Efektifitas Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Kinerja Reproduksi Tikus Bunting

EFEKTIVITAS PEMBERIAN ESTRADIOL DAN
PROGESTERON PADA KINERJA REPRODUKSI TIKUS
BUNTING

OLEH:

ARYAN1 SlSMlN SATYANINGTIJAS

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2001

ABSTRAK
ARYAN1 SISMM SATYANINGTIJAS. Efektivitas Pemberian Estradiol dan
Progesteron pada Kineja Reproduksi Tikus Bunting. Di bawah bimbingan TONNY
MANALU,
UNGERER
(Alm)
sebagai
ketua
komisi,

WASMEN
D.T.H.SIHOMBING, S.HAMDAN1 NASUTION dan SRIHADI AGUNGPRIYONO
sebagai anggota.
Dua percobaan pada tikus bunting dilakukan untuk mengetahui apakah pernberian
estradiol dan progesteron dapat meningkatkan penampilan reproduksi.
Pada
percobaan pertama, 378 ekor tikus disuntik secara subcutan dengan estradiol (0,
1,06775, 2,1355 pg/g BB) dan progesteron (0, 4,281, 8,562 qg/g BB) pada hari ke-0,
2, 4, 6, 8, 10 dan 12 kebuntingan, menggunakan rancangan acak lengkap pola
faktorial. Pada percobaan ke-2 estradiol dan progesteron disuntikkan sampai dengan
hari ke-5 dan ke-12 kebuntingan pada 108 ekor tikus. Hasil dari percobaan
menunjukkan kandungan total DNA uterus meningkat sampai dengan 145 % pada
pemberian progesteron dengan dosis 8,562 qg/g BB sedangkan total glikogen dan
kolagen menurun dengan pemberian estradiol dan progesteron. Jumlah korpus luteum,
titik implantasi ,bobot uterus dan kandungan total RNA uterus tidak berubah. Pada
percobaan ke-2 pemberian estradiol dan progesteron selama 12 hari kebuntingan
meningkatkan bobot kering uterus, kandungan total DNA, RNA, glikogen uterus dan
bobot badan anak. Estradiol dan progesteron yang diberikan selama 5 dan 12 hari
kebuntingan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kandungan total kolagen
uterus, bobot basah dan bobot air uterus, jumlah korpus luteum, jumlah titik implantasi

dan jumlah anak. Penelitian ini menunjukkan bahwa hanya pemberian progesteron
dengan dosis tinggi (8,562 qglg BB) secara efektif akan meningkatkan lingkungan
uterus dan tampilan reproduksi. Data juga menunjukkan bahwa pemberian estradiol
dan progesteron selama 12 hari kebuntingan meningkatkan lingkungan uterus dan ratarata bobot badan anak.

ABSTRACT
ARYAN1 SISMIN SATYANINGTIJAS. Effects of Estradiol and Progesterone
Administration on Reproductive Performance in Pregnant Rats. Under The Direction
of TONNY UNGERER, WASMEN MANALU, D.T.H.SIHOMBING, S.HAMDANI
NASUTION and SRIHADI AGUNGPRIYONO.
To determine whether administration of estradiol and progesterone improve
reproductive performance, two experiments in pregnant rats were conducted. In the
first experiment, 378 rats were injected (sub-cutaneously) with estradiol (0, 1.06775,
2.1355 pg/g BW) and progesterone (0, 4.281, 8.562 qglg BW) on day 0, 2, 4, 6, 8,
10, 12 of pregnancy, according to a factorial study design. In the second experiment,
estradiol and progesterone were administered up t o day 5 and day 12 of pregnancy in
108 rats, respectively. We found that total uterine DNA content increased to 145 %
of baseline with 8.562 ng/g BW progesterone, whereas total glycogen and collagen
decreased with estradiol and progesterone treatment. The number of corpus luteum
and implantation sites, uterine weight and total uterine RNA content did not change.

In the second experiment, administration of estradiol and progesterone for I 2 days
increased uterine dry weight, total uterine DNA, RNA and glycogen content, and also
body weight. Estradiol and progesterone, for 5 and 12 days, had no effect on total
uterine content, wet weight and water content of the uterus, the number of corpus
luteum, the number of implantation sites and pups. These experiments demonstrate
that only the high-dose progesterone administration effectively improved the uterine
environment and thus improved reproductive performance. The data also indicate that
administration of estradiol and progesterone for 12 days improved the uterine
environment and the average of body weight.

.;

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
EFEKTMTAS PEMBEIUAN ESTRADIOL DAN PROGESTERON PADA
KINERJA REPRODUKSI TIKUS BUNTING
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.


Bogor, Agustus 2001

ARYAN

SATYANINGTIJAS

EFEKTIVITAS PEMBERIAN ESTRADIOL DAN
PROGESTERON PADA KINERJA REPRODUKSI
TIKUS BUNTING

OLEH:

ARYAN1 SISMIN SATYANINGTIJAS

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Biologi

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2001

Judul Disertasi
Nama
Nomor Pokok
Program Studi
Sub Program Studi

: Efektivitas Pemberian Estradiol dan Progesteron
Pada Kinerja Reproduksi Tikus Bunting
: Ary ani Sismin Saty aningtijas
: BIO. 95574
: Biologi
: Fisiologi

Meny etujui :
Komisi Pembimbing

Prof. Tonny Ungerer, Ph.D. (Alm)

Ketua
2. Anggop Komisi

Ir. Wasmen Manalu, Ph.U.
Anggota

Prof. D.T.H. Sihombing, P ~ . D .
Anggota

.

Drh. Hamdani Nasution, Ph.D.
Anggot a

Drh. Srihadi Appngpriyono, Ph.D.
Anggot a

3. Ketua Program Studi Biologi

Br


am Pascasarjana

Dr. Dede Setiadi

--

L.
2
-

Tan@ Lulus : 9 A p s t u s 2001

2 1 NOV 2001

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1960 di Bondowoso, Jawa Timur
dari keluarga bpk. Siswojo (alm.) dan ibu Soedarminah (almh.) sebagai anak keempat
dari tujuh bersaudara. Pada tahun 1986 penulis menikah dengan Dadang Sudjana, SE.
dan dikaruniai dua orang anak: Regi Ryanda dan Riza Ryanda.

