Sastra dan Globalisasi: Tantangan bagi Estetika Dalam Dunia Kritik Sastra di Indonesia

SASTRA DAN GLOBALISASI:
TANTANGAN BAGI ESTETIKA DALAM DUNIA KRITIK
SASTRA DI INDONESIA

Pidat o Pengukuhan
Jabat an Guru Besar Tet ap
dalam Bidang Ilmu/ Mat a Kuliah Krit ik Sast ra pada Fakult as Sast ra,
diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universit as Sumat era Ut ara
Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 3 Okt ober 2009

Oleh:

IKHWANUDDIN NASUTION

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia


Assalam ualaikum Warahm at ullahi Wabarakat uh
Selam at pagi dan salam sej aht era bagi kit a sem ua
Yang t erhorm at ,
• Bapak Ket ua dan Anggot a Maj elis Wali Am anat Universit as Sum at era
Ut ara
• Bapak Rekt or Universit as Sum at era Ut ara
• Para Pem bant u Rekt or Universit as Sum at era Ut ara
• Ket ua dan Anggot a Senat Akadem ik Universit as Sum at era Ut ara
• Ket ua dan Anggot a Dewan Guru Besar Universit as Sum at era Ut ara
• Para Dekan Fakult as/ Pem bant u Dekan, Direkt ur Sekolah Pascasarj ana,
Direkt ur dan Ket ua Lem baga di Lingkungan Universit as Sum at era Ut ara
• Para Dosen, Mahasiswa, dan Seluruh Keluarga Besar Universit as
Sum at era Ut ara
• Seluruh Tem an Sej awat sert a para undangan dan hadirin yang saya
m uliakan
Pada pagi hari yang berbahagia ini, izinkanlah saya m em anj at kan puj i
syukur kepada Allah SWT yang t elah m elim pahkan rahm at dan karunia- Nya
kepada saya dan kit a sem ua sehingga dapat hadir dan berkum pul di gedung
ini. Di sam ping it u, saya j uga m engucapkan salawat dan salam kepada
j unj ungan Nabi Besar Muham m ad SAW besert a keluarga dan para

sahabat nya.
Pada kesem pat an ini, saya j uga m engucapkan t erim a kasih kepada
Pem erint ah Republik I ndonesia, khususnya Ment eri Pendidikan Nasional
yang t elah m em berikan kepercayaan kepada saya unt uk m endapat kan
Jabat an Guru Besar Tet ap pada Fakult as Sast ra Universit as Sum at era Ut ara
dalam Bidang I lm u Sast ra dengan Mat a kuliah Krit ik Sast ra. Selanj ut nya
perkenankanlah saya m enyam paikan
penghargaan kepada Rekt or
Universit as Sum at era Ut ara at as kesem pat an yang diberikan kepada saya
unt uk m enyam paikan pidat o pengukuhan sebagai Guru Besar Tet ap di
hadapan Rapat Terbuka Universit as Sum at era Ut ara.
Hadirin yang t erhorm at , pada kesem pat an ini saya akan m enyam paikan
pidat o dengan j udul:
SASTRA D AN GLOBALI SASI : TAN TAN GAN BAGI ESTETI KA D ALAM
D UN I A KRI TI K SASTRA D I I N D ON ESI A

1

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara


 
1 . PEN D AH ULUAN
Hadirin yang saya m uliakan,
Pada dasarnya, karya sast ra ( sast ra) m erupakan krist alisasi nilai- nilai dari
suat u m asyarakat . Meskipun karya sast ra yang baik pada um um nya t idak
langsung m enggam barkan at au m em perj uangkan nilai- nilai t ert ent u, t et api
aspirasi m asyarakat m au t idak m au t ercerm in dalam karya sast ra t ersebut .
Oleh karena it u, karya sast ra t idak t erlepas dari sosial- budaya dan
kehidupan m asyakarat yang digam barkannya.
Karya sast ra dit ulis at au dicipt akan oleh sast raw an bukan unt uk dibaca
sendiri, m elainkan ada ide, gagasan, pengalam an, dan am anat yang ingin
disam paikan kepada pem baca. Dengan harapan, apa yang disam paikan it u
m enj adi m asukan, sehingga pem baca dapat m engam bil kesim pulan dan
m engint erpret asikannya sebagai sesuat u yang dapat berguna bagi
perkem bangan hidupnya. Hal ini m em bukt ikan, bahwa karya sast ra dapat
m engem bangkan kebudayaan. Dengan kalim at lain, karya sast ra selalu
berm uat an sosial budaya. Hal it u t erj adi, karena sast rawan j uga m engalam i
pengaruh lingkungan dan zam annya dalam m encipt akan karya. Dam ono
( 1998: 234) m engat akan bahwa karya sast ra adalah benda budaya; ia t idak

j at uh dari langit , t et api dicipt akan m anusia yang m erupakan individu
sekaligus bagian yang t idak t erpisahkan dari m asyarakat nya.
Bradbury ( Dam ono, 1999: 62) m enj elaskan bahwa karya sast ra pada
dasarnya m erupakan rangsangan bagi kebebasan yang ada dalam diri
pem baca, karya sast ra m enyaj ikan kebebasan yang ingin diungkapkan oleh
pem baca. I t ulah sebabnya pada saat - saat t ert ent u m asyarakat harus
m em berikan t oleransi yang sem akin besar t erhadap karya sast ra. Karya
sast ra it u m endidik, m em perluas penget ahuan t ent ang kehidupan,
m eningkat kan kepekaan perasaan, dan m em bangkit kan kesadaran
pem baca ( bdk. Wellek dan Aust in, 1990: 112; Goldm ann, 1981: 97) .
Perkem bangan sast ra yang sehat akan m engarah kepada usaha sast rawan
unt uk sem akin m enyangkut kan gagasannya dalam m it ologi yang
m erupakan hasil konkret dari kebudayaannya. Bahasa apa pun yang
digunakan at au t erpaksa dipergunakan, sast ra m erasa lebih am an j ika
berakar pada kebudayaan si sast rawan. Dalam lingkungan kebudayaan
sendiri it u, sast rawan t idak m erasa ragu m em anfaat kan ungkapan, nilai,
norm a, pengert ian, dan gagasan, yang um um nya t erwuj ud dalam m it ologi,
unt uk m engut arakan m aksudnya. Bagaim anapun m it ologi adalah alat yang
paling efekt if unt uk m enyam paikan m aksud dalam sast ra, sebab sast ra


2

 

