Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih

PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP
KINERJA REPRODUKSI TIKUS JANTAN
PADA USIA LEPAS SAPIH

NURUL CHOTIMAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Pemberian
Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Nurul Chotimah
NIM B04100116

ABSTRAK
NURUL CHOTIMAH. Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja
Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih. Dibimbing oleh NASTITI
KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Fitoestrogen merupakansenyawa yang dihasilkan oleh tanaman yang
mempunyai sifat mirip dengan estrogen. Senyawa ini dapat ditemukan pada tempe.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tempe
pada tikus jantan usia lepas sapih terhadap kinerja reproduksi. Sebanyak 18 ekor
tikus jantan lepas sapih usia 21 hari dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
kontrol dan perlakuan yang diberi ekstrak tempe 0.5 g/ml/ekor/hari pada usia 21
sampai 48 hari. Parameter yang diamati meliputi bobot badan, bobot testis, jumlah
spermatozoa, dan hormon reproduksi (testosteron dan estradiol). Pengambilan
data dilakukan saat tikus berusia 28, 42, dan 56 hari. Data yang dihasilkan
dianalisis menggunakan t-test dengan selang kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil
penelitian pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan usia 42 hari memberikan

pengaruh berupa peningkatan bobot badan dan testis serta pada usia 28 hari
memberikan pengaruh berupa penurunan rasio testosteron terhadap estradiol dan
peningkatan rasio testosteron terhadap estradiol pada usia 42 hari.
Kata kunci: ekstrak tempe, fitoestrogen, lepas sapih, tikus jantan

ABSTRACT
NURUL CHOTIMAH. The role of tempe extract on reproductive performance of
male rats in weaning age. Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI
SISMIN SATYANINGTIJAS
Phytoestrogen are substances in plants that have a similar structure to
oestrogen. Phytoestrogen can be found in tempe. This study was conducted to
investigate the role of tempe extract in reproduction performance of male rat
weaning age. Eighteen male rats weaning age (21 days) were divided into 2
groups, control and treatment groups that were given a tempe extract 0.5
g/ml/day. Body weight, testicular weight, sperms quantity, testosterone, and
estradiol concentration were measured. Data were collected at theage of 28, 42
and 56 days and was analyzed using t-test with 95% confidence interval (α=0.05).
The results showed that tempe extract could increase body and testis weight of
male rats aged 42 days and decrease ratio of testosterone to estradiol at aged 28
yet increased on 42 day.

Keywords: tempe extract, phytoestrogen, male rats, weaning age

PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP
KINERJA REPRODUKSI TIKUS JANTAN
PADA USIA LEPAS SAPIH

NURUL CHOTIMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi

Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih
Nama
: Nurul Chotimah
NIM
: B04100116

Disetujui oleh

Dr Dra Nastiti Kusumorini
Pembimbing I

Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet (K)
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
fitoestrogen, dengan judul Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja
Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dra Nastiti Kusumorini dan Dr
Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof Drh Srihadi Agungpriyono, MSc,
PhD, PAVet (K) selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing
dan memberi nasihat positif. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Sri, Ibu Ida, Pak Dikdik, dan Pak Gholib yang telah banyak membantu dalam
penelitian ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada
ayahanda Maman Suhaman, ibunda Siti Rokhani serta seluruh keluarga tercinta,
atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada
teman satu penelitian Ghina Indriani, Retno Tegarsih, Roro Ambarwati, Erlanda
Satria, dan Nur Hasreena yang telah banyak membantu selama pengumpulan data,

dan teman-teman Acromion khususnya Ardi, Gamma, Laras, Nunuy, Tri, Adis,
Saras, Upeh, dan Upay.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Nurul Chotimah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi Hewan Jantan
Tempe Sebagai Sumber Fitoestrogen
METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Persiapan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Metode Pengambilan Data Reproduksi
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran
Analisis Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Testis, Bobot Badan, dan
Rasio Bobot Testis terhadap Bobot Badan
Peran Ekstrak Tempe terhadap Kadar hormon Testosteron,
Estradiol, dan Rasio Testosteron terhadap Estradiol
Peran Ekstrak Tempe terhadap Jumlah Spermatozoa
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


viii
viii
viii





2



4






7

8
9
10 
10 
10 
10 
13
21

DAFTAR TABEL
1 Rataan bobot testis, bobot badan, dan rasio bobot testis terhadap bobot
badananak tikus usia 28, 42, dan 56 hari
2 Rataan kadar testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap
estradiol anak tikususia 28, 42, dan 56 hari
3 Rataan jumlah spermatozoa anak tikususia 28, 42, dan 56 hari

7
8
9


DAFTAR GAMBAR
1 Pengelompokkan tikus kontrol dan perlakuan
2 Bagan pelaksanaan penelitian

5
5

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan pembuatan ekstrak tempe
2 Hasil analisis rataan bobot badan
3 Hasil analisis rataan bobot testis dan rasio bobot testis terhadap
bobot badan
4 Hasil analisis rataan kadar testosteron, estradiol, dan rasio
testosteron terhadap estradiol
5 Hasil analisis rataan jumlah spermatozoa tikus jantan usia 56 hari