Pendidikan sekolah dasar di SDK Maria Fatima I, sekolah menengah pertama di
SMPN I dan sekolah menengah atas di SMAN I diselesaikan di Jember, Jawa Timur.
Penulis diterima di EPB pada tahun 1979 melalui Proyek Perintis I1 dan masuk sebagai
mahasiswa FKH sebagai angkatan 16 (angkatan Gelatin). Penulis menerima gelar
Sarjana Kedokteran Hewan (Dra.Med Vet.) pada tahun 1983 dan menerima gelar
profesi Dokter Hewan (drh.) pada tahun 1984. Pada tahun 1991 penulis mendapatkan
gelar Master of Science (M.Sc.) dari University of Missouri Columbia, USA.
Sejak tahun 1986 hingga kini, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Bagian
Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahrnat dan
karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini dapat terselesaikan.
Berkat dorongan semangat, bimbingan dan arahan para pembimbing, penulis
akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini, untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada almarhum Prof. drh. Tonny Ungerer Ph.D.
yang telah mendahului kita menghadap Yang Kuasa dan tidak mempunyai kesempatan
untuk menguji penulis, Ir. Wasmen ManaIu Ph.D. yang telah banyak memberikan
pemikiran dan arahan penelitian, Prof drh. D.T.H. Sihombing Ph.D., drh. S. Hamdani
Nasution Ph.D., dan drh. Srihadi Agungpriyono Ph.D. yang membimbing penulis

dalam analisis data dan penulisan.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Fakultas Kedokteran Hewan
khususnya Bagian Fisiologi dan Farmakologi, Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor dan Proyek Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tanpa dorongan dan semangat dari teman-teman dan sahabat di Bagian Fisiologi
dan Farmakologi, FKH-IPS (dik Rini, Hera, Dewi, Koekoeh, Agik, Rita, Isdoni, mbak
Ietje, mas Bambang dan semuanya) mungkin disertasi ini tak akan terwujud. Kepada
pak Edi, pak Pairin, dan mbak Asmarida terima kasih atas bantuannya. Terima kasih
yang tak terhingga penulis ucapkan kepada teman sepejuangan yang teIah banyak
membantu terselesainya penelitian dan disertasi ini, Ir. Hernawati M.S dan kepada
mahasiswa bimbingan saya, Rohani Samosir. Teman-teman di laboratorium Anatomi
dan Histologi, Guris, pak Yoni, mas Adi, dik Tutek, Novie, Dini, Esthi dan pak
Maman terima kasih atas segala perhatian dan bantuannya.
Semoga segala
kebaikannya mendapatkan balasan dari Yang Esa.
Tak lupa untuk Cecep, abinya
Eldin, dan pak Dede dari HPT-Faperta, terima kasih untuk bantuannya.
Penulis juga tak akan melupakan segala bantuan, perhatian dan dorongan moril
maupun materiil yang diberikan oleh sahabat tersayang Sri Utami Handayani ,

Darnayanti Buchori, F. Maulana, dan mbak Ning semoga amal dan kebaikannya akan
mendapatkan pahala yang berlebih dari Allah SWT.
Terakhir penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah
pergi menghadap Allah SWT atas doa-doa yang pernah berkumandang untuk penulis
tanpa sempat melihat keberhasilan penulis saat ini. Untuk mama-papa 3ana Sudjana
dan kakak-kakakku (mas Dodi, mas Toni, mas Rudi, Teh Ayu) serta adikku (Ita,
Dandi, Edi, Iwan dan Agung) terima kasih atas bantuan dan doanya. Terima kasih
yang tak terhingga juga penulis persembahkan untuk suarni tercinta, Dadang Sudjana
dan anak-anakku (Regi dan Riza) atas pengertian dan kesabarannya dalam menghadapi
sikap penulis selama dalam penyelesaian disertasi ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis hanya berharap semoga segala
jerih payah penulis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Agustus, 200 1
Aryani S.S

DAFTAR 1SI
Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................................

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................


vi
vii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................

ix

PENDAHULUAN ..............................................................................
Tujuan .....................................................................................
Manfaat dan Kegunaan Hasil PeneIitian ...................................
Hipotesis .................................................................................

1
5
5
6

TDJJAUAN PUSTAKA ......................................................................
Biologi Reproduksi Tikus Putih ...............................................
Hormon Reproduksi ...............................................................
Estrogen ...........................................................................
Progesteron .....................................................................
Kinej a Reproduksi ..................................................................
Asam Nukleat ..........................................................................
Mekanisme K e j a Hormon Steroid pada Ekspresi Gen .............

7
14
17
17
20
22
24
26

MATElU DAN METODE PENELITIAN ..........................................
Rancangan Percobaan .............................................................
Protokol Percobaan .................................................................
Prosedur Pengambilan Sampel dan Pengukuran Sampel ...........
Pembuatan Preparat Histologi dan Pewarnaan .........................
Analisis Kimia Jaringan Uterus ................................................
..
. .
Anal~slsS t a t ~ s t ~......................................................................
k

28
29
30

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
Pengaruh Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Tikus
pada Hari ke.0. 2. 4. 6. 8. 10. dan 12 Kebuntingan ..................
Pengaruh Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Tikus
Bunting Selarna 5 dan 12 Hari kebuntingan ..............................
Pengaruh Pemberian Estradiol dan Progesteron Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Serta Daya Tahan Hidup
Anak Sampai Usia Lepas Sapih ................................................
Pembahasan Umum .................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

34

34
35
36
37

DAFTAR TABEL

1. Rataan jumlah korpus luteum, jumlah titik implantasi selisih,
jumlah korpus luteum dan titik implantasi tikus selama
hari kebuntingan 0 s/d 12 pada berbagai kombinasi
dosis estradiol dan progesteron.. ...............................................
2. Rataan bobot uterus tikus selama hari kebuntingan 0 s/d 12

pada berbagai kornbinasi dosis estradiol dan progesteron .....
3 . Rataan kandungan total DNA, RNA, gEkogen dan kolagen
uterus tikus selama hari kebuntingan 0 s/d 12 pada
berbagai kombinasi dosis estradiol dan progesteron ...........

4. Rataan bobot uterus tikus pada penyuntikan sampai masa
implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) .............................
5. Rataan kandungan total DNA, RNA, glikogen dan
kolagen uterus tikus bunting pada penyuntikan sampai masa
implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) .....................................
6 . Rataan jumlah korpus luteum, jumlah titik implantasi, selisih
korpus luteum dan titik implantasi, jumlah anak, selisih
jurnlah titik implantasi dan anak pada penyuntikan
sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ................

7. Rataan bobot badan anak tikus minggu (0-4) pada penyuntikan
sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ................

