Kerangka Teori .1 Realisme Pendahuluan

7 Universitas Sumatera Utara tentang realisme hubungan internasional terkait posisi Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan diresmikan pada tahun 2015, serta dapat menjadi rujukan dan referensi bagi peneliti lainnya, 2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan masukan bagi Pemerintah Indonesia dalam mengeluarkan kebijakan – kebijakan luar negeri yang strategis khususnya di kawasan Asia tenggara. 3. Secara pribadi, penelitian ini memberikan wawasan yang sangat berarti bagi peneliti dalam memahami konsep realisme hubungan internasional terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 khususnya posisi Indonesia didalamnya. 1.6 Kerangka Teori 1.6.1 Realisme Beberapa eksponen utama realisme berpendapat bahwa perhatian atau keputusasaan moral pribadi mereka pada dunia, bukan berarti bahwa kita bisa mengubahnya. Beberapa aspek dari tingkah laku manusia itu bersifat abadi seiring ruang dan waktu. Kaum realis berpendapat bahwa ada hukum – hukum yang tidak berubah yang mengatur tingkah laku individu dan negara ; negara, layaknya laki – laki, fitrahnya itu egois dan agresif serta akan mengejar kepentingan – kepentingan Universitas Sumatera Utara 8 mereka sehingga merugikan orang lain serta tidak memandang batasan – batasan hukum atau moralitas apa pun. Kaum realis menyatakan bahwa masalah utama dalam hubungan internasional salah satunya adalah anarki. Anarki berlaku karena dalam hubungan internasional tidak ada otoritas kedaulatan yang memaksakan aturan hukum dan menjamin yang bersalah di hukum. Dengan demikian, kaum realis berpendapat bahwa perang sama sekali tidak bisa dicegah. Oleh karena itu, perlu kiranya bersiap siaga menghadapai perang. Hanya dengan cara ini perang sebenarnya bisa di tahan atau sedikitnya dikontrol 8 . Nicholas J. Spykman mengatakan bahwa kondisi yang dicirikan oleh hubungan antar kelompok dari dalam sebuah negara hanya selama masa krisis dan kehancuran yang dialami oleh pemerintahan pusat adalah merupakan hal yang normal saja dilihat dari perspektif hubungan antar negara di dalam sistem internasional. Dalam sistem hubungan antarnegara tadi sistem internasional sebagaimana halnya dengan kelompok – kelompok sosial lainnya, senantiasa dilandasi oleh suatu proses yakni kerjasama, akomodasi dan pertentangan. Oleh karena itu kedudukan negara dalam masalah ini harus mengembangkan kekuatannya power positioning . Maka demikian titik sentral argumentasi 8 Jill Steans dan Llyold Pettiford. Hubungan Internasional : Perspektif dan Tema. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, hal. 46-47 Universitas Sumatera Utara 9 kerangka bangunan teorisasi realisme politik dan hubungan internasional terletak di dalam konsep : “ balance of power “ perimbangan kekuatan dan geopolitical. Frederick L. Schumann melihat konsep power itu sebagaimana dimiliki oleh militer. Hal ini dapat dimanfaatkan menjustifikasikannya ke dalam kebijakan politik nasional domestik yang bertujuan untuk membendung arus ancaman, tantangan yang datang dari luar yang akan mengganggu eksistensi sistem politik nasional tersebut. Dalam kaitannya dengan perannya dalam hubungan dengan negara lain sebagaimana akan tercermin di dalam sistem internasional maka diperlukan suatu model yakni berupa modelpola hubungan yang bersifat perimbangan kekuatan untuk mengatur mekanisme kerja sistem tersebut. Penggunaan kekuatan militer di sini, sebagai alat untuk menjelaskan operasionalisasi kekuatan power dilihat dari persepsi sistem politik nasional pemerintahan nasional . Hans J. Morgenthau, penganut aliran pemikiran realisme politik dan hubungan internasional yang paling fanatik dalam buku klasiknya Political Among Nations : The Struggle for Power and Peace, bahwa perjuangan untuk kekuasaan dijadikan sebagai pemberian makna atas politik internasional seperti juga politik – politik lainnya. Sebagai tujuan akhir politik internasional adalah power. Power diletakkan sebagai titik sentral bagi sebuah perjuangan dicirikan oleh penggunaan dan manipulasi sumber – sumber militernya 9 . 9 P. Anthonius Sitepu. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011 hal. 56-57 Universitas Sumatera Utara 10 Menurut Kegley dan Wittkopf sekurang – kurangnya ada 10 asumsi pokok realisme : 1. Manusia pada dasarnya mementingkan dirinya sendiri tanpa memedulikan etika dan selalu terdorong untuk mengambil keuntungan dalam hubungan dengan orang lain, 2. Hasrat manusia untuk berkuasa dan mendominasi orang lain merupakan niat buruk yang paling menonjol dan berbahaya dalam hubungan dengan sesamanya, 3. Peluang untuk menghilangkan hasrat untuk meraih kekuasaan hanyalah sebuah aspirasi yang utopis, 4. Esensi dari politik internasional adalah pertarungan untuk meraih kekuasaan dimana prinsip War of All Against All berlaku, 5. Kewajiban utama negara yang melampaui semua tujuan nasional lainnya adalah memperjuangkan kepentingan nasional dan meraih kekuasaan untuk mewujudkannya, 6. Sistem international yang anarkhis memaksa negara untuk meningkatkan kapabilitas militernya guna menangkal serangan dari musuh potensial dan menjalankan pengaruhnya atas neagra lain, Universitas Sumatera Utara 11 7. Kekuatan militer lebih