DEMOKRASI, OTONOMI DAN FENOMENA POLITIK DINASTI PADA PILKADA DI ERA REFORMASI
POLITIK
Banyak pihak yang berpendapat, bahwa sosial menjadi semacam “training ground” atau Indonesia dewasa ini mengalami alami krisis
“kawah Candradimuka” untuk membangun negarawan . Tema sentral dan kata kunci penting
jati diri pemimpin paripurna: berintegritas, membicarakan sosok seorang negarawan
berkarakter kebangsaan berkualitas moral sebenarnya menukik pada apakah pola sikap,
dan berakhlak mulia. Ruang kehidupan sosial pola pikir, pola kerja dan kemauan berjuang di
menjadi satu-satunya ”lembaga fit and proper test” tengah masyarakat-bangsa semata-mata untuk
yang paling absah untuk menyeleksi pemimpin memuliakan tugas dan tanggung jawabnya,
yang tangguh dan berkepribadian utuh. Budaya atau tidak? Ini salah satu instrumen penting
kepemimpinan mengamanatkan pentingnya untuk menimbang figur negarawan atau bukan.
seorang pemimpin mesti menjunjung tinggi Artinya, seorang negarawan tercermin dari budi
nilai-nilai moral dan tanggung jawab sosial luhurnya. Jika faktor kenegarawanan melekat
dalam memajukan masyarakat-bangsa. pada dimensi kekuasaan dalam pemerintahan,
Masalahnya kemudian, apakah proses maka budi luhur itu tercermin dalam totalitas
seleksi alami kepemimpinan berkembang
Jurnal
Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
menjadi kolam untuk menyemai “bibit-bebet- realitas sosial masyarakat sehat akan terbangun
bobot” sumber daya pemimpin nasional yang pergulatan proses sosial yang secara wajar dan
memiliki semangat pengabdian kepada bangsa. sehat pula. Sosok pemimpin yang lahir dari
Alih-alih rumah besar itu untuk melahirkan ruang sosial yang menegakkan inklusivisme
anak bangsa yang dipercaya dan mau bekerja demokrasi dan etika sosial (publik) yang hidup
setulus hati untuk kebaikan rakyat, yang ada dalam masyarakat akan secara signifikan
malah menampilkan hiruk-pikuk proyek melahirkan figur pemimpin yang sidiq, amanah
percontohan sosial yang semakin menggerus dan pathonah.
krisis kepemimpinan dan keteladanan ke Bagaimana mungkin lahir pemimpin
dalam pola pragmatisme pertarungan politik yang adil, amanah dan bijak dari seorang
transaksif dalam wujudnya yang telanjang. “ibu sosial” yang sakit?Bagaimana mungkin
Berbanding lurus dengan itu, logika berharap negarawan sejati dari komunitas
berpikir publik mengimperatifkan etika sosial masyarakat sakit?Tampilnya sosok negarawan
bahwa pada tataran normatif kemumpunian sebagai “ibu politik” masyarakat-bangsa
seorang pemimpin yang otentik adalah sejatinya terbangun di atas kerangka bangunan
mereka yang berhidmat pada keteguhan realitas sosial ruang-ruang peradaban yang
aspek moral, integritas dan tanggung jawab bersifat majemuk. Arsitektur bangunan mulia
seorang pemimpin dalam menjaga kepercayaan kenegarawanan fondamennya nilai-nilai dasar
rakyat. Artinya, dimensi-dimensi prima moral-kemanusiaan. Bahkan dalam perspektif
seorang pemimpin terletak pada visi, orientasi teologi, orang yang mulia adalah mereka yang
dan tanggung jawabnya mengedepankan bertaqwa dan banyak amalnya.
kepentingan rakyat dalam berbaga aspek Secara ekstrim, krisis negarawan terjadi
kehidupan sebagai rujukan praktis komitmen bilamana hiruk-pikuk sosial memanifestasikan
moral yang kuat.