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Mekanisme kerja hormon steroid pada ekspresi gen ..................

27

Kandang tikus .........................................................................

31

Bagian abdomen tikus ..............................................................

33

Uterus tikus .............................................................................

33

Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan
progesteron pada jumlah korpus luteum ...................................
Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan
progesteron pada jurnlah titik implantasi ...............................
Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan progesteron
pada selisih jumIah korpus luteum dan titik irnplantasi ..............
Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan
progesteron pada bobot basah uterus tikus ...............................
Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan
progesteron pada bobot kering uterus tikus .............................
Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan
progesteron pada bobot air uterus tikus .............................
Kandungan total DNA uterus pada kebuntingan hari 0 d d 12.
Distribusi DNA pada uterus tikus bunting hari ke 4 dan 12
pada sel-sel jaringan endometrium dan plasenta dengan
pewarnaan hemaktoksilin-eosin.. ...............................................
Kandungan total RNA uterus pada hari kebuntingan 0 d d 12 ....
Distribusi RNA pada uterus tikus bunting hari ke-12
pada inti sel-sel jaringan endometrium dan plasenta
' denganpewarnaan hemaktoksilin.. .............................................
Kandungan total glikogen uterus tikus pada hari
kebuntingan 0 sld 12.................................................................

Distribusi glikogen pada uterus tikus bunting hari
ke- 4 dan 12 dengan pewarnaan PAS. .....................
Kandungan total kolagen uterus tikus pada hari
kebuntingan 0 s/d 12................................................................
Distribusi kolagen pada uterus tikus bunting
hari ke-4 dan 12 dengan pewarnaan Azan .................................
Bobot kering uterus tikus pada penyuntikan sarnpai
masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) .......................
Kandungan total DNA uterus tikus bunting pada penyuntikan
sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) .............
Kandungan total RNA uterus tikus bunting pada penyuntikan
sarnpai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12)..................
Kandungan total glikogen uterus tikus bunting pada penyuntikan
sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ................
Kandungan total kolagen uterus tikus bunting pada penyuntikan
sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ................
Bobot badan mingguan anak tikus pada penyuntikan
sarnpai masa implantasi (H-5) ..................................................
Bobot badan mingguan anak tikus pada penyuntikan
sampai masa plasentasi (H-12) .............................................

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Daftar sidik ragam total jumlah korpus luteum tikus pada hari
kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan progesteron
yang berbeda ..........................................................................

79

Dafiar sidik ragam total jurnlah titik implantasi tikus pada hari
kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol dan progesteron
yang berbeda .................. .:.. .....................................................

79

Daftar sidik ragam total selisih jurnlah korpus luteum dan titik
implantasi tikus pada hari kebuntingan 0-12 pada dosis
estradiol dan progesteron yang berbeda ...................................

80

Daftar sidik ragam bobot basah uterus tikus pada hari
kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda ,.......................................................

80

Daftar sidik ragam bobot kering uterus tikus pada hari
kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda ........................................................

81

Daftar sidik ragarn bobot air uterus tikus pada hari
kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda ........................................................

81

Daftar sidik ragam kandungan total DNA uterus tikus pada
hari kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda ........................................................

82

Daftar sidik ragam kandungan total RNA uterus tikus pada
hari kebuntingand-12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda .......................................................

82

Daftar sidik ragam kaildungan total glikogen uterus tikus
pada hari kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol
dan progesteron yang berbeda ..................................................

83

Daftar sidik ragam kandungan total kolagen uterus
tikus pada hari kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol
dan progesteron yang berbeda ..................................................

83

1 1.

Daftar sidik ragam total jumlah korpus luteum uterus
tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi
(H5) dan plasentasi (H12) ................................................

12.

Dafiar sidik ragam total jumlah titik implantasi uterus
tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi
(H5) dan plasentasi (HI 2) .......................................................

84

Daftar sidik ragam total selisih jumlah korpus luteum dan
titik implantasi uterus tikus pada penyuntikan sampai
masa implantasi (H5) dan plasentasi (HI 2) ...............................

85

Daftar sidik ragam jumlah anak tikus pada penyuntikan
sampai masa implantasi (H5) dan plasentasi ( ~ 1 2....................
)

85

Daftar sidik ragam selisih jurnlah titik implantasi d m
anak tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi
(H5) dan plasentasi (H12) .......................................................

86

13.

14.

15.

16.

Daftar sidik ragam bobot basah uterus tikus pada
penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan plasentasi
(H12) ...........................................................................

17.

Daftar sidik ragam bobot kering uterus tikus pada penyuntikan
sarnpai masa implantasi (H5) dan plasentasi (H12) ...................

87

Daftar sidik ragam bobot air uterus tikus pada penyuntikan
sampai masa implantasi (H5) dan plasentasi (H12) ...................

87

Dafiar sidik ragam kandungan total DNA uterus tikus pada
penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (H 12) .......................................................................

88

Daftar sidik ragam kandungan total RNA uterus tikus pada
penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (H12) ......................................................................

88

Daftar sidik ragam kandungan total glikogen uterus tikus
pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi -1 2) .......................................................................

89

18.

19.

20.

2 1.

Daftar sidik ragam kandungan total kolagen uterus tikus
pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (H 1 2) .................................................................
Daftar sidik ragam bobot lahir total anak tikus pada
penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (HI 2) .......................................................................
Daflar sidik ragam bobot lahir rata-rata anak tikus
pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (H 12) ...................................................................
Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-0
pada penyuntikan sampai masa impIantasi (H5) dan
plasentasi (HI 2) .......................................................................
D&ar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-1
pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (H12) .......................................................................

Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-2
pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (HI 2) .......................................................................
Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-3
pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan
plasentasi (HI 2) .....................................................................
Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-4
pada penyuntikan sampai masa impIantasi (H5) dan
plasentasi (HI 2) .......................................................................
Daftar sidik ragam pertambahan bobot badan harian an&
tikus pada penyuntikan sampai masa impIantasi (H5)
dan plasentasi (HI 2) ................................................................
Rataan kandungan total DNA uterus tikus pada hari
kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda ........................................................
Rataan kandungan total RNA uterus tikus pada hari
kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda ........................................................

33. Rataan kandungan total glikogen uterus tikus pada hari
kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol dan
progesteron yang berbeda ........................................................

34. Rataan kandungan total kolagen uterus tikus pada hari
kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol
dan progesteron yang berbeda ..................................................
35. Rataan pertambahan bobot badan harian anak tikus

pada penyuntikan sampai implantasi (H5)
dan plasentasi (H12) ................................................................

