45
BAB IV SISTEM KEHIDUPAN SOSIAL
Kehidupan sosial dalam masyarakat Rencong Telang diatur melalui suatu lembaga yang bernama adat. Istilah lain untuk adat adalah undang. Peran
adat dalam mengatur masyarakat bersifat fungsional dan mencakup berbagai bidang dan aspek kehidupan. Adat juga mempunyai akar sejarah yang kuat. Ia mulai ditata
semenjak Datuk Perpatih Nan Sebatang berhasil menguasai Tanah Sabingkah yang kemudian dikenal dengan nama Pulau Sangkar. Sebelumnya negeri ini tidak
mengenal adat. Kehidupan bersama diatur oleh
alo dengan patut
asas alur atau garis keturunan dan asas kepatutan saja. Artinya kehidupan bersama diatur berdasar
kebiasaan yang sudah ada dalam masyarakat pada masa itu. A.
Sumber Norma dan Hukum Adat Adat dalam masyarakat Rencong Telang disusun dari berbagai sumber.
Sumber dalam menyusun berbagai norma dan hukum yang ada dalam adat itu adalah lingkungan atau alam sekitar, adat negeri tetangga, dan yang terutama yaitu ajaran
atau syariat Islam. Bahwa adat bersumber dari alam sekitar terlihat dengan jelas dalam berbagai rumusan adat yang terkait dengan alam sekitar. Kaitan itu bisa berupa kaitan
redaksional maupun substansial. Dalam hal ini ada begitu banyak kata-kata adat yang berbentuk kata-kata mutiara yang menyebut alam sekitar. Kata-kata indah itu diambil
dari dunia tumbuh-tumbuhan, dunia hewan, maupun lingkungan alam secara keseluruhan.
Negeri tetangga yang khazanahnya menjadi sumber berikutnya penyusunan adat adalah Minangkabau, Jambi, dan Jawa Mataram. Untuk dua
negeri pertama terlihat dari pepatah adat yang berbunyi pepatah
adet tuhuu dehi Pagarruyo undang naek dehi Jembi
adat turun dari PagarruyungMinangkabau undang naik dari jambi. Minangkabau menjadi sumber karena salah satu nenek
moyang orang Rencong Telang yaitu Hangtuao Maligei adalah keturunan dari Datuk Perpatih nan Sebatang yang berasal dari istana Pagarruyung. Jambi menjadi sumber
karena kerajaan ini pembawa empat helai kain ke Kerinci sebagai simbol dari kekuasaan pada masa itu. Kuatnya pengaruh Jawa Mataram dikarenakan banyak
depati yang menjadi penguasa awal di Rencong Telang dan kain sebagai simbol kekuasaan yang dibagikan di masa Daulat Depati Empat Alam Kerinci berasal dari
Jawa Mataram. Di samping itu hal ini juga tercermin dari adanya banyak istilah kepemangkuan adat yang berbau Jawa seperti: rio, menggung, pateh, dan depati itu
sendiri.
Beberapa adat yang turun dari Pagarruyung dan undang yang naik dari Jambi yang tidak seiring sejalan disempurnakan dengan apa yang disebut teliti.
Teliti berkaitan dengan aspek kepatutan. Ini merupakan hasil kebijaksanaan orang Rencong Telang sendiri. Bisa tidaknya suatu adat atau undang diberlakukan dilihat
dulu aspek kepatutannya. Dalam hal ini aspek perasaan dipertimbangkan. Dalam hal warisan, misalnya, menurut undang yang naik dari Jambi anak lelaki mendapat
bagian warisan dua kali lebih besar dari anak perempuan. Ini sejalan dengan syarak atau syariat Islam. Sebaliknya menurut adat yang turun dari Manangkabau wanita
mewarisi semuanya. Dalam masyarakat Rencong Telang warisan dibagi dengan prinsip sama besarnya. Kalau anak jantan dapat sedepa maka anak perempuan juga
dapat sedepa. Kalau ada yang dapat lebih, maka dikeluarkan untuk saudaranya yang lain. Dengan adanya teliti itu maka tidak terjadi sengketa di belakang hari. Bahkan
terkadang terjadi seseoang yang secara adat dan undang tidak berhak mendapat
46 bagian tetap diberi bagian oleh saudaranya. Ini antara lain karena pertimbangan agar
tidak ada efek negatif yang bisa muncul di belakang hari.
116
B. Adat dan Islam