penting daripada ekonomi demi tercapainya keamanan nasional dan pertumbuhan ekonomi hanyalah sarana untuk mencapai dan memperluas kekuasaan dan prestise negara 8. Sekutu dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan negara dalam mempertahankan diri tetapi kesetiaan dan keandalannya tidak bisa dipastikan sebelumnya, 9. Negara tidak boleh mengandalkan organisasi internasional atau hukum internasional untuk menjamin keamanan nasionalnya. Selain itu negara juga harus menolak setiap upaya pengaturan prilaku internasional melalui mekanisme pemerintahan global, 10. Karena semua negara berusaha untuk meningkatkan kekuatannya maka stabilitas hanya bisa dicapai melaui keseimbangan kekuatan balance of power yang diperlancar oleh pembentukan dan pembubaran aliansi – aliansi yang saling bertentangan 10 . Ciri utama negara modern adalah bahwa negara mempunyai wilayah yang jelas, sebuah pemerintahan yang diberi otoritas kedaulatan serta pelaksanaan kekuasaan terhadap rakyat. Oleh karena itu, maka ciri utama negara adalah kedaulatan. Ada dua jenis kedaulatan yang berkaitan dengan negara : kedaulatan internal berarti penyelenggaraan otoritas di dalam sebuah wilayah tertentu ; 10 Aleksius Jemadu, Op. Cit, hal. 21-22 Universitas Sumatera Utara 12 sementara itu, kedaulatan eksternal meliputi pengakuan dari negara – negara lain sebagai pihak sah yang berhak bertindak bebas di dalam urusan – urusan internasional, yakni misalnya, untuk membuat aliansi – aliansi, menyatakan perang dan sebagainya. Tema utama kedua realisme dalam hubungan internasional adalah kekuasaan. Kekuasaan pada dasarnya bisa dianggap sebagai konsep persaingan, yakni, sesuatu yang atasnya terdapat berbagai ketidaksepakatan mendasar. Lebih jauh, kekuasaan merupakan sebuah kata yang seolah – olah sangat mirip dengan kata – kata lainnya seperti otoritas, pengaruh dan paksaan. Realisme banyak berbicara tentang kekuasaan dalam hubungan internasional. Realisme tidak mengklaim mengatur semua jenis kekuasaan maupun semua jenis hubungan kekuasaan, tetapi realisme mengklaim mengenali dasar yang menyusun kekuasaan dalam hubungan internasional. Para kaum realis telah sangat berhati – hati dalam memberikan definisi tentang kekuasaan dan menunjukkan cara memperkirakannya, serta, yang penting sekali, pihak yang menguasainya. Bagi realisme, esensi kekuasaan adalah kemampuan untuk mengubah tingkah lakuuntuk mendominasi. Beberapa kaum realis memaknai kekuasaan dalam istilah zero-sum situasi yang di dalamnya kemenangan yang diperoleh pihak tertentu merupakan kekalahan bagi pihak lain yang ekstrem. Individu, seperti negara, mempunyai kekuasaan yang dimiliki pihak lain. Secara tradisional, Universitas Sumatera Utara 13 penganut realisme melihat kapabilitas militer sebagai esensi kekuasaan dengan alasan – alasan yang sangat jelas. Kapasitas untuk bertindak secara militer memberikan negara – negara kemampuan untuk menangkal serangan terhadap mereka, dengan demikian, menjamin keamanan mereka. Kemampuan semacam ini juga memungkinkan mereka untuk melancarkan serangan terhadap pihak – pihak lain untuk tujuan – tujuan tertentu. Kaum realis menganggap kapabilitas militer merupakan kemampuan yang sangat penting. Kapabilitas militer mempresentasikan hal yang paling mendasar, penengah akhir berbagai pertentangan internasional. Kekuasaan merupakan tujuan akhir dalam dirinya sendiri end in itself maupun sebagai alat untuk mencapai tujuan means to an end , akan menahan serangan dari luar atau memberikan kemampuan untuk mengakusisi wilayah di luar negeri. Dalam dunia yang terdiri dari negara – negara merdeka, kekuatan telah dianggap sebagai penengah akhir dalam penyelesaian berbagai perbedaaan. Oleh karena itu, potensi atas kemampuan militer tergantung pada sejumlah faktor seperti ukuran populasi, ketersediaan sumber daya alam, faktor – faktor geografis dan tipe pemerintahan 11 . Secara umum, realisme cenderung mengenyampingkan wilayah – wilayah yang tidak terlalu berhubungan dengan hubungan internasional dan, sehubungan 11 Jill Steans dan Lloyd Pettiford, op.cit., hal. 59-62 Universitas Sumatera Utara 14 dengan ini, berpendapat bahwa kerjasama tersebut menguntungkan bagi negara – negara yang terlibat. Asumsi dasar realisme mencakup sebuah kepercayaan bahwa meski banyak hal yang membuat kita tertarik tentang dunia, semua itu tidak seharusnya membuat kita lupa pada tampilan intinya. Mereka percaya bahwa negara – negara hanya bergabung ke dalam institusi – institusi internasional dan terlibat ke dalam kesepakatan – kesepakatan kerjasama ketika hal tersebut cocok bagi negara – negara tersebut. Sehingga kesepakatan seperti kesepakatan aliansi atau kerjasama bisa dilanggar atau diingkari, jika dan ketika kesepakatan tersebut bertetntangan dengan kepentingan nasional, semudah seorang pemburu, dalam analaogi seperti dalam kotak, meninggalkan pengejarannya terhadap seekor rusa agar dapat menangkap seekor kelinci. Hal yang paling penting adalah, bagi kaum realis, bahwa institusi - intitusi internasional itu penting hanya pada tahapan institusi – institusi tersebut mengarahkan negara – negara untuk mengejar kepentingan – kepentingan mereka 12 . 1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian