STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya ideologi gender dalam karya sastra Indonesia dalam hal ini cerpen, juga adanya kondisi pembelajaran sastra di sekolah yang nyaris diabaikan. Apalagi karya pengarang perempuan kurang diperkenalkan sehingga siswa tidak banyak mengenal karya-karya dan kiprah kaum perempuan dalam kesusastraan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah struktur intrinsik cerpen-cerpen Indonesia yang berideologi gender karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an?; (2) Bagaimana ideologi gender yang terdapat dalam sepuluh cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an tersebut?; (3) Apakah sepuluh cerpen tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran bahasa Indonesia berwawasan gender di Sekolah Menengah Atas? Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripiskan struktur intrinsik cerpen-cerpen Indonesia yang berideologi gender karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an, (2) mendeskripsikan ideologi gender yang terdapat dalam sepuluh cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an tersebut, (3) Untuk mengetahui pemanfaatan sepuluh cerpen karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an tersebut sebagai bahan pembelajaran bahasa Indonesia yang berwawasan gender di Sekolah Menengah Atas. Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yang mengungkap keadaan yang sebenarnya dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an.

Temuan penelitian ini adalah Pertama, cerpen pengarang perempuan ini memiliki struktur penceritaan yang logis dan kronologis. Tokoh utama yang ditampilkan semuanya perempuan dan karater yang memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan dan istri, ada juga tokoh yang menentang ketentuan adat Buton. Tema cerita adalah tentang kemelut hidup yang dihadapi oleh seorang perempuan dan istri. Kedua, ideologi gender yang terdapat dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan di atas dipengaruhi oleh empat ideologi gender, yaitu ideologi patriarki, ibuisme, familialisme, dan umum yang mengakibatkan adanya ketidakadilan gender, yaitu perempuan tersubordinasi, termarginalisasi, terdiskriminasi dan terepresi. Ideologi patriarki dan ideologi umum lebih banyak muncul yakni, 9 cerpen yang dianalisis yaitu,

“Bajunya Sini” karya Ratna Indraswari, “Lais” karya Nenden Lilis, “Bukan Jalan Terbaik” karya La Rose, “Bunga dalam Gelas” karya Dorothea Rosa Herliany,“La Runduma” karya Waode Wulan Ratna, “Perempuan dari Sorento” karya Naning Pranoto, “Air Suci Sita” karya Leila S. Chudori, “Cerita Malam Pertama” karya Titis Basino, dan “Selubung Hitam” karya Titi Said. Sedangkan ideologi familialisme dan ideologi ibuisme hanya terdapat pada 6 cerpen yakni,

“Bunga dalam Gelas” karya Dorothea Rosa Herliany, “Cerita Malam Pertama” karya Titis

Basino, “Lais” karya Nenden Lilis, “Perempuan dari Sorento” karya Naning Pranoto, “Sagra” karya Oka Rusmini, dan “Selubung Hitam” karya Titi Said. Dari temuan penelitian,

direkoumendasikan agar cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini dijadikan sebagai alternatif bahan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang berwawasan gender di SMA.


(2)

This research is motivated by the ideology of gender in the works of Indonesian literature in this short story, as well as the existence of literary learning conditions in schools are almost negligible. Moreover, the work of women authors less introduced so that students do not know many of the works and progress of women in literature. The formulation of the problem in this study are as follows: (1) What is the intrinsic structure of the short stories of Indonesian gender ideology works of women writers 1970-2000 decade late ?; (2) How does gender ideology contained in the works of the author of ten short stories Indonesian women's decade 1970-2000 is ?; (3) Are the ten short stories can be used as learning materials insightful Indonesian gender

in high school?

The purpose of this study were (1) the intrinsic structure mendeskripiskan short stories of Indonesian gender ideology of women's work writer's decade 1970-2000, (2) describe the ideology of gender in the works of the author of ten short stories Indonesian women's decade of 1970-2000, the (3) To examine the use of ten short story by the author of the women's decade 1970-2000 as the learning material-minded Indonesian gender in high school. The research methods used in this study is descriptive analytic method that reveals the real situation in the short story works of women authors Indonesia's 1970-2000 decade.

The study found some result. First, short story Indonesian women's decade of 1970-2000 daily have logic and chronologic stroy structure. The main character are displayed all female character and the fight for their rights as women and wifes, their is also a figure who oppose customary provision Buton. The theme is about the life crisis by a women and wife. Second, found that gender issues contained in the Indonesian short story author's work is influenced by the women in the top four of gender ideology, the ideology of patriarchy, Ibuism, familialisme, and the public that the existence of gender inequality, women are subordinated, marginalized, discriminated and repressed. Patriarchal ideology and ideology more generally appears that, nine stories were analyzed, namely, "Bajunya Sini" by Ratna Indraswari, "Lais" by Nenden Lilis, "Bukan Jalan Terbaik" by La Rose, "Bunga dalam Gelas" by Dorothea Rosa Herliany, "La Runduma" Waode Wulan Ratna work, "Perempuan dari Sorento" by Naning Pranoto, "Air Suci Sita" by Leila S. Chudori, "Cerita Malam Pertama" by Titis Basino, and "Black Veil" by Titi Said. The research finding, the authors recommended the short stories in Indonesian women’s decade of 1970-2000 to be alternative teaching materials Indonesian language and literary minded gender.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR BAGAN... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Batasan Masalah... 12

C. Rumusan Masalah... 13

D. Tujuan penelitian... 13

E. Manfaat penelitian... 14

F. Paradigma Penelitian... 15

BAB II LANDASAN TEORI... 16

A. Pengertian dan Karakteristik Cerpen... 16

B. Struktur Cerpen... 17

C. Ideologi Gender... 31

1. Pengertian Ideologi... 32

2. Pengertian Gender... 32

a. Profil dan Identitas Gender... 34

b. Peran dan Relasi Gender... 36

c. Stereotif Gender... 38

3. Jenis Ideologi Gender... 39

4. Ketidakadilan Gender... 40

a. Gender dan Marginalisasi Perempuan... 41

b. Gender dan Diskriminasi... 42


(4)

Avini Martini, 2015

d. Gender dan Represi (kekerasan)... 42

D.Faktor-faktor Pelestari Ideologi Gender ... 44

1. Tafsir Agama... 45

2. Budaya Etnis... 48

3.Politik (Kebijakan Pemerintah)... 49

E. Peran Perempuan dalam Kesusastraan Indonesia... 50

F. Pengertian Bahan Ajar... 56

1. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar... 56

2. Jenis-Jenis Bahan Ajar... 57

G. Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Berwawasan Gender... 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 62

A. Metode Penelitian... 62

B. Definisi Operasional... 64

C. Data dan Sumber Data Penelitian... 66

D. Teknik Pengumpulan Data... 66

E. Teknik Analisis Data... 67

F. Pedoman Analisis Teks... 69

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 72

A. Analisis Data... 72

1. Cerpen “Selubung Hitam... 72

a. Ikhtisar cerpen... 72

b. Analisis struktur cerpen... 74

c. Analisis ideologi gender... 85

2. Cerpen “Cerita di Malam Pertama”... 94

a. Ikhtisar cerpen... 94

b. Analisis struktur cerpen... 95

c. Analisis ideologi gender... 106

3. Cerpen “Bukan Jalan Terbaik”... 116

a. Ikhtisar cerpen... 116

b. Analisis struktur cerpen... 117


(5)

4. Cerpen “Air Suci Sita”... 127

a. Ikhtisar cerpen... 127

b. Analisis struktur cerpen... 128

c. Analisis ideologi gender... 133

5. Cerpen “Bunga dalam Gelas”... 136

a. Ikhtisar cerpen... 136

b. Analisis struktur cerpen... 137

c. Analisis ideologi gender... 146

6. Cerpen “Sagra”... 157

a. Ikhtisar cerpen... 157

b. Analisis struktur cerpen... 157

c. Analisis ideologi gender... 166

7. Cerpen “Bajunya Sini”... 171

a. Ikhtisar cerpen... 171

b. Analisis struktur cerpen... 172

c. Analisis ideologi gender... 181

8. Cerpen “La Runduma”... 186

a. Ikhtisar cerpen... 186

b. Analisis struktur cerpen... 187

c. Analisis ideologi gender... 194

9. Cerpen “Perempuan dari Sorrento”... 197

a. Ikhtisar cerpen... 197

b. Analisis struktur cerpen... 199

c. Analisis ideologi gender... 212

10. Cerpen “Lais”... 222

a. Ikhtisar cerpen... 222

b. Analisis struktur cerpen... 224

c. Analisis ideologi gender... 233

B. Hasil Analisis... 242


(6)

Avini Martini, 2015

BAB V ALTERNATIF BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA DI SMA

A. Dasar Pemikiran... 258

B. Alternatif Bahan dan kegiatan Pembelajaraan Bahasa Indonesia di SMA (Modul)... 258

C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 260

D. Modul Bahasa Indonesia... 267

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 299

A. Simpulan... 299

B. Saran... 301

DAFTAR PUSTAKA... 304 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS


(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada dan sesuai dengan tujuan, objek, sifat ilu atau teori yang mendukung. Dalam penelitian, objeklah yang menentukan metode yang akan digunakan (Koentjaraningrat, 2000:7-8). Dengan demikian, metode dipilih berdasarkan pertimbangan kesesuaian objek yang akan diteliti. Hal ini dilakukan agar dalam penelitian dapat menghasilkan hasil yang sesuai dengan harapan peneliti. Jadi yang dimaksud dengan metode adalah langkah-langkah yang harus ditempuh oleh peneliti dengan harapan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurur Bognan (Moleong, 1993: 3) mendefinisikan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku-perilaku yang dapat diamati. Penggunaan metode kualitatif dianggap relevan karena karakteristik metode kualitatif sesuai dengan karakteristik dalam penelitian karya sastra. Karakteristik tersebut menurut Hasan (dalam Aminuddin, 1990: 15-18) meliputi: (1) data dikumpulkan langsung dari situasi sebagaimana adanya karena fenomena memperlihatkan maknanya secara penuh dalam konteksnya (2) peneliti sebagai instrumen kunci dalam pengumpulan analisis data karena sifatnya yang respontif dan adaptif terhadap fenomena yang terjadi, (3) bersifat deskriptif, artinya data dianalisis dan disampaikan tidak dalam bentuk angka-angka, (4) proses lebih penting daripada hasil, dan (5) analisis dilakukan secara induktif, penelitian tidak dilakukan dalam rangka pengujian hipotesis.

