HUKUM-HUKUM KEDOKTERAN

HUKUM-HUKUM KEDOKTERAN

MENCEGAH KEHAMILAN SOAL

1. Bolehkah wanita yang sehat melakukan pencegahan kehamilan untuk sementara, dengan menggunakan alat-alat dan bahan kontrasepsi yang mencegah

terbentuknya

‚nuthfah?‛

2. Apa hukum penggunaan alat pencegahan kehamilan temporal yang diberi nama

IUD. Yang hingga kini tidak diketahui secara pasti proses pencegahannya terhadap kehamilan. Namun, yang populer adalah bahwa dia dapat mencegah terbentuknya

‚nuthfah?‛

3. Bolehkah wanita sakit yang mengkhawatirkan nyawanya bila hamil, mencegah

4. Bolehkah wanita-wanita yang berpotensi melahirkan anak cacat atau terkena penyakit-penyakit keturunan fisik dan mental, mencegah kehamilan secara permanen?

JAWAB: 1. Dia boleh melakukannya dengan persetujuan suami.

2. Hal itu tidak diperbolehkan, bila menyebabkan menggugurkan ‚nuthfah‛ yang telah berada dalam rahim, atau (di saat memasangnya, peny.) menyebabkan

secara haram.

3. Tidak ada larangan untuk mencegah kehamilan dalam kasus yang ditanyakan. Bahkan tidak boleh menyengaja hamil, jika akan membahayakan kehidupan sang

ibu.

4. Tidak ada larangan jika demi tujuan yang wajar, menurut orang-orang berakal dan bebas dari bahaya yang patut diperhatikan serta diizinkan oleh suami.

SOAL 1204: Apa hukum menutup saluran sperma laki-laki untuk mencegah SOAL 1204: Apa hukum menutup saluran sperma laki-laki untuk mencegah

SOAL 1205: Bolehkah wanita sehat, yang tidak mengalami resiko bila hamil, mencegah kehamilan dengan cara azl (melakukan ejakulasi di luar kemaluan, peny.) atau dengan menggunakan alat spiral, atau dengan mengkonsumsi obat- obatan, atau dengan cara menyumbat saluran rahim, ataukah tidak diperbolehkan? Dan bolehkah suaminya memaksanya menggunakan salah satu cara

azl? JAWAB: Pada dasarnya tidak diarang untuk mencegah kehamilan dengan cara azl berdasarkan restu suami-istri, atau dengan cara-cara lainnya, bila demi tujuan yang wajar (menurut orang-orang berakal), aman dari bahaya yang patut diperhatikan, dilakukan atas seizin suami dan (pada saat memasang, peny.) tidak menyebabkan pandangan atau sentuhan yang haram. Namun, suami tidak berhak

hal itu.

SOAL 1206: Bolehkah wanita hamil, yang hendak menutup saluran rahim, menjalani operasi caesar saat melahirkan, agar penutupan rahim dapat diselesaikan

operasi? JAWAB: Hukum tentang menyumbat saluran rahim telah dijelaskan di atas. Sedangkan boleh dan tidaknya operasi caesar tergantung pada seberapa jauh keperluannya, dan bergantung pada permintaan wanita yang hamil. Secara umum lelaki non-muhrim diharamkan menyentuh dan memandang wanita pada saat operasi caesar dan pada saat penyumbatan saluran rahimnya kecuali karena

saat

kondisi

mendesak

(dharurah).

SOAL 1207: Bolehkah istri menggunakan alat-alat kontrasepsi (pencegah kehamilan)

seizin suaminya? JAWAB:

SOAL 1208: Seorang lelaki yang telah mempunyai empat orang anak menjalani penyumbatan saluran sperma. Apakah dia berdosa jika istrinya tidak tidak setuju? JAWAB: Hal itu tidak bergantung pada persetujuan istri. Oleh karena itu, suami tidak berdosa karena perbuatan tersebut. ABORSI

SOAL 1209: Bolehkah menggugurkan janin karena problem ekonomi? JAWAB: Tidak diperbolehkan menggugurkan janin hanya karena adanya kesulitan-kesulitan

