb selama 10 menit selanjutnya ditiriskan. Akar bawang dipotong selanjutnya umbi dibelah sesuai perlakuan yaitu umbi kontrol, belah 2 dan belah 4. Kemudian umbi ditanam pada polibag yang telah terisi media tanam. Gambar pembelahan umbi dapat dilihat pada lampiran 60. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Untuk menjaga ketersediaan air dan kelembaban pada tanah dilakukan penyiraman dengan menggunakan gembor. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyisipan
Penyisipan tanaman dilakukan apabila ada tanaman yang tidak tumbuh atau mati setelah 1 MST. Bahan sisipan diambil dari bibit tanaman cadangan (transplanting) yang pertumbuhannya sama dengan tanaman dilapangan.
Universitas Sumatra Utara

Penyiangan

14

Penyiangan dilakukan dengan cangkul pada area yang tidak mengunakan

polibag, sedangkan di dalam polibag menggunakan tangan secara manual yakni

mencabut gulma yang terdapat di dalam polibag. Interval penyiangan disesuaikan

dengan kondisi lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Selama penelitian tidak dilakukan pengendalian hama karena tidak

ditemukannya serangan hama, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan

dengan membuang atau membongkar tanaman yang terserang.

Panen

Dilakukan pemanenan setelah tanaman berumur 90 hari. Pemanenan

dilakukan dengan cara membongkar tanaman. Kriteria panen tanaman adalah bila

bunga telah berbunga 75%.

Universitas Sumatra Utara

Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 5-58) diketahui bahwa perlakuan pembelahan umbi berpengaruh nyata terhadap peubah amatan umur bertunas, tinggi tanaman 3–12 MST (kecuali 9 MST), jumlah daun 3-12 MST, jumlah anakan per sampel, jumlah umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel, dan bobot segar umbi per plot. Perbandingan media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah amatan jumlah daun 3-12 MST, jumlah anakan per sampel, jumlah umbi persampel, bobot segar umbi per sampel, dan bobot segar umbi per plot. Interaksi antara pembelahan umbi dan perbandingan media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST, jumlah daun 3-12 MST, jumlah anakan per sampel, jumlah umbi persampel, bobot segar umbi per sampel, dan bobot segar umbi per plot.

Umur Bertunas (hari)

Umur bertunas dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5-6. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan umbi berpengaruh nyata terhadap umur bertunas. Perbandingan media tanam serta interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam berpengaruh tidak nyata terhadap umur bertunas.

Rataan umur bertunas tanaman bawang sabrang pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 1.

Universitas Sumatra Utara

Tabel 1. Umur bertunas (hari) pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

Media Tanam

Pembelahan

Rataan

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

-------------

hari --------------

M0(top soil)

5,08 7,17 9,25 7,17

M1(top soil+kompos 1:1) 5,00

7,25

9,08

7,11

M2(top soil+kompos 2:1) 4,83

7,17

9,33

7,11

M3(top soil+kompos 3:1) 4,92

7,25

9,25

7,14

Rataan

4,96 c

7,21 b

9,23 a

7,13

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang

sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda

Duncan pada taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa umur bertunas terlama terdapat pada

perlakuan P2 (9,23 hari) yang berbeda nyata dengan perlakuan P0 (4,96 hari) dan

P1 (7,21 hari). Umur bertunas tercepat terdapat pada perlakuan P0 (4,96 hari)

yang berbeda nyata dengan perlakuan P1 (7,21 hari) dan P2 (9,23 hari). Pada

perlakuan perbandingan media tanam semua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Namun, perlakuan M0 (7,7 hari) cenderung lebih tinggi dibandingkan M1 dan M2

(7,11 hari) serta M3 (7,14 hari).

Histogram hubungan umur bertunas dengan perlakuan pembelahan umbi

dapat dilihat pada Gambar 1.

Umur bertunas (hari)

10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00

P0 (kontrol) PemPb1e(lbaehlaanhU2)mbi P2 (belah 4)

Gambar 1. Histogram hubungan umur bertunas dengan perlakuan pembelahan umbi

Universitas Sumatra Utara

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran

7-26. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan umbi

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 3-12 MST (kecuali 9 MST),

perbandingan media tanam berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

Interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam berpengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman 4 MST.