Penelitian ini, menggunakan metode penelitian yang serbaguna dan transdisipliner untuk menunjukkan representasi perbedaan manusia dan mengupayakan perubahan sosial melaui hubungan spesial dengan pembaca hasil penelitian ini (Reinharz dalam Sofia, 2009, hlm. 25). Adapun metode penelitian


(8)

Avini Martini, 2015

mengungkap keadaan yang sebenarnya dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an yang diwakili oleh Ratna Indraswari, Oka Rusmini, Leila S. Chudori, Dorothea Rosa Herliany, Titie Said, Titis Basino, La Rose, Naning Pranoto, Nenden Lilis A, dan Waode Wulan Ratna. Metode ini didasarkan pada data yang akan dianalisis berupa teks karya sastra cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970- 2000-an . Metode deskriptif analitik adalah metode yang digunakan dengan cara menganalisis dan menguraikan untuk menggambarkan keadaan objek yang diteliti yang dijadikan pusat perhatian dan penelitian (Ratna, 2007:39).

Metode Deskriptif analitik sesuai dengan haikatnya adalah data yang telah terkumpul itu kemudian diseleksi, dikelompokkan, dilalukan pengkajian, diinterpretasikan, dan disimpulkan. Kemudian hasil simpulan tersebut di deskripsikan. Pendeskripsian data-data dilakukan dengan mengetengahkan fakta-fakta yang berhubungan dengan pembahasan yang mendalam tentang bentuk-bentuk ideologi gender dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah analisis struktural dan pendekatan sosiologi sastra. Data penelitian ini berupa data verbal dan hasilnya berupa deskripsi tentang sesuatu (Bognan dan Taylor, 1992:21), yaitu deskripsi tentang ideologi gender pada cerpen Indonesia pengarang karya perempuan dekade 1970-2000-an. Adapun Analisis data kualitatif merupakan analisis yang dilakukan berdasarkan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan hal-hal yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bognan & Biklen dalam Moleong, 2006:2). Tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut.

(1) membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data; (2) mempelajari kata-kata kunci dengan berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data; (3) menuliskan model yang ditemukan; dan (4) coding yang telah dilakukan (Mc Drury dalam Moleong, 2006:248). Dalam


(9)

64

penelitian kualitatif, peneliti berusaha mendeskripsikan secara objektif peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya, kemudian digambarkan atau dideskripsikan apa adanya. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif deskriptif tidak selalu menuntut adanya hipotesis. Perlakuan atau manipulasi variabel tidak diperlukan, sebab gejala dan peristiwa telah ada dan peneliti tinggal mendeskripsikannya (Sudjana & Ibrahim, 2007, hlm. 65).

Berdasarkan pendapat tersebut, arah atau fokus dalam penelitian ini adalah ideologi gender dalam cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000. Urutan analisisnya sebagai berikut.

1. Analisis struktur cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an yang diwakili oleh Ratna Indraswari, Oka Rusmini, Leila S. Chudori, Dorothea Rosa Herliany, Titie Said, Titis Basino, La Rose, Naning Pranoto, Nenden Lilis A, dan Waode Wulan Ratna.

2. Analisis sosial-budaya pengarang dalam cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000.

3. Analisis ideologi gender dalam cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dalam pendeskripsian yang diteliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi (Nawawi, 2007, hlm. 8). Pengkajian deskriptif menyarankan pada pengkajian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta atau fenomena secara empiris hidup pada penuturnya (sastrawan), artinya yang dicatat dan dianalisis adalah unsur-unsur dalam karya sastra seperti apa adanya.

B. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini diuraikan ke dalam empat bagian, yaitu sebagai berikut.


(10)

Avini Martini, 2015

1. Struktur Intrinsik Cerpen

Struktur intrinsik cerpen adalah unsur atau bagian-bagian yang dibangun dari dalam yang meliputi alur, penokohan, latar, tema, sudut pandang, dan gaya bahasa sehingga cerpen itu dapat dipahami oleh pembaca karena adanya susunan atau unsur-unsur yang jelas pada cerpen tersebut.

2. Ideologi Gender

Ideologi Gender adalah sistem nilai atau gagasan yang dianut masyarakat serta proses-proses yang membedakan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat-sifat dan konstruksi secara sosial, bukan berdasarkan perbedaan biologis.

3. Cerpen Indonesia Karya Pengarang Perempuan Dekade 1970-2000-an Cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000 adalah cerita pendek Indonesia yang ditulis oleh perempuan dan karyanya dihasilkan pada kurun waktu tahun 1970-1980, 1980-1990, dan 1990-2000 dalam arti tiga dekade.

No Judul Cerpen Pengarang Tahun

1 Selubung Hitam Titie Said 1970 2 Cerita di Malam Pertama Titis Basino 1970 3 Bukan Jalan Terbaik La Rose 1970 4 Air Suci Sita Leila Chudori 1980 5 Bunga Dalam Gelas Dorothea Rosa Herliany 1990

6 Sagra Oka Rusmini 1990

7 Bajunya Sini Ratna Indraswari Ibrahim 1990 8 La Runduma Waode Wulan Ratna 2000 9 Perempuan dari Sorrento Naning Pranoto 2000 10 Lais Nenden Lilis Aisyah 2000

4. Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia berwawasan Gender

Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Berwawasan Gender adalah materi pembelajaran yang didalamnya memuat hal-hal yang berkaitan dengan gender. Dengan memasukkan wawasan gender dalam pembelajaran bahasa Indonesia


(11)

66

melalui teks cerpen diharapkan akan menanamkan sadar gender terhadap siswa sejak dini sehingga dapat meminimalisir ketidakadilan yang terjadi.

C. Data dan Sumber Data Penelitian

Data merupakan bagian yang sangat penting dalam setiap bentuk penelitian baik kuantitaif maupun kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data-data yang berupa deskripsi, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antarvariabel. Adapun data dalam penelitian ini merupakan data penelitian teks sastra. Data penelitian sastra adalah kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2007:47). Data dalam penelitian ini dikemukakan secara verbal, dan berwujud teks atau bagian-bagian teks, yaitu korpus data yang merepresentasikan ideologi gender.

Sumber data dalam penelitian ini adalah teks sastra berupa cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000 dan digolongkan sebagai dokumen. Dalam hal ini karya sastra dianggap sebagai salah satu jenis dokumen yang diproduksi oleh pengarang. Beberapa kriteria penentuan sumber data antara lain: (1) bentuk teks berupa cerpen, (2) karya pengarang perempuan periode 1970-2000, (3) dicetak dan ditulis pertama kali dalam bahasa Indonesia, (4) memenuhi kadar kesastraan, (5) banyak menceritakan tokoh perempuan dan masalah perempuan, (6) bukan cerpen remaja atau cerpen anak-anak.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, harus benar-benar dilakukan oleh peneliti, karena dalam kegiatan penelitian data yang berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Hal ini menuntut setiap peneliti harus memilih dan menentuka cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperoleh.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik dokumenter berupa kajian pustaka terhadap teks


(12)

Avini Martini, 2015

secara intensif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) studi dokumentasi, yakni peneliti membaca dan menguji sumber data. Pengujian pertama: memahami dan menghayati secara kritis (utuh, menyeluruh dari sumber data). Pengujian kedua: mempertajam, memperdalam pemahaman dan penghayatan untuk memilih dan menelaah data. Pembacaan dan penyajian dilakukan secara kritis, teliti, cermat berdasarkan prinsip-prinsip penghayatan dan pemahaman arti secara mendalam, memadai, dan mencukupi pada sumber data dapat dicapai; (2) membaca ulang, yakni menandai, mencatat, mengutip, bagian-bagian yang dijadikan data dari sumber data; dan (3) peneliti mengidentifikasi dan mengklasifikasikan data sesuai dengan masalah.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis interpretatif, yaitu memaparkan data terlebih dahulu, setelah data terkumpul dan tersaring oleh peneliti kemudian mengidentifikasi dalam bentuk paparan bahasa, bukan angka. Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data (Patton dan Moleong, 2013:280).

