Ideologi pengarang dalam novel kitab omong kosong karya Seno Gumira Ajidarma pendekatan ekspresif - USD Repository

  

IDEOLOGI PENGARANG

DALAM NOVEL KITAB OMONG KOSONG

KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA

PENDEKATAN EKSPRESIF

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana S-1

  

Disusun oleh

Maria Bekti Lestari

NIM: 034114026

  

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

JUNI 2008

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 1 Juli 2008 Penulis

  Maria Bekti Lestari

  

ABSTRAK

  Lestari, Maria Bekti. 2008. Ideologi Pengarang Dalam Novel Kitab Omong Kosong Skripsi S-1.

  Karya Seno Gumira Ajidarma: Pendekatan Ekspresif.

  Yoyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji ideologi pengarang dalam novel Kitab Omong

  

Kosong karya Seno Gumira Ajidarma dengan pendekatan ekspresif. Analisis struktur

  dibatasi pada alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Langkah- langkah yang ditempuh adalah menganalisis alur, tokoh utama, penokohan tokoh utama, dan pengarang implisit, kemudian menggunakan pendekatan ekspresif untuk memahami ideologi pengarang dalam novel Kitab Omong Kosong.

  Tokoh utama dalam novel Kitab Omong Kosong adalah Satya, Maneka, Hanoman, Walmiki, dan Rama. Tokoh-tokoh utama dalam sebuah karya sastra menjadi alat penting pengarang dalam menyampaikan idealismenya. Pengarang juga biasa menjelma sebagai orang lain yang berada di belakang karyanya atau yang biasa disebut sebagai pengarang implisit. Keberadaan pengarang implisit merupakan jalan untuk memaha mi ideologi pengarang. Alur, tokoh, penokohan tokoh utama dan keberadaan pengarang implisit menjadi alat untuk mengetahui ideologi pengarang.

  Penelitian mengenai pengarang implisit mengkaji keberadaan pengarang nyata sebagai sosok lain dalam karyanya. Pengarang implisit berusaha menyampaikan pandangannya mengenai dunia dan kekompleksannya. Melalui analisis mengenai pengarang implisit dalam novel Kitab Omong Kosong, didapat enam pokok ideologi pengarang. Keenam pokok ideologi tersebut yaitu: ideologi penga rang mengenai kekuasaan, ideologi pengarang mengenai kaum pinggiran, ideologi pengarang mengenai perempuan, ideologi pengarang mengenai cinta, ideologi pengarang mengenai kebebasan, dan ideologi pengarang mengenai ilmu pengetahuan.

  Ideologi adalah sistem kepercayaan, pandangan dunia yang menjadi acuan seseorang dalam menerangkan setiap permasalahan hidup. Ideologi pengarang mengenai kekuasaan, penguasa harus mampu membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan negara. Ideologi pengarang mengenai kaum pinggiran, mereka sering menjadi korban atas setiap tindakan penguasa. Ideologi pengarang mengenai perempuan, perempuan seringkali menjadi korban atas setiap peristiwa, seperti yang dialami Maneka dan Sinta. Ideologi pengarang mengenai cinta, cinta adalah sesuatu yang suci, sakral dan cinta tidak membutuhkan pembuktian. Dalam ideologi Seno mengenai kebebasan, setiap manusia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri dan kebebasan yang diharapkan harus diperjuangkan. Dalam ideologi Seno mengenai ilmu pengetahuan, proses belajar adalah salah satu jalan memperoleh pengetahuan.

  

ABSTRACT

  Lestari, Maria Bekti. 2008. The Author’s Ideology In Novel Kitab Omong Kosong An

Written By Seno Gumira Ajidarma: An Expressive Approah.

Undegraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters, Sanata Dharma University.

  This study examines the author’s ideology in the novel Kitab Omong Kosong written by Seno Gumira Ajidarma using expressive approach. The structural analysis is limited on the plot, the main charaters, and the characterization of the main charaters. The step which are done are analyzing the plot, the main charaters, the characterization of the main charaters, and the implied authour. Thus, using expressive approach to understand the author’s ideology in the novel Kitab Omong

  Kosong.

  The main charaters are Satya, Maneka, Hanoman, Walmiki, dan Rama. The main charaters in a literary work becomes an important tool of the author to convey his idealism. The author usually take a role as the other person behind his work or usually called as implied author. The existence of implied author is a way to understand the author’s ideology. The plot, the main charater, the characterization of the main charaters, and the implied authour becomes a tool to know the author’s ideology.