PENDAHULUAN
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan asaI protein hewani diperlukan
adanya peningkatan kuantitas (populasi) maupun kualitas hewan ternak yang dimasa
sekarang ini masih merupakan pilihan konsumsi utama masyarakat.

Akan tetapi

pengelolaan hewan ternak secara tradisional saja seperti yang masih banyak terdapat
pbJa rakyat pedesaan dewasa ini dirasakan kurang dapat mencapai peningkatan
seperti yang diharapkan

Suatu usaha yang dapat meningkatkan kuantitas dan

kualitas hewan ternak dapat dilakukan melalui suatu penelitian dasar di bidang
fisiologi-reproduksi, terutama usaha pengembangan ternak politokus (ternak yang
dapat menghasilkan anak lebih dari satu dalam satu kali kebuntingan) sehingga usaha
peningkatan kebutuhan pangan asal protein hewani dapat cepat tercapai.
berbagai

penelitian,

tikus

putih

dipakai

sebagai

hewan

model

Dalarn

karena tikus

mempunyai sifat yang cepat berkernbangbiak, selang generasinya pendek, siklus
reproduksinya singkat, cara pemeliharaannya mudah dan biayanya relatif murah
(Malole dan Pramono, 1989).
Keberhasilan peningkatan populasi suatu spesies tidak hanya berdasarkan
pada jurnlah pertemuan antara sperma dan sel telur saja, akan tetapi pengaruh hormon
kebuntingan juga sangat penting.

Progesteron dan estradiol adaIah hormon-hormon

yang banyak sekali mengaiami perubahan pada saat birahi aan pada saat kebuntingan.
Selama kebuntingan,

pertumbuhan dan perkembangan uterus dipengaruhi oleh

meningkatnya konsentrasi

progesteron

dan estradiol (Anderson et al., 198 1,

Anderson, 1986; Tucker, 1987). Kambing yang termasuk ternak politokus, insiden
kematian prenatalnya cukup tinggi, yang disebabkan
oleh tidak dihasilkannya progesteron pada plasenta atau sekresi progesteron tidak
mencukupi untuk mempertahankan kebuntingan (Nalbandov, 1976).
Aktivitas reproduksi ternak berlangsung setelah dewasa keIamin tercapai,
diawali dengan terjadinya ovulasi yang merupakan proses pelepasan sel telur yang
sudah matang dari ovarium. Apabila terdapat sperma pada saluran reproduksi maka
akan terjadi fertilisasi yaitu peleburan antara sel telur yang diovulasikan dengan
spermatozoa. Selanjutnya dua sel kelamin yang telah bersatu tersebut membutuhkan
tempat untuk berkembang dalam uterus melalui perlekatannya pada dinding uterus,
yang dikenal dengan istilah implantasi.

Konsentrasi progesteron dan estradiol yang

cukup diperlukan untuk berlangsungnya proses ini.
Selama kebuntingan, estrogen dan progesteron dihasilkan oleh korpus luteum
dan plasenta.

Pada tikus, korpus luteum merupakan penghasil utama progesteron

(Taya dan Greenwald,

1981).

Pola sekresi estrogen dan progesteron selama

kebuntingan erat kaitannya dengan kebutuhan akan hormon-hormon tersebut, dan
peningkatan sekresi hormon tersebut erat kaitannya dengan peningkatan ukuran dan
aktivitas kelenjar penghasil hornion yaitu korpus luteum pada awal kebuntingan,
kemudian diikuti oleh plasenta pada pertengahan kebuntingan (Ichikawa et al., 1974;
Taya dan Greenwald, 1981).
Progesteron adalah hormon yang b e h n g s i untuk proliferasi sel-sel uterus
(dalam proses implantasi) dan untuk merangsang kelenjar susu uterus yang akan
menghasilkan susu uterus untuk embrio sehingga kebuntingan dapat dipertahankan.

Selama kebuntingan progesteron befingsi menekan produksi prostaglandin (Wilson
and

Connell,

1991)

dan

mengatur

pengambilan

relaksin

(Downing

and

Hollingsworth, 1993) sehingga progesteron dapat menghambat kontraksi miometrium
yang menjamin ketenangan pemukiman embrio.

Lebih lanjut progesteron berfungsi

menggertak pertumbuhan plasenta untuk keperluan penyaluran rnakanan dari induk
ke fetus dan zat buangan dari fetus ke induk. Progesteron juga bekerja sama dengan
estradiol untuk merangsang pertumbuhan kelenjar ambing pada induk yang meliputi
perbanyakan saluran (percabangan) dan sel-sel alveoli yang mensekresi susu selama
laktasi (Reeves, 1987). Kerja dari progesteron selalu diawali oleh kerja dari estradiol.
Estradiol merangsang perkembangan mukosa uterus di awal kebuntingan dan
perkembangan kelenjar susu selama kebuntingan (Guyton, 1994).
dengan laktogen plasenta, estradiol berperan

Bersama-sama

sebagai luteotropik yaitu bersifat

mempertahankan keberadaan korpus luteum supaya tetap mensekresikan progesteron
(Gibori et al., 1979).
Pola hormonal

pada saat awal kebuntingan

akan mempengaruhi pola

perkembangan dan implantasi embrio (Lapolt et al., 1990).

Peningkatan estradioI

sebelum owlasi yang diikuti oleh peningkatan progesteron setelah ovu1asi berperan
dalam persiapan lingkungan uterus untuk proses implantasi dan perkembangan
embrio selanjutnya (Manalu dan Sumaryadi, 1995). Pertumbuhan dan perkembangan
embrio

selama awal kebuntingan Iebih banyak

ditentukan oleh pembentukan

lingkungan mikro uterus dan perkembangan embrio selanjutnya sangat bergantung
pada sekresi zat-zat makanan yang dihasilkan d e h kelenjar susu pada uterus.

Sejauh ini informasi yang ada mengenai fingsi estradiol dan progesteron pada
peranannya dalam mempertahankan kebuntingan dilakukan dengan suatu teknik
superovulasi yang ditujukan untuk memperbanyak jumlah folikel dan jumlah sel telur
yang diovulasikan.

