39
B. Daulat Depati Empat Alam Kerinci
Sistem pemerintahan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum adalah Daulat Depati Empat Alam Kerinci. Munculnya nama ini
terkait dengan cerita tentang seorang adipati yang bernama Raden Serdang. Dia juga dikenal dengan nama Tiang Bungkuk Mendugo Rajo. Sebagaimana adipati-adipati
yang berasal dari Mataram lainnya, Raden Serdang juga menikah dengan penduduk setempat. Dia menikah dengan anak Sigindo Bauk di Tamiai. Ini terjadi pada era
Hangtuao Maligei sedang berkuasa di Pulau Sangkar sebagai Depati Rencong Telang.
Pada sekitar permulaan abad ke-16, sebagai keturunan Kerajaan Mataram dia meminta pusat kerajaan Mataram untuk mengirim kain
kebesaran adipati ke Kerinci. Oleh Kerajaan Mataram dikirimlah empat helai kain kebesaran adipati menuju Kerinci. Tetapi ketika melewati daerah Jambi, kain
kebesaran itu diambil oleh Raja Jambi dengan maksud dia sendiri yang mengantarkan kain kebesaran itu. Artinya Jambi ingin menunjukkan bahwa Kerajaan Jambi
berkuasa atas Kerinci. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan Raden Serdang. Dia kemudian bersikap antipati terhadap segala hal yang berbau Jambi. Dalam tradisi lisan
setempat sikap melawan Jambi ini terekam dalam kata-kata
berletuk berjantung pisang menghadap Jambi ditebas berkokok ayam menghadap Jambi dipancung
.
Oleh karena itu Raja Jambi berusaha menaklukkan Raden Serdang. Dia
mengirim hulubalang Jenang nan 40 untuk menangkap Tiang Bungkuk hidup atau mati. Tiang Bungkuk berhasil mengalahkan Jenang nan 40 sehingga mereka
hilang raib padam berito
. Usaha ini diulangi untuk kedua kalinya dengan hasil yang sama. Akhirnya Raja Jambi mengirim Pangeran Temenggung. Pangeran ini datang ke
Tamiai dengan membawa kain kebesaran kerajaan yang terbuat dari sutera dan bersulam emas yang menyilaukan mata. Dia juga membawa hulubalang pilihan dan
tipu muslihat. Ketika pakaian kebesaran disorongkan, Tiang Bungkuk melepas bajunya guna memakai pakaian kebesaran itu. Ternyata pakaian kebesaran itu
digunakan oleh hulubalang untuk menutup mata Tiang Bungkuk dan keris Mataram yang menjadi andalan Tiang Bungkuk berhasil dirampas. Maka kekuatan Tiang
Bungkuk berkurang. Meski melawan, dia ibarat
mencit seekor penggedo seratus
. Dia berhasil ditawan hulubalang Jambi, ditangkap hidup-hidup, diseret dengan siksaan,
dan dibawa ke Jambi.
103
Setelah Raden Serdang meninggal dunia Pangeran Tumenggung diutus atas nama Kerajaan Jambi menuju Kerinci. Dengan menghulu Batang Merangin
dia membawa empat helai kain kebesaran yang berasal dari Kerajaan Mataram tersebut. Sesampai di Tamiai kain kebesaran pertama diberikan kepada Depati Muara
langkap keturunan Sigindo Bauk. Selanjutnya sampailah dia di Pulau Sangkar. Disini kain kebesaran kedua diberikan kepada Depati Rencong Telang keturunan
Sigindo Sri Sigerinting. Selanjutnya sesampai di Pengasi kain kebesaran ketiga diberikan kepada Depati Biangsari keturunan Sigindo Teras. Akhirnya rombongan itu
sampai di Hiang. Kain kebesaran yang keempat lalu diberikan kepada Depati Hatur Bumi keturunan Sigindo Kuning.
Tetapi di bagian hulu Alam Kerinci masih ada beberapa depati yang juga berhak menerima kain kebesaran itu. Untuk itu atas dasar
runding dan mufakat
kain kebesaran yang keempat atau terakhir dibagi menjadi delapan helai kain kebesaran. 18 helai helai kain pertama untuk Depati Hatur Bumi di Hiang. Depati
103
Rasyid Yakin, op.cit., hal. 8-11.