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

m erupakan hasil sulingan, perasan, at au rekam an dari kebudayaan. Agar
bisa m enj adi alat kom unikasi yang efekt if, sast ra harus m enyangkut kan diri
pada m it ologi, t idak bisa dibayangkan adanya sast ra yang sam a sekali lepas
dari m it ologi ( Dam ono, 1999: 43) .
Menurut Lukács ( Dam ono, 1999: 64- 65) , sast ra dit ulis berdasarkan
pandangan ( gagasan) t ert ent u, it u sebabnya, ia m engerit ik sast ra m odernis
karena sast ra ini berpura- pura t anpa pam rih, berpura- pura obj ekt if
t erhadap m asalah yang ada di dunia. Tanpa pandangan t ert ent u, m aka
t idak m ungkin dibedakan ant ara realit as yang dibuat - buat dengan realit as
yang sungguh- sungguh pent ing. Hilangnya pandangan t ert ent u it u—yang
oleh Lukács disebut hum anism e sosialis—m enyebabkan sast ra m odernis
dibebani dengan wawasan yang subj ekt if dan cenderung m enerim a
pengalam an subj ekt if sebagai kenyat aan. Sast ra sepert i it u akan m enggam barkan m anusia sebagai m akhluk yang dikucilkan dari dirinya sendiri dan

m asyarakat nya. Jelaslah, bahwa sast ra sem acam it u kehilangan hubungan
dengan kehidupan sosial.
Sast ra adalah t eladan; ini berart i t okoh- t okoh dalam karya sast ra harus
dapat m enj adi panut an m asyarakat . Jika m asyarakat beranggapan bahwa
keserasian dan ket ent eram an m erupakan ciri idealnya, m aka sast ra harus
pula m enghasilkan dunia rekaan yang t idak m engunggulkan pem bangkangan dan pem belot an ( Dam ono, 1999: 63; Laurenson and Singewood,
1972: 12; Junus, 1986: 4) .
Dari beberapa bat asan sast ra di at as t erlihat bahwa sast ra it u m em iliki
kepent ingan t erhadap kehidupan at au m asyarakat . Walaupun sebenarnya
sangat sulit bagi sast rawan unt uk m enggam barkan realit as yang sungguhsungguh, karena di dalam pencipt aan sast ra ada im aj inasi, ada pengalam an
yang sangat subj ekt if sifat nya, dan ada kesan yang ingin diwuj udkan oleh
sang sast rawan. Unt uk it u, barangkali yang dikehendaki ialah agar karya
sast ra m engandung pesan t ent ang kehidupan dan m asyarakat t ert ent u.
Di sam ping it u, karya sast ra berfungsi sesuai dengan sifat nya, yait u
m em beri kesenangan dan m anfaat . Kesenangan yang diperoleh dari sast ra
bukan sepert i kesenangan fisik lainnya, m elainkan kesenangan yang lebih
t inggi, yait u kont em plasi yang t idak m encari keunt ungan. Manfaat nya
m erupakan keseriusan yang bersifat didakt is, keseriusan yang m enyenangkan, keseriusan est et is, dan keseriusan persepsi ( Wellek dan Aust in,
1990: 27) . Arist ot eles ( Wellek dan Aust in, 1990: 35) pernah m engat akan
bahwa fungsi sast ra adalah kat arsis. Pengert ian kat arsis di sini bila

dij abarkan lebih luas yakni unt uk m em bebaskan pem baca dan penulisnya

3

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
dari t ekanan em osi. Mengekspresikan em osi berart i m elepaskan diri dari
em osi it u. Seorang penont on dram a t ragedi at au m em baca novel j uga akan
m engalam i perasaan lega. Em osi m ereka sudah diberi fokus dalam karya
sast ra dan pada akhir pengalam an est et is dipuasilah em osi m ereka,
sehingga m endapat ket enangan pikiran.

2 . REPRESEN TASI GLOBALI SASI D ALAM SASTRA I N D ON ESI A
Bapak/ I bu, hadirin yang saya m uliakan,
Globalisasi berart i suat u proses yang t erj adi pada m asyarakat dunia.
Globalisasi t ersebut m em ungkinkan t erbukanya berbagai bat as baik fisik,
psikologi, m aupun kult ural di ant ara warga dunia. Globalisasi sekaligus
berart i m eningkat nya pert ukaran arus inform asi, t erbukanya wawasanwawasan baru, dan t ersedianya berbagai pilihan dengan skala priorit as

unt uk m enent ukan arah t indakan seseorang. Secara psikologis, individu
dalam proses sepert i ini akan m engalam i perubahan- perubahan kognet if
dan kebut uhan, yang pada gilirannya akan m em bawa pem bent ukan nilainilai m engenai hal- hal yang berm akna bagi hidupnya.
Hadirnya at au lebih t epat nya banj irnya peluang, kesem pat an, dan pilihan
unt uk akt ualisasi diri sering m em buat m anusia lupa akan hakikat nya yang
sangat m endasar, yakni m akhluk cipt aan Tuhan. Manusia t erlena dalam
banj ir inform asi sehingga sulit m em aham i perbedaan ant ara kebut uhan dan
keserakahan, sert a keinginan dan kebut uhan, yang pada gilirannya akan
m endorong m anusia it u unt uk secara t erus- m enerus t erlibat dalam kegiat an
pem uasan pribadi. Keadaan sepert i inilah yang m em buat m anusia
berkem bang m enj adi m akhluk egosent ris dan inst rum ent al.
Hem pasan kem aj uan ilm u, indust ri, t eknologi, alat - alat kom unikasi dan
t ransport asi m assa, t elah m engubah nilai- nilai lam a dan orang kini m encari
nilai- nilai baru. Gej ala- gej ala hippie; t eat er- t eat er yang dengan cara
t erbuka m em ent askan hubungan kelam in, soal cint a, hubungan keluarga,
m odel- m odel
“ t oples” ;
penulisan- penulisan
lebih
bebas

dalam
kesusast eraan; dan ungkapan- ungkapan lebih t erbuka dalam film t ent ang
hal- hal yang selam a ini dianggap ‘t abu’ at au t erlarang unt uk dibicarakan di
depan um um ( m asalah hom oseksual, um pam anya) adalah bagian dari
pergolakan dalam pem ikiran dan j iwa m enusia ( Lubis, 1992: 16- 17) .
Manusia cenderung m em usat kan kepent ingan dan keinginan pribadi sebagai
t it ik sent ral di dalam hidupnya. Sem ent ara it u, ilm u penget ahuan dan

4

 

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

t eknologi m odern m em buka wahana- wahana baru dalam kehidupan
m anusia. Selain it u, produk t eknologi yang baru m em perkaya wawasan
m anusia. Kecanggihan dan efekt ivit as t eknologi it u dapat digunakan unt uk
m em ecahkan m asalah- m asalah yang dihadapi m anusia. Berada dalam
sit uasi sem acam it u, m anusia sebagai obj ek akan m udah kehilangan

swakendali ( personal cont rol) . Oleh karena it u, t idak m engherankan bila
para pakar ilm u sosial m engat akan bahwa dalam eraglobalisasi yang begit u
cepat , m anusia m udah hanyut oleh ulahnya sendiri.
Menurut Abdullah ( 2006: 174) proses globalisasi t elah m elahirkan
diferensiasi yang m eluas, yang t am pak dari proses pem bent ukan gaya
hidup dan ident it as. Gaya hidup t erbent uk sej alan dengan m unculnya
budaya kot a yang t elah m engubah orient asi m asyarakat dari kelom pok
yang berorient asi pada t at a nilai um um ke t at a nilai khusus dan dengan
bat as- bat as sim bolik baru. Abdullah ( 2006: 183) j uga m enj elaskan bahwa
salah sat u agen dari pendefinisian ulang nilai- nilai adalah kaum m uda,
karena kaum m uda selalu dikait kan dengan kisah pem bangkangan at au
prot es. Banyak kaum m uda yang m enunj ukkan gaya hidup yang keluar dari
nilai- nilai um um at au norm at if dalam lingkungan sosial t ert ent u. Dalam hal
inilah, konflik ant ara kaum m uda dan t ua t elah m enj adi pert ent angan
ideologis yang cukup t aj am dalam keseluruhan aspek sej arah peradaban.
Kaum m uda t elah dim arj inalkan akibat proses peraj ut an j aring m akna yang
t idak m elibat kan m ereka, sehingga kaum m uda m encari nilai baru yang
sesuai dengan kondisi m ereka.
Oleh karena it u, globalisasi it u sangat berkait an dengan budaya m assa,
populer, dan kont em porer yang t erut am a hidup di perkot aan. Kot a m enj adi