Langkah-langkah analisis data secara umum adalah sebagai berikut. 1. Pengidentifikasian data sesuai dengan permasalahan.

2. Pengorganisasian data dalam formasi tertentu sesuai dengan kategori dan pilihan dengan cara mengklasifikasikannya.

3. Penafsiran makna atau representasi makna sesuai dengan permasalahan yang telah dianalisis dengan cara memberi kode-kode tertentu (kodifikasi).

4. Penentuan data yang diangkat (melalui penarikan kesimpulan sementara), diprediksi serta penelusuran data baru (melalui penarikan kesimpulan akhir) yang diperlukan bila ada kekurangan data sehubungan dengan permasalahan.

Analisis data penelitian dapat dilakukan dengan model alur yang diadaptasi dari model alur analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman, dalam pandangannya analisis data kualitatif secara umum terdiri


(13)

68

atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama, yaitu reduksi data, penyajian data, serta verifikasi dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan adaptasi dari model tersebut maka dalam penelitian ini menggunkan alur analisis data yang digambarkan sebagai berikut.

Bagan 3.1

Proses Pengkajian Cerpen Berideologi Gender Karya Perempuan

Cerpen sebagai sumber data

Pengumpulan Data: - Pembacaan Kritis Kreatif - Pengidentifikasian data

Penyajian Data:

1. Struktur cerpen karya permpuan pengarang Indonesia dalam dekade 1970-2000

2. Analisis sosial-budaya pengarang dalam cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000.

3. Ideologi gender yang terdapat dalam cerpen karya perempuan pengarang Indonesia dalam dekade 1970-2000

Penafsiran Makna

Penyimpulan makna sementara

Hasil Pengolahan Data

1. Struktur cerpen karya perempuan pengarang Indonesia dalam dekad 1970-2000.

2. Analisis sosial-budaya pengarang dalam cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000.

3. Ideologi gender yang terdapat dalam cerpen karya perempuan pengarang Indonesia dalam dekade 1970-2000


(14)

Avini Martini, 2015

F. Pedoman Analisis Teks

Untuk mengetahui ideologi gender yang terdapat dalam cerpen-cerpen yang menjadi kajian penelitian ini, dilakukan sejumlah langkah. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Menyebutkan identitas cerpen, terdiri atas: a. Judul cerpen

b. Pengarang c. Nama Antologi d. Penerbit

2. Menguraikan ikhtisar cerpen

3. Menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen, yaitu tokoh (penokohan), alur (plot), latar, tema, sudut pandang, dan bahasa, serta mengkaji ideologi gender yang terdapat dalam cerpen-cerpen tersebut. Analisis dilakukan dengan acuan seperti pada bagan berikut.

Tabel 3.1

Pedoman Analisis Cerpen

No Pokok-pokok

Analisis Penjelasan Kajian Gender

1 Tokoh (penokohan)

a. Menjelaskan siapa tokoh utama dan tambahan b. Menganalisis penokohan

dengan memperhatikan penamaan, pemerian pernyataan/tindakan tokoh lain, percakapan dialog, dan monolog, dan tingkah laku tokoh.

Apakah dalam setiap unsur tersebut terdapat representasi:

1. Perbedaan gender (sifat-sifat dan perbedaan perilaku yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya anggapan bahwa laki-laki kuat, rasional, perkasa 2 Alur (plot) a. Analisis unsur-unsur plot

yaitu:

1. Alur kronologis

1) Tahap penyituasian (tahap pembukaan cerita,


(15)

70

pemberian informasi awal yang berfungsi

melndastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya)

2) Tahap pemunculan konflik (tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik berikutnya)

3) Tahap peningkatan konflik (konflik yang dimunculkan pada konflik sebelumnya semakin berkembang dan lebih dikembangkan kadar intensitasnya. Konflik yang terjadi, internal, eksternal, maupun keduanya,

pertentangan-pertentangan, benturan-benturan

antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari)

4) Tahap klimaks (konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi yang dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak)

sementara

perempuan dianggap lemah, emosional, dll)

2. Peran gender (pembagian kerja secara gender, misalnya perempuan hanya diposisikan untuk berkiprah dalam sektor

domestik atau rumah tangga sedangkan laki-laki diposisikan untuk berkiprah di sektor publik sehingga muncul stereotif gender yakni, sesuatu perilaku yang pantas atau tidak pantas untuk laki-laki dan perempuan) 3. Ketidakadilan gender

(diskriminasi, subordinasi, marginalisasi, dan represi) 4. Ideologi gender

(ideologi patriarki, ideologi ibuisme, ideologi


(16)

Avini Martini, 2015

5) Tahap penyelesaian (konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan)

2. Alur logis kausalitas

1) Peristiwa, meliputi hal-hal yang dilakukan dan hal-hal yang dialami tokoh, serta sikap (tingkah laku) para tokoh dalam menghadapi peristiwa yang menimpa dirinya.

b. Analisis tahapan plot berdasarkan unsur-unsur di atas.

familialisme, dan ideologi umum)

3 Latar a. Analisis jenis latar (latar tempat, latar sosial, atau latar waktu)

b. Analisis pengaruh latar terhadap sikap dan tingkah laku para tokoh.

4 Tema Apa makna, ide/gagasan dasar cerita tersebut?

5 Sudut Pandang Analisis jenis sudut pandang (persona pertama/persona ketiga)

6 Bahasa a. Analisis style

b. Analisis bentuk penuturan, yaitu narasi dan dialog

4. Menganalisis representasi ideologi gender dalam cerpen-cerpen tersebut menggunakan analisis wacana ideologi gender yang telah dipaparkan dalam bagan sebelumnya.


(17)

BAB V

ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

A. Dasar Pemikiran

Hasil analisis struktur dan representasi ideologi gender dalam cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini ditindaklanjuti dengan menawarkan alternatif bahan ajar untuk bahan mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya kelas XII pada kompetensi inti 4 dan Kompetensi Dasar 1.4 yakni memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra. Alternatif bahan ajar yang ditawarkan kiranya dapat dipertimbangkan untuk dijadikan pedoman bagi para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan memilih bahan ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan tentunya sesuai dengan syarat pemilihan bahan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik.

Penyusunan alternatif bahan ajar dengan memanfaatkan cerpen yang telah dianalisis juga dimaksudkan untuk mempermudah para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada materi pelajaran sastra. Dalam menentukan bahan pembelajaran yang dapat membangun minat dan kesadaran peserta didik terhadap masalah gender sehingga diharapkan para siswa sebagai generasi penerus dapat memiliki kesadaran gender sejak dini.

B. Alternatif Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Berwawasan Gender di SMA (Modul)

Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai bahan ajar cetak yang telah disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Dalam penulisan bahan ajar tersebut, penulis memilih model penulisan modul sebagai alternatif bahan ajar yang ditawarkan berdasarkan hasil analisis terhadap struktur dan ideologi gender dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an.


(18)

Avini Martini, 2015

Pembuatan alterntif bahan ajar berupa modul ini berdasarkan pada petunjuk pembuatan modul dalam Prastowo (2012, hlm. 103-164), modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usianya agar peserta didik dapat belajar sendiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Dengan modul, peserta didik juga dapat mengukur sendiri tingkat kemampuan mereka terhadap materi yang dibahas setiap satu satuan modul, sehingga apabila telah menguasainya, mereka dapat melanjutkannya pada satu satuan modul berikutnya.

Dengan demikian, pembuatan modul juga telah mempertimbangkan bahasa, psikologi, dan latar budaya peserta didik. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan peserta didik lebih mudah memahami isi bacaan yang ditampilkan di dalam modul. Selanjutnya, pembuatan modul haruslah sesuai dengan panduan pembuatan modul yang kreatif dan inovatif. Oleh sebab itu, penulis mencoba berawal dari struktur pembuatan modul oleh Surahman (dalam Prastowo, 2012, hlm. 112) yang meliputi sebagai berikut.

a. Judul modul

Bagian ini berisi tentang nama modul dari suatu mata pelajaran tertentu. b. Petunjuk umum

Bagian ini memuat menjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran, meliputi: kompetensi dasar, pokok bahasan, indikator pencapaian, referensi, strategi pembelajaran, lembar kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.

c. Materi modul

Bagian ini berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang dikuliahkan pada setiap pertemuan.

d. Evaluasi semester

Evaluasi ini terdiri atas evaluasi tengah semester dan akhir semester dengan tujuan untuk mengukur kompetensi mahasiswa sesuai materi kuliah yang diberikan.

Berdasarkan struktur pembuatan modul di atas, penulis mencoba untuk membuat sebuah modul yang inovatif berdasarkan hasil analisis terhadap sepuluh cerpen yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. Pembuatan modul tersebut juga menyesuaikan format pembuatan modul yang mengandung berbagai unsur yang dapat melengkapi struktur modul. Adapun unsur-unsur yang dimaksud


(19)

260

adalah judul, kata pengantar, daftar isi, latar belakang, deskripsi singkat, uraian KI, KD, dan tujuan pembelajaran, uraian materi, latihan/tugas, rangkuman, tindak lanjut, glosarium, daftar pustaka, dan kunci jawaban.