Sedangkan penelitian ini dilakukan untuk melihat Iangsung

efektivitas pemberian estradiol dan progesteron selama masa kebuntingan dari
yeriode praimplantasi (hari ke-0, 2 dan 4), implantasi (hari ke-6), praplasentasi (hari
ke-8 dan 10) dan plasentasi (hari ke-12) pada tikus putih (Rattus sp.), serta pengaruh
pemberian estradiol dan progesteron
kebuntingan,

dengan

harapan

selama 5 hari kebuntingan dan

bahwa pemberian

hormon

tersebut

12 hari

akan

lebih

meningkatkan kondisi lingkungan mikro uterus sehingga jumlah anak yang dilahirkan
lebih banyak dan akan memiliki kondisi yang lebih baik dan hidup sehat sampai usia
lepas sapih.
Implantasi

adalah

suatu

aktivitas

fisiologis

yang

terjadi

pada

awal

kebuntingan dimana embrio akan melekat pada dinding uterus.

Keberhasilan

implantasi merupakan salah satu indikasi tingkat fertilitas ternak.

Dalam sektor

peternakan ini dapat diartikan sebagai suatu peningkatan produksi.

Peningkatan

keberhasilan implantasi ini dimaksudkan untuk mengurangi kematian embrional
dengan perbaikan pertumbuhan prenatal sehingga induk dapat menghasilkan anak
yang sehat dengan daya tahan hidup yang baik dan sifat reproduksi yang lebih baik.
Ada hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa perubahan pada Iingkungan
praimplantasi embrio dapat mempengaruhi perkembangan embrionya.

Penambahan

progesteron pada sapi yang sedang bunting (1 sampai 4 hari urnur kebuntingan) akan
meningkatkan

pertumbuhan

fetus

dibanding

dengan

fetus

sapi

yang

tidak

mendapatkan penambahan progesteron selama kebuntingannya. Pengaruh perubahan
lingkungan ini dikatakan sangat nyata pada hari-hari pertama dari perkembangan
fetus (awal kebuntingan).

Demikian juga dengan estradiol (17-beta dan estrone)

dilaporkan mempunyai pengaruh terhadap implantasi (Garret et al., 1988)
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

melihat

bagaimana

pertumbuhan

dan

perkembangan sel-sel jaringan uterus tikus bunting yang telah disuntik dengan
estradiol dan progesteron dan apakah penyuntikan estradiol dan progesteron tersebut
dapat mempertahankan implantasi yang ada sehingga akhirnya dapat menghasilkan
anak sesuai dengan jumlah implantasi yang terjadi tanpa adanya peluruhan dalam
perjalanan masa kebuntingannya dan anak tersebut diharapkan akan mempunyai daya
tahan hidup sampai masa lepas sapih.

T u j u a n Penelitian
Melihat efek penyuntikan estradiol dan progesteron pada:
1. Tahapan perkembangan sel-sel jaringan uterus tikus selama masa kebuntingan.
2. Keberhasilan implantasi dengan mempertahankan titik implantasi yang ada.

3. Perkembangan embrio dan fetus.

4. Jumlah anak yang dilahirkan.
5

Pertumbuhan bobot badan anak sampai usia lepas sapih.

Manfaat d a n Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai landasan pengetahuan
dalam upaya meningkatkan perbaikan sifat/efisiensi reproduksi pada hewan politokus

seperti ternak ruminansia kecil kambing dan dornba juga pada babi.
keberhasilan

peningkatan

sifat/efisiensi

reproduksi

ini diharapkan

Dengan

akan

dapat

meningkatkan kuantitas ataupun kualitas hewan ternak.

Hipotesis
1. Pemberian estradiol dan progesteron secara eksogen selarna kebuntingan akan

memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan jaringan dan kelenjar uterus
2. Pemberian estradiol dan progesteron secara eksogen selarna kebuntingan akan

--

meningkatkan keberhasilan implantasi sehingga jumlah embrio akan lebih banyak
dan dapat tumbuh dan berkembang menjadi fetus dan anak yang mempunyai daya
tahan hidup yang lebih baik

TINJAUAN PUSTAKA
Peningkatan efisiensi reproduksi dapat ditempuh dengan memperbaiki kondisi
kehidupan anak sejak periode di dalam kandungan (selama kebuntingan) dan setelah
anak tersebut dilahirkan (Dziuk, 1992)

Melalui pengamatan yang sudah pernah

dilakukan pada domba ataupun kambing, pertumbuhan dan perkembangan anak selama
dalam kandungan dibagi menjadi dua yaitu fase uterus (fase embrional, sejak blastosis
sampai awal pembentukan fetus) dan fase plasenta (fase fetus, sejak pembentukan
fetus sampai dilahirkan) (Tomaszewska et al., 1991; Manalu dan Sumaryadi, 1996a).
Dalarn perkembangannya selama di dalam uterus, embrio atau fetus mempunyai
beberapa kemungkinan yaitu embrio/fetus dapat melangsungkan hidupnya di dalam
uterus secara normal sampai saatnya dilahirkan, embrio/fetus yang sedang berkembang
tidak dapat melanjutkan hidupnya karena sesuatu hal atau ernbrio/fetus tersebut dapat
hidup

sampai

dilahirkan

(Hardjopranjoto,l995).

dengan

pertumbuhannya

yang

menyimpang

Banyak faktor yang memegang peranan penting dalam

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan embrio/fetus di dalam uterus induk.
Faktor-faktor penyebab kematian embrio dini pada berbagd spesies hewan diantaranya
faktor genetik, yang t ejadi karena adanya perkawinan inbreeding, dapat menyebabkan
33 % kematian dini (King and Linarcs, 1983); faktor ketidakseimbangan hormonal
antara estrogen dan progesteron dapat rnempengaruhi perjalanan embrio dari tuba
falopii ke uterus.

Pada induk domba, menurut Davies dan Beck (1992) tejadi

kematian embrio yang tinggi selama 3 minggu pertarna kebuntingan, sehingga

pregnancy rates berkisar antara 16 % sarnpai 76 % dan jumlah anak yang Iahir juga

makin menurun

Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa kekurangan korpus luteum

yang terbentuk diakibatkan kekurangan nutrisi dan stress.

Berdasarkan laporan

Randell (1986), faktor infeksi menyebabkan hampir 90 % dari induk sapi perah yang
barn melahirkan masih memperlihatkan adanya bakteri di dalam uterus 10 hari setelah
melahirkan yang kemudian dapat bersarang dalam alat kelamin.

Faktor suhu

lingkungan juga sangat menentukan dalam mempertahankan embrio.