13
14
15
17

20

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Testis merupakan organ yang paling berperan dalam sistem reproduksi
hewan jantan.Testis terdiri atas sel Sertoli yang berfungsi dalam produksi
spermatozoa dan sel Leydig yang berfungsi dalam menghasilkan hormon
testosteron (Saputra dan Dwisang 2010). Produksi hormon testosteron dan
spermatozoa pada saat hewan baru lahir sangat sedikit karena perkembangan testis
yang belum optimal. Sisk dan Zehr (2005) menyatakan bahwa perkembangan
kinerja reproduksi tersebut dipengaruhi oleh kondisi hormonal pada usia
prapubertas. Hormon yang paling berperan dalam perkembangan tersebut adalah
testosteron. Selain testosteron, hormon lain yang turut berperan adalah estrogen
(Hess 2003).
Pemberian estrogen atau komponen estrogen-like pada rodensia jantan yang
baru lahir akan mengakibatkan terjadinya perubahan sekresi gonadotropin (Sharpe
et al. 1998; Atanassova et al. 2000). Pemberian estradiol benzoat dosis tunggal
dengan konsentrasi tinggi pada tikus jantan berusia 1 hari dapat berefek panjang
pada hypothalamic-pituitary-testis axis dan spermatogenesis berupa penurunan
baik sekresi GnRH maupun respon pituitari terhadap GnRH (Pinilla et al. 1992).
Selain itu, pemberian diethylstilbestrol yaitu estrogen sintesis pada tikus jantan
yang baru lahir juga dapat memperlambat pembentukan barrier blood-testis yang
akan berefek pada spermatogenesis (Toyama et al. 2001).
Komponen estrogen-like salah satunya dapat ditemukan dari bahan alami,
yaitu fitoestrogen. Fitoestrogen adalah suatu substrat yang berasal dari tumbuhan
yang memiliki aktivitas mirip estrogen dan memiliki banyak kesamaan dengan
estradiol (Glover dan Assinder 2006). Fitoestrogen dapat berefek seperti estrogen
pada dosis rendah namun sebaliknya, memiliki efek berlawanan dengan estrogen
pada dosis tinggi (Sharma 2010). Tanaman yang dikenal mengandung banyak
fitoestrogen adalah kacang kedelai. Fitoestrogen selain berasal dari tanaman
kacang kedelai juga terdapat dalam produk olahannya, seperti tempe, tahu, tauco,
dan kecap. Golongan fitoestrogen yang banyak terkandung di dalam kacang
kedelai dan produk olahannya adalah isoflavon. Isoflavon terdiri atas genistein,
diadzein, biochanin A, dan formonentin. Genistein dan diadzein merupakan dua
komponen utama glikosida isoflavon dengan konsentrasi tinggi, yaitu masingmasing 26.8-120.5 mg/100 g dan 10.5-85 mg/100g berat kering di dalam kedelai
atau produk olahannya (Widodo 2005).
Penelitian mengenai konsumsi pakan yang mengandung fitoestrogen pada
hewan telah banyak dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Akondi et
al. (2009), tikus jantan dewasa yang diberi pakan dengan kandungan fitoestrogen
menunjukkan adanya penurunan kualitas sperma. Glover dan Assinder (2006)
menambahkan bahwa pemberian pakan fitoestrogen dengan konsentrasi tinggi
pada tikus jantan dewasa selama 3 hari menunjukkan penurunan fungsi fisiologis
sistem reproduksi. Fitoestrogen dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi
hormon testosteron dan terjadinya hambatan pada proses spermatogenesis (Serag
El Din et al. 2011). Puspitasari (2013) menyatakan bahwa pemberian ekstrak
tempe sebagai sumber fitoestrogen dengan dosis 6.25 g/KgBB per hari pada tikus

2
jantan usia 21 hari sampai 48 hari dapat menyebabkan peningkatan hormon
estrogen pada usia 42 hari. Selain itu, terjadi penundaan spermatogenesis serta
peningkatan rasio hormon testosteron terhadap estrogen pada tikus usia 56 hari.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai efek pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe
pada tikus jantanusia lepas sapih untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja
sistem reproduksi. Pemberian fitoestrogen pada tikus jantan usia lepas sapih
diduga dapat mempengaruhi kondisi hormonal saat usia pubertas.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
tempe pada tikus jantan usia lepas sapih terhadap kinerja reproduksi meliputi
bobot testis, jumlah spermatozoa pada saat memasuki pubertas, serta kadar
hormon reproduksi. Pemberian fitoestrogen pada tikus jantan usia lepas sapih
diduga dapat mempengaruhi kondisi hormonal saat usia pubertas.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah gambaran tentang
pengaruh pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe terhadap kinerja
reproduksi tikus jantan usia lepas sapih pada saat pubertas.

TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi Hewan Jantan
Testis merupakan organ yang paling berperan dalam sistem reproduksi
hewan jantan. Testis terdiri atas sel Sertoli yang berfungsi dalam produksi
spermatozoa dan sel Leydig yang berfungsi dalam menghasilkan hormon
testosteron (Saputra dan Dwisang 2010). Testosteron adalah hormon utama testis
yang disintesis oleh sel Leydig dan juga terbentuk dari sekresi androstenedion
oleh kelenjar adrenal. Testosteron berfungsi dalam membentuk dan
mempertahankan sifat kelamin sekunder pada jantan dan mempertahankan
spermatogenesis bersama dengan FSH (Ganong 1995). Testosteron juga berfungsi
dalam menghambat produksi hormon gonadotropin (Saputra dan Dwisang 2010).
Peningkatan hormon testosteron pada tikus jantan terjadi pada usia 40-50 hari dan
terus meningkat maksimum pada usia 76 hari serta berangsur-angsur menurun
pada usia 97 hari (Zanato et al. 1994).
Proses spermatogenesis diatur oleh FSH dan testosteron yang bekerja pada
sel Sertoli. Testosteron merupakan hormon yang berperan penting dalam proses
spermatogenesis (Griswold 1998). Testosteron akan berikatan dengan androgenbinding protein yang disekresikan oleh sel Sertoli di dalam sirkulasi dengan
tingkat afinitas yang tinggi. Robb et al. (1987) menyatakan bahwa hanya sedikit
spermatozoa yang ditemukan pada testis tikus jantan usia 45 hari dan akan
mencapai produksi optimal pada usia 75 hari.