C. Perencanaan dalam Pengajaran Cerpen

Dalam pelaksanaan pengajaran, seorang guru terlebih dahulu harus menentukan model pengajaran yang akan ia pakai sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan ia capai. Model pembelajaran merupakan bagian penentu dalam proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar di kelas adalah Model Berpikir Induktif. Selain itu, guru juga dapat mempergunakan berbagai macam model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemanfaatan model ini dapat dilihat dalam model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai berikut.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas

Kelas/Semester : XII/satu

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Topik : Cerpen

Alokasi Waktu : 4 x 45 menit a. Kompetensi Inti

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

3. Memaham, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.


(20)

Avini Martini, 2015

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

b. Kompetensi Dasar

4.4 Memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra.

c. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Memahami definisi cerpen

2. Memahami struktur intrinsik cerpen 3. Menentukan struktur intrinsik cerpen 4. Memahami definisi gender

5. Memahami perbedaan gender

6. Membuat tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca.

d. Tujuan Pembelajaran

1. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa mampu memahami definisi cerpen.

2. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa mampu memahami struktur intrinsik cerpen.

3. Setelah membaca contoh cerpen, siswa mampu menentukan struktur intrinsik cerpen.

4. Siswa mampu memahami definisi gender. 5. Siswa mampu memahami perbedaan gender,

6. Siswa mampu tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca. e. Materi Pembelajaran

1. Definisi Cerpen 2. Stuktur Cerpen

2.1 Pengertian Tokoh 2.2 Pengertian Alur 2.3 Pengertian Latar 2.4 Tema

2.5 Sudut Pandang 2.6 Bahasa


(21)

262

f. Alokasi Waktu  4 x 45 Menit

g.Metode Pembelajaran

 Metode problem based learning h. Kegiatan Pembelajaran

Tabel 5.1

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi

Waktu Pendahuluan 1. Siswa merespon salam dan pertanyaan

dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya.

2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

3. Siswa menerima informasi kompetensi, materi, tujuan dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.

4. Siswa dibentuk ke dalam beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa.

5. Siswa duduk berkelompok dengan kelompoknya masing-masing.

10 Menit

Inti a. Mengamati

1. Seluruh siswa membaca teks cerpen dan mencermati masalah dalam isi teks tersebut.

2. Siswa mencermati stuktur teks cerpen dan mencermati masalah yang terkandung dalam isi cerpen tersebut.

b. Menanya

1. Siswa menanyakan definisi cerpen

2. Siswa menanyakan masalah (penyebab dan dampak) yang terkandung dalam isi teks cerpen.


(22)

Avini Martini, 2015

sendiri.

4. Siswa menanyakan bagian-bagian dari struktur cerpen.

c. Mengeksplorasi

1. Siswa menemukan struktur cerpen (tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, amanat). 2. Siswa menemukan masalah pada cerpen

mengenai gender. d. Mengasosiasi

1. Siswa mendiskusikan hasil temuan terkait dengan struktur cerpen (tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, anamat).

2. Siswa menyimpulkan hasil temuan terkait masalah gender.

3. Siswa memberikan tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca terkait dengan gender. e. Mengomunikasikan

1. Tiap kelompok, siswa membacakan hasil diskusinya mengenai struktur cerpen yang dibuatnya.

2. Siswa mempresentasikan bagian-bagian dalam struktur cerpen yang ditemui pada teks.

3. Siswa mempresentasikan masalah yang terkandung dalam isi teks cerpen mengenai perbedaan gender dan masalah terhadap gender.

4. Siswa lain menanggapi presentasi teman atau kelompok lain secara santun.

10 Menit

20 Menit

70 Menit

20 Menit

Penutup 1. Siswa dan guru merefleksi simpulan tentang topik pembelajaran.

2. Siswa diberi kesempatan bertanya atau mengungkapkan pengalaman ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.


(23)

264

i. Penilaian 1. Penilaian Proses

Tabel 5.2 Penilaian Proses

No. Aspek yang

Dinilai Teknik Penilaian Waktu Penilaian Instrumen Penilaian Keterangan 1. Religius Pengamatan Proses Lembar

pengamatan

Hasil penilaian nomor 1 dan 2 untuk masukan pembinaan dan informasi bagi Guru Agama dan Guru PKn 2. Tanggung Jawab

3. Jujur 4. Disiplin 5. Santun

2. Penilaian Hasil

Tabel 5.3 Penilaian Hasil Indikator Pencapaian Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Penilaian Instrumen Mengetahui defenisi

cerpen

Tes tertulis Isian 1. Jelaskan pengertian cerpen!

Mengetahui stuktur cerpen

Tes tertulis Isian 1. Jelaskan struktur cerpen!

Memberikan

tanggapan kritis terhadap teks cerpen yang telah dibaca

Tes tertulis Isian 1. Berikan tanggapan kritis terhadap cerpen yang telah dibaca!

3. Format Isian

Tabel 5.4

Format Isian Analisis Cerpen

No Unsur yang Diamati Hasil Pengamatan/Pembuktian

1 Alur

2 Tokoh dan Penokohan 3 Latar (Tempat dan Waktu) 4 Tema

5 Gaya Bahasa 6 Sudut Pandang


(24)

Avini Martini, 2015

7 Memberikan tanggapan kritis terkait ideologi gender

Simpulan tentang ideologi gender yang terkandung dalam cerpen : ... ... ... ... ... 4. Evaluasi untuk Tugas Kelompok

 Setelah pengisian format selesai, secara acak guru menugasi beberapa kelompok untuk melaporkan hasil pengisian format. Jadi pembelajaran dikembangkan menjadi melaporkan secara lisan (berbicara).

 Guru mengumpulkan format yang telah diisi siswa setiap kelompok.  Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran tentang cerpen, terutama

yang berkaitan dengan ideologi gender yang terdapat dalam cerpen.

5. Evaluasi untuk Tugas Individu

Bacalah cerpen-cerpen yang telah disediakan , kemudian analisislah unsur intrinsik dan ideologi gender yang terkandung dalam cerpen tersebut.

Tabel 5.5

Rubrik Penilaian Analisis Cerita Pendek

No Aspek Indikator Skor

1 Alur

 Menemukan alur cerita disertai bukti.

 Menemukan alur cerita tidak disertai bukti/bukti salah.

 Menemukan alur cerita tetapi salah.

5 3

1

2 Tokoh dan Penokohan

 Menemukan tokoh dan penokohan disertai bukti.

 Menemukan tokoh dan penokohan tetapi tidak disertai bukti.

 Penokohan tidak sesuai dengan tokoh dalam cerpen yang dibaca.

5 3

1

3 Latar

 Menguraikan latar secara jelas dan logis disertai bukti.

 Menguraikan latar secara jelas dan logis tidak disertai bukti.

 Latar yang diuraikan tidak sesuai dengan latar yang terdapat dalam cerpen yang dibaca.

5

3

1


(25)

266

yang jelas.

 Menemukan tema yang sesuai tetapi tidak disertai bukti.

 Menemukan tema tetapi tidak sesuai dengan isi cerpen yang dibaca.

3

1

5 Gaya Bahasa

 Menemukan gaya bahasa yang sesuai disertai bukti yang jelas.

 Menemukan gaya bahasa yang sesuai tetapi tidak sertai bukti.

 Gaya bahasa yang ditemukan tidak sesuai dengan gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen yang dibaca.

5

3

1

6 Sudut Pandang

 Menemukan sudut pandang yang sesuai dengan bukti yang jelas.

 Menemukan sudut pandang yang sesuai tanpa disertai bukti.

 Menemukan sudut pandang tetapi tidak sesuai dengan isi cerpen yang dibaca.

5

3

1

7

Ideologi Gender

 Menemukan ideologi gender disertai bukti yang benar.

 Menemukan ideologi gender tetapi tidak disertai bukti yang benar.

 Menemukan ideologi gender tetapi tidak sesuai dengan cerpen yang dibaca.

5

3


(26)

Avini Martini, 2015

Modul Bahasa Indonesia

SEKOLAH MENENGAH ATAS

KELAS XII SEMESTER 1

Oleh Avini Martini


(27)

268

BAHASA INDONESIA WACANA PENGETAHUAN A. Kata Pengantar

Modul ini dipersiapkan untuk mendukung kebijakan kurikulum 2013 yang mempertahankan mata pelajaran Bahasa Indonesia masih berada dalam daftar mata pelajaran di sekolah. Di dalam buku ini ditegaskan pentingnya keberadaan mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai pembawa pengetahuan (carrier of knowledge). Sesuai dengan kurikulum 2013, dalam subbab modul ini akan dipelajari hal-hal sebagai berikut: (a) pengertian dan karakteristik cerpen, (b) struktur pembangun cerpen, (c) ideologi gender yang terkandung dalam cerpen, (d) cerpen karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an.

Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan memperoleh pemahaman mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan ideologi gender yang terkandung dalam cerpen serta implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, memecahkan masalah, rasa keingintahuan, dan mampu menerapkan keterampilan dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain itu, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, dan bekerjasama dalam masyarakat baik dalam lingkungannya sendiri maupun secara global. Dalam penulisan modul ini, penulis mengakui masih banyak kekurangannya maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis tunggu.


