Tanah Sigindo dan Kerajaan ManjutoPamuncak nan Tigo Kaum

35

BAB III SEJARAH PEMERINTAHAN

DAN WILAYAH KEKUASAAN Sistem pemerintahan pada masyarakat adat Rencong Telang memiliki akar sejarah yang panjang. Pemerintahan pertama yang dikenal adalah Tanah Sigindo yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Manjuto atau Pamuncak Nan Tigo Kaum. Selanjutnya wilayah ini menjadi bagian dari kerajaan Daulat Depati Empat Alam Kerinci. Kini di era Negara Kesatuan Republik Indonesia wilayah komunitas adat Depati Rencong Telang tersebar ke beberapa desa yang termasuk ke dalam beberapa kecamatan di Kabupaten Kerinci bagian hilir. Desa Pulau Sangkar, yang kini berada di Kecamatan Bukit Kerman Kabupaten Kerinci merupakan desa asal yang masih menjadi pusat komunitas adat Depati Rencong Telang sampai saat ini.

A. Tanah Sigindo dan Kerajaan ManjutoPamuncak nan Tigo Kaum

Sistem pemerintahan awal dengan batas-batas wilayah yang jelas atas wilayah Kerinci pada umumnya mulai terlihat pada era Tanah Sigindo. Tanah Sigindo adalah kawasan pemukiman atau dusun yang otonom secara politik dan mandiri secara ekonomi. Pada masa itu di Kerinci, baik Kerinci Tinggi maupun Kerinci Rendah, terdapat beberapa Tanah Sigindo. Tanah Sigindo yang terkenal di Kerinci Tinggi antara lain Tanah Sigindo Ilok Misai di daerah Dusun Sungai Tenang Koto Tapus, Tanah Sigindo Balak di Tanjung Kasri, Tanah Sigindo Rawang di Dusun Rawang, Tanah Sigindo Kuning di Dusun Seleman, Tanah Sigindo Bauk di Dusun Tamiai, Tanah Sigindo Batinting atau Sigerinting di Jerangkong Tinggi, Tanah Sigindo Sakti di Tanjung Muara Sekiau. Sedangkan Tanah Sigindo di daerah Kerinci Rendah adalah Tanah Sigindo Sigilintang di Dusun Sungai Lintang dekat Pamenang, tanah Sigindo Purba Timben di Tanah Renah, dan Tanah Sigindo Dusun Purba Muara Semukun di Lubuk Gaung. 96 Seiring dengan perjalanan waktu, kemudian berdiri kerajaan Manjuto. Kerajaan ini bersifat federatif yang merupakan gabungan dari beberapa Tanah Sigindo. Pada awalnya Kerajaan Manjuto berpusat di Tanjung Kasri dibawah penguasa Sigindo Balak. Setelah Sigindo Balak wafat, menantunya yang bernama Sigindo Sri Sigerinting dan bertempat tinggal di Jerangkong Tinggi diangkat menjadi raja. Sebagai penguasa baru dia memindahkan pusat pemerintahan ke Pulau Sangkar. Nama Kerajaan kemudian lebih dikenal dengan Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum. Ini terkait dengan wilayah kekuasaan kerajaannya yang merupakan gabungan dari tiga wilayah: wilayah Sigindo Ilok Misai atau Pamuncak Bungsu di Muara TapusJangkat Sungai Tenang, wilayah Sigindo Balak atau Pamuncak Tengah di Tanjung Kasri, dan wilayah Sigindo Sri Sigerinting sendiri atau Pamuncak Tuo di Pulau Sangkar. 97 Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, menurut cerita rakyat setempat Sigindo Sri Sigerinting ini adalah nama lain dari Datuk Perpatih Nan Sebatang, penguasa yang berasal dari Istana Pagarruyung. Di Istana Pagaruyung saat itu terjadi konflik dalam kerajaan yang menyebabkan dia keluar dari istana. Dia 96 Tentang Tanah Sigindo ini lebih lanjut lihat Idris Djakfar dan Indra Idris, Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci , Sungai Penuh: Pemerintah Kabupaten Kerinci, 2001, hal. 15-16. 97 Rasyid Yakin, Menggali Adat Lama Pusako Usang di Sakti Alam Kerinci, Sungai Penuh: tanpa penerbit, 1986, hal. 3. 36 pergi dengan membawa rombongan keluarganya menuju ke arah Gunung Kerinci. Selama dalam perjalanan sang anak raja ini membawa pengiring antara lain orang Selampaung sebagai teman dalam perjalanan. Karena gagah dan perkasa maka di daerah Kerinci Hulu dia mendapat gelar Tan Siah Sigindo Rao. Dia menyiah membersihkan Batang Merao dengan menyingkirkan batu-batu yang berada di sebelah kiri dan kanan sungai hanya dengan batang kayu. Pada akhir dari perjalan dia rnenetap di Jerangkong Tinggi di kawasan Rencong Telang. Ketika Datuk Perpatih nan Sebatang masuk pertama kali ke kawasan Rencong Telang, disana sudah ada masyarakat Kecik Uwok Gedang Uwok. Mereka sudah memiliki sistem sosial dimana kekuasaan dipegang oleh tiga orang raja: yang tertua Karinggao Bungkuk, yang menengah Mutong Itam, yang bungsu Tebung Tandam. Semua nama ini di Kerinci kini dikenal sebagai nama-nama binatang. Tebung tandam adalah nama binatang penyengat, mutong itam adalah nama lain untuk takhaeh yang juga juga bisa menggigit. Sedangkan karinggao bungkuk adalah binatang penyengat yang kalau menggingit, walau sampai putus kepalanya, tidak bisa dilepaskan dari objek gigitannya. Kehadiran Saang Datuk segera memunculkan konflik perebutan kawasan. Sang Datuk menyatakan wilayah itu milik istana Pagarruyung. Sedangkan Uwok menegaskan wilayah itu milik nenek moyang mereka. Uwok adalah orang yang lurus, kuat, dan segala iya segala jadi . Segala iya berarti siap untuk menghadapi siapapun dan apapun. Segala jadi bermakna apa yang dia kehendaki selalu menjadi kenyataan. Tetapi sang Datuk adalah orang yang cerdas. Dia tidak menggunakan kekerasan, dia lebih senang berdiplomasi. Untuk itu dia mengucapkan sebuah sumpah di hadapan Uwok. Sumpah sang Datuk yang diingat turun temurun oleh orang Pulau Sangkar berbunyi “ kalau doak milik Pagarruyung tanah sebingkah di bawah tongkat aku inai, kleh umput lantae buluh biloah di ateh mutong di bawah ngadah, hidup seperti kayau ateh tbet. Di ateh doak bepucuk ke bawoh doak beurek di tengah digehuk kumbang. Di bewoh sumpah karang setiao, di ateh piagoa pandai beketo. Selagi burung gegeok itaa burung buntuu puteh laut tagenoa geroam masii, hidup doak agi beik. Hidup sinaa pundoo mati akaa, hidup segoa mati dok ndoak, sina abu diateh tunggow, dikutuk kur-a tigo puluh juih ” kalau bukan milik Pagarruyung kawasan tanah di bawah tongkat saya ini, maka hidup saya akan seperti kayu di atas kolam. Di atas tidak berpucuk di bawah tidak berakar, di tengah dilobangi kumbang. Di bawah sumpah karang setia, di atas piagam pandai berkata, selagi burung gagak berwarna hitam, burung buntuu berwarna putih, laut tergenang garam asin, hidup saya tidak lagi menjadi baik. Hidup seperti pundoo yang akarnya mati, hidup segan mati tidak mau, seperti abu di atas tunggul, dikutuk Al- Qur’an tiga puluh juz. 98 Kesanggupan sang Datuk bersumpah dengan segala akibatnya meluluhkan hati Uwok. Sang Datuk akhirnya menerima penyerahan wilayah yang diperebutkan itu dari Uwok. Wilayah itu kemudian dikenal dengan nama Tanah Nan Sebingkah alias Pulau Sangkar. Sang Datuk kemudian mendapatkan gelar baru yaitu Sigindo Sri Sigerinting alias Sigindo Batinting. Batinting artinya tahan terhadap 98 Wawancara dengan Sarel Masyhud di Pulau Sangkar, 19-03-2009. Lihat juga Rasyid Yakin, op.cit, Sungai Penuh: tanpa penerbit, 1986, hal.4-5. Beberapa bagian dari sumpah Datuk Perpatih nan Sebatang ini selanjutnya secara turun temurun diucapkan dalam sumpah jabatan bagi orang yang diangkat menjadi depati di kawasan Rencong Telang. 