Edwards dkk

(1968) melaporkan bahwa embrio babi sangat peka terhadap peningkatan suhu pada
usia kebuntingan dua minggu

Embrio domba akan dapat mengalami kematian dini

sebesar 75 % bila berada dalam suhu yang terus menerus meningkat tanpa
mengganggu timbulnya birahi yang berikutnya.

Sedangkan pada sapi dilaporkan

terjadi kematian dini setiap ada peningkatan suhu tubuh sebesar 1,5 "C. Faktor pakan
juga dapat menyebabkan kematian dini pada ternak secara langsung, terutama karena
kandungan zat-zat di dalamnya. Faktor kapasitas uterus dapat menyebabkan kematian
dini embrio karena keterbatasan tempat untuk bersarang pada uterus ataupun

persaingan dari embrio (pada hewanlternak multipara/politokus) untuk mendapatkan
nutrisi dari induk melalui sirkulasi di dalarn tubuh induk.

Ribeiro et al., (1996)

melaporkan bahwa jumlah anak yang dilahirkan oleh seekor induk sangat tergantung
dari status fisiologis induk tersebut yaitu pada kecepatan ovulasi (ovulation rate),
ketahanan hidup prenatal (prenatal survival), aan kapasitas uterus.

Semua ha1

tersebut tidak lepas dari peranan estrogen dan progesteron.
Selama

dalam

kandungan,

zat-zat

makanan

yang

dibutuhkan

pertumbuhan anak diperoleh dari jaringan uterus dan sirkulasi induk.

untuk

Pada fase

embrional sumber zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan berasal dari
kelenjar uterus, sedangkan pada fase fetus sumber zat makanan berasal dari sistem
sirkulasi induk

Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan jaringan uterus dan

plasenta sangat penting untuk meningkatkan sekresi zat-zat makanan yang diperIukan
oleh fetus domba ataupun kambing sejak dalam kandungan (Manalu dan Sumaryadi,
1996b).

Perkembangan kelenjar uterus dan plasenta yang kurang baik ,kan

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan embrio yang rendah atau terjadi
kematian embrio dan fetus sehingga secara keselumhan akan menyebabkan rendahnya
jumlah anak yang dilahirkan

Akibat lain yang bisa terjadi adalah bobot lahir anak

rendah sehingga kemarnpuan bertahan hidupnya sangat kurang dan akan terjadi
kematian pada awal kelahiran
Pertumbuhan dan perkembangan jaringan uterus dan plasenta berada di bawah
pengaruh hormon yang sekresinya bembah drastis seiring dengan umur kebuntingan,
jumlah korpus luteum, dan jumlah anak yang dikandung.

Hormon yang dimaksud

adalah estrogen (diproduksi oleh korpus luteum dan plasenta), relaksin (korpus
luteum), progesteron (korpus luteum dan plasenta ) dan laktogen plasenta (pIasenta)
(Tomaszewska ei al., 1991)
Peningkatan

sekresi

hormon

akan

meningkatkan

pertumbuhan

dan

perkembangan lingkungm uterus (kelenjar utems d m plasenta) dombz ztzupun
kambing

sehingga

akan

lebih

banyak

menghasilkan

zat-zat

makanan

untuk

pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus, akan memperbaiki perkembangan
uterus dan plasenta sehingga jumlah anak yang lahir akan lebih banyak (akibat

penunhan kematian prenatal) dan Iebih pesat pertumbuhannya sehingga bobot lahir
yang optimum tercapai dan daya tahan hidup anak lebih baik (Manalu dan Sumaryadi,

Zat-zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
embrio disediakan oleh kelenjar yang terdapat pada dinding uterus yang dikenal
dengan istilah kelenjar susu uterus (Mc. Donald, 1980).

Pertumbuhan kelenjar ini

berada di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron, namun hormon dan
faktor pertumbuhan lain yang dihasilkan oleh korpus luteum maupun uterus itu sendiri
tetap berperan bersama-sama dengan estrogen dan progesteron tersebut. Estradiol dan
IGF (Insulin-like Growth Factor) dapat mempengaruhi kemampuan sel uterus

memberikan respons terhadap progesteron dengan meningkatkan aktivitas CAMP
seluler (Aronica dan Katzenellenbogen, 1991). Pada babi, IGF-I yang dihasilkan oleh
uterus akan meningkat pada awal kebuntingan dan mencapai puncaknya pada waktu
umur kebuntingan yang ke-12 seiring dengan makin panjangnya blastosis (Letcher et
a1.,1989).

IGF-I ini diduga akan merangsang aktivitas enzim aromatase pada

konseptus untuk meningkatkan biosintesis estradiol (Hofig et al., 1991). IGF-I dengan
kadar yang rendah terdapat pada fetus tikus sedangkan IGF-11 pada fetus tikus dan
serum tikus neonatus didapatkan pada kadar yang tinggi. Kadar ini akan menurun
sesudah beberapa saat setelzh kelahir= seiring dengan meningk~tnyaIGF-I (Heath
and Smith, 1989).

Progesteron dan estrogen mengalami banyak perubahan selama

siklus estrus dan kebuntingan mengiringi perubahan histologis dan kimiawi uterus.
Pada saat menjelang ovulasi (fase folikuler siklus estrus), estrogen meningkat. Setelah

ovulasi (fase proliferasi dan sekresi), progesteron meningkat. Akibat pengaruh kedua
hormon tersebut, aktivitas uterus berubah. Pada saat estrogen meningkat akan terjadi
peningkatan aktivitas enzim yang berperan dalarn proses pembelahan sel, sintesis
protein,

glikogen

dan

glikoprotein

(Norman

and Litwack,

1987).

Daiam

rnempersiapkan uterus menjadi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan
perkembangan embrio serta feras, estrogen bekerja dengan cara mempengaruhi sintesis
kolagen

sehingga mengubah struktur

kolagen uterus (Pastore et al., 1992),

meningkatkan kandungan glikogen pada uterus dengan mempengaruhi aktivitas
glikogen sintetase, meningkatkan metabolisme fosfolipid (Gould et aZ., 1978) serta
meningkatkan sintesis DNA dan proliferasi sel-sel uterus (Yamashita et al., 1990)
Secara histologis, pada awal kebuntingan akan tampak terjadinya pembelahan sel-sel
kelenjar dan stroma endometrium, kelenjar menjadi memanjang membentuk lekukan,
kemudian arteri pada endometrium tumbuh membentuk spiral @rickson, 1987; Berne
and Levy, 1988; Keys and King, 1995)

Proses selanjutnya yang tejadi pada saat

progesteron meningkat adalah kelenjar uterus terus tumbuh membentuk lekukan yang
semakin banyak dan mendalam, sel-sel kelenjarnya mulai mensintesis giikogen dan
terbungkus pada vakuola besar di bagian dasar sel kelenjar.