sasaran ut am a dari arus globalisasi, m ulai dari aspek m at erial sam pai aspek
nonm at erial. Aspek m at erial dapat dilihat dengan m asuknya barang- barang
yang m udah dikonsum si oleh m asyarakat , m ulai dari barang m ewah sam pai
barang yang biasa saj a, sedangkan aspek nonm at erial sepert i perbedaan
kelas sosial, budaya, dan ideologi yang sangat m encolok. Ket ika aspek
m at erial dan nonm at erial m em asuki sat u m asyarakat , t ent u akan
bersent uhan dengan budaya lokal dari m asyarakat t ersebut . Bagaim ana
arus it u bergerak dan lokal it u dapat bert ahan akan m enj adi suat u t arikm enarik di ant ara keduanya.
Appadurai ( Nas, 1994: 184; Barker, 2005: 153) berpendapat bahwa kondisikondisi kebudayaan kont em porer lebih baik dilihat sebagai pergerakan dari
sudut pandang et nis, m edia, t eknologi, keuangan, dan ideologi.
Kebudayaan kont em porer yang dipengaruhi oleh globalisasi it u m elibat kan
gerakan dinam is dari kelom pok- kelom pok et nis yang m engacu pada kondisi

5

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
m asyarakat , cit ra m edia yang m engacu pada alat - alat elekt ronik m odern
yang m enghasilkan kem bali dan m endiffusi inform asi, t eknologi yang
berkait an dengan perkem bangan t eknologi yang m eram bah dunia dalam
bent uk m esin- m esin, t ransaksi keuangan yang m engarah pada pasar uang
dan spekulasi, dan konflik- konflik ideologi yang m engacu pada serangkaian
gagasan yang pada um um nya berdasarkan konsep Barat . Konsep- konsep
Barat it u ant ara lain posm odernism e, post rukt uralism e, sem iot ika,
dekonst ruksi, cult ural st udies, fem inism e, dan herm eneut ika.

Bapak/ I bu, hadirin yang saya m uliakan,
Kondisi sepert i di at as j uga t erlihat pada karya- karya sast ra I ndonesia saat
ini. Tidak adanya bat as ant ara karya sast ra serius dengan karya sast ra
populer ( pop) . Persoalan- persoalan dalam karya sast ra I ndonesia m akin
m enukik pada persoalan individu yang lebih dalam , sehingga t erkadang
sulit unt uk dipaham i. Nam un, pem ikiran yang ada di dalam nya t elah
m eram bat pada pem ikiran- pem ikiran yang m eluas dengan wawasanwawasan yang m endunia. Dengan kalim at lain, sast ra I ndonesia sem akin
t idak t erikat dengan budaya lokal dan nasional, t idak t erikat pada
keuniversalan. Sast ra sem acam inilah yang biasa disebut dengan sast ra
kont em porer. Sast ra kont em porer ini sulit unt uk dirum uskan definisinya,
karena kont em porer berart i pada m asa kini, dew asa ini, sehingga sast ra
kont em porer adalah sast ra m asa kini. Tent u saj a t idak sesederhana it u
( dalam kesem pat an ini saya t idak m em persoalkan hal it u) .
Teknologi canggih t elah m em buat para sast rawan ( m uda) lebih cepat
m endapat kan inform asi dari berbagai wilayah, yang kem ungkinan dapat
dij adikannya sebagai cerit a di dalam karyanya. Karya sast ra sem akin
bervariasi, beragam dalam t em a, plot , lat ar, dan karakt er t okoh. Hal ini
sudah t erlihat pada Angkat an ’70- an sast ra I ndonesia, sepert i karya- karya
I wan Sim at upang, Put u Wij aya, dan Sut ardj i C.B. Karya- karya I w an
Sim at upang yang sangat abst rak dan penuh dengan sim bolism e. Misalnya
novel Ziarah yang m encerit akan kem at ian seorang ist ri pelukis. Pada saat
j enazah m au dibawa ke pem akam an, pelukis it u t idak kelihat an ent ah ke
m ana, sehingga para pelayat sibuk m encarinya. Ada yang m encarinya di
kolong rum ah, di got , di parit , dan di m ana- m ana. Sem ua orang benarbenar sibuk m encarinya, bahkan bupat i yang kebet ulan hadir t urut
m encarinya. Sem ent ara j enazah ist ri pelukis it u diabaikan begit u saj a.
Put u Wij aya m em persoalkan m asalah kecil yang dibesar- besarkan. Salah
sat u cont oh Rat u karya Put u Wij aya yang m encerit akan seorang pem uda

6

 

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

yang rindu kepada kekasihnya, unt uk m engobat i rindunya it u, pem uda it u
m em int a dikirim kan fot o kekasihnya. Hal ini t ent u persoalan biasa, t et api
m asalahnya pem uda it u m em int a fot o kekasihnya dalam posisi t elanj ang
bulat . Lalu, kekasihnya m engirim kan fot o yang dim int anya, m eskipun ada
konflik bat in dalam dirinya. Ada usaha Put u Wij aya unt uk m enggabungkan
unsur- unsur pop dengan nilai- nilai sast ra dan ket erbukaan j iw a sert a wat ak
t okoh yang digam barkan dengan “ blak- blakan” .
Kebebasan “ m engobrak- abrik” bahasa at au kat a sebagaim ana yang
dilakukan oleh Sut ardj i C.B. dalam puisi- puisinya m erupakan pendobrakan
at as at uran- at uran perpuisian I ndonesia. Sut ardj i ingin m em berikan
kebebasan kepada kat a it u sendiri unt uk m endapat kan m aknanya sendiri
sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perhat ikan cuplikan puisi Sut ardj i
berikut ini,
POT
pot apa pot it u pot kaukah pot aku
pot pot pot
yang j awab pot pot pot pot kaukah pot it u
yang j awab pot pot pot pot kaukah pot aku
pot pot pot
pot apa pot it u pot kaukah pot aku?
POT

Kat a pot bisa saj a bukan berart i vas bunga, t et api dapat berart i sesuat u
yang lain dari it u, m isalnya pot berart i sesuat u yang pent ing at au sesuat u
yang harus dij awab, suat u perist iwa. Pot bisa m enj adi pert anyaan dan
sekaligus j awaban, berpindah- pindah.
Represent asi globalisasi it u sem akin t erlihat pada Angkat an 2000 sast ra
I ndonesia ( j uga dapat dikat akan sebagai sast ra kont em porer) , kebebasan
dalam t em a, t erut am a m engenai perselingkuhan dan seksualit as
perem puan yang lebih t erbuka, berani, dan ekst rim . Misalnya Ayu Ut am i
dengan dua novelnya Sam an dan Larung yang m elakukan pem beront akan
at as norm a seksualit as dan m enggam barkan t okoh perem puan dengan
kehidupan yang lebih bebas. Em pat sekawan t okoh perem puan dalam
kedua novel it u digam barkan t urut berperan dalam pergerakan bawah
t anah yang selalu m engadakan dem onst rasi- dem onst rasi m enent ang
kebij akan penguasa. Kedua novel it u j uga bercerit a t ent ang perselingkuhan
dan kegiat an seksual yang dilakukan oleh keem pat t okoh perem puan it u
secara agresif. Dew i Lest ari dengan t iga novelnya, yakni Supernova, Akar,
dan Pet ir yang m enggam barkan dunia sains, dunia m aya dalam int ernet ,
kisah percint aan yang digam barkan m elalui dunia m aya t ersebut . Nova