37 segala macam senjata. Selanjutnya para uwok yang kalah itu menjadi sahabat Sigindo Sri Sigerinting. Masing-masing mereka ditempatkan di wilayah yang baru dan diberi gelar. Karenggo Bungkuk ditempatkan di Lubuk Paku dan diberi gelar Menggung. Mutong Hitam bertempat di Jerangkong Tinggi atau Muak dan bergelar Rio. Sedangkan Tebung Tandam tinggal berdampingan dengan beliau di Dusun Pondok dan bergelar Mangku. 99 Cerita tentang Kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum memperlihatkan adanya hubungan yang sangat erat antara Sigindo Sigerinting dengan Sigindo Balak dan Sigindo Ilok Misai. Masyarakat di Wilayah Serampas Jangkat, Tanjung Kasri dan Muara Tapus juga mengakui hal ini. Tetapi uniknya masyarakat di wilayah ini memiliki versi yang berbeda tentang hubungan persaudaraan antar tiga sigindo itu. Bagi mereka Sigindo Sigerinting itu kakak beradik dengan Sigindo Balak dan Sigindo Ilok Misai. Sigindo Sigerinting adalah anak tertua, anak kedua adalah Sigindo balak, dan anak ketiga atau bungsu adalah Sigindo Ilok Misai. Mereka menjadi raja yang sama di negeri Jerangkong Tinggi Pulau Sangkar. Keadaan seperti itu tentu membuat keadaan tidak nyaman karena wilayah terasa sempit. Maka tiga orang kakak beradik tersebut membuat kesepakatan yang diikat dengan Janji Karang Setio dan siapa yang melanggar akan dimakan biso kawi . Kesepakatan pertama antar tiga bersaudara itu terkait dengan pembagian wilayah. Mereka bersepakat bahwa Sigindo Batinting tetap bekuasa di Jerangkong Tinggi Pulau Sangkar. Wilayah kekuasaan Sigindo Balak haruslah di bagian arah matahari terbittimur wilayah kekuasaan Sigindo Batinting. Selanjutnya wilayah kekuasaan Sigindo Ilok Misai haruslah di arah matahari terbitsebelah timur kekuasaan Sigindo Balak. Kesepakatan kedua terkait dengan keamanan wilayah. Untuk itu mereka berjanji bila datang musuh dari arah matahari terbenambarat maka yang bertanggung jawab adalah Sigingo Batinting. Dia harus bebenteng dado berkuto betis dan beranjau tunjuk menjaga wilayah adik perempuannya yaitu Sigindo Balak. Artinya langkahi dulu mayat Sigindo Batinting baru musuh boleh masuk ke wilayah Sigindo Balak. Bila datang musuh dari arah timur maka yang bertanggung jwab adalah Sigindo Ilok Misai. Dia harus bebenteng dado berkuto betis dan beranjau tunjuk menjaga wilayah Sigindo Balak kakak perempuannya. Artinya langkahi dulu mayat Sigindo Ilok Misai baru musuh boleh masuk ke wilayah Sigindo Balak. Kesepakatan ketiga terkait dengan pola pemerintahan di dalam dan antar negeri mereka. Bahwa antar mereka tidak boleh: pepat di luar rencong di dalam, budi menyuruk akal merangkak, menggunting dalam lipatan, menohok kawan seiring. Bahwa antar mereka harus : sesopan semalu, ke hilir dayung di rengkuh ke mudik satang serentak, dapat samo belabo hilang samo merugi, samo makan tanah bilo telungkup samo minum air bilo teletang. Bahwa dalam memerintah harus: samo baik, memakan habis memancung putus menghukum adil, di papan jangan mengentak di duri jangan menginjek, tambah kuah jangan batambuh tampak cabe jangan berhenti, ke darat samo dipungut bungo kayu, ke air samo dipungut bungo pasir, siapo timpang balik muko bak kijang betanduk tigo, orang timpang bailik muko, aling-aling di atas bukit titian galei tengah negeri, burung gedang ciling mato ke mudik bawa kampil ke hilir bawa karung, jadi bencah payo agung. Dimakan biso 99 Wawancara dengan Sarel Masyhud di Pulau Sangkar, 19-03-2009. Lihat juga Rasyid Yakin, Rasyid Yakin, op.cit., Sungai Penuh: tanpa penerbit, 1986, hal. 5. 