SOAL 1210: Pada bulan-bulan pertama masa kehamilan, seorang dokter, telah melaksanakan pemeriksaan, memberitahu kondisi pasiennya yang sedang hamil, bahwa apabila tetap hamil, maka ada kemungkinan nyawanya terancam bahaya, dan anaknya akan terlahir dalam keadaan cacat. Karena itulah dokter memerintahkannya

aborsi. Apakah dia boleh melakukannya? Dan bolehkah melakukan aborsi sebelum janin

agar

melakukan

bernyawa? JAWAB: Kondisi cacat janin bukanlah alasan syar’i untuk menggugurkan janin, meskipun sebelum ditiupkan padanya ruh (bernyawa). Namun mengenai kekhawatiran akan keselamatan nyawa ibu bila tetap hamil, bila didasari oleh bernyawa? JAWAB: Kondisi cacat janin bukanlah alasan syar’i untuk menggugurkan janin, meskipun sebelum ditiupkan padanya ruh (bernyawa). Namun mengenai kekhawatiran akan keselamatan nyawa ibu bila tetap hamil, bila didasari oleh

SOAL 1211: Para dokter spesialis, dengan menggunakan metode-metode dan peralatan modern dapat menentukan banyak dari kekurangan-kekurangan (cacat) janin dalam kandungan. Mengingat banyaknya kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang yang cacat fisik setelah kelahiran mereka, bolehkah menggugurkan janin yang dipastikan cacat fisik oleh dokter spesialis yang terpecaya? Dan apakah usia tertentu menjadi syarat dalam situsai demikian? JAWAB: Menggugurkan janin dalam usia berapa pun tidak diperbolehkan, hanya karena cacat fisik dan kesulitan yang akan dihadapi dalam kehidupannya kelak

SOAL 1212: Bolehkah menggugurkan nuthfah yang telah terbentuk dan menetap (di dalam rahim, peny.) sebelum memasuki tahap ‘alaqah, yang biasanya memakan waktu sekitar 40 hari? Dan secara terperinci, bagaimana hukumnya menggugurkan

(umur) berikut:

3. Darah yang

(‘idzham)? JAWAB: Tidak diperbole hkan menggugurkan ‚nuthfah‛ setelah menetap di dalam rahim, dan tidak diperbolehkan menggugurkan janin dalam tahap-tahap berikutnya.

SOAL 1213: Mengingat bahwa sebagian suami mengidap penyakit keturunan berupa kekurangan darah dan juga masalah-masalah genetik lainnya, dan SOAL 1213: Mengingat bahwa sebagian suami mengidap penyakit keturunan berupa kekurangan darah dan juga masalah-masalah genetik lainnya, dan

demikian? JAWAB: Jika identifikasi penyakit janin pasti dan memelihara anak seperti itu akan menyulitkan, maka boleh menggugurkan kehamilan sebelum bernyawa. Tapi

(denda syar’i).

SOAL 1214: Apa hukum aborsi itu sendiri? Dan apa hukumnya yang jika masih tetap berada dalam kandungan dia (janin) akan membahayakan nyawa ibunya? JAWAB: Menggugurkan janin haram secara syar’i, dan sama sekali tidak diperbolehkan, kecuali jika tetap berada dalam keadaan hamil dia akan membahayakan nyawa ibunya, maka aborsi dalam situasi demikian tidak dilarang selama janin belum bernyawa. Jika janin telah bernyawa, maka tidak boleh digugurkan, meskipun keberadaannya dalam kandungan membahayakan nyawa ibunya, kecuali jika keberadaannya dalam kandungan akan membahayakan ibu dan janin sekaligus, sedangkan nyawa janin tidak dapat diselamatkan, dan penyelamatan nyawa ibu hanya dapat dilakukan dengan menggugurkan

kandungan.