(28)

Avini Martini, 2015

MARI BELAJAR CERITA PENDEK YUK!!!! 1. Kompetensi Inti

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

2. Kompetensi Dasar

4.4 Mengevaluasi hasil analisis puisi dan atau cerpen, baik dari media cetak maupun elektronik.

3. Tujuan Pembelajaran

1. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa diarahkan untuk dapat mengetahui definisi cerpen serta dapat memahami struktur cerpen. Selain itu siswa dapat menentukan perbedaan gender setelah menganalisis cerpen. 2. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa memiliki dan menunjukan

sikap jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab.

3. Setelah membaca contoh cerpen, siswa dapat menentukan tokoh, alur, tema, latar, serta amanat dalam cerpen.

4. Setelah siswa mengetahui struktur cerpen, siswa dapat menganalisis nilai gender yang terkandung dalam cerpen.

4. Petunjuk

a. Bacalah dengan cermat sebelum Anda mengerjakan tugas. b. Bacalah literatur lain untuk memperkuat pemahaman Anda. c. Kerjakanlah setiap langkah sesuai dengan perintah pengerjaan.

d. Konsultasikan dengan guru jika menemui kesulitan dalam mengerjakan tugas

5. Materi Pembelajaran 4. Definisi Cerpen 5. Stuktur Cerpen

5.1 Pengertian Tokoh 5.2 Pengertian Alur 5.3 Pengertian Latar 5.4 Tema

5.5 Sudut Pandang 5.6 Bahasa


(29)

270

Uraian Materi

a. Pengertian dan Karakteristik Cerpen

Edgar Allan Poe (Nurgiyantoro, 1995, hlm.10), mengemukakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar anatara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk membaca sebuah novel. Cerpen yang panjang yang terdiri dari puluhan ribu kata dapat disebut novelet. Cerpen juga menuntut penceritaan yang ringkas, tidak sampai pada detail-detail khusus yang “kurang penting” yang lebih bersifat memperpanjang cerita.

Mengenai ukuran pendek ini, Nurgiyantoro (1995, hlm. 10) menjelaskan bahwa ada cerpen yang pendek (short-short story), bahkan mungkin pendek sekali hanya berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story), serta ada yang panjang (long short story) yang terdiri atas puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata.

Kosasih (2012, hlm. 34) mengatakan bahwa cerpen merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita tersebut relatif. Namun pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata. Oleh karena itu, para ahli menyebut cerita pendek sebagai cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk.

Cerita pendek pada umumnya bertema sederhana. Jumlah tokohnya terbatas. Jalan ceritanya juga sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cerpen memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Alur lebih sederhana.

2. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang.

3. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup relatif terbatas.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud cerpen adalah cerita atau narasi yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi mungkin dapat terjadi di mana dan kapan saja) serta panjangnya cukupan, atau termasuk midle short story.


(30)

Avini Martini, 2015

b. Struktur Cerita Pendek

Pengkajian karya sastra merupakan usaha yang dilakukan untuk memahami dan menginterpretasikan karya sastra tersebut. Karya sastra dibangun oleh struktur yang tidak sederhana. Menurut Hawkes (Pradopo, 1987, hlm. 119-120), strukturalisme pada dasarnya dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia yang lebih, merupakan susunan hubungan daripada susunan benda. Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain yang terkandung didalamnya.

Ada empat pendekatan yang digunakan untuk mengkaji karya sastra, seperti yang dikemukakan Abrams (Pradopo, 2007, hlm. 140), yaitu (1) pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan); (2) pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan ekspresif, yang menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman penyair; (4) pendekatan objektif menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang. Jadi yang ditekankan dalam pengkajian menggunakan pendekatan tersebut adalah karya sastra itu sendiri dengan struktur intrinsiknya sebagai tujuan analisis.

Sumardjo & Saini K.M (1994, hlm. 37) mengemukakan bahwa penceritaan atau narasi dalam sebuah cerpen dilakukan secara hemat dan ekonomis. Inilah sebabnya dalam sebuah cerpen biasanya hanya ada dua atau tiga tokoh saja, hanya ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek saja bagi pembacanya. Semuanya harus serba ekonimis sehingga hanya ada satu kesan saja pada pembacanya. Namun begitu, sebuah cerpen harus merupakan satu kesatuan bentuk yang betul-betul utuh dan lengkap. Ketutuhan dan kelengkapan sebuah cerpen dilihat dari segi-segi unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu adalah peristiwa cerita (alur atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir cerita), latar cerita (setting), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa (style).


(31)

272

Nurgiyantoro (1995, hlm. 23) lebih luas lagi dari pendapat di atas menyatakan bahwa unsur-unsur pembangun sebuah karya fiksi, termasuk didalamnya cerpen, secara garis besar dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik (unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri), dan unsur ekstrinsik (unsur-unsur di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra).

Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 23), diantaranya adalah: tema, plot, perwatakan (penokohan), latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik, seperti yang dijelaskan Wellek dan Waren (1995, hlm. 29) antara lain biografi pengarang atau keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik berupa psikologi pengarang, maupun psikologi pembaca. Keadaan lingkungan masyarakat juga, seperti ekonomi, politik, dan sosial, dan juga pandangan hidup suatu bangsa termasuk dalam unsur ekstrinsik karena dianggap berpengaruh terhadap karya sastra.

Pada pelajaran ini, kalian akan belajar memahami unsur-unsur pembangun cerpen. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1) Tema

Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya, tentang kehidupan atau komentar terhadap kehidupan (Sumardjo & Saini K.M, 1991, hlm. 56).

Tema dalam pengertian di atas dapat pula dikatakan sebagai makna sebuah cerita. Hal ini sejalan dengan pendapat Stanton (2012, hlm. 36) yang mengatakan tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna.

Sumardjo dan Saini K.M mensejajarkan istilah tema dengan ide, sedangkan Stanton mengistilahkannya dengan makna, Hartoko dan Rahmanto menggunakan istilah gagasan dasar umum. Lebih lengkapnya menurut Hartoko dan Rahmanto


(32)

Avini Martini, 2015

(1986, hlm. 142) tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis.

2) Tokoh (Penokohan) a) Pengertian

Membahas mengenai tokoh dalam sebuah karya sastra terutama karya fiksi sering dihubungkan dengan istilah-istilah lainnya seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi. Sering istilah tersebut digunakan secara bergantian dan dianggap memiliki pengertian yang sama. Padahal sebetulnya, istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.

Nurgiyantoro (1995, hlm. 165) mengemukakan, istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya atau pelaku cerita. Watak/karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca. Dengan kata lain, watak/karakter lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Adapun penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan perwatakan yang menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu sebuah cerita. Berdasarkan uraian di atas, maka sedikitnya dapat tergambar perbedaaan tokoh-penokohan, watak-perwatakan, karakter-karakterisasi. Akan tetapi agar lebih jelas dan tegas maksud dari pengertian tokoh dan penokohan, di sini peneliti akan mengemukakan definisinya.

Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 165).

Adapun penokohan memiliki pengertian yang lebih luas daripada tokoh sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 165).

b) Pembedaan Tokoh

Pengertian tokoh sudah peneliti jelaskan di atas. Selanjutnya peneliti akan mengemukakan mengenai pembedaan tokoh. Pembedaan tokoh ini perlu


(33)

274

dikemukakan karena ketika kita membaca sebuah karya fiksi (dalam hal ini cerpen) maka kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan di dalam cerita tersebut. Mengetahui penggolongan tokoh dapat memudahkan kita memahami hal-hal yang bersangkutan dengan permasalahan tokoh tersebut.

Tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, maka tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh utama (center character, main character) dan tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita. Tokoh tersebut merupakan tokoh yang sering diceritakan, baik segi pelaku, kejadian/peristiwa maupun yang dikenai kejadian. Peranan tokoh ini tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagaian besar cerita (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 176). Adapun tokoh tambahan, seperti halnya dijelaskan Nurgiyantoro (1995, hlm. 177), adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, dan ia hadir dalam keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung.

Analisis terhadap unsur tokoh dan penokohan ini akan meliputi pembedaan tokoh di atas dan penokohan. Untuk mengetahui penokohan dalam cerpen, peneliti mengacu pada cara yang dilakukan Yus Rusyana dalam penelitiannya yang berjudul Novel Sunda Sebelum Perang. Dalam penelitian tersebut, penokohan dilihat dari cara penamaan, pemerian, pernyataan atau tindakan tokoh lain, percakapan dialog atau monolog, dan tingkah laku (Rusyana, 1979).