Rataan tinggi tanaman bawang sabrang 4 dan 12 MST pada perlakuan

pembelahan umbi dan perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tinggi tanaman (cm) 4 dan 12 MST pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

Media Tanam

Pembelahan

Rataan

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

4 MST

-------------

cm --------------

M0(top soil)

14,42 a

9,69 c-f 10,01 c-f 11,37

M1(top soil+kompos 1:1) 12,11 abc 11,95 abc 8,14 f

10,73

M2(top soil+kompos 2:1) 11,83 b-e 11,25 b-e 10,25 c-f 11,11

M3(top soil+kompos 3:1) 13,27 ab 9,01 ef

9,41 def 10,56

Rataan

12,91 a 10,48 b

9,45 b 10,94

12 MST

M0(top soil)

44,42

32,87

34,23

37,17

M1(top soil+kompos 1:1) 43,18

37,88

33,25

38,10

M2(top soil+kompos 2:1) 39,33

37,04

34,06

36,81

M3(top soil+kompos 3:1) 39,43

34,87

33,39

35,90

Rataan

41,59 a 35,66 b

33,73 b 37,00

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris, kolom atau kelompok perlakuan yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi pada 4 MST terdapat pada kombinasi perlakuan P0M0 (14,42 cm) yang berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali P0M1, P0M3, dan P1M1. Tinggi tanaman terendah terdapat pada kombinasi perlakuan P2M1(8,14 cm) yang berbeda nyata dengan

Universitas Sumatra Utara

dengan semua perlakuan kecuali P1M0, P1M3, P2M0, P2M2, dan P2M3 . Pada umur 12 MST tinggi tanaman tertinggi perlakuan pembelahan umbi terdapat pada perlakuan P0 (41,59 cm) yang berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan P2 (33,73 cm) yang berbeda nyata dengan perlakuan P0, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1. Pada perlakuan perbandingan media tanam semua perlakuan berpengaruh tidak nyata. Namun, perlakuan M1 (38,10 cm) cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan M0, M2, dan M3.
Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap tinggi tanaman 4 MST dapat dilihat pada Gambar 2.

Tinggi Tanaman (cm)

16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4) Pembelahan Umbi

M0(top soil) M1(top soil+kompos 1:1) M2(top soil+kompos 2:1) M3(top soil+kompos 3:1)

Gambar 2. Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap tinggi tanaman.

Universitas Sumatra Utara

Histogram hubungan tinggi tanaman 12 MST dengan perlakuan pembelahan umbi dapat dilihat pada Gambar 3.

Tinggi Tanaman (cm)

45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00

P0(kontrol)

P1(belah 2) Pembelahan Umbi

P2(belah 4)

Gambar 3. Histogram hubungan tinggi tanaman dengan perlakuan pembelahan umbi
Perkembangan tinggi tanaman bawang sabrang dengan perlakuan
pembelahan umbi dapat dilihat pada Gambar 4.

Tinggi Tanaman (cm)

45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
MST

P0 (kontrol) P1 (belah 2) P2 (belah 4)

Gambar 4. Grafik perkembangan tinggi tanaman 3-12 MST dengan perlakuan pembelahan umbi

Universitas Sumatra Utara

Perkembangan tinggi tanaman dengan perlakuan perbandingan media tanam dapat dilihat pada Gambar 5.

Tinggi Tanaman (cm)

50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 MST

M0 (topsoil) M1 (topsoil+kompos 1:1) M2 (topsoil+kompos 2:1) M3 (topsoil+kompos 3:1)

Gambar 5. Grafik perkembangan tinggi tanaman 3-12 MST dengan perlakuan perbandingan media tanam

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran

27-46. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan umbi,

perbandingan media tanam serta interaksi pembelahan umbi dan perbandingan

media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 3-12 MST.

Rataan jumlah daun tanaman bawang sabrang 12 MST pada perlakuan

pembelahan umbi dan perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah daun (helai) pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

Media Tanam

Pembelahan Rataan
P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

-------------

helai --------------

M0(top soil)

29,92 bcd 21,08 d

20,08 d

23,69 c

M1(top soil+kompos 1:1) 61,67 a

25,83 cd 22,75 d

36,75 a

M2(top soil+kompos 2:1) 59,83 a 28,42 bcd 25,83 cd 38,03 a

M3(top soil+kompos 3:1) 36,58 b

33,25 bc 21,92 d

30,58 b

Rataan

47,00 a 27,15 b

22,65 b

32,26

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris, kolom atau

kelompok perlakuan yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata

menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Universitas Sumatra Utara