  The study about implied author examines the existence of the author as the other character in his works. The implied author try to explain the perspective about the world and its complexity. After analyzing the implied author in the novel Kitab

  

Omong Kosong, there are six primary ideologies of the author. Those six primary

  ideologies are the author’s ideology about authority, about marginal people, about women, about love, about freedom, and about knowledge.

  Ideology is the trust system which becomes reference to explain every problem in life.The author’s ideology about authority, the authority must be able to differentiate between personal and national interest. The author’s ideology about marginal people, they always become the victim of the authority’s action. The author’s ideology about women that women always become the victim of every incident.. The author’s ideology about love, love is pure, sacred, and has no proof. In Seno’s ideology about freedom, people have a right to determine they way of life and freedom must be struggled. In Seno’s ideology about knowledge, learning process is way to get knowledge.

  

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :

  Nama : Maria Bekti Lestari Nomor Mahasiswa : 034114026 demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

  Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

  

IDEOLOGI PENGARANG DALAM NOVEL KITAB OMONG KOSONG

KARYA SENO GUMIRA JIDARMA PENDEKATAN EKSPRESIF

  Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 30 Juni 2008 Yang menyatakan, Maria Bekti Lestari

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi ini. Penulis menusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi menyempurnakan skripsi ini.

  Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada pihak-pihak yang penulis sebutkan sebagai berikut:

  1. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku pembimbing I yang sudah membimbing penulisan skripsi ini dan menjadi sosok yang bisa dijadikan tempat mengadu.

  2. Ibu S. E. Peni Adjie, S.S, M. Hum selaku pembimbing II yang telah memberikan spirit pada penulis untuk maju dan tidak berhenti di tengah jalan. Selamat atas kelahiran putrinya.

  3. Bapak Drs. Hery Antono, M. Hum selaku pembimbing akademik angkatan 2003 yang selalu setia ngopyak-opyak dan memberikan dukungan.

  4. Seluruh dosen di Fakultas Sastra, terutama para dosen Program Studi Sastra Indonesia. Pak Prap, Pak Ari, Pak San, Bu Candra, terima kasih atas ilmu yang dibagikan dan perhatian yang diberikan.

  5. Segenap keluarga besar Program Studi Sastra Indonesia untuk rasa nyaman dan persahabatan yan indah.

  6. Segenap karyawan perpustakaan USD dan staf secretariat Fakultas Sastra, Mbak Ros dan Mas Tri, untuk pelayanannya.

  7. Bapak, Mamak, Mbak Ari, Apri. Terima kasih atas kepercayaan, dukungan, dan cinta yang membuat penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

  8. Sahabat-sahabatku, Dhita, Erlita, dan Surya, yang selalu mendorong penulis untuk cepat lulus. Terima kasih atas persahabatan indah kita yang telah terjalin 10 tahun ini. Heheheheh…akhirnya aku lulus!!!

  9. Pour mon coeur R. Adhitya Respati Maulidarma, terima kasih atas segala rasa sayang, cinta, dukungan dan doanya. Terima kasih telah mengajarkan banyak hal untuk bertahan dalam setiap cobaan.

  10. Teman-teman di Sastra Indonesia 2003 yang telah mengisi kisah hidupku dan memberi kenangan indah dalam kehidupanku di bangku kuliah. Ayo kita lulus bareng! Semangat! 11. Astri, Aning, Anton, Aic, Bayu, Dita, Doan, Diar, Ecix, Emak, Epita, Firla, Gondhez, Helen ‘Teteh’, Icha, Jati, Rinto, Simply, Uci, Nenex, dan Yeni.

  Nuwun atas persahabatan, tingkah aneh kalian yang selalu membuat penulis

  tersenyum, cerita-cerita konyol maupun mengharukan, serta kesempatan nongkrong di kantin yang selalu penulis rindukan. Terima kasih sudah menjadi bagian terindah dalam hidupku.

  12. Teman-teman di Pik@ Grup. Terima kasih atas chatting yang membuat penulis tidak jenuh. Mbak Wuri, Mas Made, terima kasih sudah diperbolehkan nunut ngetik dan browsing gratis.

  13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini. Tidak ada kata yang mampu mengungkapkan syukur ini selain ucapan terima kasih yang tulus dari dalam hati. Semoga Tuhan Yang Maha Kasih membalas semua kebaikan dan kasih sayang yang telah diberikan. Penulis memohon maaf jika terjadi kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam penulisan skripsi ini. Segala bentuk kesalahan yang terjadi dalam penulisan skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

  Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii MOTO .................................................................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................... v ABSTRAK ........................................................................................................... vi

  

ABSTRACT ........................................................................................................... vii

  KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii DAFTAR ISI........................................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................