7

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
Riyant i Yusuf dalam novel Mahadewa Mahadewi m enggam barkan persoalan
yang lebih kont roversial, persoalan penggam baran dan akt ivit as seksual
yang lebih berani.
Para perem puan pengarang ini t elah m elakukan pem beront akan at as
oposisi biner yang selam a ini diagung- agungkan kaum pat riarkat , t erut am a
ant ara laki- laki dengan perem puan. Laki- laki dianggap lebih segalanya dari
perem puan. Mereka ini dipengaruhi oleh paham - paham fem inism e. Salah
sat u t okoh fem inism e yang sangat m enyadari kekuat an oposisi biner ini
adalah Helene Cixous.
Helene Cixous m engat akan bahwa pem ikiran sast ra dan filsafat Barat selalu
saj a t erperangkap di dalam serangkaian oposisi biner hierarkis yang t idak
berkesudahan, yang pada gilirannya selalu kem bali pada “ pasangan”
fundam ent al ant ara laki- laki dan perem puan. Oleh karena it ulah, Helene
Cixous berusaha unt uk m engadakan dekonst ruksi t erhadap oposisi biner
t ersebut dan sekaligus m elakukan inversi at au pem balikan, sehingga oposisi
biner it u dapat t erbongkar ( Budim an, 1999: 122–124) . Di sam ping it u,
Cixous m engaj ak kaum perem puan unt uk m enulis t ent ang dirinya dan
m encerm inkan keberadaan t ubuhnya, dengan ungkapan yang provokat if,
“ Writ e yourself. Your body m ust be heard” ( Budim an, 2003: 7;
Loekit o,2003: 132) Menurut Loekit o ( 2003: 133) t ubuh yang selalu m engacu
pada seksualit as dapat m enj adi bahan inspirasi yang m enakj ubkan dan
t iada habis- habisnya apalagi diperlakukan secara m et aforis.
Karya- karya perem puan pengarang t ersebut lebih m engarah pada
pencit raan kehidupan perem puan secara t erbuka dan m em berikan gagasangagasan baru m engenai kehidupan perem puan, t erut am a dalam hal
seksualit as. Hal ini j uga dipicu oleh perkem bangan m asyarakat yang dalam
kehidupan m ulai m em perlihat kan akt ivit as perem puan. Perem puan sudah
ada yang m enj adi m ent eri, bupat i, dan cam at . Perem puan sudah ada di
posisi publik t idak hanya pada posisi dom est ik. Nam un, m asih ada karya
perem puan pengarang yang t erj ebak pada vulgarism e sem at a. Ayu Ut am i
( sebagai pelopor) sendiri j ika diperhat ikan dengan saksam a ada beberapa
perist iwa yang vulgar, t et api Ayu Ut am i t elah m enent ang dan
m engeksploit asi seksual perem puan yang selam a ini dianggap t abu.
Masalah
seksualit as perem puan
m enj adi
sangat
m enonj ol
pada
erakont em porer ini. Kaum fem inis ingin m engubah persepsi yang selam a ini
dibuat oleh kaum laki- laki t ent ang seksualit as perem puan, m elalui
ket erbukaan perem puan dalam m em bicarakan seksualit as it u. Menurut

8

 

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

Barker ( 2005: 296–297) secara um um dapat dikat akan bahwa fem inism e
m elihat seksualit as at au j enis kelam in adalah sum bu organisasi sosial yang
fundam ent al dan t idak bisa direduksi yang sam pai saat ini, t elah
m enem pat kan perem puan di bawah laki- laki. Dengan dem ikian, perhat ian
ut am a kaum fem inis adalah pada seksualit as at au j enis kelam in ini sebagai
prinsip pengat uran kehidupan sosial yang sarat dengan relasi kekuasaan.
Sebagai suat u gerakan, fem inism e berupaya unt uk m em bangun st rat egi
polit ik unt uk m encam puri kehidupan sosial dem i kepent ingan perem puan
it u sendiri.
Sem ent ara, Beauvoir ( 2003: 213) m enj elaskan bahwa kat egori asim et ris –
laki- laki dan perem puan – dim anifest asikan dalam berbagai bent uk m it os
seksual dan m enggunakan kat a “ seks” unt uk m enggam barkan sosok
perem puan, t ubuh, kenikm at an, dan bahayanya. Sebenarnya, bagi
perem puan sendiri laki- laki j uga adalah “ seks” dan nafsu birahi, t et api t idak
pernah dinyat akan karena m em ang t idak sat u perem puan pun yang pernah
m enyat akannya. Represent asi dunia, sepert i dunia seks it u sendiri,
m erupakan hasil konst ruksi laki- laki. Kaum laki- laki it u m enggam barkannya
dari pandangan m ereka sendiri dan m engacaukannya dengan kebenaran
yang sej at i.
Beauvoir sej alan dengan Cixous ( lihat Budim an, 2003; Loekit o, 2003) ,
hanya Cixous m engaj ak perem puan unt uk m enulis t ent ang dirinya t erut am a
t ubuhnya. Hal ini t ent unya m em berikan kesem pat an bagi perem puan
pengarang unt uk m engungkapkan hal- hal t ersebut , karena karya sast ra
m em ungkinkan unt uk lebih t erbuka daripada j enis t ulisan lainnya.

Hadirin yang saya m uliakan,
Usaha unt uk m em bongkar budaya pat riarkat dalam sast ra kont em porer
I ndonesia dilakukan oleh para perem puan pengarang, t erut am a pada
Angkat an 2000, t ernyat a t idaklah sepenuhnya dit erim a kaum sast raw an,
krit ikus ( pengam at ) sast ra I ndonesia. Para perem puan pengarang it u
dihuj at sebagai aliran sast ra am oral. Padahal t ubuh dan seksualit as j ust ru
m enj adi aj ang pert em puran bagi perem puan unt uk m em perj uangkan
kebebasannya. Hal ini dapat j uga berfungsi sebagai m edia unt uk keluar dari
ket ert indasannya ( baca Prolog, Jurnal Perem puan no 14, 2005) . Meskipun
perem puan pengarang it u m endapat kecam an, t et api m ereka t erus
berkarya unt uk m encit rakan diri m ereka.

9

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
Salah sat u cont oh huj at an t ersebut dapat dilihat pada penggalan puisi
Taufiq I sm ail berikut ini,
Gelom bang hidup perm issif, serba boleh m elanda penulis- penulis pula
Penulis- penulis perem puan, m uda usia, berlom ba m encabul- cabulkan karya,
asyik m enggarap wilayah selangkang dan sekit arnya dalam
Gerakan Syahwat Merdeka
Dari halam an- halam an buku m ereka m enyebar hawa lendir
yang m irip arom a bangkai anak t ikus, t erlant ar t iga hari di selokan pasar desa
Aku m elihat orang- orang m enut up hidung dan j ij ik karenanya.
Jij ik. Malu aku m em ikirkannya.