3
Testosteron yang dihasilkan, sebagian kecil akan diubah menjadi estradiol
(estrogen) oleh enzim aromatase (Ganong 1995). Estrogen merupakan hormon
yang turut berperan dalam perkembangan reproduksi jantan.Reseptor estrogen
banyak ditemukan di dalam testis, duktus efferen, dan epididimis (Hess 2003).
Menurut O’Donnell et al. (2001), reseptor estrogen ditemukan menyebar di
jaringan epitel duktus eferen testis tikus pada usia 10-12 hari menggunakan
pewarnaan immunohistokimia.
Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen
Tempe adalah salah satu makanan tradisional khas Indonesia yang sudah
lama dikenal selama berabad-abad silam (BSN 2012).Menurut SNI 3144: 2009
tentang tempe kedelai, tempe merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi
biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan
kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan, dan berbau khas tempe (BSN 2009).
Yusa (2005) menambahkan bahwa miselium Rhizopus sp. akan mengikat kepingkeping biji kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses
fermentasi tersebut menyebabkan adanya perubahan kimia pada protein, lemak,
dan karbohidrat biji kedelai. Tempe mengandung zat gizi yang sangat berguna
bagi tubuh, yaitu asam lemak, vitamin, mineral, dan antioksidan (BSN 2012).
Selain itu, tempe juga mengandung senyawa fitoestrogen yaitu senyawa yang
dihasilkan oleh tanaman yang mempunyai sifat mirip dengan estrogen. Senyawa
ini banyak ditemukan pada tanaman terutama kacang-kacangan dan produk
olahannya.
Pilsakova et al. (2010) menyatakan bahwa fitoestrogen terdiri atas lebih dari
100 molekul yang dikelompokkan menjadi, (1) isoflavon (genistein, daidzein,
biochanin A, formonetin), (2) lignan (matairesinol, secoisolariciresinol
diglukosida, (3) coumestan (coumestrol, 4-methoxycoumestrol), dan (4) stilben
(resveratol). Isoflavon yang terdapat secara langsung dalam kacang kedelai
memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahannya.
Proses pengolahan kedelai membuat konsentrasi tersebut semakin menurun
namun dapat meningkatkan kualitas senyawa tersebut. Genistein dan daidzein
merupakan dua komponen utama glikosida isoflavon dengan konsentrasi tinggi
yang terdapat di dalam kacang kedelai dan produk olahannya (Cederroth et
al.2010). Menurut Widodo (2005), genistein memiliki konsentrasi sebesar 26.8120.5 dan daidzein sebesar 10.5-85 mg dalam 100 g berat kering di dalam kedelai
atau produk olahannya.
Fitoestrogen memiliki struktur menyerupai 17-β-estradiol dan dikenal
sebagai molekul yang menyerupai estrogen atau estrogen non-steroid. Reseptor
estrogen dalam jaringan tubuh dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan tempat
distribusinya, yaitu reseptor estrogen α (REα) dan reseptor estrogen β (REβ).
Menurut Harris (2007), REα berperan dalam distribusi estrogen di hipotalamus
atau pituitari, skeleton, dan jaringan lain yang menjadi target estrogen. REβ
berperan penting di sistem kardiovaskular, dan otak. Hess (2003) menambahkan
bahwa REβ merupakan reseptor yang paling dominan dalam reseptor estrogen.
Reseptor ini banyak ditemukan terutama pada sel Sertoli, sel Leydig, epididimis,
prostat, dan vesica seminalis. Sedangkan REα sebagian besar ditemukan pada sel
Leydig, rete testis, duktus eferen, dan epididimis. Isoflavon kedelai memiliki

4
afinitas terhadap REβ lebih tinggi dibandingkan terhadap REα dan memiliki
potensi untuk mengaktivasi jalur sinyal genom dan non genom estrogen. Isoflavon
juga akan berinteraksi dengan metabolisme hormon steroid di dalam tubuh
(Pilsakova et al. 2010).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL),
Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), dan Laboratorium Fisiologi, Departemen
Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Mei 2014.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah kandang tikus berbahan plastik dengan
penutup kawat kasa, timbangan, spoit 3 ml, sonde lambung, tabung eppendorf,
tabung reaksi, pipet tetes, mortar, sentrifuse, toples kaca, freezer, timbangan
analitik, gelas ukur, botol ekstrak, pot organ, mikroskop, pipet leukosit, kamar
hitung Neubauer chamber, dan peralatan bedah (pisau, alas, pinset, gunting).
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah hewan coba (18 ekor tikus jantan
Rattus norvegicus), ekstrak tempe,larutan NaCl fisiologis 0.9%, larutan eter, kit
komersial ELISA (Kit DRG Testosteron ELISA EIA 1559 dan Kit DRG Estradiol
ELISA EIA 2693 produksi DRG Instruments GmbH, Jerman), dan akuades.
Persiapan Penelitian
Hewan coba
Hewan coba yang digunakan pada penelitian adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan usia 21 hari (lepas sapih). Tikus dipelihara di Unit Pengelola
Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
dengan menggunakan kandang berukuran 30x20x12 cm yang berbahan plastik
dan berpenutup kawat kasa. Setiap kandang dialasi dengan sekam yang diganti
secara periodik serta pemberian pakan dan air minum ad libitum.
Ekstrak tempe
Sumber fitoestrogen yang digunakan berasal dari tempe yang telah diekstrak
di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro). Setiap 100 g ekstrak
tempe mengandung 87.55 mg isoflavon yang terdiri atas 83.30 mg daidzein
dan4.25 mg genistein.
Pelaksanaan Penelitian
Tikus jantan usia 21 hari sebanyak 18 ekor dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok kontrol (K) atau kelompok yang tidak diberi perlakuan dan
kelompok perlakuan (P) atau kelompok yang diberi ekstrak tempe dengan dosis
0.5 g/ml/ekor/hari. Tikus pada masing-masing kelompok dibagi lagi menjadi 3

5
kelompok berdasarkan usia, yaitu usia 28, 42, dan 56 hari masing-masing 3 ekor
untuk pengambilan data reproduksi. Pengelompokkan tikus dapat dilihat pada
Gambar 1.