  1 1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah....................................................................................

  8 1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................

  8 1.4 Manfaat Hasil Penelitian..........................................................................

  9 1.5 Tinjauan Pustaka ......................................................................................

  10 1.6 Landasan Teori.........................................................................................

  12 1.6.1 Alur ..................................................................................................

  12 1.6.2 Tokoh dan Penokohan.....................................................................

  15

  1.6.4 Ideologi............................................................................................

  17 1.6.5 Pendekatan Ekspresif ......................................................................

  20 1.7 Metode Penelitian.....................................................................................

  21 1.7.1 Teknik Pengumpulan Data ..............................................................

  21 1.7.2 Pendekatan ......................................................................................

  21 1.7.3 Metode.............................................................................................

  22 1.8 Sumber Data .............................................................................................

  22 1.9 Sistematika Penyajian ..............................................................................

  23 BAB II ALUR, TOKOH UTAMA, DAN PENOKOHAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KITAB OMONG KOSONG KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA ...................................................................................................

  24 2.1 Alur ...........................................................................................................

  25 2.2 Tokoh Utama ............................................................................................

  40 2.3 Penokohan Tokoh Utama .........................................................................

  42 2.3.1 Maneka............................................................................................

  42 2.3.2 Satya ................................................................................................

  46 2.3.3 Hanoman .........................................................................................

  50 2.3.4 Walmiki...........................................................................................

  57 2.3.5 Rama ................................................................................................

  61 2.4 Rangkuman Alur, Tokoh Utama, dan Penokohan Tokoh Utama ............

  66

  BAB III PENGARANG IMPLISIT DALAM NOVEL KITAB OMONG KOSONG KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA ......................................

  68 3.1 Pengarang Implisit....................................................................................

  68 3.2 Rangkuman Pengarang Implisit ...............................................................

  79 BAB IV IDEOLOGI PENGARANG DALAM NOVEL KITAB OMONG KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA ......................................

  81 KOSONG 4.1 Ideologi Pengarang...................................................................................

  82 4.1.1 Ideologi Pengarang Mengenai Kekuasaan......................................

  83 4.1.2 Ideologi Pengarang Mengenai Kaum Pinggiran .............................

  89 4.1.3 Ideologi Pengarang Mengenai Perempuan......................................

  93 4.1.4 Ideologi Pengarang Mengenai Cinta ...............................................

  95 4.1.5 Ideologi Pengarang Mengenai Kebebasan......................................

  99

  4.1.6 Ideologi Pengarang Mengenai Ilmu Pengetahuan........................... 105

  4.2 Rangkuman Ideologi Pengarang .............................................................. 112

  BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 115

  5.1 Kesimpulan............................................................................................... 115

  5.2 Saran......................................................................................................... 121 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 122 BIOGRAFI PENULIS.......................................................................................... 125

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Kelahiran suatu karya sastra tidak bisa dipisahkan dari keberadaan karya- karya sastra yang mendahuluinya, yang pernah dicerap oleh sang sastrawan (Pradopo, 1987: 228). Cerita inti Ramayana diperkirakan ditulis oleh Walmiki dari India disekitar tahun 400 SM yang kisahnya dimulai antara 500 SM sampai tahun 200, dan dikembangkan oleh berbagai penulis (http://www.karatonsurakarta.com/ ramayana.html). Salah satu contoh bentuk akulturasi Ramayana adala h wayang yang banyak menggunakan pakem atau cerita Ramayana. Ramayana juga diadaptasi oleh R.A. Kosasih sebagai dasar cerita dalam komiknya yang berjudul Ramayana.

  Sindhunata mengangkat cerita Ramayana dalam novelnya yang berjudul Anak Bajang

  

Menggiring Angin. Novel Kitab Omong Kosong (selanjutnya disingkat KOK) karya

  Seno Gumira Ajidarma (selanjutnya Seno) juga menjadikan Ramayana sebagai dasar cerita.

  Penggunaan Ramayana sebagai dasar cerita membentuk suatu karya baru yang menuntut pemahaman dan pendala man para pembaca atau penikmatnya.

  Perbedaan maupun kejanggalan cerita sering ditemui dalam bentuk modifikasinya. Hal ini bukanlah sesuatu yang tidak sengaja terjadi. Berbagai kejanggalan cerita ini menjadi salah satu sarana pengarang untuk menuangkan ideologinya. Wellek dan bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam bentuk khusus. Jadi, sastra dianalisis untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran hebat.