Pada saat yang sama

pembuluh darah uterus juga tumbuh pesat membentuk lilitan.

Dengan semakin

meningkatzya sekresi progesteroc, sintesis glikcgen (Erickson 1987; Berne and Levy,
1988) dan senyawa glikoprotein dan protein (Norman and Litwack, 1987; Wheeler et

al., 1987) juga semakin pesat dan isinya dibebaskan ke d J a m lumen uterus. Secara
umum susu uterus itu terdiri dari senyawa organik dan inorganik, ditambah dengan

unsur-unsur jaringan epitel dan darah yang keluar dari nodus limfa yang diperlukan
untuk diferensiasi dan pertumbuhan embrio.

Sehingga dapat dikatakan bahwa

perkembangan blastula menjadi embrio sampai terbentuk fetus sangat dipengaruhi oleh
perkembangan kelenjar susu uterus (Miller and Zhang, 1984).
Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu uterus dimuiai dari masa
sebelum owlasi sampai periode implantasi sehiiigga pada periode ini diperlukan
ketersediaan progesteron dan estrogen yang cukup. Pada periode ini estrogen dan
progesteron dihasilkan oleh sel-sel teka folikel. dan sel-sel granulosa korpus luteum
(Stubbing et al., 1986; Southee e f al., 1988; Schiewe et al., 1990; Schiewe et al.,
1991). Estrogen akan meningkat sebelum owlasi kemudian turun selama fase luteal
dan akan meningkat secara perlahan-lahan selama periode kebuntingan berikutnya
sampai periode plasentasi dan akan meningkat drastis pada sisa kebuntingan
selanjutnya (Umo et aE., 1976; Trounson et al., 1977; M c Donald, 1980; Refsal et al.,
1991; Manalu e2 a!., 1995a;b; Sumaryadi dan Manalu 1995 a,b;c; Tuju dan Manalu,
1995).

Progesteron akan mulai meningkat setelah sel-sel granulosa korpus luteum

berkembang dan aktif mensintesis hormon tersebut (Umo et al., 1976; Trounson et
aL 1977; Boulfekhar and Brudieux, 1980; M c Donald, 1980; Refsal et a!., 1991;

Manalu et al., 1995a;b; Sumaryadi dan Manalu 1995a;b;c; Tuju dan Manalu, 1995).
Penelitian tentang penyuntikan estrogen secarz 1.M (intrc muscular) dengan
dosis 5 ml pada awal kebuntingan (umur 11-15 hari kebuntingan) meningkatkan
perkembangan sistem pembuluh darah subepitel uterus babi (Keys and King, 1995).
Kelainan perkembangan jaringan

uterus akibat gangguan hormonal juga telah

dilaporkan menyebabkan peningkatan kematian ernbrional pada tikus (Halling el

aZ.,1993), dan penambahan progesteron telah ditunjukan rneningkatkan perturnbuhan
uterus (Krauss and Katzenellenbogen, 1993).

Pada domba juga telah dilaporkan

bahwa penambahan progesteron pada awal kebuntingan rneningkatkan pertumbuhan
fetus (Kleernann el al., 1994). Pada babi dilaporkan bahwa penambahan progesteron
dapat meningkatkan pertumbuhan anak babi (Hard and Anderson, 1979; Ashworth,
1991).

Penarnbahan progesteron dari luar tubuh pada tikus dan babi yang bunting

ternyata dapat rneningkatkan jumlah anak yang dilahirkan dan bobot lahir (Kendall and
Hays, 1960; Hard and Anderson, 1979; Ashworth, 1991). Pada mencit, estrogen yang
dihasilkan sesaat sebelum ovulasi akan merangsang proliferasi sel-sel epitel uterus pada
umur kebuntingan hari pertama dan kedua, sedangkan progesteron dari korpus luteum
yang barn terbentuk akan meningkatkan proliferasi sel-sel stroma yang potensial
dengan cara meningkatkan estrogen selama masa prairnplantasi (Parandoosh ei al.,
1995)
Ketersediaan zat-zat rnakanan di plasenta sangat erat kaitannya dengan
mobilisasi zat-zat rnakanan dalam darah induk (Egan, 1984), juga selanjutnya sangat
dipengaruhi oleh status hormonal induk terutama insulin, glukagon, kortisol,
somatotropin, tiroksin, prolaktin dan laktogen plasenta (Fain, 1979; Baurnan et al.,
1982; Lewis et aZ., 1988). .Uzn tetapi stztus fisiologis kebctingan iru sendiri terk&t
dengan kebutuhan zat-zat makanan bagi embrio atau fetus dan peningkatan estradiol
dan relaksin serta progesteron dan laktogen plasenta akan mempengaruhi sekresi

hormon-hormon metabolis seperti tiroksin dan kortisol pada kambing (Manalu et a].,
1995a; Manalu el al., 1997b) dan domba (Manalu dan Surnaryadi, 1996b).
Pertumbuhan anak setelah lahir sangat dipengaruhi oleh berat lahir anak dan
produksi susu induk. Berat sapih anak sangat dipengaruhi oleh produksi susu induk
dan berat lahir anak (Sumaryadi dan Manalu, 1995b) yang merupakan akumuIasi
pertumbuhan embrio sa;-.-ipai fetus

Berat lahir juga sangat menentukan daya tahan

hidup anak selama periode prasapih (Bell, 1984; Tiesnamurti, 1992) serta menentukan
berat sapih.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
uterus, embrio dan fetus dipengaruhi terutama oleh konsentrasi horrnon reproduksi,
khususnya estrogen dan progesteron dalam darah induk selama kebuntingan.

Biologi Reproduksi Tikus Putih

Tikus merupakan hewan yang bersifat politokus dengan jumlah anak berkisar
antara 6 sampai 12 ekor setiap kali melahirkan (Harkness and Wagner, 1989). Tikus
Iaboratorium bisa hidup 2 hingga 3 tahun, mencapai usia dewasa antara 40 sampai 60
hari dan biasanya akan melakukan perkawinan pertarna pada saat mencapai usia 10
rninggu yang akan dilakukan saat estrus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987). Masa
pubertas (dewasa kelamin) dicapai pada umur 50 sampai 60 hari.