Akan t et api, m enurut Darm a ( 2003: 160) yang m enj elaskan bahwa sast ra
kont em porer I ndonesia saat ini didom inasi oleh perem puan dan sast ra
perem puan it u sendiri didom inasi oleh keberanian dalam m endedahkan
m asalah seks dengan t erang- t erangan. Kat a- kat a dan adegan yang dulunya
t abu benar- benar diberi kebebasan unt uk “ berkelebat seenaknya” sendiri.
Gej ala ini t erj adi di m ana- m ana, bukan hanya di I ndonesia, t et api ham pir
seluruh penj uru dunia, sepert i di I nggris, Beij ing, Shanghai, dan Am erika.
Sast ra perem puan I ndonesia t idak m ungkin t erisolasi dari sast ra
perem puan global. Perkem bangan zam an t elah m em buka peluang bagi
perem puan unt uk m em bukt ikan dirinya sebagai j ender yang pat ut
diandalkan. Pengarang adalah kom unit as dan sast ra adalah buah
“ ket idaksadaran
bersam a” .
Eksplisit
at au
im plisit ,
sast ra
t et ap
m encerm inkan sit uasi dan kondisi zam annya. Dalam hal- hal t ert ent u
perem puan pengarang t elah m enj adikan karya m ereka sem acam forum
pengakuan pribadi.
Sedikit berbeda dengan Darm a, Dewant o ( 2003: 158) m enj elaskan bahwa
dom inannya perem puan pengarang saat ini bukan karena pukau fem inism e,
begit u j uga dengan khazanah sast ra I ndonesia yang bersifat m askulin
bukan karena dihuni oleh banyaknya pengarang laki- laki. Akan t et api,
begit u banyak t em a dan idiom yang t erkubur selam a ini at as nam a akhlak
( m oral) at au t erbaku- bekukan oleh cara pandang pat riarkat .
Seksualit as t idak direpresent asikan sebagai sesuat u yang harus dipilih at au
dit olak, m elainkan m enj adi bagian waj ar dari keberadaan perem puan.
Kebekuan dalam kanon sast ra dan m eningkat nya apresiasi m asyarakat
t erhadap seksualit as sert a banyaknya pilihan dalam m enent ukan perj alanan
kehidupan, m em buat sast rawan m uda ( t erut am a perem puan) sepert i Ayu
Ut am i, Dinar Rahayu, Dj enar Maesa Ayu, Nova Riyant i Yusuf, dan Clara Ng

10  

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

m em anfaat kan peluang unt uk berkarya dengan genre yang berbeda dari
genre sebelum nya.
I deologi fem inism e yang m erupakan suat u ideologi yang berkem bang saat
ini di m asyarakat I ndonesia. Meskipun awalnya dianggap sebagai barang
im por oleh sebahagian kalangan, karena t idak relevan dengan budaya
m asyarakat I ndonesia. Akan t et api, sebagaim ana dikat akan oleh Awuy
( 1995: 84) , “ Suka at au t idak, ia m erupakan sebuah wacana t eoret is dan
filosofis yang hadir dengan daya pikat yang kuat dan m em ang pent ing
unt uk dipersoalkan” . Fem inism e t idak perlu dit akut i karena fem inism e t idak
lain dari gerakan kem anusiaan. Unt uk it u, diperlukan kesadaran yang t inggi
t idak hanya dari pihak perem puan sendiri, t et api j uga dari pihak laki- laki.
Nam un, pandangan m asyarakat t erhadap karya- karya sem acam it u, j uga
sem akin m enyudut kan para pengarangnya dan karya- karya it u dinyat akan
sebagai pornografi. Kom ent ar para sast rawan dan pengam at sast ra yang
m enyat akan bahwa perem puan pengarang hanya m engandalkan pornografi,
seksualit as, dan t ubuhnya, sehingga dinyat akan bukan karya sast ra
“ berbobot ” . Nam un ket ika seksualit as perem puan dibicarakan sebagai obj ek
dalam karya laki- laki, karya it u dan pengarang it u dianggap sast rawi.
Misalnya Ahm ad Tohari dalam Ronggeng Dukuh Paruk t elah m enulis
bagaim ana
Srint il
m em ut uskan
unt uk
lebih
baik
m enyerahkan
keperaw anannya
kepada
Rasus,
laki- laki
pilihannya,
daripada
m enggadaikannya kepada laki- laki yang t elah m em berikan pem bayaran
at as t ubuhnya. Ronggeng Dukuh Paruk t elah m engant arkan kepada
m asyarakat pem baca t ent ang gam baran kesalahan pada cara m asyarakat
m em andang seksualit as perem puan.
Apakah dengan dem ikian laki- laki lebih berhak m em bicarakan seksualit as
perem puan baik secara fem inis m aupun m isoginis? Barangkali karena lakilaki adalah norm a m aka pem bicaraannya at as seksualit as adalah
pem bicaraan t ent ang seksualit as “ m anusia” yang m eliput i laki- laki dan
perem puan. Jika dem ikian m aka Pram oedya yang m enggam barkan t ubuh
seorang perem puan dan hubungan seksual ant ara seorang Bendoro dengan
ist ri sim panannya adalah sast rawi dan bert erim a. Sem ent ara, Ayu Ut am i
yang m enggam barkan seksualit as dan t ubuh perem puan dengan
kenyam anan seorang perem puan ynag m engenal t ubuh dan seksualit asnya
adalah porno. Pengungkapan pengalam an pribadi sebagai perem puan, yang
kem udiaan difiksikan adalah valid dan dapat dipert anggungj awabkan.
( Prabasm oro, 2006: 84- 86)

11

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
Pada kehidupan nyat a j uga t erlihat pert ent angan- pert ent angan it u.
Misalnya. Persoalan pornografi dan pornoaksi yang sem akin sem arak
dengan hadirnya I nul Darat ist a dengan gerakan t ubuhnya yang fant ast is
ket ika bernyanyi. Gerakan yang disebut “ goyang ngebor” it u m em buat
sebagian m asyarakat resah, t et api t idak sedikit j uga m asyarakat yang t urut
bergoyang ket ika I nul bernyanyi dan beraksi dengan “ goyang ngebor” - nya.
Fenom ena yang dibawakan I nul it u j uga m em unculkan gerakan- gerakan
t ubuh lain dari beberapa penyanyi lain dengan sebut an- sebut an lain, sepert i
“ goyang ngecor” , “ goyang gergaj i” , dan “ goyang pat ah- pat ah” . Apa yang
dilakukan I nul, Dewi Persik, dan Anisa Bahar t ent u suat u perm ainan yang
m em but uhkan kecerdasan dan ket eram pilan dengan kesadaran bahwa ada
risiko dengan perm ainan it u, bukan sekadar ingin m enam pilkan t ubuh
m ereka.
Hadirnya I nul m em buat Rhom a I ram a, si Raj a Dangdut it u pun bersuara
lant ang dengan m enuding I nul t idak berm oral, sem ent ara ia sendiri
m endendangkan, “ dangdut suara gendang, rasa ingin bergoyang…” dan ia
pun bergoyang. Siapa yang dapat m enj am in hasrat yang m uncul ket ika
m elihat Rhom a bergoyang- goyang dengan baj unya yang berleher rendah
dan m enyem bulkan bulu- bulu dadanya? ( Prabasm oro, 2006: 85) .