Tikus jantan usia lepas
sapih (21 hari): 18 ekor

Perlakuan (P) dicekok
ekstrak tempe 0.5
g/ekor/hari: 9 ekor

Kontrol (K):
9 ekor

Usia 28
hari: 3 ekor

Usia 42
hari: 3 ekor

Usia 56
hari: 3 ekor

Usia 28
hari: 3 ekor

Usia 42
hari: 3 ekor

Usia 56
hari: 3 ekor

Gambar 1 Pengelompokkan tikus kontrol dan perlakuan
Ekstrak tempe diberikan secara force feeding menggunakan sonde lambung
setiap hari selama 28 hari dimulai pada saat tikus berusia 21 hari sampai 48 hari.
Sebanyak 3 ekor tikus jantan usia 28, 42, dan 56 hari dari masing-masing
kelompok dinekropsi untuk diambil data tampilan reproduksi, meliputi bobot
testis, jumlah spermatozoa, dan kadar hormon reproduksi (testosteron dan
estrogen). Bagan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Pencekokan ekstrak tempe pada tikus jantan
kelompok perlakuan selama 28 hari
21

28

42

48

56
Hari

Pengambilan data reproduksi, meliputi:
Bobot basah testis, hormon reproduksi, dan
kehadiran (jumlah) spermatozoa.
Gambar 2 Bagan pelaksanaan penelitian
Metode Pengambilan Data Reproduksi
Pengambilan sampel darah secara intrakardial dilakukan pada tikus dari
masing-masing kelompok kontrol dan perlakuan berusia 28, 42, dan 56 hari.
Sampel darah diambil sebanyak 2-3 ml kemudian ditempatkan pada tabung reaksi
dan dibiarkan selama kira-kira 1 jam, kemudian disentrifuse dengan kecepatan
3000 rpm selama 15 menit. Serum yang terbentuk dipisahkan ke dalam tabung
ependorf dan disimpan di dalam freezer sampai dilakukan pengukuran kadar

6
hormon reproduksinya. Tikus kemudian dinekropsi dengan membuka rongga
perut untuk mencapai organ reproduksi. Cauda epididimis dipreparir dan diambil
dari rongga perut untuk pengukuran jumlah spermatozoa. Testis kemudian
dipreparir dan dikeluarkan dari rongga perut untuk penetapan bobot organ
reproduksi.
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran
Bobot Badan
Bobot badan tikus diukur sebelum dilakukan nekropsi dengan menggunakan
timbangan. Tikus dimasukkan ke dalam timbangan dan bobot dinyatakan dalam
satuan gram.
Bobot Testis
Testis yang telah dikeluarkan dari rongga perut kemudian ditimbang
menggunakan timbangan analitik. Bobot testis yang didapat dinyatakan sebagai
bobot basah testis dengan satuan gram.
Konsentrasi Spermatozoa
Konsentrasi didapat dengan melakukan pengenceran spermatozoa pada
cauda epididimis yang telah didapat dengan NaCl fisiologis 0.9%. Salah satu
cauda epididimis dihancurkan di dalam mortar setelah diberi 1 ml NaCl fisiologis
0.9%, kemudian diambil menggunakan pipet leukosit sampai skala 1 dan
ditambahkan dengan NaCl fisiologis 0.9% sampai skala 11, lalu diletakkan pada
kamar hitung Neubauer-chamber dan diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 40x10. Jumlah spermatozoa pada sampel kemudian dihitung pada 4
ଵ଴
kamar besar dimana setiap kamar memiliki volume mm3. Sehingga jumlah

spermatozoa dapat dihitung dengan rumus:
Jumlah spermatozoa = Jumlah spermatozoa setiap kamar x Faktor pengenceran x
Volume setiap kamar
Keterangan: Faktor pengenceran= 10

Hormon Reproduksi (Estrogen dan Testosteron)
Pengukuran kadar testosteron dan estrogen pada serum teknik ELISA di
Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis Statistik
Hasil parameter yang telah dukur dinyatakan dalam rataan ± simpangan
baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistika dengan uji
independent sample t-test menggunakan program SPSS 21.

7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Testis, Bobot Badan, dan Rasio Bobot
Testis terhadap Bobot Badan
Pengaruh pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari terhadap
bobot testis, bobot badan, serta rasio bobot testis terhadap bobot badan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataanbobot testis, bobot badan, dan rasio bobot testis terhadap bobot
badan anak tikususia 28, 42, dan 56 hari
Usia
28 hari
42 hari
56 hari

Kelompok
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan

Bobot testis (g)

Bobot badan (g)

0.14±0.025
0.14±0.045
0.30±0.095 a
1.00±0.194 b
1.73±0.381
1.86±0.212

32.08±3.17
31.35±4.19
50.94±4.97a
102.17±1.42b
100.67±20.34
118.04±26.33

Rasio bobot testis
terhadap bobot badan
0.44±0.034
0.43±0.103
0.59±0.157
0.99±0.201
1.71±0.090
1.61±0.259

a,b

Superscript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji independent t test).