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah daun tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan P0M1 (61,67 helai) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0M2, namun berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Jumlah daun terendah terdapat pada kombinasi perlakuan P2M0 (20,08 helai) yang berbeda tidak nyata dengan semua perlakuan kecuali P0M1, P0M2, P0M3, dan P1M3. Jumlah daun tertinggi pada perlakuan pembelahan umbi terdapat pada perlakuan P0 (47 helai) yang berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 dan terendah perlakuan P2 (22,65 helai) yang berbeda nyata dengan perlakuan P0, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1. Jumlah daun tertinggi perlakuan perbandingan media tanam terdapat pada perlakuan M2 (38,05 helai) yang berbeda nyata dengan perlakuan M0 dan M3, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan M1 dan terendah terdapat pada perlakuan M0 (23,65 helai) yang berbeda nyata dengan semua perlakuan.
Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 6.

Jumlah Daun (helai)

70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

M0(top soil) M1(top soil+kompos 1:1) M2(top soil+kompos 2:1) M3(top soil+kompos 3:1)

Pembelahan Umbi

Gambar 6. Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap jumlah daun

Universitas Sumatra Utara

Perkembangan jumlah daun 3-12 MST dengan perlakuan pembelahan umbi dapat dilihat pada Gambar 7.

Jumlah Daun (helai)

50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 MST

P0 (kontrol) P1 (belah 2) P2 (belah 4)

Gambar 7. Grafik perkembangan jumlah daun 3-12 MST dengan perlakuan pembelahan umbi
Perkembangan jumlah daun 3-12 MST dengan perlakuan perbandingan
media tanam dapat dilihat pada Gambar 8.

Jumlah Daun (helai)

40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

MST

M0 (topsoil) M1 (topsoil+kompos 1:1) M2 (topsoil+kompos 2:1) M3 (topsoil+kompos 3:1)

Gambar 8. Grafik perkembangan jumlah daun 3-12 MST dengan perlakuan perbandingan media tanam

Universitas Sumatra Utara

Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 47-48. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan

umbi, perbandingan media tanam serta interaksi keduanya berpengaruh tidak

nyata terhadap umur berbunga.

Rataan umur berbunga pada perlakuan pembelahan umbi dan

perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Umur berbunga (hari) pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

Media Tanam

Pembelahan

Rataan

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

--------------- hari ---------------

M0(top soil)

57,75

61,75

66,00

61,83

M1(top soil+kompos 1:1)

57,50

61,92

66,33

61,92

M2(top soil+kompos 2:1)

57,92

62,08

66,50

62,17

M3(top soil+kompos 3:1)

57,83

62,00

66,33

62,06

Rataan

57,75

61,94

66,29

66,33

Tabel 4 menunjukkan bahwa umur berbunga terlama pada perlakuan pembelahan umbi terdapat pada perlakuan P2 (66,29 hari) dan tercepat terdapat pada perlakuan P0 (57,75 hari). Umur berbunga terlama pada perlakuan perbandingan media tanam terdapat pada perlakuan M2 (62,17 hari) dan tercepat pada perlakuan M0 (61,83 hari). Kehijauan daun
Kehijauan daun dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 49-50. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan umbi, perbandingan media tanam serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kehijauan daun.

Universitas Sumatra Utara

Rataan kehijauan daun pada perlakuan pembelahan umbi dan
perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kehijauan daun pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

Media Tanam
M0(top soil) M1(top soil+kompos 1:1) M2(top soil+kompos 2:1) M3(top soil+kompos 3:1)
Rataan

Pembelahan

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

60,93

56,47

56,44

56,84 60,99 56,49

57,13 58,06 59,70

57,70 56,63 65,16

58,81

57,84

58,98

Rataan
57,94 57,23 58,56 60,45 58,55

Tabel 5 menunjukkan bahwa kehijauan daun tertinggi pada perlakuan pembelahan umbi terdapat pada perlakuan P2 (58,98) dan terendah pada perlakuan P1 (57,84). Kehijauan daun tertinggi pada perlakuan perbandingan media tanam terdapat pada perlakuan M3 (60,45) dan terendah pada perlakuan M1 (57,23). Jumlah Anakan per Sampel (anakan)
Jumlah anakan per sampel dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 51-52. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan umbi, perbandingan media tanam serta interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per sampel.
Rataan jumlah anakan per sampel pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatra Utara

Tabel 6. Jumlah anakan per sampel (anakan) pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

Media Tanam

Pembelahan

Rataan

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

------------- anakan --------------

M0(top soil)