Hadirin yang saya m uliakan,
Kalau saj a dipaham i bahwa sem ua m anusia adalah het erogen m aka hasrat
ada pada laki- laki dan perem puan, keduanya sam a- sam a m em but uhkan
dan dibut uhkan. Nam un, ada saj a yang berkeinginan unt uk m enyingkirkan
yang sat u dan m engut am akan yang lainnya –oposisi yang t idak benarsehingga ada ket akut an akan pem balikan oposisi t ersebut . Mereka yang
ket akut an it u barangkali j uga yang t idak m am pu m engendalikan hasrat nya.
I nt ensit as kehadiran pornografi m erupakan suat u fenom ena pent ing yang
m em but uhkan perhat ian yang lebih dan dibut uhkan t indakan- t indakan
st rat egis unt uk pem aham an, pendekat an persoalan, dan pem ecahannya.
Oleh karena dewasa ini, pornografi t elah m uncul dalam berbagai bent uk
yang sem akin kom pleks, dari gam bar- gam bar di m aj alah, t abloid, koran,
int ernet , VCD/ DVD, dan film , hingga t ayangan- t ayangan di t elevisi dan iklan
yang t idak m em iliki bat as yang j elas ant ara art ist ik/ est et ik dengan
pornografi ( Abdullah, 2006: 228) .
Fenom ena pornografi ini sem akin t idak t erbendung dengan hadirnya
int ernet sebagai j endela dunia bagi berbagai kelom pok. Anak- anak SMP

12  

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

sudah t erbiasa m enggunakan int ernet dan m em buka sit us porno secara
bebas, t anpa ada yang m enghalangi. Kerusakan m oral, penyim pangan
seksual, penurunan kualit as m anusia m erupakan im plikasi yang t idak
t erhindarkan dalam m asalah pornografi. Apalagi pornoaksi t elah m enj adi
bagian dari t ingkah laku sosial yang m elibat kan kelom pok usia yang sangat
m uda hingga usia t ua, dengan lat ar belakang sosial yang berbeda. Sej alan
dengan ini, perlu disadari bahwa pornografi dan pornoaksi m erupakan
bagian dari proses kapit alisasi yang t erus t erj adi dan t idak m am pu
dibendung karena m edia m em berikan fasilit as yang ham pir t idak t erbat as
unt uk m enyalurkan berbagai bent uk pornografi, sepert i int ernet , m aj alah
yang berafiliasi global, dan t abloid yang m enj ual selera m urahan, dem ikian
pula t elevisi yang m erupakan j endela bagi t am asya pornografi ( Abdullah,
2006: 337) .
Pada sisi lain, karya sast ra it u pun m akin realis, sehingga sulit unt uk
m enent ukan apakah suat u karya sast ra it u fiksi at au nonfiksi. Hal ini
t erj adi, karena banyak karya sast ra saat ini yang dit em pat kan pada m edia
m assa yang sebenarnya m em uat berit a- berit a nonfiksi, sehingga
bersainglah karya sast ra it u dalam “ m erebut ” sim pat i pem bacanya. Karya
sast ra j uga dapat m em berikan inform asi kepada pem baca.
I nform asi dalam karya sast ra m erupakan bagian dari sebuah am anat .
Am anat it u sendiri adalah pesan yang ingin disam paikan pengarang kepada
pem baca. Nam un, inform asi yang disam paikan m elalui karya sast ra t idaklah
langsung, m elainkam m elalui efek puit ik yang dit im bulkan lewat pem bacaan
karya t ersebut . Hal inilah yang m em buat beragam nya t afsiran t erhadap
sebuah karya sast ra. Di sam ping it u, t ent u j uga berkenaan dengan efek
est et ika yang dirasakan m elalui m et afora- m et afora dan kat a- kat a yang
berm akna konot at if.
Jadi, m eskipun sast ra kont em porer it u m em iliki ciri m engungkapkan fakt a
serealis m ungkin sebagaim ana dikat akan Visser ( Quinn, 1995: 43) at au
sepert i yang dikat akan Geert Booij ( Segers, 2000: 23) bahwa fakt or
fiksionalit as m enj adi kabur. Akan t et api, fakt a dalam karya sast ra sudah
bercam pur dengan im aj inasi pengarang, sehingga dalam sebuah karya
sast ra t erdapat fakt a dan fiksi. Dengan kalim at lain, karya sast ra t idaklah
berupa khayalan belaka.
Secara lebih rinci Rat na ( 2005: 313) m enj elaskan hubungan ant ara fakt a
dan fiksi t ersebut , yakni m eskipun hakikat dari m asyarakat dan kebudayaan
pada um um nya adalah kenyat aan dan sast ra adalah rekaan at au im aj inasi,
t et api im aj inasi dalam sast ra adalah im aj inasi yang didasarkan at as

13

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
kenyat aan. Nam un, ada t iga hal yang m enj adi fakt or sehingga karya sast ra
it u t idak secara keseluruhan im aj inasi. Pert am a, karya sast ra dikonst ruksi
at as dasar kenyat aan. Kedua, dalam karya sast ra t erkandung unsur- unsur
yang m erupakan fakt a obj ekt if, sepert i nam a- nam a orang, nam a- nam a
t em pat , perist iwa- perist iwa bersej arah, dan m onum en. Ket iga, j ika karya
sast ra seluruhnya adalah im aj inasi m aka sulit unt uk dit afsirkan dan t idak
dapat dipaham i secara benar karena t idak m em iliki relevansi sosial. Oleh
karena it u, fakt a- fakt a yang t erdapat dalam karya sast ra dapat dij adikan
sebagai sum ber inform asi.

3 . KON SEP ESTETI KA YAN G D I N AM I S
Bapak/ I bu, hadirin yang saya m uliakan,
Apa yang t erj adi pada karya sast ra I ndonesia, sepert i persoalan di at as,
m em buat konsep est et ika at au keindahan dalam karya sast ra sem akin
m engabur. Padahal est et ika m erupakan hal pent ing dalam karya sast ra, di
sam ping fiksionalit as, rekaan, dan im aj inat if. Konsep est et ika yang sem ula
berkait an dengan m oral, et ika, filsafat , dan religi t ergoyangkan. Est et ika
sem acam ini m erupakan est et ika keselarasan.
Nam un, est et ika keselarasan it u t elah digant ikan dengan est et ika
pert ent angan yang m erupakan est et ika yang berkeyakinan bahwa
ket egangan dan kebaruan m erupakan sifat dasar at au cirinya. Dengan
kalim at lain, bobot karya sast ra diukur dari kem am puan m enam pilkan dan
m enim bulkan ket egangan dan kebaruan ( Saryono, 2006: 3) .
Est et ika pert ent angan dalam sast ra I ndonesia sam pai pada t arap hegem oni
yang m em arj inalkan est et ika lain yang m uncul sebagai t andingannya dan
begit ulah t erus- m enerus. Apabila perkem bangan karya sast ra it u
m engalam i perubahan, m aka konsep est et ika j uga berubah, t erus
berdinam ika. Goet he ( Darm a, 1995: 188- 189) pernah m engat akan bahw a
konsep est et ika ( keindahan) it u adalah abst rak. Konsep ini t idak dapat
berkom unikasi, bahkan dengan pencipt anya, sebelum
pencipt anya
m em berikan bent uk. Karena it u, ia berkali- kali m enekankan bahwa
m eskipun seni adalah ekspresif, akan t et api seni t idak m ungkin m enj adi
ekspresi j ika t idak form at if. ( bdk. Sut risno dan Christ , 1993) . Jadi,
keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkom unikasi set elah
m em punyai bent uk ( Darm a, 1995: 179; Hart oko, 1986: 135) . Akan t et api,
bent uk it u harus dapat diint erpret asikan dan m em iliki m akna ( Fokkem a dan
Elrud, 1998: 53) .