3) Alur (Plot)

Menurut Stanton (2007, hlm. 26) mengemukakan bahwa secara umum mengenai alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter,


(34)

Avini Martini, 2015

variabel pengubah dalam dirinya. Adapun Aminuddin (2013, hlm. 83) mengungkapkan bahwa alur dalam cerpen, drama atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Sumardjo dan Saini (1994, hlm. 48) mengemukakan bahwa plot dengan jalan cerita memang tidak terpisahkan, tetapi harus dibedakan. Orang sering mengacaukan kedua pengertian tersebut. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian ada karena ada sebabnya dan ada alasannya. Dan yang menggerakkan cerita tersebut adalah plot, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu kejadian baru dapat disebut cerita kalau didalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan, dalam hal ini konflik. Intisari dari plot adalah konflik. Tetapi biasanya konflik dalam cerpen tidak bisa tiba-tiba dipaparkan begitu saja, melainkan harus ada dasarnya, seperti unsur-unsur pengenalan, timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal.

Hal yang senada dikemukakan Nurgiyantoro (1995, hlm. 116) mengemukakan bahwa peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita. Peristiwa adalah kejadian dalam cerita tetapi peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra pastilah banyak sekali, namun tidak semua peristiwa tersebut berfungsi sebagai pendukung plot, itulah sebabnya untuk menentukan peristiwa-peristiwa fungsional dengan yang bukan, diperlukan penyeleksian atau tepatnya analisis peristiwa.

4) Latar (Setting)

Latar merupakan salah satu unsur pokok dalam sebuah karya fiksi. Latar (setting) menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 216). Berdasarkan definisi tersebut, latar dapat dibedakan ke dalam 3 jenis yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 27). Unsur tempat yang


(35)

276

dipergunakan misalnya nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan lain-lain. Tempat-tempat tersebut bisa bernama ataupun hanya menggunakan inisial. Namun, latar ini cenderung bersifat fisik sehingga disebut sebagai latar fisik (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 218).

Sedangkan latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 230). Adapun latar sosial, masih manurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 233) menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku atau tata cara kehidupan sosial masyarakat tersebut dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial ini juga berhubungan dengan status sosial tokoh, misalnya rendah, menengah, atau atas. Berdasarkan karakteristik yang diuraikan tersebut, maka latar sosial dapat digolongkan sebagai latar spiritual.

Meskipun unsur latar dibeda-bedakan seperti di atas, namun kehadirannya dalam suatu karya fiksi biasanya merupakan satu kesatuan. Namun demikian, perlu juga dipahami bahwa tidak semua karya fiksi menghadirkan ketiga latar di atas. Banyak karya fiksi yang hanya menonjolkan satu latar tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis latar yang meliputi 3 jenis latar di atas.

5) Sudut Pandang

Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan dan dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Dengan demikian pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, di samping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 247).


(36)

Avini Martini, 2015

gagasan dan ceritanya, termasuk didalamnya pandangan hidup dan tafsirannya kepada kehidupan, penawaran nilai-nilai, sikap, kritik, dan lain-lain.

Menurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 256-268) mengemukakan, bahwa macam-macam sudut pandang adalah sebagai berikut:

1. Sudut pandang persona ketiga “dia”. Pada sudut pandang ini, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Sudut pandang “dia” dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu “dia” mahatahu yaitu jika narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”, dan “dia” sebagai pengamat, ialah jika narator terikat mempunyai keterbatasan pengertian terhadap tokoh “dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas.

2. Sudut pandang persona pertama “aku”. Dalam sudut pandang ini narator adalah seoarng yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Sudut pandang ini terbagi dua, yakni “aku” menduduki peran utama (jadi tokoh utama protagonis), dan “aku” menduduki peran tambahan jadi tokoh tambahan protagonis.

Dalam mengidentifikasi sudut pandang, ada beberapa pertanyaan yang jawabannya dapat dipergunakan untuk membedakan sudut pandang, yaitu:

1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan “aku”, atau seperti tak seorang pun)?

2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan?

3. Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikiran, atau persepsi pengarang, kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan atau persepsi tokoh)?

4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, berganti-ganti)?


(37)

278

Analisis sudut pandang dalam penelitian ini mengacu pada pengertian, prinsip-prinsip, dan jenis sudut pandang di atas.

6) Bahasa

Bahasa merupakan sarana komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa juga dapat digunakan sebagai sarana pengungkapan sastra. Untuk menyampaikan dan mengungkapkan gagasan dalam karyanya kepada pembaca, pengarang mengolah segala potensi bahasa. Potensi bahasa dikembangkan dan digunakan pengarang dalam karya berbentuk prosa (dalam hal ini cerpen) adalah unsur style (gaya bahasa) dan bentuk penuturan yang berupa narasi dan dilaog. Oleh karena itu, pengkajian bahasa dalam karya berbentuk prosa (cerpen) meliputi pengkajian terhadap style dan bentuk penuturan yang berupa narasi dan dialogyang digunakan pengarang. Untuk dapat melakukan pengkajian tersebut, tentunya kita harus terlebih dahulu memahami maksud dari style itu sendiri dan maksud dari narasi dan dialog tersebut.

c. Ideologi Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s News Dictionary (Echols dan Shadily, 1983, hlm. 265), gender adalah diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam berbagai kamus bahasa, pengertian jenis kelamin (seks) dengan gender tidak dibedakan secara jelas. Padahal untuk memahami konsep gender terlebih dahulu harus dapat membedakan antara kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Jenis kelamin adalah penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang mengacu pada ciri-ciri biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya seseorang yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat seperti halnya seorang laki-laki, yakni manusia yang memiliki penis, memiliki jakar, dan memproduksi sperma. Adapun perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan memiliki alat untuk menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya, sehingga alat-alat tersebut tidak dapat


(38)

Avini Martini, 2015

kelamin yang satu dengan yang lainnya. Alat-alat biologis tersebut melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan Tuhan atau kodrat (Fakih, 2012, hlm. 8).

Masih menurut Fakih (2012, hlm. 7-8), mengemukakan bahwa gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat/ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang cukup panjang. Misalnya dalam masyarakat, perempuan dikenal memiliki sifat lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, jantan, rasional, dan perkasa. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat yang lain. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu, berbeda dari tenpat ke tempat lainnya, ataupun dari satu kelas ke kelas lainnya itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2012, hlm. 9).

Dalam konsep ini jelas dibedakan antara yang bersifat alami, yakni perbedaan biologis yang dapat juga disebut kodrat, dengan yang bersifat sosial. Salah satu contoh, misalnya perempuan memiliki rahim, alat memproduksi telur dan laki-laki memiliki penis, alat reproduksi sperma. Contoh tersebut merupakan suatu kenyataan biologis/kodrat Tuhan, tetapi perempuan harus memakai rok, berdandan, dan menghabiskan waktunya di dapur (ranah domestik) sedangkan laki-laki memakai celana, dan menyukai kegiatan-kegiatan di luar rumah (ranah publik) adalah suatu norma sosial yang terbentuk oleh kondisi budaya dan masyarakat tertentu.

Kenyataan dalam masyarakat sering terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna mengenai apa yang dimaksud dengan jenis kelamin (seks) dan gender. Seringkali yang terjadi di masyarakat yang sesungguhkan hal tersebut merupakan


(39)

280

gender, karena merupakan konstruksi sosial tetapi dinyatakan sebagai ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat yang berarti kodrat. Misalnya, peran gender yang diberikan pada perempuan untuk mendidik anak, merawat dan memelihara kebersihan rumah tangga sering disebut sebagai kodrat perempuan, padahal peran tersebut bisa dilakukan oleh laki-laki. Artinya jenis pekerjaan tersebut dapat dipertukarkan dan tidak bersifat universal. Dengan demikian, apa yang sering disebut dengan “kodrat” atau takdir Tuhan atas perempuan” dalam kasus mendidik anak dan mengatur rumah tangga, sesungguhnya adalah gender. Begitu pula halnya penyifatan terhadap perempuan sebagai mahluk lemah lembut, emosional sementara laki-laki kuat, perkasa, rasional adalah konstruksi sosial. Sifat-sifat dan ciri-ciri tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, dan lemah lembut sementara ada juga perempuan yang kuat dan rasional.

Berdasarkan uraian di atas, cukup jelas apa sesungguhnya ideologi gender. Ideologi gender adalah sistem nilai, gagasan atau pandangan yang dimiliki dan dianut suatu masyarakat serta proses-proses yang membedakan dan memperlakukan laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat-sifat yang dikonstruksi secara sosial dan kultural, bukan berdasarkan perbedaan biologis.

Tahukah kamu?

Sebuah karya sastra tidak terlepas dari pengarangnya. Sastra lahir dari seorang penulis, dan penulis itu hidup dalam sistem sosial masyarakat yang menjadi kajian mengenai gender. Dalam konteks ini, karya sastra pada hakikatnya adalah sebuah bentuk refleksi keadaan, nilai, dan kehidupan masyarakat yang menghidupi penulisnya, atau paling tidak pernah mempengaruhi penulisnya. Oleh sebab itu, dalam karya sastra seperti halnya cerita pendek juga terkandung nilai-

Nah, pada bab ini kalian akan diajak memahami sebuah teks cerita pendek. Namun, sebelum mengerjakan tugas tersebut, lakukan kegiatan di bawah ini.


(40)

Avini Martini, 2015

nilai ideologi gender yang dikonstruksi hasil dari sosial dan kultural dalam suatau masyarakat.