7,58 de 8,00 de

6,92 e

7,50 b

M1(top soil+kompos 1:1) 19,00 a

8,25 de

8,75 de 12,00 a

M2(top soil+kompos 2:1) 13,83 b

8,83 de 10,25 cde 10,97 a

M3(top soil+kompos 3:1) 12,75 bc 10,50 cd

8,00 de 10,42 a

Rataan

13,29 a

8,90 b

8,48 b

10,22

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris, kolom atau kelompok perlakuan yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah anakan per sampel tertinggi terdapat

pada kombinasi perlakuan P0M1 (19,00 anakan) yang berbeda nyata terhadap

semua perlakuan. Jumlah anakan per sampel terendah terdapat pada kombinasi

perlakuan P2M0 (6,92 anakan) yang berbeda tidak nyata dengan semua perlakuan

kecuali P0M1, P0M2, P0M3, dan P1M3. Jumlah anakan per sampel tertinggi

pada perlakuan pembelahan umbi terdapat pada perlakuan P0 (13,29 anakan) yang

berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 dan terendah perlakuan

P2 (8,48 anakan) yang berbeda nyata dengan perlakuan P0, namun berbeda tidak

nyata dengan perlakuan P1. Jumlah anakan per sampel tertinggi pada perlakuan

perbandingan media tanam terdapat pada perlakuan M1 (12,00 anakan) yang

berbeda nyata dengan perlakuan M0, namun berbeda tidak nyata dengan semua

perlakuan dan terendah pada perlakuan M0 (7,50 anakan) yang berbeda nyata

dengan semua perlakuan.

Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap jumlah anakan per sampel dapat dilihat pada Gambar 9.

Universitas Sumatra Utara

Jumlah Anakan Per Sampel (anakan)

20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00

M0(top soil) M1(top soil+kompos 1:1) M2(top soil+kompos 2:1) M3(top soil+kompos 3:1)

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

Pembelahan Umbi

Gambar 9. Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

terhadap jumlah anakan per sampel

Jumlah Umbi per Sampel (umbi)

Jumlah umbi per sampel dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 53-54. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan

umbi, perbandingan media tanam serta interaksi pembelahan umbi dan

perbandingan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per sampel.

Rataan jumlah umbi per sampel dan histogram interaksi pada perlakuan

pembelahan umbi dan perbandingan media tanam diperoleh hasil yang sama pada

peubah amatan jumlah anakan per sampel yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan

Gambar 9.

Bobot Segar Umbi per Sampel (g)

Bobot segar umbi per sampel dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 55-56. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui diketahui bahwa pembelahan umbi, perbandingan media tanam serta interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot segar umbi per sampel.

Universitas Sumatra Utara

Rataan bobot segar umbi per sampel pada perlakuan pembelahan umbi dan

perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Bobot segar umbi per sampel (g) pada perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan media tanam

Media Tanam

Pembelahan

Rataan

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah4)

------------- g -------------

M0(top soil)

26,84 de 24,51 de 21,29 e 24,21 b

M1(top soil+kompos 1:1) 56,44 a 25,63 de 21,29 e 34,46 a

M2(top soil+kompos 2:1) 43,28 bc 26,43 de 25,28 de 31,66 a

M3(top soil+kompos 3:1) 45,02 b 33,02 cd 16,16 e 31,40 a

Rataan

42,90 a 27,40 b

21,00 c 30,43

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris, kolom atau

kelompok perlakuan yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata

menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot segar umbi per sampel tertinggi

terdapat pada kombinasi perlakuan P0M1 (56,44 g) yang berbeda nyata terhadap

semua perlakuan. Bobot segar umbi terendah terdapat pada perlakuan P2M3

(16,16 g) yang berbeda tidak nyata dengan semua perlakuan kecuali P0M1,

P0M2, P0M3, dan P1M3. Bobot segar umbi per sampel tertinggi pada perlakuan

pembelahan umbi terdapat pada perlakuan P0 (42,90 g) yang berbeda nyata

dengan perlakuan P1 dan P2 dan terendah pada perlakuan P2 (21,00 g) yang

berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P1. Bobot segar umbi per sampel

tertinggi pada perlakuan perbandingan media tanam terdapat pada perlakuan M1

(34,86 g) yang berbeda nyata dengan M0, namun berbeda tidak nyata dengan

perlakuan M2 dan M3. Bobot segar umbi per sampel terendah terdapat pada

perlakuan M0 (24,21g) yang berbeda nyata dengan semua perlakuan.