Hasil pengukuran bobot testis dan bobot badan pada tikus jantan usia 28
hari tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0.05) antara kelompok
kontrol dan perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh pemberian ekstrak tempe
yang belum terlalu lama sehingga belum berpengaruh terhadap bobot badan dan
testis. Bobot testis dan bobot badan tikus usia 42 hari kelompok perlakuan lebih
besar dan berbeda nyata (p0.05) diantara kelompok
kontrol dan perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh pemberian ekstrak tempe
yang sudah dihentikan pada hari ke 48 serta kondisi hormonal tikus pada usia 56
hari yang sudah mulai aktif. Rasio bobot testis terhadap bobot badan tikus juga
tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0.05) diantara kelompok kontrol

8
dan perlakuan baik pada usia 28, 42, maupun 56 hari. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari tidak berpengaruh
secara nyata terhadap peningkatan rasio bobot testis terhadap bobot badan.
Peran Ekstrak Tempe terhadap Hormon Testosteron, Estradiol, dan Rasio
Testosteron terhadap Estradiol
Testosteron dan estradiol merupakan hormon reproduksi yang diukur dalam
penelitian ini. Hormon tersebut berperan penting dalam perkembangan kinerja
reproduksi hewan jantan. Testosteron dihasilkan oleh sel Leydig, sedangkan
estradiol dibentuk dari sebagian testosteron oleh enzim aromatase yang terdapat di
dalam testis (Ganong 1995; Saputra dan Dwisang 2010). Pengaruh ekstrak tempe
terhadap testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap estradiol dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan kadar testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap
estradiol anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari
Usia
28 hari
42 hari
56 hari

Kelompok
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan

Testosteron
(pg/ml)
520.67±184.538
264.33±57.744
669.00±102.587
624.33±84.388
1696.67±209.096
2014.33±859.594

Estradiol
(pg/ml)
6.24±1.064
13.66±4.558
9.73±4.409
3.49±0.587
6.71±4.994
9.56±6.701

Rasio testosteron terhadap
estradiol (pg/ml)
81.91±14.95 a
20.68±6.66b
75.58±25.00 b
183.67±48.19 a
339.60±179.33
294.82±266.14

a,b

Superscript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji independent t test).

Hasil pengukuran kadar hormon testosteron dan estradiol tikus jantan usia
28 hari tidak berbeda nyata, namun kadar testosteron kelompok kontrol memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Hal berbeda
didapatkan pada pengukuran estradiol kelompok kontrol yang memiliki nilai lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Perbedaan inilah yang
menyebabkan rasio testosteron terhadap estradiol tikus jantan usia 28 hari
mengalami perbedaan yang nyata (p0.05). Berbeda dengan kadar kedua hormon tersebut, rasio
testosteron terhadap estradiol memiliki nilai yang berbeda nyata (p0.05)
ditunjukkan pada nilai rataankadar testosteron, estradiol, dan rasio testosteron
terhadap estradiol tikus jantan usia 56 hari. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian fitoestrogen sejak usia lepas sapih dimungkinkan tidak berpengaruh
secara nyata pada saat tikus berusia 56 hari.
Peran Ekstrak Tempe terhadap Jumlah Spermatozoa
Pengaruh pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari terhadap
jumlah spermatozoa tikus jantan usia 28, 42, dan 56 hari dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Rataan jumlah spermatozoa anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari
Usia
28 hari
42 hari
56 hari

Kelompok
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan

Jumlah spermatozoa (x106)
0
0
0
0
3.99 ± 4.77
10.74 ± 3.43

a,b

Superscript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji independent t test).

Hasil pengambilan sperma dari cauda epididimis tikus usia 28 dan 42 hari
baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan tidak menunjukkan adanya
kehadiran spermatozoa. Hal ini dapat disebabkan oleh usia tikus yang masih
prapubertas sehingga testis belum mampu untuk memproduksi spermatozoa.
Produksi hormon FSH yang rendah saat usia prapubertas menyebabkan proses
spermatogenesis oleh sel Sertoli belum terjadi sehingga spermatozoa belum dapat
ditemukan dalam cauda epididimis. Spermatozoa dapat ditemukan di dalam cauda
epididimis pada tikus usia 45-46 hari (Fox 2002). Menurut Robb et al. (1987),
hanya sedikit spermatozoa yang ditemukan pada testis tikus jantan usia 45 hari
dan baru akan diproduksi secara optimal pada usia 75 hari. Kehadiran sperma
dapat ditemukan pada cauda epididimis tikus usia 56 hari. Rataan jumlah
spermatozoa yang didapat dari tikus usia 56 hari pada kelompok perlakuan
memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol
walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan oleh pemberian
fitoestrogen pada kelompok perlakuan yang dapat menstimulasi pembentukan
sperma. Tingginya rasio testosteron terhadap estradiol pada usia 42 hari dan kadar
testosteron pada usia 56 hari diduga turut mempengaruhi tingginya jumlah
spermatozoa pada tikus kelompok perlakuan usia 56 hari.
Estradiol berperan penting dalam merangsang proliferasi sel Sertoli pada
tikus jantan usia prapubertas. Sel Sertoli berperan dalam proses spermatogenesis
khususnya perkembangan sel germinal yang merupakan target kerja hormon
androgen (Lucas et al. 2011). Pemberian 100 µg coumestrol pada tikus jantan
neonatal selama 5 hari pertama tidak menyebabkan adanya kelainan pada jumlah
spermatozoa (Awoniyi et al. 1997). Astuti (2009) menyatakan bahwa pemberian