Tikus siap

dikawinkan pada saat umur 65 sampai 110 hari dimana tikus betina dan jantan masingmasing sudah mencapai bobot badan sekitar 250 gram dan 300 gram. Lama siklus
estrus (birahi) sekitar 4 sampai 5 hari. Siklus estrusnya dapat dikelompokkan dalarn 4

kelompok yaitu 1) proestrus (sekitar I2jam) , 2) estrus (sekitar 12jarn) , 3) metestrus I
(15 jam); metestrus I1 (6 jam) dan 4) diestrus (57jam) (Baker, 1979).

Masa

kebuntingan meliputi masa dari sejak terjadinya kopulasi, fertilisasi, implantasi sampai
saat anak dilahirkan berkisar antara 22 sampai 23 hari. Setelah terjadi fertilisasi pada
bagian ampula dari tuba falopii, sel telur yang telah dibuahi akan ditransportasikan ke
dalam uterus. Pada mamalia perjalanan ini memerlukan waktu 2 sampai 4 hari. Pada
tikus putih, ~embelahanmenjadi 2 sel terjadi pada hari pertama dan kedua, pembelahan
menjadi 4 sel pada hari ke-2 dan 3 dan pembelahan menjadi 16 sel terjadi pada hari ke
4 kebuntingan. Pada mencit dan tikus, implantasi akan terjadi sehari setelah embrio

memasuki uterus. Pada tikus, waktu implantasi ini terjadi pada hari ke-5 kebuntingan
yaitu pada saat tahap biastosis sudah dicapai.

Pada ternak, jarak antara waktu

fertilisasi dan proses implantasi bervariasi antara spesies, pada kambing dari hari ke-16
dan pada kuda dari hari ke-36 sampai dengan hari k e 4 0 kebuntingan (Hodgen dan
Itskowitz,

1988). Perubahan yang terjadi pada area implantasi yaitu

adanya

peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah yang diikuti adanya oedema atau
penebalan stroma yang mengelilingi blastosit.

Aksi dari otot-otot uterus sangat

penting untuk penyebaran embrio sepanjang uterus bagi hewan atau ternak politokus.
Hal ini juga untuk mencegah tejadinya pengumpulan embrio pada satu daerah saja
yang biasanya dapat menyebabkan ksmatian embrio pada akhir kebuntingan (hlc.
Laren, 1982).
(Baker, 1979).

Pembesaran abdomen biasanya terjadi pada hari ke-13 kebuntingan
Tikus dapat menjalani perkawinan lagi (remaling) 24 jam setelah

melahirkan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987)

16

Telah diketahui bahwa jumlah fetus yang dikandung erat kaitannya dengan
jumlah folikel yang berovulasi dan plasenta (Bradford et a/.,1986; Piper and Bindon,
1984). Dengan demikian sekresi progesteron dan estradiol sangat tergantung pada

jumlah korpus luteum dan massa plasenta

Selama siklus estrus, uterus akan

mengalami vaskularisasi sarnpai 10 kali lipat sehingga dapat menyebabkan peningkatan
aliran

darah dan menyebabkan

perubahan

keseimbangan

antara estrogen dan

progesteron pada saluran reproduksi (Schramm et al.,1984).

Pada tikus (Taya and

Greenwald, 1981), mencit (Pointis et nL, 1981) dan hamster (Edwards et al., 1994)
korpus

luteum

merupakan

sumber

utama

progesteron

selama

kebuntingan.

Peningkatan ukuran korpus luteum pada tikus selama pertengahan kebuntingan
ternyata mempengaruhi peningkatan sekresi progesteron (Ichikawa ef al.,1974).
Berbagai galur tikus yang dipakai dalam penelitian antara lain adalah SpragueDawley, Wistar dan Long-Evans.

Sprague-Dawley merupakan galur tikus albino

dengan kepala ramping dan ekor lebih panjang dari badannya, sedangkan Wistar
mempunyai kepala yang lebih lebar dan ekor yang lebih pendek. Galur Long-Evans
mempunyai bulu yang lebih gelap pada bagian atas kepala dan anterior tubuhnya
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1987)
Berdasarkan pertimbangan bahwa siklus reproduksi tikus cukup pendek dan
mudah peme!iharaannya maka tikus sangat iepat untuk digunakan sebagai hewan
model dalam penelitian reproduksi.

-

Horrnon Reproduksi
Estrogen dan progesteron adalah 2 hormon steroid yang paling banyak
peranannya dalam mengendalikan siklus dan proses yang terjadi dalam reproduksi
dengan perubahan yang terjadi pada konsentrasinya.

Pada umumnya steroid

mempunyai struktur dasar yang sama yaitu eyelopenfano-perhydro-phenanhee.
Perubahan daya kerja steroid tergantung dari jumlah atom karbon yang terdapat dalam
struktur dan letak grup fungsionalnya, grup hngsional yang dimaksud adalah aldehide,
hidroksil,

keton,

(Partodihardjo;l992)

klor,

hidrokarbon

yang

jenuh,

asam

karbon

dan

metil

Semua hormon steroid berasal dari kolesterol yang kemudian

akan diubah menjadi pregnenolon. Oleh enzim yang spesifik kemudian pregnenolon
ini akan diubah langsung menjadi progesteron, dan melalui serangkaian proses/reaksi
yang panjang pregnenolon juga akan menghasilkan estrogen
Estrogen.

Estrogen adalah steroid yang secara kirnia maupun potensinya terdapat dalam
berbagai bentuk yaitu estrone yang mempunyai potensi yang rendah, estriol yang
berasal dari plasenta dan juga mempunyai potensi yang rendah, estradiol yang berasal
dari ovarium yang mempunyai potensi yang paling kuat.
atom karbon

Estrogen mempunyai 18

Pada bangsa mamalia betina indeks pertumbuhan dan perkembangan

dari folikel dapat diketahui dari produksi serum atau plasma estrogen, bila estrogen
meningkat berarti ada pertumbuhan dan perkembangan folikel, dasar fisiologis dari
hubungan ini adalah induksi dari aktivitas aromatase oleh FSH (Lasley et aL, 1988).
Fungsi fisiologis dari estrogen yaitu pada protein anabolisme, pada percepatan

pertumbuhan tulang, pada pelunakan kulit, pada pertambahan berat jaringan uterus
karena hipertrofi dan hiperplasia endometrium dan miometrium, pada aktivitas
pergerakan fimbrie, pada kornifikasi vagina, pada pertumbuhan saluran-saluran dalam
kelenjar susu. Pada hewan betina,