40 Batu Hampar di Tanah Kampung, Depati Sirahmato di Saleman, dan Depati Mudo di
Penawar, masing-masing mendapat 18 helai kain. Depati Tujuh di Sekungkung, Depati Kepala Sembah di Semurup, Depati Situo di Kemantan, masing-masing
mendapat 18 helai kain. Sedangkan 18 helai kain terakhir diberikan kepada Depati Tanah Rawang. Tiga yang pertama dikenal dengan nama Tiga di Hilir dan tiga yang
kedua dikenal dengan nama Tiga di Hulu. Inilah yang melatar belakangi istilah
Tiga di Hilir Tiga di Hulu Empat Tanah Rawang.
Sehingga nama lengkap dari sisitem pemerintahan di Kerinci pada era ini adalah Daulat Depati Empat Delapan Helai Kain.
Meskipun demikian yang lebih dikenal kemudian adalah nama Daulat Depati IV Alam Kerinci.
104
Setelah mendapatkan kain kebesaran para depati itu berkuasa atas wilayah masing-masing yang disebut wilayah mendapo atau kemendapoan.
Inilah yang melatarbelakangi munculnya sistem kemendapoan di Kerinci. Di Kerinci pada masa itu dikenal ada 11 kemendapoan. Ini sesuai dengan jumlah adipati yang
mendapatkan kain kebesaran itu. Masing-masing kemendapoan memiliki sistem pemerintahan yang terdiri dari depati sebagai penguasa tertinggi, ninik mamak, dan
aparatur lainnya. Antar mendapo memiliki batas wilayah sendiri dengan batas
ke air berpasang batu ke darat berpasang lantak.
Selain empat tanah depati asal, Kerajaan Daulat Depati Empat Alam Kerinci selanjutnya mengalami perkembangan wilayah. Di samping wilayah asal
yang kemudian disebut Kerinci Tinggi, juga terdapat wilayah yang dikenal dengan Kerinci Rendah. Secara keseluruhan Kerinci meliputi tujuh tanah depati. Empat tanah
depati berada di Kerinci Tinggi yaitu:, Tanah Depati Atur Bumi, Tanah depati Biang Sari, Tanah Depati Rencong Telang, Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekiau.
Sedangkan tiga tanah depati terletak di Kerinci Rendah yaitu Tanah Depati Setio Nyato yang berada di sebagian Kecamatan Sungai Manau sekarang, Tanah Depati
Setio Nyato yang berada pada sebagian Kecamatan Bangko, dan Tanah Depati Setio Beti yang juga berada di sebagian Kecamatan Bangko. Tiga depati di Kerinci Rendah
ini adalah keturunan dari Anak Hangtuao Maligei yang ketiga yaitu Puti Beruji yang menetap disana.
Selain tujuh Tanah depati itu Daulat Dapati Empat Alam Kerinci juga memiliki dua daerah khusus. Dua daerah khusus ini tumbuh dan berkembang setelah
terbentuknya tiga tanah depati di Kerinci Rendah. Kedua tanah khusus ini terletak pada daerah aliran sungai Batang Merangin di bagian hilir sampai ke muara yang
masuk ke sungai Batang Tebesi. Kedua tanah khusus itu disebut Tanah Pemarap yaitu Tanah Pamuncak Pulau Rengas dan Tanah Pemarap Pemenang. Masing-masing tanah
ini terdiri dari sembilan dusun. Sedangkan orang Kerinci yang menyebar keluar dari tujuh tanah depati disebut dengan orang Batin. Karena itu orang menyebut Pamuncak
Pulau Rengas dengan nama Batin Sembilan di Hulu dan Pemarap Pamenang dengan nama Batin Sembilan di Hilir. Iniliah yang melatarbelakangi penyebutan Daulat
Depati Empat Alam Kerinci dengan nama
Empat di Atas Tigo di Baruh Pamuncak Pulau Rengas Pemarap Pemenang.
105
Dalam kerajaan Daulat Depati Empat Alam Kerinci lembaga pemerintahan tertinggi dikenal dengan nama Hamparan Besar Alam Kerinci.
Lembaga yang berbentuk balai permusyawaratan ini berlokasi di Sanggaran Agung. Di samping itu khusus untuk Depati Delapan Helai Helai Kain memiliki hamparan
khusus yang berada di Hamparan Rawang. Hamparan Rawang diikuti oleh Tigo di
104
Rasyid Yakin, op.cit., hal. 12.