realitas kasat mata sekadar pertarungan Pemimpin daerah yang terpilih sebagai ademokratis dan tidak etis dalam perjuangan
pasangan kepala daerah dan wakil kepala jabatan dan kedudukan di tengah-tengah
daerah harus menjadi pejuang kepentingan masyarakat. Karena itu, kita patut merisaukan
rakyat. Berpikir dan bekerja atas dasar spirit manakala orang tak banyak lagi mempersoalkan
mengembangkan perilaku karya melayani, nilai-nilai dasar kemanusiaan dan kepatutan,
salus populis masyarakat di daerahnya. Tulus- termasuk
ikhlas dan berdedikasi penuh demi mencapai kekuasaan dengan cara mempersempit ruang
kecenderungan
merelatifikasi
sasaran dan tujuan mulia mewujudkan publik untuk terjadinya diskursus yang intensif
kesejahteraan rakyat. Visi membangun daerah dan total dalam mendiskusikan masalah
melalui program-program pembangunan keadilan substantif di dalam masyarakat.
yang prorakyat hendaknya menjadi jiwa korsa Di sini kita jadi ingat ungkapan Paus Leo
semangat pengabdian yang terbaik kepada
VII, yang mengatakan bahwa semua kekuasaan
publik
itu harus mengacu kepada kebenaran; dan kebenaran itu pada dasarnya cinta kepada
E. PENUTUP
sesama manusia. Cinta kepada sesama Tinggi rendahnya kadar intelektual sebuah manusia itu berarti totalitas kemampuan dalam
masyarakat akan sangat menentukan luas memahami, memerdulikan dan membantu
dan sempitnya wawasan politik masyarakat kesejahteraan lahir batin agar tercapai kebaikan
tersebut, pada akhirnya juga akan menentukan orang banyak (pro bono publico). kualitas demokrasi dari negara itu secara Bila berkaca dari mainstream perpolitikan
keseluruhan. Indonesia telah memilih republik mutakhir di negeri ini, maka ekspektasi lahirnya
sebagai bentuk negara, sehingga terbentuklah sosok pemimpin berkelas negarawan rasanya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). semakin jauh dari harapan. Laboratorium
Pelaksanaan otonomi daerah dalam bingkai sosial untuk melahirkan pemimpin yang
NKRI menekankan prinsip-prinsip demokrasi mumpuni dan visioner dalam kondisi yang
546
Jurnal
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Jurnal
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Semangat kerepublikan dan semangat demokrasi menjadi unsur penting bagi penanda kedaulatan rakyat dan emansipasi politik, sehingga menjadi penanda pula akan adanya penentangan yang serius terhadap politik dinasti.
Bagaimana pun musuh pertama republik adalah absolutisme yang mengejawantah dalam praktik pemerintahan raja-raja; dan sejatinya politik dinasti diturunkan dari sistem politik seperti itu. Sedangkan dalam alam dan paham demokrasi kekuasaan diproduksi secara sosial melalui suatu mekanisme demokratis dan partisipatif, bukan diturunkan secara biologis. Nilai-nilai dan semangat egalitarian memupus cara pandang feodal. Ketika kita memilih republik dan sistem demokrasi, maka seharusnya tidak ada lagi kecenderungan para elite dan keluarga kaya juga para penguasa yang memandang diri dan keluarga mereka sebagai ”anasir” istimewa yang berbeda derajatnya dengan kebanyakan rakyat. Ini berarti, bahwa substansi yang terkandung di dalam undang-undang bidang politik, lebih dari sekadar kehidupan politik rakyat berada dan senantiasa berada di bawah kontrol masyarakat, melainkan sejauh mana pula kedaulatan rakyat itu tercermin dalam mekanisme dan prosedur demokrasi empiris, termasuk dalam proses politik dan penyelenggaran suatu pemilihan umum atau pilkada.