Histogram interaksi pembelahan umbi dan perlakuan perbandingan media

tanam terhadap bobot segar umbi per sampel dapat dilihat pada Gambar 10.

Universitas Sumatra Utara

Bobot Segar Umbi per Sampel (g)

60,00 50,00 40,00 30,00

M0(top soil) M1(top soil+kompos 1:1) M2(top soil+kompos 2:1) M3(top soil+kompos 3:1)

20,00

10,00

0,00

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4) Pembelahan Umbi
Gambar 10. Histogram interaksi perlakuan pembelahan umbi dan perbandingan
media tanam terhadap bobot segar umbi per sampel

Bobot Segar Umbi per Plot (g)

Bobot segar umbi per plot dan analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 55-56. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pembelahan

umbi, perbandingan media tanam serta interaksi pembelahan umbi dan

perbandingan media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot segar umbi per plot.

Rataan bobot segar umbi per plot pada perlakuan pembelahan umbi dan

perbandingan media tanam dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot segar umbi per plot (g) pada perlakuan pembelahan umbi

dan perbandingan media tanam

Media Tanam

Pembelahan

Rataan

P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

-------------- g --------------

M0(top soil)

159,62 de 124,38 def 93,69 f 125,90 b

M1(top soil+kompos 1:1) 304,41 a 142,38 def 112,70 ef 186,50 a

M2(top soil+kompos 2:1) 228,87 b 146,23 def 128,53 def 167,88 a

M3(top soil+kompos 3:1) 223,82 bc 173,59 cd 121,45 def 172,95 a

Rataan

229,18 a 146,65 b 114,09 c 163,31

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris, kolom atau

kelompok perlakuan yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata

menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Universitas Sumatra Utara

Tabel 8 menunjukkan bahwa bobot segar umbi per plot tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan P0M1 (304,41 g) yang berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Bobot segar umbi terendah terdapat pada perlakuan P2M0 (93,69 g) yang berbeda tidak nyata dengan semua perlakuan kecuali P0M0, P0M1, P0M2, P0M3, dan P1M3. Bobot segar umbi per plot tertinggi pada perlakuan pembelahan umbi terdapat pada perlakuan P0 (229,18 g) yang berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 dan terendah perlakuan P2 (114,09 g) yang berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P1. Bobot segar umbi per plot tertinggi pada perlakuan perbandingan media tanam terdapat pada perlakuan M1 (186,50 g) yang berbeda nyata dengan perlakuan M0, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan M2 dan M3. Bobot segar umbi per plot terendah terdapat pada perlakuan M0 (125,90 g) yang berbeda nyata dengan semua perlakuan.
Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap bobot segar umbi per plot dapat dilihat pada Gambar 11.

Bobot Segar Umbi per Plot (g)

350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00
0,00

M0(top soil) M1(top soil+kompos 1:1) M2(top soil+kompos 2:1) M3(top soil+kompos 3:1)
P0(kontrol) P1(belah 2) P2(belah 4)

Pembelahan Umbi

Gambar 11. Histogram interaksi pembelahan umbi dan perbandingan media tanam terhadap bobot segar umbi per plot

Universitas Sumatra Utara

Pembahasan Pengaruh pembelahan umbi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bawang sabrang (Eleutherine americana Merr.)
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan pembelahan umbi memberikan pengaruh nyata pada umur bertunas. Perlakuan pembelahan umbi menunjukkan penurunan umur bertunas yang signifikan. Perlakuan P0 (kontrol) lebih cepat bertunas dibandingkan perlakuan P1 (belah 2) dan P2 (belah 4). Hal ini disebabkan pembelahan umbi dapat menghambat proses pertumbuhan tunas tanaman akibat adanya pembagian kandungan karbohidrat ataupun cadangan makanan dari umbi tersebut. Putrasamedja (1993) menyatakan bahwa pembelahan umbi dapat mengurangi cadangan makanan pada umbi tersebut. Semakin banyak belahan maka cadangan makanan semakin sedikit. Selain itu umbi yang dibelah sangat peka terhadap lingkungan. Dimana energi yang dihasilkan bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi sebagian energi untuk penyembuhan luka akibat dari pembelahan.
Pada peubah amatan tinggi tanaman perlakuan pembelahan umbi memberikan pengaruh nyata pada 3-12 MST (kecuali 9 MST). Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P0 dan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan P2 pada 3-12 MST (Tabel 2 dan Gambar 4). Hal ini disebabkan karena umbi utuh mempunyai kemampuan tumbuh yang paling baik. Selain itu pada umbi utuh selama pertumbuhan tidak ada yang menghambat dari fase vegetatif sampai fase generatif sehingga dapat tumbuh secara optimal. Sedangkan semakin banyak jumlah pembelahan maka semakin rendah tingkat pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga adanya gangguan fisik pada tanaman sehingga menghambat proses pertumbuhan seperti terhambatnya pertumbuhan tinggi tanaman.
Universitas Sumatra Utara