10
tepung kedelai kaya isoflavon dengan dosis isoflavon 1.5 mg/ekor/hari dapat
meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan. Selain pada tikus jantan, ekstrak
kedelai dengan dosis 260-780 mg/hari yang diberikan kepada mencit jantan
selama 21 hari postpartus juga dapat menyebabkan peningkatan jumlah
spermatozoa (Sari 2007).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari pada tikus jantan
usia lepas sapih yang dimulai dari usia 21 hingga 48 hari dapat menyebabkan
peningkatan bobot badan dan testis pada usia 42 hari dan penurunan rasio
testosteron terhadap estradiol pada usia 28 hari serta peningkatan rasio testosteron
terhadap estradiol pada usia 42 hari.
Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut sampai tikus memasuki usia pubertas untuk mengetahui
pengaruh pemberian fitoestrogen sejak usia prapubertas terhadap perkembangan
kinerja reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Akondi RB, Akula A, Challa SR. 2009. Influence of high phytoestrogen diet on
rat male reproductive system. IJPT.Vol. 1: 1-20.
Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya
isoflavon. J Unpad. 41: 4
Atanassova N, McKinnell C, Turner KJ. 2000. Comparative effects of neonatal
exposure of male rats to potent an weak (enviromental) estrogens on
spermatogenesis at puberty and the relationship to adult testis size and
fertility: Evidence for stimulatory effects of low estrogen levels. J
Endocrinol. 141: 3898-3907.
Awoniyi CA, Roberts D, Chandrashekar V, Veeramachaneni DNR, Hurst BS,
Tucker KE, Schlaff WD. 1997. Neonatal exposure to coumestrol, a
phytoestrogen, does not alter spermatogenic potential in rats. J Endocrinol.
7: 337-341.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3144: 2009 Tempe Kedelai.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standar Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk
Dunia. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Cederroth CR, Auger J, Zimmermann C, Eustache F, Nef S.2010.Soy, phytooestrogens and male reproductive function: a review. International Journal
of Andrology. 33 (2010): 304–316.

11
Fox JG. 2002. Laboratory Animal Medicine Ed ke-2. New York (US): Academic
pr.
Fritz WA, Cotroneo MS, Wang J, Eltoum LE, Lamartiniere CA. 2003. Dietary
diethylstilbestrol but not genistein adversly affects rat testicular
development. J nutr. 133: 2287-2293.
Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Widjajakusumah MD,
Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah
MD, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical
Physiology. Ed ke-17.
Glover A dan Assinder SJ. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary
phytoestrogen reduces fecundity and alters epididymal steroid hormon
receptor expression. J Endocrinol.189: 565-573.
Griswold MD. 1998. The central role of Sertoli cells in spermatogenesis. Cell and
Developmental Biology. 9: 411-416.
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9.
Setiawan J, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta
(ID): EGC.
Harris HA. 2007. Estrogen Receptor-ß: Recent Lessons from In Vivo Studies. Mol
Endocrinol. 21: 1-13.
Hess RA. 2003. Estrogen in the Adult Male Reproductive Tract: a Review.
Reprod Biol Endocrinol. 1: 53.
Lucas TFG, Pimenta MT, Pisolato R, Lazari MFM, Porto CS. 2011. 17β-estradiol
signalling and regulation of Sertoli cell function. Spermatogenesis. 1(4):
318-324.
Nagao T, Yoshimura S, Saito Y, Nakagomi M, Usumi K, Ono H. 2001.
Reproductive effects in male and female rats of neonatal exposure to
genistein.Reproductive Toxicology. 15(4): 399-411.
O'Donnell L, Robertson KM, Jones ME, Simpson ER. 2001. Estrogen and
Spermatogenesis. Endocr Rev. 22: 289-318.
Ohno S, Nakajima Y, Inoue K, Nakazawa H, Nakajin S. 2003. Genistein
administration decrease serum corticosterone and testosterone levels in rats.
Life Sci. 74(6): 733-42.
Pilsakova L, Riecansky L, Jagla F. 2010. The Physiological Actions of Isoflavone
Phytoestrogens: a Review. Physiological Research.ISSN 1802-9973.
Pinilla L, Garnelo P, Gaytan F. 1992. Hypothalamic-pituitary function in
neonatally oestrogen-treated male rats.J Endocrinol. 134: 279-286.
Puspitasari N. 2013. Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas
terhadap Perkembangan Reproduksi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Pribadi WA. 2012. Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella
alpina) terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Umur
Kebuntingan 0 – 13 Hari [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Robb GW, Amann R, Killian GJ. 1987. Daily sperm production and epididymal
sperm reserves of pubertal and adult rats. Journal ofReproduction and
Fertility. 54: 103-107.
Saputra L dan Dwisang EL. 2010.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan
Paramedis. Tangerang (ID): Binarupa Aksara Publisher.

12
Sari OP. 2007. Pengaruh pemberian ekstrak kedelai dosis bertingkat terhadap
jumlah spermatozoa mencit jantan strain balb/c [Tesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Serag El Din OS, Batta H, Abd El Azim, Abd El Fattah N. 2011.Effect of soybean
on fertility of male and female albino rats.Journal of American Science.7(6).
Sharma AK. 2010. Role of Phytoestrogen in Treatment of Cancer: a Review.
International Journal of PharmaReasearch & Development.2(9).
Sharpe RM, Atanassova N, McKinnell C. 1998. Abnormalities in functional
development of the Sertoli cells in rats treated neonatally with
diethylstilbestrol: A possible role for estrogen in Sertoli cell development.
Biol Reprod. 59: 1084-1094.
Sherrill JD, Sparks M, Dennis J, Mansour M, Kemppainen BW, Bartol FF,
Morrison EE, Akingbemi BT. 2010. Developmental exposures of male rats
to soy isoflavones impact leydig cell differentiation. Biol Reprod. 83: 488501.
Sisk CL dan Zehr JL. 2005. Pubertal hormones organize the adolescent brain and
behavior. Frontiers in Neuroendocrinology 26:163–174.
Tanaka K, Sakai H, Hashizume M, Hirohata T. 2000. Serum testosteron:estradiol
ratio and the development of hepatocellular carcinoma among male cirrhotic
patients. American Association for Cancer Research.
Toyama Y, Ohkawa M, Oku R. 2001. Neonatally administered diethylstilbestrol
retards the development of the blood-testis barrier in the rat. J Androl. 22:
413-423.
Weber KS, Setchell KD, Stocco DM, Lephart ED. 2001. Dietary soyphytoestrogen decrease testosteron levels and prostate weight without
altering LH, prostate 5alpha-reductase or testicular steroidogenic acute
regulatory peptide levels in adult male Sprague-Dawley rats. J endo. 170(3).
Widodo J. 2005. Isoflavon, makanan ajaib [Internet]. [Diunduh 2014 Februari 25].
Tersedia pada:http://www.pdpersi.co.id.
Yusa.2005. Sains Biologi untuk SMP Kelas III Semester 2. Bandung (ID):
Grafindo.
Zanato VF, Martins MP, Anselmo-Franci JA, Petenusci SO, Lamano- Carvalho
TL. 1994. Sexual development of male Wistar rats. BrazilianJournal of
Medical and Biological Research. 27: 1273-1280.