Dalam proses pemilu kepala daerah secara langsung, rakyat dituntut mengekspresikan hak pilihnya berdasarkan komitmen dan nalar-intelektualnya dalam mengartikulasikan suaranya secara cerdas untuk memilih kepala daerah yang mumpuni; tidak saja berdasar hati nurani tapi juga hati-hati.Sasaran dan substansi pemilu kepala daerah merupakan suatu kesempatan memberi dan memperoleh legitimasi politik, sehingga wajah demokrasi dan kepemimpinan lokal benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat di daerah.
Model demokrasi yang realistik dan empirik seharusnya tampak dalam peta hubungan korelatif dan egaliter antara rakyat dan negara dalam proses politik, sehingga dengan pemilu kepala daerah secara langsung akan memupus oligarki partai politik. Proses pergerakan menuju demokrasi hendaknya diarahkan
untuk menemukan titik korespondensi antara infrastruktur dan suprastruktur politik agar makna daulat rakyat dalam proses dan mekanisme power sharing semakin bermakna. Hal ini bergantung pada seberapa besar enerji politik civil society bersinergi secara signifikan dalam arena demokrasi. Sementara itu, elite politik sebagai aktor demokrasi dituntut melaksanakan konsolidasi demokrasi secara solid; sementara di level infrastruktur, rakyat hendaknya giat melakukan proses emansipasi politik untuk menciptakan ruang politik yang memberikan seluas mungkin kesempatan warga negara dalam pelibatan politik, pelibatan ekonomi juga perlakuan hukum yang adil.
REFERENSI
Apter, David E, 1988. Pengantar Analisa Politik
(diterjemahkan oleh Setiawan Abadi). Jakarta: LP3ES.
Deswanty, Mercy Luwina, dkk (Penyunting),
2012. Isran Noor dalam Perpektif Media, Jakarta: Profajar Jurnalism.
Firmanzah, 2007. Marketing Politik: Antara
Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Frederickson, George H., 1988. Administrasi Negara Baru. Jakarta: LP3ES.
Indrayana, Denny, 2011. Indonesia Optimis. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Kartiwa, A. dan Nugraha, 2012. Mengelola Kewenangan
Pemerintahan. Bandung: Lepsindo.
Kausar, 2013. Membuka Cakrawala Otonomi Daerah. Bandung: Lepsindo.
Ndraha, Talizuduhu, 2003. (Kybernology) Ilmu
Pemerintahan Baru. Jakarta: Rineka Cipta. Pabotinggi, Mochtar, 1999. Suara Waktu: Gugus
Gagas Politik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Rasyid, Ryaas, 2000. ”Perspektif Otonomi Luas”,
dalam Otonomi atau Federalisme Dampaknya Terhadap Perekonomian. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Suara Pembaruan
Rondinelli, Dennis A., John R. Nellis & G.
Shabbir Cheema, 1983. Decentralization in Developing Countries: A Review of Recent
Experience, Washington, D.C: The World Zainuddin, A. Rachman, “Antara Politik dan Bank.
Moral”, dalam Jurnal Ilmu Politik No. 16 Tahun Smith, B.C, 1985. Decentralization, The Territorial
1996, hal. 13.
Dimension of The State, George Allen & Winters, Jefrrey, ”Oligarki Seharusnya Tunduk UNWIN, Sydney.
kepada Hukum”, dalam Harian Kompas, edisi Suseno-Franz Magnis, 1997. Mencari Sosok
4 Juni 2011, hal. 3.
Demokrasi: Sebuah Telaah Filosofis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Surat Kabar:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Harian Kompas edisi 4 Juni 2011
Pemerintahan Daerah, Bandung: Penerbit Citra Umbara
Koran Sindo, 8 September 2014 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Koran Sindo, edisi 6 September 2014 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pos Kupang, edisi 1 Februari 2005 Pusat dan Daerah, Bandung: Penerbit Citra
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015