SOAL 1215: Seorang wanita telah menggugurkan janinnya hasil dari perzinahan pada usia kehamilan tujuh bulan atas permintaan ayahnya. Apakah wajib membayar d iyah (tebusan syar’i atas pembunuhan tersebut, peny.)? Jika wajib membayarnya, siapakah yang menanggungnya, ibu janin ataukah ayahnya

(ayah si wanita)? Diyah tersebut dibayarkan kepada siapa? Dan berapakah ukurannya

Anda YM? JAWAB: Dia diharamkan mengugurkan janin, walaupun hasil dari perzinahan. Permintaan ayahnya (untuk aborsi) bukanlah alasan yang membenarkan tindakan tersebut. Dia wajib membayar diyah, jika dia adalah pelaku langsung atau menjadi pembantu yang terlibat dalam pengguguran dan aborsi tersebut. Jumlah tebusan yang wajib dibayarkan dalam kasus demikian tidak dapat dipastikan. Berdasarkan ahwath (untuk lebih hati-hati), wajib melakukan damai dan denda tersebut diperlakukan secara hukum sebagaimana harta warisan orang

SOAL 1216: Berapakah jumlah diyah janin yang digugurkan secara sengaja pada usia dua setengah bulan? Dan diyah tersebut wajib dibayarkan kepada siapa? JAWAB: Jika yang digugurkan adalah ‘alaqah, maka dendanya sebayak 40 dinar. Jika berupa mudhghah dendanya sebayak 60 dinar. Jika ia sudah menjadi tulang tanpa daging, maka jumlah dendanya sebanyak 80 dinar. Denda tersebut dibayarkan kepada ahli waris janin, dengan memperhatikan perangkat- perangkat dalam warisan, namun pewaris yang melakukan aborsi tidak berhak mewarisinya.

SOAL 1217: Bila seorang wanita hamil, demi menyembuhkan gusi dan giginya, dan berdasarkan identifikasi dokter spesialis, perlu menjalani operasi bedah, apakah dia boleh menggugurkan janin, sebab janin akan mengalami cacat akibat suntikan

laser? JAWAB: Hal tersebut bukanlah sebab yang memperbolehkan pengguguran janin.

dan

sinar

SOAL 1218: Jika seorang janin dalam rahim akan segera mati secara pasti. Sedangkan keberadaanya dalam rahim berbahaya bagi nyawa ibunya juga, bolehkah dia digugurkan? Seandainya suami wanita bertaklid kepada marjak yang tidak memperbolehkan aborsi dalam kondisi demikian. Sedangkan wanita (istrinya) dan kerabatnya bertaklid kepada marjak yang membolehkannya, apa taklif

suami? JAWAB: Berkenaan dengan pertanyaan di atas, karena masalahnya berkisar antara kematian pasti sang bayi saja dan kematian pasti bayi sekaligus ibunya, maka minimal, mau tidak mau haruslah meyelamatkan nyawa ibu, dengan menggugurkan janin. Dalam kasus yang ditanyakan di atas, suami tidak diperbolehkan mencegah istrinya untuk melakukannya. Namun, wajib sebisa mungkin bertindak dengan cara yang tidak menyebabkan pembunuhan bayi oleh

sang

seseorang.

SOAL 1219: Bolehkah menggugurkan janin yang nuthfah-nya terbentuk dari hasil persetubuhan salah yang dilakukan seorang non-Muslim atau hasil dari zina? JAWAB: Tidak diperbolehkan. BAYI

TABUNG

SOAL 1220: Apakah bayi tabung diperbolehkan bila sperma dan sel telur dari pasangan

sah? Jika boleh, bolehkah operasi ini ditangani oleh dokter non-muhrim? Dan apakah anak yang dilahirkan adalah anak suami-istri, pemilik sperma dan sel telur? Jika tidak diperbolehkan, apakah ada pengecualian jika hal itu menentukan kelangsungan

suami-istri

yang

pasangan tersebut? JAWAB: Praktek itu sendiri tidak dilarang. Namun, segala tindakan

kehidupan

rumah

tangga tangga

diharamkan. Bayi yang dilahirkan melalui operasi tersebut dianggap sebagai anak pasangan suami-istri

sel telur. Hukum tentang diperbolehkannya operasi tersebut telah dijelaskan di atas.