14  

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

Perhat ian pert am a dalam pendekat an est et ika bukanlah kepada unsur
est et ikanya dalam art i yang sem pit , m elainkan dalam art i yang lebih luas
yakni adanya int erkom unikasi ant ara hakikat dan hat i nurani. Sebagaim ana
dit egaskan oleh Mangunwij aya ( 1999: 39) bahwa seorang sast rawan harus
bert olak dari hat i nurani unt uk m engem ban pikiran dan perasaan di dalam
m encipt akan karyanya.
Akan t et api, unt uk m enent ukan di m ana let ak est et isnya sebuah karya
t ent u t idak sem udah m em balik t elapak t angan. Seorang pengam at sast ra
harus t erlebih dahulu m enent ukan t it ik est et ika dari karya t ersebut . Teeuw
( 1984: 358) m engat akan bahw a t it ik est et ika it u berada pada t egangan
ant ara pem baca dan karya sast ra t ersebut , ant ara subj ek dan obj ek yang
m enim bulkan suat u refleksi dari keduanya. ( bdk. Sut risno dan Christ , 1993;
Sut risno, 1999) . Pert em uan subj ek dan obj ek t ent unya dim ulai dari
pancaindra sebagai perant ara. Est et ika it u pada dasarnya m erupakan suat u
kenyat aan yang t elah diberi int erpret asi oleh pengam at nya.
Fungsi est et ika bukanlah sem at a- m at a t ergant ung pada kualit as karya
sast ra it u secara obj ekt if, m elainkan j uga t ergant ung pada akt ivit as
penikm at . Pert em uan obj ek dan subj ek it u sangat m enent ukan. Est et ika
berada di ant aranya. Obj ek t anpa subj ek t ent unya t idak berart i apa- apa,
sebaliknya subj ek t anpa obj ek t idak akan berm akna. Est et ika t erlet ak dalam
hubungan ant ara keduanya dan m em bent uk int raksi t im bal- balik.
Evaluasi est et ika j uga dihubungkan dengan perkem bangan m asyarakat dan
kebudayaan di m ana est et ika it u berkem bang. Dalam hal ini, dat a
ant ropologi dan sosiologi yang m em bent uk lat ar belakang karya sast ra it u
sangat berkait an dengan berlangsungnya evaluasi est et ika t ersebut .
Dengan dem ikian fungsi est et ika m em iliki sifat dinam is dan m ungkin
berbeda dalam kondisi- kondisi t ert ent u ket ika karya sast ra it u dit afsirkan
oleh pem baca yang berbeda ( Fokkem a dan Elrud, 1998: 42) . Est et ika
bersifat kont ekst ual, t erkait pada ruang dan wakt u yang m erupakan
t ot alit as kehidupan it u sendiri.
Pada eraglobalisasi ini, karya sast ra t idak lagi m enam pilkan hal- hal yang
harm onis dalam kom posisi, t em a- t em a yang agung at au universal, plot
yang t erat ur, karakt er yang sesuai dengan kondisi lahir dan bat in t okoh,
gaya bahasa yang indah- indah, lat ar yang j elas. Akan t et api, karya sast ra
kont em porer t elah m elanggar at uran- at uran est et ika t ersebut . Padahal
est et ika m erupakan persoalan ut am a pada karya sast ra.

15

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
Nam un, saat ini est et ika t idak lagi dipandang sebagai sesuat u yang hanya
m enam pilkan yang indah- indah, sepert i gadis yang cant ik beram but
panj ang, lem but , ram ah, t et api j uga m enggam barkan gadis yang cacat
m ent al, fisik, berj uang dalam kehidupannya. Tidak lagi m enggam barkan
t em a- t em a besar at au universal. Karya sast ra j uga dapat m enggam barkan
hal- hal yang t idak indah, hal- hal yang selam a ini t abu sepert i seksualit as
dan perselingkuhan perem puan, at au t em a- t em a kecil yang t ent unya diolah
sedem ikian rupa dalam kem asan yang est et is.
Aspek est et ika it u t erlet ak pada keseim bangan ant arunsur di dalam sebuah
karya, dengan ket ent uan bahw a keseim bangan it u bukanlah st at is, t et api
dinam is. Rat na ( 2007: 141) m engut ip Capt a ( 2002) m enj elaskan Bert alanffy
pernah
m engat akan
bahwa
keseim bangan
dinam is
m erupakan
keseim bangan yang m engalir. Secara definit if keseim bangan yang m engalir,
dicirikan oleh adanya aliran dan perubahan secara t erus- m enerus.
Menurut Sachari ( 2002: 8–9) di eraglobalisasi ini, est et ika kem bali m enj adi
bahan kupasan yang luas sebagai bagian dari kaj ian filsafat nilai. Hal ini
karena penam pakannya sem akin t eraga dan sej alan pula dengan fenom ena
sosial yang t engah dihadapi berbagai bangsa di dunia, t erm asuk I ndonesia.
Tum buhnya subkult ur baru dan spirit m ult ikult uralism e m enj adikan
runt uhnya sekat - sekat dalam w acana est et ika, karena t idak ada lagi Tim ur–
Barat , at as–baw ah, lokal–global, pusat –pinggiran. Sem ua hal it u m asuk
dalam percat uran posm odernism e.
Dalam sit uasi t ersebut dunia est et ika m em posisikan diri dalam sit uasi
“ chaos” dan “ anom ali” , t idak ada nilai, m akna, kebenaran, dan keindahan
yang absolut . Est et ika m engalam i kondisi kebunt uan paradigm a, karena
t unt ut an kebudayaan yang bernilai t elah m engalam i perubahan yang
subst ansial. Bingkai filsafat nya m engalam i “ ret akan- ret akan” yang kian
m em besar.
Para pelaku dan pem ikir est et ika m asa kini, secara t idak langsung t elah
m em beri “ t anda budaya” dan m enggiring kondisi sosial m asyarakat ke arah
dunia yang “ ret ak- ret ak” t ersebut . Masyarakat t idak lagi peduli t erhadap
nilai- nilai, norm a- norm a, kepat uhan, kebaikan, dan kearifan. Kelipat an dan
percepat an pengaruh spirit m ult ikult uralism e yang dibaw ah oleh arus
globalisasi berlangsung bert ubi- t ubi, t erut am a sej ak m edia elekt ronik
m engalam i kem aj uan yang pesat , baik dalam gagas lunak m aupun
operasionalnya. Sit uasi t ersebut m em percepat proses kerunt uhan nilai
konvensional yang sem akin m endasar karena apa pun yang dilakukan unt uk
m engguncang peradapan dapat disahkan sebagai karya est et is, sepert i
horor, t eror, pornografi, pem baj akan, desprit ualisasi, dehum anisasi, sam pai
dem oralisasi.