105
Idris Djakfar dan Indra Idris, op.cit., hal. 19-21.
41 Hulu Empat Tanah Rawang, Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang, ditambah Sungai
Penuh Pegawai Jenang Pegawai Rajo, Suluh Bindang Alam Kerinci. Hamparan ini juga di bawah pengawasan Depati Nan Batujuh, Pemangku Nan baduo, Pementi Nan
Sepuluh.
106
Daulat Depati Empat Alam Kerinci memiliki wilayah yang merupakan satu kesatuan. Ini dirumuskan dalam kata-kata adat
Siulak melentuk hilir Tamiai melentuk mudik. Ke atas sepucuk ke bawah seurat. Sedentum bedilnyo sealun
suraknyo. Ke hilir serengkuh dayung ke mudik serentak satang
. Kata-kata ini bermakna bahwa Daulat Depati Empat Alam Kerinci merupakan negara kesatuan
berdaulat yang wilayahnya dimulai dari wilayah Siulak di mudik sampai wilayah Tamiai di hilir. Semua kawasan dalam wilayah itu merupakan satu kesatuan hukum
seperti sebatang pohon yang sepucuk seakar. Ini berarti juga bahwa wilayah ini berdaulat penuh dan mempunyai undang-undang dan hukum sendiri. Ini juga berarti
kerajaan ini tidak lagi
berundang ke Alam Minangkabau dan berteliti ke Jambi.
Selanjutnya dalam hal semangat juang seluruh penduduk di wilayah ini berada dalam satu komando dalam sebuah perahu besar untuk maju bersama.
Sebagai sebuah kerajaan Daulat Depati Empat Alam Kerinci merupakan kerajaan yang bersifat federatif. Penguasanya adalah Jerangkong Tinggi. Dalam
prakteknya kekuasaan tersebar ke empat anaknya yang kemudian dikenal dengan empat orang depati yaitu Depati Hatur Bumi, Depati Biang Sari, Depati Muara
Langkap, dan Depati Rencong Telang. Depati Hatur Bumi bertugas
mengajun mengarah
mengatur bumitanah yang ada di alam Kerinci. Depati Biang Sari berkedudukan sebagai cendekiawan. Depati Muara Langkap memegang
peti nan beduang
kas kerajaan sebagai bendaharawan. Sedangkan Depati Rencong Telang berfungsi pemegang kata akhir dari suatu masalahperkara.
Persoalan-persoalan yang berkembang di tengah masyarakat dalam kerajaan federatif ini diselesaikan secara bertahap. Tahap pertama diselesaikan
oleh Depati Biang Sari. Dalam menyelesaikan masalah digunakan prinsip
tegok nanyaao ito duduk nanyao unding
bediri menanyakan berita duduk menjalankan perundingan. Tetapi bila sudah jenuh berunding tidak juga selesai, maka
permasalahan diserahkan kepada Depati Rencong Telang. Dialah yang memutuskan perkara dengan prinsip
mutuih ngan gunting ngilang beketo, satapak betuhut salangkah bebelik. Ngehat mutuih, makaa abih
memotong dengan gunting, menyelesaikan masalah dengan ucapan, setapak maju diikuti setapak mundur
berbalik, memotong sampai putus memakan sampai habis.
107
Kekuasaan dalam Depati Empat Alam Kerinci merupakan Daulat Mufakat. Kekuasaan dalam kerajaan ini bukanlah kekuasaan raja tunggal. Mufakat
dipelopori oleh para depati, antara lain Depati Nan Empat itu. Dalam permusyawaratan para depati membawa kembar-rekan masing-masing sebagai
anggota Dewan Permusyawaratan Alam Kerinci. Depati Rencong Telang membawa kembar-rekannya Depati Nan Berenam Pulau Sangkar, Depati Muara Langap
membawa kembar-rekannya depati Nan Berenam dari Pengasi, Depati Muara Langkap membawa Depati nan Berenam dari Tamiai, dan Depati Hatur Bumi
membawa rekannya yaitu Tigo di Hilir Tiga di Hulu Empat Tanah Rawang.
C. Masa Penjajahan dan Masa Kemerdekaan