Pembelahan umbi memberikan pengaruh nyata pada peubah amatan jumlah daun 3-12 MST. Pada 3-12 MST perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Perlakuan P0 memberikan hasil terbaik dan hasil terendah diperoleh pada perlakuan P2. Pembelahan pada umbi menyebabkan terhambatnya proses pembentukkan daun tanaman. Hal ini disebabkan pada umbi yang dibelah, sebelum tumbuh membutuhkan waktu penyembuhan luka sekaligus bertahan hidup. Dengan demikian energi untuk pertumbuhan dikurangi untuk bertahan hidup. Keadaan ini berdampak kepada pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Selain itu pertumbuhan jumlah daun juga dipengaruhi oleh lama cepatnya tanaman tersebut bertunas. Semakin cepat tumbuhnya tunas maka daun yang dihasilkan lebih banyak, begitu sebaliknya jika semakin lama tumbuhnya tunas maka daun yang dihasilkan lebih sedikit. Hal ini dapat dilihat pada parameter umur bertunas perlakuan P0 (4,96 hari) menunjukkan umur bertunas tercepat dan jumlah daun 12 MST pada perlakuan P0 (47,00 helai) menunjukkan jumlah daun tertinggi. Umur bertunas terlama dan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan P2.
Pada peubah amatan jumlah anakan per sampel, jumlah umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel dan bobot segar umbi per plot menunjukkan bahwa perlakuan pembelahan umbi memberikan pengaruh nyata. Perlakuan tanpa pembelahan (P0) memberikan hasil terbaik (tertinggi) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan pada perlakuan lainnya walaupun P1 dan P2 berbeda tidak nyata pada uji statistik, perlakuan P2 menunjukkan hasil terendah. Pengaruh pembelahan yang semakin banyak cenderung memberikan hasil yang rendah. Pada tanaman yang berasal dari umbi utuh mampu membentuk anakan
Universitas Sumatra Utara

paling tinggi. Hal ini diduga karena tidak adanya gangguan fisik sehingga pada waktu pembentukkan jumlah anakan umbi utuh sudah dapat membentuk anakan sesuai dengan umurnya. Sedangkan pada umbi yang di belah memerlukan waktu yang lebih lama dalam pembentukkan anakan. Sehingga pada waktu umbi-umbi utuh sudah terbentuk anakan dan umur fisiologis sudah optimum pada tanaman yang berasal dari umbi belah baru tumbuh normal, dengan demikian anakan yang terbentuk hanya sedikit. Hal serupa juga terjadi pada jumlah umbi, dimana umbi yang terbentuk berasal dari setiap anakan. Jika semakin banyak anakan maka umbi yang dihasilkan juga semakin banyak begitu sebaliknya. Hasil penelitian Putrasamedja (1993) pemakaian umbi utuh pada bawang merah menghasilkan anakan terbanyak yakni 4,67 anakan, sedangkan umbi belah 2 (2,67 anakan), belah 3 ( 2,67 anakan), belah 4,5, dan 6 (2,33 anakan).
Kecenderungan penurunan bobot segar umbi baik per sampel maupun per plot bukan disebabkan adanya ketidakmampuan dalam pembentukan umbi secara rata-rata baik per sampel maupun per plot. Tetapi hal ini berasal dari perbedaan besar kecilnya umbi dari masing-masing tanaman yang ada kaitannya dengan banyak sedikitnya belahan umbi. Semakin banyak belahan per umbi cenderung semakin kecil rata-rata bobot umbi per sampelnya dan produksi per plot juga kecil. Selain itu perbedaan produksi antara umbi yang ditanam utuh dengan umbi dibelah-belah ini ada pada pertumbuhan awal yang berbeda-beda, sehingga hal ini cenderung berpengaruh terhadap proses produksi. Walaupun demikian rata-rata umbi yang tumbuh masih mampu berproduksi karena suhu