16  

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

Hadirin yang saya m uliakan,
Masuknya globalisasi dengan konsep- konsep posm odernism e dan fem inism e
m elahirkan est et ika baru yang disebut dengan est et ika posm odernism e dan
est et ika fem inism e. Est et ika posm odernism e m erupakan est et ika yang
m enggam barkan ket idakuniversalan nilai est et is it u sendiri. Hal ini t erj adi
karena sebenarnya est et ika it u sifat nya sangat lah individual. Est et ika
posm odernism e ini m erupakan perkem bangan dari est et ika m odernism e
yang selalu m enilai secara universal suat u obj ek. Hal inilah yang
m em bedakan
karya posm odernism e ( kont em porer)
dengan
karya
m odernism e, sebagaim ana yang dikat akan Barret t ( 2000: 41) , “ Modernism e
m endukung
universal,
sedangkan
posm odernism e
m engident ifikasi
perbedaan” .
Posm odernism e di eraglobalisasi ini t idak dapat dihindarkan karena
t eknologi kom unikasi dan inform asi t elah lebih dahulu m em asuki pranat a
kebudayaan m asyarakat ( I ndonesia) . Meskipun dem ikian posm odernism e
dapat
dim anfaat kan
unt uk
m em aham i
fenom ena- fenom ena
yang
berkem bang di m asyarakat , sepert i est et ika posm odernism e yang dij adikan
wahana est et is bagi posm odernism e it u sendiri. Nam un, t idak dapat
dihindarkan adanya polit ik yang akan m em pengaruhi pem ikiran est et ika ini.
Wellbery
( 1985: 235)
m enj elaskan
bahwa eksperim ent asi
est et ika
posm odernism e m em iliki dim ensi polit ik yang t idak dapat direduksi.
Dim ensi polit ik it u berkait an erat dengan krit ik dom inasi.
Jadi, dapat dikat akan bahwa t eori est et ika posm odernism e m erupakan t eori
yang m engait kan t eks dengan kont eks. Est et ika t idak hanya t erlet ak pada
t eks t et api j uga pada kont eks. Hal ini t erj adi karena fakt a yang secara realis
ada dalam kehidupan m asyarakat dim asukkan begit u saj a dalam karya
sast ra. Fakt a yang ada dalam karya sast ra t ersebut m erupakan suat u
inform asi di m ana pem baca diberi kesem pat an unt uk m em bandingkannya
dengan inform asi lain. Fakt a ini dapat j uga dikat egorikan sebagai fakt a
yang t elah berubah t uj uan yang dapat disebut art by m et am orphosis,
dengan m engam bil ist ilah Maquet ( 1986) .
Maquet ( 1986: 17–18) m em buat dua kat egori seni kont em porer yang
disebut art by dest inat ion dan art by m et am orphosis. Art by dest inat ion
m erupakan seni yang m em iliki m aksud t ert ent u, yang biasanya dipaj ang di
ruang- ruang t erbuka, sedangkan art by m et am orphosis m erupakan seni
yang m engubah fungsi sebuah obj ek ( yang selam a ini t idak diindahkan
dalam kehidupan sehari- hari) m enj adi sebuah karya seni yang dipaj ang di
m useum at au galeri seni.

17

Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Tet ap
Universit as Sum at era Ut ara

 
Est et ika posm odernism e ini j uga m elahirkan idiom - idiom est et ika dalam
karya seni ( sast ra) , sepert i past iche, parodi, kit sch, cam p, dan skizofrenia.
Past iche m erupakan karya seni yang disusun dari elem en- elem en yang
dipinj am dari berbagai penulis lain at au dari penulis t ert ent u di m asa lalu.
Parodi m erupakan sat u bent uk dialog, yakni sat u t eks bert em u dengan t eks
lainnya dan disat ukan dalam t eks yang baru, t uj uan dari parodi ini adalah
perasaan t idak puas, t idak senang, t idak nyam an berkenaan dengan
int ensit as gaya at au karya m asa lalu yang diruj uk. Kit sch m erupakan karya
seni yang m ereproduksi, m engadapt asi, at au m enyim ulasi karya
sebelum nya. Menurut Um bert o Eco kit sch bert uj uan unt uk m enghasilkan
efek yang segera, efek yang segera ini sangat diperlukan dalam
kebudayaan dan konsum si m assa. Cam p dicirikan oleh upaya- upaya
m elakukan sesuat u yang luar biasa, dengan pengert ian ingin m enj adi
berlebihan, spesial, at au glam our. Skizofrenia, m enurut pandangan Lacan,
ini m enganggap kat a- kat a sepert i benda- benda sebagai referensi dengan
pengert ian, sebuah kat a t idak lagi m erepresent asikan sesuat u sebagai
referensi, m elainkan referensi it u sendiri m enj adi kat a ( Piliang, 2003: 209–
231) .
Sem ent ara est et ika fem inism e berkem bang karena para pengarang laki- laki
selalu m enggam barkan perem puan dengan lat ar budaya pat riarkat , yang
selalu m em oj okkan kaum perem puan. Ekspresi est et ika fem inis cenderung
m encerm inkan adanya keset araan, pendobrakan t erhadap perbedaan
sosial- budaya ant ara laki- laki dan perem puan. Misalnya dalam m em buat
t ulisan baik berupa fiksi m aupun nonfiksi, siapa pun dapat m elakukannya
baik laki- laki m aupun perem puan. Apa yang dit ulis oleh perem puan t ent ang
dirinya akan berbeda dengan apa yang dit ulis oleh laki- laki, sepert i
represent asi seksualit as perem puan yang dit ulis oleh Ayu Ut am i dalam
kedua novelnya Sam an dan Larung. Selam a ini, dalam karya sast ra
I ndonesia seksualit as perem puan selalu dit ulis dengan t at anan pat riarkat ,
t erut am a yang dit ulis oleh laki- laki ( baca penelit ian Hellwig, 2003) .
Menurut Cixous ( Tong, 2004: 294; Brooks, 2005: 121) yang m engat akan
bahwa seksualit as perem puan yang dit ulis secara fem inin akan lebih
t erbuka dan beragam , bervariasi, dan penuh dengan rit m ik, sert a
kenikm at an, yang lebih pent ing lagi penuh dengan kem ungkinan. Lebih
lanj ut Cixous ( Tong, 2004: 292–293; Rat na, 2004: 201) m engaj ak
perem puan unt uk m enulis diri m ereka keluar dari dunia yang selam a ini
dikonst ruksi oleh laki- laki, m em indahkan posisi dirinya ke dalam kat a- kat a
( t eks) yang m erupakan hak m ilik perem puan. Cixous berkeyakinan bahwa
seksualit as dan t ubuh perem puan adalah sum ber dari t ulisan perem puan.

18  

Sast ra dan Globalisasi: Tant angan bagi Est et ika
dalam Dunia Krit ik Sast ra di I ndonesia

Sem ent ara it u para fem inis m erasa bahwa perem puan it u selalu
dipinggirkan. Mereka m enginginkan dihapusnya oposisi biner ant ara lakilaki dan perem puan. Perem puan j uga m em iliki peran yang sangat berart i di
dalam m asyarakat , hal ini harus diingat sehingga perem puan t idak
disingkirkan dalam set iap pem bicaraan, kegiat an, akt ivit as, dan kehidupan.
Perem puan harus dibicarakan secara keseluruhan, karena ia j uga insan
yang t idak parsial. Fem inis Hilde Hein ( Barret t , 2000: 45) m engat akan,
“ Fem inism is not hing if not com plex” . Dengan dem ikian pem bicaraan
fem inism e t idak sem at a- m at a pem bicaraan yang hanya m elengkapi, t et api
fem inism e j uga harus m enj adi bagian yang t idak t erpisahkan dari
kehidupan ( sosial, budaya, dan polit ik) m asyarakat .
Oleh karena it u, fem inism e bukan berart i persoalan perem puan sem at am at a, t et api j uga persoalan laki- laki. Menurut Awuy ( 1995: 88) pengert ian
fem inism e m engacu pada bent uk kesadaran ba