38 kawi ditelan sakti pusako rajo Rencong Sitiawa, kulok kati bagumbak emas, sumpit gading badamak ipuh anak damak pulang pai dan keris ganjahera . 100 Ketika pusat kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum ini berada di Pulau Sangkar ini dikenal pepatah Depati Rencong Telang tegak di ateh ubun-ubun nan tigo . Ini artinya Sigindo Sri Sigerinting alias Depati Rencong Telang sebagai penguasa tertinggi Pamuncak Tuo sekaligus penguasa kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum. Ini juga berarti pemilik ulayat seluruh wilayah yang masuk ke dalam kekuasaan Pamuncak Nan Tigo Kaum adalah Depati Rencong Telang. Namun demikian sistem pemerintahan yang berlaku bersifat federatif. Artinya seluruh tanah di dalam kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum itu membentuk negara bagian yang memiliki otonomi tetapi dengan pemegang hak ulayat adalah Depati Rencong yang berdomisili di Pulau Sangkar. Kerajaan ini berada diantara dua kerajaan tetangga pada masa itu yaitu Kerajaan Minangkabau di sebelah utara dan Kerajaan Jambi di sebelah timur. Luas daerah taklukan kerajaan ManjutoPamuncak Nan Tigo Kaum dirumuskan dalam kalimat “Semenjak dari Pematang Tumbuk Tigo, sampai Sebih Kuning Muaro Saliman, sampai Semerap mendaki Gunung Raya, turun ke Sungai Batang Silaut, sampai Sungai Serik, sampai ke Ombak Bedebur. Sebelah Utara bagian Timur dari Pematang Tumbuk Tigo berbatas dengan Depati Muaro Langkap, menuju ke arah Peratin Tuo dengan Pembarab Tiang Pumpung, terus ke Limun Batang Asai, ke Sungai Suo di Muara Aman, sampai mengalir ke Batang Ketaun, sampai ke Ombak Nan Berdebur. 101 Untuk keadaan sekarang wilayah ini berada pada pertemuan tiga wilayah yaitu Sumatera Barat bagian selatan, Jambi bagian barat, dan Bengkulu bagian utara. Dalam perkembangan sejarahnya Kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum mulai mengalami kemunduran. Beberapa wilayah mulai lepas kendali karena satu dan lain hal. Puncaknya kerajaan ini tinggal menjadi catatan sejarah. Inilah kerajaaan yang disebut Mr. Mohd.Yamin, sebagaimana dikutip Rasyid Yakin 1986, dengan sebuah kerajaan yang menghilang dengan nama Kerajaan Hulu Sungai. Hal ini disebut Yamin ketika beliau datang ke Kerinci dan mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh adat Kerinci pada tahun 1934. Salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Puncak Nan Tigo Kaum dikenal dengan daerah ombak nan bedebur . Wilayah ini berada di pantai barat Sumatera atau daerah Muko-muko dan sekitarnya. Wilayah ini kemudian dimasuki oleh Inggris. Pamuncak Tuo atau Rencong Telang lalu menyerahkan pengurusan kawasan ini kepada Depati Anum Mulai Jadi. Karena itu bunga-pasir pajaksewa lahan bagi Inggris karena memasuki wilayah ini diterima oleh Depati Anum Mula Jadi. lnggris membayar bunga pasir berupa alat-alat makan, kain, uang, bedil, dan meriam. Meriam itu disembunyikan di dalam parit di Lempur Mudik ketika Belanda yang menggantikan Inggris di Sumatera berhasil menembus benteng Depati Parbo dalam perang Kerinci 1901. Meriam sebagai bukti sejarah ini ini sampai kini belum berhasil ditemukan. 102 100 Lihat Muchtar Agus Cholif, Timbul Tenggelam Pesataun Wilayah Luak XVI Tukap Khunut di Bumi Undang Tambang Teliti , Jambi: tanpa penerbit, 2009. Hal. 41-43. 101 Rasyid Yakin, op.cit, hal. 5-6. Wawancara dengan Sarel Masyhud di Pulau Sangkar 19- 03-2009. 102 Rasyid Yakin, op.cit., hal. 5-6. Wawancara dengan Juhaimi Tamin di Pulau Sangkar 11- 03-2009. 39

B. Daulat Depati Empat Alam Kerinci