13
Lampiran 1 Bagan pembuatan ekstrak tempe

Tempe dirajang kemudian digiling atau ditumbuk

Diberi pelarut dengan perbandingan 1:3, yaitu 3 kg ekstrak tempe dengan 9
liter etanol 70%

Dikocok menggunakan stirrer elektrik selama 2 jam agar homogen

Dibiarkan selama 24 jam

Disaring untuk mendapatkan filtratnya

Dimasukkan ke dalam rotavapor selama 2 hari dengan suhu 40 oC

Dilakukan freeze dryer untuk pengeringan

Menjadi bentuk serbuk

14
Lampiran 2 Hasil analisis rataan bobot badan
Group Statistics
N

Kelompok
BB4mg
BB6mg
BB8mg

1
2
1
2
1
2

3
3
3
3
3
3

Levene's
Test for
Equality of
Variances
F
Sig.

Equal
variance
s
assumed
BB4mg

.349

.587

Std. Deviation

Std. Error Mean

32.0800
31.3467
50.9367
102.1667
100.6700
118.0367

3.16830
4.19491
4.96931
1.42117
20.33687
26.32782

1.82922
2.42193
2.86903
.82051
11.74149
15.20038

Independent Samples Test
t-test for Equality of Means

t

df

.242

4

.242

Equal
variance
s
not
assumed

Equal
variance
s
assumed
BB6mg
Equal
variance
s
not
assumed
Equal
variance
s
assumed
BB8mg
Equal
variance
s
not
assumed

Mean

4.566 .099 -17.168

.267

.633

.821

.73333

95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
3.03509 -7.69343 9.16010

3.722 .822

.73333

3.03509 -7.94800 9.41467

Std.
Error
Difference

.000

-51.2300 2.98406 -59.5150 -42.9449

-17.168 2.325 .002

-51.2300 2.98406 -62.4939 -39.9660

-.904

-.904

4

Sig. (2Mean
tailed) Difference

4

.417

19.20714 -70.6942 35.96089
17.36667

3.760 .420

19.20714 -72.0633 37.33005
17.36667

15
Lampiran 3 Hasil analisis rataan bobot testis dan rasio bobot testis terhadap bobot
badan
a. Rataan bobot testis
Kelompok
BT4mg
BT6mg
BT8mg

1
2
1
2
1
2

Levene's
Test for
Equality of
Variances
F Sig.

BT4
mg

BT6
mg

BT8
mg

Equal
1.235 .329
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
Equal
1.751 .256
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
Equal
.755 .434
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed

Group Statistics
Mean
Std. Deviation
.143000
.0251595
.137233
.0445606
.303667
.0952960
1.006667
.1942507
1.726667
.3810949
1.863333
.2119748

N
3
3
3
3
3
3

Std. Error Mean
.0145258
.0257271
.0550192
.1121507
.2200253
.1223837

Independent Samples Test
t-test for Equality of Means

t

df

Sig.
(2taile
d)

Mean
Differenc
e

Std. Error
Differenc
e

.195

4

.855

.0057667

.0295446

3.158 .857

.0057667

.0295446

.085658

.0971920

.005

-.7030000

.1249195

1.04983

-.356167

2.910 .012

-.7030000

.1249195

1.10759

-.298401

.616

-.1366667

.2517715

.835696

.5623631

3.129 .624

-.1366667

.2517715

.919489

.6461565

.195

5.628
5.628

-.543

-.543

4

4

95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
.0877955
.076262

16
b. Rataan rasio bobot testis terhadap bobot badan
N

Kelompok
BTBB4mg
BTBB6mg
BTBB8mg

1
2
1
2
1
2

3
3
3
3
3
3

Levene's Test
for Equality of
Variances
F
Sig.

Equal
variances
assumed
BTBB
Equal
4mg
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
BTBB
Equal
6mg
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
BTBB
Equal
8mg
variances
not
assumed

1.682 .264

Group Statistics
Mean
.443667
.431433
.591533
.986567
1.713100
1.610500

.631

t

.196

-2.682

-2.682

4.724 .095

Std. Error Mean
.0194238
.0593697
.0908718
.1159069
.0522254
.1497274

Independent Samples Test
t-test for Equality of Means

.196

.270

Std.
Deviation
.0336430
.1028314
.1573945
.2007566
.0904570
.2593354

.647

.647

df

Sig.
(2taile
d)

Mean
Std. Error
Differenc Differenc
e
e

4

.854

.0122333

2.423 .860

.0122333

.0624664

.216200

.2406675

.055 -.3950333

.1472823

.803954

.0138880

3.784 .058 -.3950333

.1472823

.813305

.0232384

4

4

95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
.0624664
.1856678
.161201

.553

.1026000

.1585742

.337672

.5428726

2.480 .572

.1026000

.1585742

.467605

.6728059

17
Lampiran 4 Hasil analisis rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio
testosteron terhadap estradiol
a. Rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap
estradiol tikus jantan usia 28 hari

Testosteron
Estradiol
Rasio

Kelompok
1
2
1
2
1
2

N
3
3
3
3
3
3

Levene's
Test for
Equality of
Variances
F
Sig.

