Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
289
ISBN: 978-602-361-004-4 pengarang-pengarang perempuan. Teks
melalui elemen-elemennya menawarkan kepada pembaca apa artinya menjadi laki-
laki dan menjadi perempuan Wolff, 1990:105.
Gerakan feminisme pada karya sastra
merupakan kelanjutan
dari munculnya
gerakan perempuan pada
tahun 1960-an dan 1970-an. Sejumlah pengarang
perempuan secara
kritis menawarkan wacana-wacana dalam teori
kesusastraan, seni, politik, dan sosial. Suara-suara ini tampil untuk menyoroti
absennya isu-isu yang berhubungan dengan gender dan perdebatan feminis
dalam wacana modernis Brooks, 2009:175. Sebab menurut Saptari dan
Holzner
1997:221, kesusastraan
mempunyai pengaruh
besar dalam
membentuk, melembagakan,
melestarikan, mengarahkan,
memasyarakatkan, dan mengoperasikan ideologi gender. Maka kemudian kajian
tentang ideologi
gender dalam
kesusastraan banyak bermunculan. Dalam penelitian ini, esensi atas
ideologi gender
dalam kesusastraan
dirumuskan dengan judul Konstruksi
Ideologi Patriarkhi dalam Cerpen Koran Mingguan Karya Pengarang Perempuan
Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana
bentuk konstruksi- dekonstruksi-ideologi
patriarkhi dalam cerpen koran mingguan karya pengarang-
pengarang perempuan Indonesia.
2. KAJIAN PUSTAKA
Berbagai penelitian
tentang ideologi
patriarkhi, feminisme,
maskulinisme, dan gender yang telah dilakukan, ditelaah sebagai pembanding
dan upaya memposisikan diri dalam jagat penelitian. Menurut Helwig dalam In The
Shadow of Change: Image of Women in Indonesian Literature 1994, eksistensi
ideologi patriarkhi dalam teks sastra di Indonesia muncul karena pengarang
tunduk pada konsepsi yang muncul di masyarakat yang dipengaruhi oleh agama
dan pemerintah. Pengaruh konsepsi masyarakat
tentang ideologi patriarkhi itu diantaranya adalah standar citra perempuan Indonesia.
Bahwa perempuan ideal di Indonesia adalah perempuan dengan perilaku halus,
sopan, menjaga kesucian, dan bersifat keibuan. Hal itu disampaikan oleh Hatley
dalam
Hybridity, Authenticity,
and Representations of the Femine in Modern
Indonesiaan Literature 1998. Sugihastuti
2000 mengkaji
tentang konsepsi negara dan agama atas ideologi patriarkhi dalam “Citra Dominasi
Laki-laki atas Perempuan dalam Saman”. Negara
melanggengkan eksistensi
ideologi patriarkhi
dalam ikatan
pernikahan, dimana suami selalu lebih dominan daripada istri. Sedangkan agama
melanggengkan eksistensi
ideologi patriarkhi dengan menempatkan posisi
laki-laki dalam ritual agama, selalu lebih tinggi dibanding posisi perempuan.
Novel Larung karya Ayu Utami menggambarkan
betapa perempuan
merupakan sosok yang sangat lemah yang perlu dilindungi oleh laki-laki. Hal itu
disampaikan oleh Sumarwan 2001 dalam “Larung dan Dekonstruksi Wacana
Patriarkal”.
Penelitian Soemitro, Ida Nurul Chasanah dan Lina Puryanti 2004
tentang “Wacana Dekonstruksi dalam Novel Supernova Episode Ksatria, Puteri,
dan Bintang jatuh, dan Supernova Episode Akar karya Dee” menyebutkan
bahwa wacana dekonstruksi ditemukan dalam bentuk visible dan invisible,
meliputi dekonstruksi gender, status sosial, bentuk dongeng, dan spiritualisme.
Wacana dekonstruksi yang ditampilkan di sini untuk mengekspresikan bahwa wanita
memungkinkan melakukan hal-hal yang sama dengan laki-laki.
Di era perkembangan zaman ini, seorang perempuan tidak selalu menjadi
objek seksualitas, tetapi juga
bisa memegang
kendali sebagai
subjek seksualitas. Kondisi ini biasanya terjadi
jika posisi
perempuan dalam
hubungannya dengan laki-laki jauh lebih dominan, dalam sistem sosial apapun.
Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
290
ISBN: 978-602-361-004-4 Dalam sistem rumah tangga, perkawinan
merupakan basis
legitimasi sebuah
hubungan kelamin,
yang biasanya
didominasi oleh laki-laki. Tetapi, dominasi laki-laki itu semakin bias, dan
pada titik tertentu, wanita menjadi lebih dominan dalam hubungan kelamin dengan
laki-laki. Chasanah
dalam Dinamika Sosial, 2008:193 menyebutkan bahwa
dalam novel Tujuh Musim Setahun
antusiasme perempuan dalam seks bukan lagi
dalam tataran
terbelenggu, perempuan pun memiliki kehendak dan
menentukan sendiri kenikmatan seksnya. Soemitro
dkk. dalam
penelitaiannya tentang
“Wacana Dekonstruksi dalam Novel Supernova
Episode Ksatria, Puteri, dan Bintang jatuh, dan Supernova Episode Akar karya
Dee”, menyebutkan
bahwa wacana
dekonstruksi bisa
ditemukan dalam
bentuk visible dan invisible. Wacana dekonstruksi bisa meliputi dekonstruksi
gender, status sosial, bentuk dongeng, dan spiritualisme. Menurutnya, wacana
dekonstruksi ditampilkan dalam rangka untuk memberikan gambaran bahwa
wanita memungkinkan melakukan hal-hal yang sama dengan laki-laki, bahkan lebih.
Hal-hal yang biasanya hanya bisa dilakukan oleh laki-laki ternyata bisa juga
dilakukan oleh wanita Soemitro, Ida Nurul Chasanah, dan Lina Puryanti, 2004:
45-68.
Widjajati dan Chasanah 2006 menyimpulkan bahwa dalam novel serial,
Saman-Larung karya
Ayu Utami,
Supernova karya Dee, dan
Jendela- Jendela, Pintu, Atap karya Fira Basuki,
ideologi patriarkhi justru dipakai secara dominan
oleh tokoh
perempuan. Sementara tokoh laki-laki digambarkan
dengan tidak
menggunakan citraan
ideologi patriarkhi. Konstruksi-konstruksi ideologi patriarkhi dibongkar, dipelintir,
dibalikkan, dan
diolah ulang
oleh pengarang,
sehingga teridentifikasi
dekonstruksi patriarkhi baru,
melalui tokoh-tokohnya.
3. METODE PENELITIAN