  Sindhunata dalam Anak Bajang Menggiring Angin setia menggali cerita

  

Ramayana sesuai dengan pakem-nya, tetapi diekspresikan melalui bahasa yang indah

  dan puitis. Karena gaya bahasa sastranya yang khas, karena imajinasi simboliknya yang kaya, dan karena penggalian makna- makna filosofis yang dalam, buku ini tak dapat dianggap sebagai sekadar salah satu versi dari kisah Ramayana, melainkan sebagai penciptaan kembali kisah tradisional Ramayana ke dalam bentuk sebuah kisah sastra (www . gramedia . com). Seno mengeksploitasi cerita Ramayana dengan cara yang lebih unik. Seno memilih bahan dari kitab Ramayana yang tidak popular, yaitu tragedi keluarga Rama setelah perang besar dengan Rahwana. Seno juga memberi tafsir baru dalam cerita Ramayana. Rama yang biasanya merupakan tokoh

  

hero bagi masyarakat Jawa ditelanjanginya sebagai pemimpin yang tak menghargai

  kesetiaan, ambisius, dan haus akan kekuasaan. Di tangan Seno, cerita-cerita dari parwa terakhir Ramayana menjadi sangat membumi. Hal ini diwujudkan dengan ditampilkannya dua tokoh dari kalangan rakyat biasa sebagai penggerak cerita. kehadiran Satya dan Maneka membuat cerita Ramayana tidak lagi terfokus pada tokoh-tokoh raja dan ksatria.

  Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya sastra berisi penghayatan sastrawan terhadap lingkungannya. Karya sastra bukan hasil kerja dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai sebuah karya seni (Nurgiyantoro, 1998: 3). Dalam proses kreatif penciptaan sebuah karya sastra, seorang sastrawan tidak begitu saja menuliskan semuanya. Melalui hasil pengamatan dan penghayatan terhadap lingkungannya seorang sastrawan menciptakan sebuah karya yang bisa dipertanggungjawabkan. Tidak jarang pula apa yang ditulis seorang sastrawan merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh dialaminya sendiri.

  Seno Gumira Ajidarma dilahirkan di Boston, USA pada tanggal 19 Juni 1958. Dia menyelesaikan program diploma dan S-1 dalam bidang film di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Seno menempuh jenjang S-2 dalam bidang Filsafat di FIB UI. Dia meraih gelar doktor dalam bidang Ilmu Susastra dengan disertasi berjudul Tiga Panji

  Tengkorak: Kebudayaan dalam Perbincangan.

  Latar belakang pendidikan yang pernah ditempuh Seno berpengaruh dalam proses kreatif KOK. Ide maupun gagasan yang tertuang dalam karya sastra tentu mengekspresikan pula jiwa pengarangnya. Sebuah karya sastra menjadi wadah tersendiri bagi pengarang untuk menuangkan seluruh ide dan gagasannya ke dalam bentuk yang tidak nyata. Tidak nyata yang dimaksudkan di sini adalah ketersembunyian maksud yang terletak di dalam karya sastra. Selanjutnya karya sastra juga mengusung ideologi yang dianut oleh pengarang. Ideologi (http://id.wikipedia.org/wiki) adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional, yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk metode menyebarkannya ke seluruh dunia. Metode yang digunakan Seno dalam KOK adalah dengan mengungkapkan kehidupan kaum terpinggirkan sebagai bentuk penyampaian aspirasinya. Pemikiran Seno diaktualisasikan dengan memunculkan tokoh Satya dan Maneka. Kedua tokoh dari kalangan rakyat biasa sebagai tokoh utama dalam alur Ramayana merupakan cara Seno mengungk ap sisi lain sebuah cerita.

  Rasa seni atau sense of art pengaranglah yang sebenarnya membuat kenyataan menjadi kisah yang menarik dalam fiksi. Dalam rasa ini, kreativitas mengambil peranan. Seorang pengarang yang memiliki rasa seni tinggi atau kreatif, tidak akan melihat kenyataan sebagai kenyataan begitu saja. Kenyataan yang ia lihat tidak ia beri makna umum sebagaimana masyarakat kebanyakan mengartikannya. Namun, ia dapat melihat dengan sudut pandang yang berbeda, menciptakan dunia makna yang tersendiri sehingga kenyataan atau pengalaman tersebut menjadi suatu hal yang mengesankan bahkan memberi banyak pelajaran (Dahana, 2001: 59-60). KOK sebagai karya sastra memuat ideologi Seno sebagai pengarang. Hal tersebut tentu saja berhubungan erat pula dengan proses kreatif yang dilalui Seno sebelum menulis

  

KOK . Kreativitas itu tampak pada penambahan tokoh sentral Maneka dan Satya,

  selain Rama dan Sinta. Adanya beberapa perbedaan ini menunjukkan hasil pengendapan pengarang atas cerita Ramayana.