Dalam kamus sosiologi, ideologi diartikan sebagai: (1) perangkat kepercayaan yang ditentukan secara sosial; (2) sistem kepercayaan yang melindungi kepentingan golongan elit; dan (3) sistem kepercayaan (Sukanto, 1985: 230). Selanjutnya, dalam kamus antropologi, ideologi diartikan sebagai rangkaian konsep suatu cita-cita yang diemban dan diidam-idamkan oleh sekelompok golongan, gerakan, atau negara tertentu (Ariyono, 1985: 155). Raymond Williams (Aisyah, 2003: 31) mengemukakan batasan ideologi sebagai berikut: (1) sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau lapisan masyarakat tertentu; (2) kesadaran atau gagasan yang keliru tentang sesuatu; dan (3) proses-proses yang bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan.

Berikut ini adalah nama-nama pengarang perempuan yang mewakili dekade 1970-2000-an beserta asal daerah dan salah satu judul cerpennya. Pengarang perempuan yang mewakili dekade 1970-2000-an ini berasal dari berbagai daerah, misalnya Jawa, Bali, Buton

Nama Pengarang Asal Daerah Judul Cerpen Dorothea Rosa Herliany Magelang Bunga Dalam Gelas Leila S. Chudori Jakarta Air Suci Sita

Nenden Lilis Aisyah Jawa Barat Lais

Waode Wulan Ratna Buton La Runduma Ratna Indraswari Malang Bajunya Sini

La Rose Pekalongan Bukan jalan Terbaik Titis Basino Magelang Cerita di Malam Pertama Naning Pranoto Yogyakarta Perempuan dari Sorento Oka Rusmini Bali Sagra


(41)

282

Cerita pendek seperti karya sastra lainnya terdapat struktur pembentuknya yang meliputi tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, sudut pandang, dan amanat.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

CERPEN Setelah mengetahui nama-nama pengarang perempuan yang mewakili dekade 1970-2000-an tersebut, berikut ini akan diberikan sebuah teks cerita pendek yang ditulis oleh salah seorang pengarang di atas. Dalam tahap ini, kalian diminta untuk dapat menganalisis unsur-unsur pembangun cerpen tersebut serta ideologi gender yang terkandung dalam cerpen tersebut, kemudian kaitkanlah ideologi gender tersebut dengan kehidupan sehari-hari.


(42)

Avini Martini, 2015

.

La Rundumaa

Aku payah da terus gelagapa . Tapi … Buka . Aku bukan tenggelam di sungai kampungku. Saat ini aku sedang membenamkan kepalaku ke bak air di kamar mandi rumah majikanku. Aku tadi merasa malu dan salah karena telah ceroboh membuat laptop majikan laki-laki jatuh hingga tak menyala lagi. Ia tidak marah, dan telah memaafkanku, tapi rasa malu dan bersalah tetap tak mau pergi. Aku membenamkan kepalaku ke air untuk mengatasi dan mengusir perasaan itu meski sulit. Setelah merasa sia-sia, kuangkat kepalaku yang berat dan basah. Air menetes-netes dari rambut ke bajuku yang kering. Air yang bersih dan bening, bukan air sungi di kampungku yang mengalirkan segala kotoran dan kejorokan dan kejorokan. Bukan air yang membawa limbah-limbah penyakit buangan rumah sakit yang berada tidak jauh tempatku ngontrak kamar sempit di bantaran sungai itu. Juga limbah bermacam pabrik yang membuat air sungai warna-warni. Aku tidak sedang berada di sana. Aku berada di kamar mandi pembantu, di rumah majikanku di mana jiga aku mandi, tubuhku yang tidak akan dilihat orang. Tidak seperti aku mandi diatas batu di tepi kali kampungku, tepatnya kampung Emakku, karena aku di sana mengikuti Emak.

(Penggalan Cerpen Lais: Nenden Lilis A) Tokoh

Gaya bahasa

Latar

Tokoh adalah orang atau pemeran yang mempunyai watak dan karakter dalam cerpen

Gaya Bahasa adalah kata atau ungkapan menurut arti harfiahnya dan menurut arti majasnya (bukan kenyataan/ kiasan)

Latar dibagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat latar Latar tempat adalah tempat atau lokasi kejadian pada cerita Latar waktu adalah waktu terjadinya peristiwa pada

Alur adalah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan dan hubungan tertentu.

Sudaut pandang merupakan strategi atau siasat yang sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang melalui cerpen untuk pembacanya.


(43)

284

Wa Ode Wulan Ratna

Aku masih perawan. Sungguh. Aku masih perawan! Tapi mengapa gendang itu bisa pecah, Ayah?

Lelaki itu ayahku. Namanya Maulidun. Sudah hampir 20 tahun ia menjadi pawang penabuh gendang pilihan pada tiap posuo. Aku membencinya, sebab ia tak menyukai La Runduma, lelaki yang tak bisa pergi dari hatiku. La Runduma bukanlah lelaki rupawan, dan hanya pekerja serabutan. Sebab itu ayahku tak suka padanya. Sebab lainnya, ia menginginkan aku menikah dengan laki-laki yang sederajat. Untuk itulah aku ikut ritual adat ini.

Semua orang Buton percaya, termasuk aku, putri Buton sejati, bahwa posuo adalah ritual bagi anak gadis untuk menjadikannya dewasa dan mampu mengurus rumah tangga. Acara pingitan yang menyeramkan ini

menempatkanku dan tujuh gadis lainnya dalam suo yang pengap dan lembab tanpa penerangan cahaya apapun. Sungguh suatu pingitan yang aneh dan aku melakukannya karena ayah.

Usai berjalan jauh dari Keraton Buton, tibalah kami di Gunung Nona. Tempat itu tampak sepi dinaungi perkebunan langsat dan kecapi. Aku tahu, di

sinilah aku akan memulai dahagaku. Ah Run, ke manakah ruh usai ia luruh? Aku mencabik-cabik sepi dengan meremas-remas ujung jemari kedua tanganku. Sungguh menyedihkan, pada malam-malam nanti segala kelam menjadi begitu panjang seperti tanpa ujung dan kesunyian pingsan di tengah hutan. Aku hanya bisa menunggu kapan nasib berbalik arah dan menempatkanku pada posisi yang kuinginkan.

Kami berjalan berarak, diiringi gendang dan mauludan. Di sana, pada salah satu penabuh gendang itu, mata ayah berkilat memberi isyarat agar aku tidak macam-macam. Kami pun masuk ke tengah perkebunan rimbun dan menemukan sebuah rumah. Rumah tempat kami akan menghuninya dengan kengerian selama delapan hari. Run, jangan lupa jemput aku sebelum aku dimandikan air cempaka.

Asap dupa menyapu seluruh tubuhku. Itulah sesi pauncura, sesi pertama untuk mengukuhkanku menjadi peserta posuo. Parika berdecap-decap melafalkan doa. Dan, ayahku, bergerak lamban menyentuh gelas. Mereguk isinya yang menuntaskan dahaga. Matanya pijar menyalibku. Apakah kau ingat pertengkaran kita pada hari-hari sebelumnya, Ayah?

"La Runduma itu bajingan, Johra. Percayalah pada bapakmu yang tua ini. Aku ini orang pintar. Banyak ilmu telah kupelajari. Dan La Runduma hanyalah bajingan sejati." Ah, hatiku, Run, betapa merahnya terbakar oleh kata-kata ayah.

Malam kasip. Gendang itu masih ditabuh di kejauhan membuat bunyi-bunyi berlindung di belakang pukulannya. Usai kami menangis dan mendapat sesuap nasi putih kutemukan mata yang lain bersinar seperti lentera di dalam kamarku. Mata seorang gadis.

"Kau tak suka ikut posuo?" katanya berbisik.

"Aku tak suka menangis dengan cara dicubiti oleh bhisa."


(1)

Daftar Pustaka

Abrams, M.H. (1981). A glossary of literary terms. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Aminuddin. (2013). Pengantar apresiasi karya sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Echols and Shadily. (1983). Kamus inggris indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Fakih, M. (2007). Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Kosasih. (2012). Dasar-dasar keterampilan bersastra. Bandung: Yrama Widia Nurgiyantoro, B. (1995). Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Pradopo, R.D. (2005). Beberapa teori sastra: metode, kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rusyana, Y. (1979). Novel sunda sebelum perang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Stanton, R. (2012). Teori fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sumardjo, Jakob & Saini K. M. (2000). Apresiasi kesusasteraan. Jakarta: Gramedia

Teeuw, A. (2003). Membaca dan menilai sastra. Jakarta: Gramedia.

Wellek, Rene dan Austin Warren. (1995) Teori Kesusastraan (Edisi Terjemahan). Jakarta: Gramedia


(2)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut.

Struktur cerpan Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini seluruhnya bersifat logis dan kronologis. Alur penceritaan yang dominan pada cerpen-cerpen ini adalah alur linier serta alur kilas balik. Alur kilas balik terdapat

pada cerpen “Cerita di Malam Pertama”, “Perempuan dari Sorreto, “Sagra”, “La

Runduma”, serta “Bukan Jalan Terbaik”.