SOAL 1221: Sebagian wanita (istri) dikarenakan tidak memiliki sel telur yang dibutuhkan untuk proses pembuahan, terpaksa berpisah atau menghadapi problem rumah tangga dan psikologis karena tidak mampu mengatasi penyakit tersebut

hamil). Bolehkah menggunakan sel telur perempuan lain untuk melakukan pembuahan dengan sel sperma suami di luar rahim melalui metode saintis kemudian memindahkannya

istri? JAWAB: Walaupun perbuatan itu sendiri tidak bermasalah secara syar’i, namun bayi yang lahir dengan cara ini menjadi anak pemilik sperma (suami wanita yang mandul) dan pemilik sel telur (wanita lain). Bayi tidak dianggap sebagai anak si pemilik rahim (istrinya sendiri). Oleh sebab itu, keduanya hendaknya memperhatikan prinsip ihtiyath (kehati- hatian) berkenaan dengan hukum syar’i yang

SOAL 1222: Jika sperma suami telah tersimpan, dan setelah kematiannya dikawinkan dengan sel telur istri, lalu diletakkan di rahimnya, maka 1) Apakah perbuatan tersebut boleh dilakukan secara syar’i?, 2) Apakah yang lahir itu adalah anak suaminya (yang telah wafat) dan terkait dengannya secara syar’i?, dan 3) Apakah bayi tersebut menjadi pewaris pemilik sperma? JAWAB: Perbuatan itu sendiri diperbolehkan. Bayi yang lahir menjadi anak pemilik sel telur dan rahim. Begitu juga menjadi anak pemilik sel sperma,

SOAL 1223: Bolehkah mengawinkan sel telur istri seorang lelaki mandul dengan sperma lelaki non-muhrim (lain) dan meletakkannya dalam rahimnya? JAWAB: Tidak ada halangan syar’i -pada dasarnya- mengawinkan sel telur si wanita dengan sperma lelaki non-muhrim. Namun, wajib menghindari tindakan-tindakan pendahuluan yang diharamkan, seperti memandang dan menyentuh dengan cara yang haram dan lain sebagainya. Dalam kondisi bagaimana pun, jika bayi lahir dengan cara ini, maka dia bukanlah anak suaminya, melainkan anak pemilik sperma dan wanita pemilik sel telur dan rahim

itu

sendiri.

SOAL 1224: Bolehkah wanita bersuami yang tidak mempunyai sel telur karena telah memasuki usia manoupouse, atau sebab lainnya, memindahkan sel telur istri kedua (madunya) setelah dikawinkan dengan sperma suaminya ke dalam rahimnya? Dan adakah perbedaan antara istri kedua dalam perkawinan permanen

temporal? Anak siapakah bayi yang dilahirkan, wanita pemilik sel telur, ataukah wanita pemilik

rahim? Dan bolehkah perbuatan tersebut dilakukan, jika sel telur istri lain diperlukan karena sel telur wanita pemilik rahim sangat lemah sehingga dikhawatirkan jika dibuahi

lahir cacat? JAWAB: Tidak ada halangan syar’i untuk pembuatan itu sendiri, dan tidak ada perbedaan hukum antara keduanya baik keduanya merupakan istri permanen atau pun istri temporal, atau salah satunya istri permanen dan yang lain istri temporal. Bayi menjadi anak sang pemilik sperma dan pemilik sel telur, dan juga bukan

dengan

sperma

suami,

anaknya

akan akan

dirinya. Hukum tentang diperbolehkannya tindakan ini telah dijelaskan di atas.

keturunan

atas

SOAL 1225: Bolehkah mengawinkan sel telur istri dengan sperma suaminya yang

berikut: • Setelah suami wafat dan masa ‚iddah‛ istri belum berakhir? • Setelah suami wafat dan masa ‚iddah‛ istri telah berakhir? • Jika ia (wanita) kawin dengan suami yang lain setelah suami pertama wafat, apakah ia boleh mengawinkan sel telurnya dengan sperma suami pertamanya yang

wafat? • Apakah ia diperbolehkan mengawinkan sel telurnya dengan sperma suami pertama

telah

wafat? JAWAB: Perbuatan itu sendiri tidak dilarang, tanpa membedakan masa iddahnya belum atau telah berakhir, sudah atau tidak kawin lagi, juga dengan sperma suami pertama setelah wafatnya suami kedua atau saat dia masih hidup. Namun, jika suami kedua masih hidup, dia harus memperoleh izin dan restu darinya.

SOAL 1226: Saat ini sel telur yang subur di luar rahim dapat dipelihara dalam tabung-tabung khusus agar tetap hidup dan agar dapat diletakkan dalam rahim pemilik sel telur saat dibutuhkan. Apakah pekerjaan semacam ini diperbolehkan? JAWAB: Tindakan itu sendiri diperbolehkan.