Group Statistics
Mean
Std. Deviation
520.67
184.538
264.33
57.744
6.2400
1.06381
13.6567
4.55796
81.914233
14.9519270
20.681100
6.6647328

Std. Error Mean
106.543
33.338
.61419
2.63154
8.6324991
3.8478853

Independent Samples Test
t-test for Equality of Means

t

df

Sig.
Mean
Std. Error 95% Confidence Interval
(2Difference Difference
of the Difference
tailed)
Lower
Upper
4
.083
256.333
111.637
-53.622
566.288

Equal
6.476 .064 2.296
variances
assumed
Testosteron Equal
2.296 2.388
variances
not
assumed
Equal
8.647 .042
4
variances
2.745
assumed
Estradiol
Equal
- 2.217
variances
2.745
not
assumed
Equal
3.443 .137 6.479
4
variances
assumed
Rasio
Equal
6.479 2.765
variances
not
assumed

.128

256.333

111.637

-156.456

669.122

.052

-7.41667

2.70227

-14.91936

.08603

.099

-7.41667

2.70227

-18.01729

3.18395

.003 61.2331333 9.4512572 34.9922367 87.4740300

.010 61.2331333 9.4512572 29.6527147 92.8135519

18
b. Rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap
estradiol tikus jantan usia 42 hari

Testosteron
Estradiol
Rasio

Kelompok
1
2
1
2
1
2

N
3
3
3
3
3
3

Levene's
Test for
Equality of
Variances
F
Sig.

Group Statistics
Mean
669.00
624.33
9.7333
3.4933
75.581400
183.673800

Std. Deviation
102.587
84.388
4.40927
.58654
25.0026296
48.1982462

Std. Error Mean
59.228
48.721
2.54569
.33864
14.4352750
27.8272704

Independent Samples Test
t-test for Equality of Means

t

df

Equal
.304 .611 .582
4
variances
assumed
Testosteron Equal
.582 3.857
variances
not
assumed
Equal
11.229 .029 2.430
4
variances
assumed
Estradiol
Equal
2.430 2.071
variances
not
assumed
Equal
.901 .396
4
variances
3.448
assumed
Rasio
Equal
3.004
variances
3.448
not
assumed

Sig.
(2tailed)

Mean
Difference

Std. Error
Difference

95% Confidence Interval
of the Difference
Lower
Upper
-168.267
257.600

.592

44.667

76.693

.593

44.667

76.693

-171.426

260.759

.072

6.24000

2.56812

-.89023

13.37023

.131

6.24000

2.56812

-4.45565

16.93565

.026

31.3485908
108.0924000
195.1300414 21.0547586

.041

31.3485908
-8.3968018
108.0924000
207.7879982

19
c.

Rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap
estradiol tikus jantan usia 56 hari

Testosteron
Estradiol
Rasio

Kelompok
1
2
1
2
1
2

N

Levene's Test
for Equality
of Variances
F
Sig.

Equal
variances
assumed
Testos
teron Equal
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
Estradi
Equal
ol
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
Rasio Equal
variances
not
assumed

5.756

.482

1.149

Group Statistics
Mean
Std. Deviation
3
1696.67
209.096
3
2014.33
859.594
3
6.7067
4.99392
3
9.5667
6.70135
3
339.577400
179.3070597
3
294.816767
266.1380608

Independent Samples Test
t-test for Equality of Means

t

4

.568

-317.667

95% Confidence Interval of
the Difference
Lower
Upper
510.758
-1735.760
1100.426

-.622 2.236

.591

-317.667

510.758

-2307.416

1672.083

4

.585

-2.86000

4.82519

-16.25687

10.53687

-.593 3.698

.588

-2.86000

4.82519

-16.69997

10.97997

.074 -.622

.526 -.593

.344

Std. Error Mean
120.722
496.287
2.88324
3.86903
103.5229792
153.6548810

.242

df

Sig.
Mean
(2Difference
tailed)

Std. Error
Difference

4

.821 44.7606333 185.2750109

- 559.1665306
469.6452639

.242 3.505

.823 44.7606333 185.2750109

- 589.0887884
499,5675217

20
Lampiran 5 Hasil analisis rataan jumlah spermatozoa tikus jantan usia 56 hari
Group Statistics
Kelompok
spermatozoa

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

1

3

3991666.67

4777638.887

2758371.097

2

3

10741666.67

3426854.729

1978495.500

Levene's
Test for
Equality
of
Variances
F Sig.

Independent Samples Test
t-test for Equality of Means

t

df

Equal
.776 .428
4
variances
1.988
assumed
Spermatozoa
Equal
- 3.627
56 hari
variances
1.988
not
assumed

Sig.
(2tailed)

95% Confidence Interval of
the Difference
Lower
Upper
.118
- 3394562.646
- 2674816.842
6750000.000
16174816.842
.125

Mean
Difference

Std. Error
Difference

- 3394562.646
- 3069407.759
6750000.000
16569407.759

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Nurul Chotimah merupakan anak kedua dari
dua bersaudara dari pasangan Maman Suhaman dan Siti Rokhani. Penulis
dilahirkan di Bandung, 18 Desember 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan
menengah di SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2010 kemudian pada tahun yang
sama diterima di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Fakultas Kedokteran
Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi
mahasiswa, penulis pernah bergabung menjadi bendahara Himpro Ornithologi dan
Unggas selama periode tahun 2012/2013.