Tokoh utama pada cerpen pengarang perempuan dekade 1970- 2000-an semuanya perempuan dan bertindak terhadap ketidakadilan gender baik dari segi budaya maupun dari segi tatanan psikologis kodrati. Aadapun tokoh laki-laki hanyalah sebagai relasi atau bahkan menjadi tokoh antagonis. Tokoh sampingan pada La Runduma lebih pada mendukung apa yang diinginkan oleh tokoh utama yaitu Johra sedangkan tokoh Lelaki pada Perempuan dari Sorrento menentang keberadaan tokoh utama. Begitu pula dengan cerpen Sagra, dan Bajunya Sini, serta Lais. Sedangkan tokoh pada cerpen Cerita di Malam Pertama tidak terdapat benturan antar tokoh melainkan pada psikologi tokoh utama serta tokoh tambahan. Selain itu, pada cerpen Air Suci Sita juga terdapat benturan gejolak psikologi tokoh utama serta tokoh tambahan artinya tokoh utama bertentangan dengan psikologinya sendiri.

Latar pada cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini mengacu pada banyak wilayah. Cerpen La Runduma, Sagra, Lais berlatarkan kampung sedangkan cerpen Perempuan dari Sorrento berlatarkan pesisir serta cerpen Bajunya Sini, Cerita di Malam Pertama, Air Suci Sita, Bukan Jalan Terbaik, Selubung Hitam, serta Bunga dalam Gelas berlatarkan kota.

Tema pada cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an keseluruhan mengangkat tema ketidakadilan gender. Adapun tema ketidakadilan gender tersebut lebih beragam karena seting yang dikemukakan oleh penulisnya


(3)

beragam. Tema yang diangkat pada cerpen La Runduma, sagra, dan Lais lebih pada ketidakadilan gender pada wilayah budaya sedangkan pada cerpen Perempuan dari Sorrento lebih pada hirarki, begitu pula dengan cerpen Bukan Jalan Terbaik, Bajunya Sini, serta Bunga dalam Gelas dan tema ketidakadilan gender yang lebih mengangkat tema kodrati (psikologi) seorang tokoh terhadap keadaannya sendiri seperti pada cerpen Air Suci Sita dan Cerita di Malam Pertama.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa cerpen-cerpen pengarang perempuan dekade 1970-2000-an lebih merepresentasikan serta merefleksi ketidakadilan gender lewat tiga hal yaitu, ketidakadilan gender yang terjadi akibat struktur budaya, psikologi serta hirarki. Dalm hal ini, penulis mengatakan bahwa ketidakadilan gender tidak dapat hilang apabila ketiga elemen tadi masih kuat di sistem negara kita. Pengarang perempuan dekade 1970-2000an ini lebih pada budaya serta kodrati. Budaya meliputi sistem sosial, adat-istiadat sedangkan kodrati lebih pada psikologis seorang laki-laki dan perempuan. Hal ini dijabarkan pada setiap cerpen di bawah ini.

Perbedaan gender juga tidak selalu mengakibatkan ketidakadilan gender karena sebagai orang Indonesia yang menjungjung tinggi budaya dan mayoritas agama di Indonesia adalah agama Islam yang tidak akan pernah memandang setiap perbedaan itu sebagai suatu ketidakadilan. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang menjadi pelestarian ideologi gender yakni, etnik budaya, etnik agama, dan sistem pemerintah. Tiga hal itu tidak dapat dilepaskan dari faktor pelenglang gender, karena ketika perempuan sering dibedakan dengan laki-laki dalam hal-hal tertentu disebabkan ada salah satu faktor tadi yang mengungkungnya, misalnya ketika perempuan dituntut untuk mengurus rumah tangga oleh suaminya bagi sebagian perempuan mungkin itu bukan ketidakadilan tetapi memang seorang istri itu menurut agama Islam harus turut dan patuh terhadap suami karena suami adalah imam dalam keluarga. Begitu pula dengan etnik budaya, jika dalam suatu budaya sudah memiliki adat istiadat tertentu dan dibenarkan oleh masyarakat terkadang kita sebagai bagian dari masyarakat itu tidak dapat menentang apa yang sudah diberlakukan, seperti halnya dalam cerpen La Runduma dengan ritual


(4)

posuo yang selalu dilakukan untuk anak perempuan yang beranjak dewasa dan dalam cerpen Sagra yang melarang seorang perempuan sudra menikah dengan laki-laki brahmana. Di samping entik budaya dan agama, sistem pemerintahan juga mempengaruhi ideologi gender

Cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an yang penulis analisis dapat dijadikan bahan ajar pada kelas XII karena memenuhi kriteria sesuai dengan silabus pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kompetensi Dasar 1.4 Memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra. iniantaralain:

1. Memahami definisi cerpen

2. Memahami struktur intrinsik cerpen 3. Menentukan struktur intrinsik cerpen 4. Memahami definisi gender

5. Memahami perbedaan gender

6. Membuat tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca.

B. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian mengenai analisis struktur dan ideologi gender dalam cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an di atas, disarankan beberapa hal berikut. Pertama, penggambaran struktur, nilai sosial budaya, dan ideologi gender dalam cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000 ini merupakan penggambaran keadaan yang dikonstruksi oleh adat dan budaya pada suatu masyarakat tertentu pada saat itu dan mungkin sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat tertentu. Kadang-kadang adat dan budaya tersebut mengakibatkan terjadinya ketidakadilan untuk kaum perempuan, oleh karena itu ketidakadilan gender penting untuk diperkenalkan pada siswa agar mengenal konsep pendidikan bias gender sejak dini. Penulis menyarankan kesepuluh cerpen ini layak untuk didiskusikan dalam kelas karena mengandung ideologi gender yang lengkap, dengan tujuan untuk memperkenalkan ideologi


(5)

gender sejak dini agar mengurangi terjadinya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Selain itu, penulis menyarankan pada tenaga pengajar di Sekolah Menengah Atas terutama kelas XII agar dapat memberikan materi ketidakadilan gender ini. Supaya anak tidak tabu, serta mendapatkan nilai-nilai kemasyarakatan tentang ketidakadilan gender pada siswa.

Penelitian pada cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini baru sebatas pengkaji1970-2000-an cerpen y1970-2000-ang berideologi gender pengar1970-2000-ang perempuan dalam kurun waktu tiga dekade yakni 1970-2000, tentunya masih banyak cerpen yang belum terkaji baik dari segi waktu maupun dari segi pemilihan cerpen. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan kepada peneliti yang ingin menganalisis cerita pendek pada segi ketidakadilan gender pada kurun waktu cerpen-cerpan angkatan pujangga lama, balai pustaka, atau cerpen-cerpen angkatan 45. Akan terlihat bagaimana penulis memperjuangkan ketidakadilan gender sebelum kemerdekaan atau dalam segi pemilihan cerpen yang belum penulis garap adalah tema-tema cerpen ketidakadilan gender pskolonial atau bahkan penulis sarankan cerpen dari penulis luar negeri agar tahu tentang ketidakadilan gender di luar negeri.

Kedua, cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini dapat dijadikan pembelajaran bahasa Indonesia melaui apresiasi sastra adalah pembelajaran yang membiasakan peserta didik untuk berpikir analitis, kreatif, demokratis, dan apresiatif. Prinsip dasar dalam pembelajaran apresiasi sastra sikap demokratis dan keterbukaan. Pembelajaran apresiasi sastra bertujuan agar siswa mampu menyerap dan mengenal nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam karya sastra, dan menjadikannya bekal tambahan untuk mengarungi kehidupan di masa yang akan datang. Sesuai dengan sifat karya sastra yang kadang-kadang memiliki makna yang ambigu, maka tidak ada penghakiman salah atau benar dalam proses mengapresiasi dan menginterpretasi karya sastra. Dengan demikian, siswa akan merasa dihargai sehingga lambat laun tumbuh kecintaan terhadap suatu karya sastra yang pada akhirnya akan bermuara pada kecintaan dan kegemaran menulis dan membaca.


(6)

Ketiga, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk menggiring peserta didik dari satu keadaan ke keadaan yang lebih baik. Pendidikan yang baik merupakan langkah awal dalam menanamkan karakter yang baik terhadap peserta didik. Hal ini disebabkan, pendidikan merupakan salah satu wadah pembentukan karakter peserta didik. Pendidikan karakter sangat penting ditanamkan kepada peserta didik untuk bekal kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan karakter yang sedang digalakkan di Indonesia yaitu, pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan karakter yang terkait dengan keilmuan, dan pendidikan karakter yang menumbuhkan rasa cinta dan bangga menjadi orang Indonesia. Ketiga kelompok karakter tersebut, tidak cukup hanya dengan melakukan pembelajaran di kelas tetapi harus dilakukan pembangunan budaya di sekolah, keluarga dan masyarakat. Selain itu, dapat ditanamlan melalui bacaan-bacaan sastra seperti halnya cerpen. Keunggulan karya sastra adalah kemampuannya memasukkan berbagai unsur masyarakat kedalamnya, menyerap konvensi dan tradisi, adat istiadat dan kebiasaan, budaya dan sistem sosial, keadaan alam serta lingkungan. Melalui karya sastra pewarisan karakter bangsa Indonesia yaitu, keyakinan akan Tuhan, rela berkorban, santun, cinta tanah air, tanggung, ramah, dan penuh kasih sayang akan tetap dijunjung tinggi di tengah krisis keteladaan yang melanda bangsa ini.