  Seno tidak melihat Ramayana sebagai cerita yang mutlak harus diterima kebenarannya. Seno membuat Ramayana-nya sendiri dalam KOK sebagai sarana jika ditemui beberapa bagian ya ng dirasa tidak sesuai sama sekali dengan cerita aslinya. Salah satu ketidaksamaan itu salah satunya terdapat dalam kutipan berikut: Perempuan itu merangkak. “Tidak juga Rama, titisan Batara Wisnu yang maha Dan maha menghancurkan….” (Ajidarma, 2004:26)

  Dalam kutipan tersebut digambarkan bahwa di balik sifatnya yang perkasa, Rama titisan Batara Wisnu juga maha menghancurkan. Dalam budaya Hindu, Wisnu adalah dewa pemelihara alam semesta, sedangkan dewa penghancur adalah Siwa. Penjungkirbalikkan yang dilakukan Seno ini tentu berkaitan pula dengan ideologi dan kepercayaan yang dianutnya. Ada maksud lain yang hendak disampaikan lewat cerita ini. Seno (dalam Ajidarma, 2005: 42) mengatakan bahwa dengan mengatakan semua ini, saya bukannya ingin menjadi pahlawan. Saya hanya ingin menjelaskan gagasan- gagasan macam apa yang ada di kepala saya ketika menulis cerita-cerita itu.

  Ada yang berpendapat bahwa dalam berekspresi sastrawan bebas memperlakukan tokoh-tokoh dalam karya sastra. Akan tetapi, sastrawan dituntut membuat alur cerita yang logis bagi tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh yang dari awal dicitrakan dengan sifat tertentu, tidak logis bila memerankan cerita yang di luar kemampuannya. Tidak logis tokoh yang sejak awal dicitrakan berprilaku buruk kemudian menjadi baik tanpa sebab. Tokoh-tokoh ciptaan itu harus dihormati kedaulatannya agar mereka berbicara sendiri, bukan karena kekuasaan sastrawan. Keyakinan agama, pandangan hidup, bahkan ideologi politik seorang sastrawan juga berpengaruh pada karyanya, tetapi kelogisan alur cerita harus dipertahankan oleh sastrawan (Lubis, 1997: 4, 5, 7). Bukan tanpa sebab Seno menggambarkan tokoh Rama sebagai dewa penghancur. Semula Rama seorang yang bijaksana dan lemah lembut. Akan tetapi dia dibutakan oleh rasa cemburu dan kehilangan kepercayaannya kepada Sinta sehingga Rama pun menjadi brutal dan kejam. Gelembung Rahwana pembawa benih-benih kejahatan itupun mampu merasuk ke dalam diri Rama dan membuatnya menjadi penghancur.

  Sastrawan menulis karya sastra, antara lain, untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh. Dengan karya sastranya, sastrawan menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat- sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat itu pada hakikatnya universal, artinya diyakini oleh semua manusia. Pembaca diharapkan dalam menghayati sifat-sifat ini dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata (Nurgiyantoro, 1998: 321). Pengarang kadang menjelmakan diri sebagai tokoh dalam karyanya atau sekadar sebagai pencerita. Di sinilah pengarang mulai menuangkan ide maupun gagasan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini akan menganalisis alur, tokoh, penokohan, dan pengarang implisit sebelum menganalis ideologi pengarang dalam novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma. Tokoh-tokoh utama dalam sebuah karya sastra biasanya menjadi alat penting pengarang dalam menyampaikan idealismenya. Pengarang juga biasa menjelma sebagai orang lain yang berada di belakang karyanya atau yang biasa disebut sebagai pengarang implisit. Alur, tokoh, penokohan tokoh utama dan keberadaan pengarang implisit menjadi alat untuk mengetahui ideologi pengarang.

  Plot merupakan cerminan atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan (Nurgiyantoro, 1998:114). Dalam perjalanan ceritanya, para tokoh mengalami konflik dan tegangan yang membuat karakter maupun pemikirannya ikut berkembang pula. Dalam hal ini alur atau plot cerita berpengaruh pada perkembangan pola pikir atau ideologi tokoh.

  Ideologi merupakan suatu kerangka berpikir dalam menanggapi suatu permasalahan. Seorang pengarang memiliki suatu ideologi yang terkandung dalam karyanya. Ideologi pengarang adalah suatu sistem kepercayaan yang dianut dan dipercayai oleh seorang pengarang ketika dia hendak menuangkannya dalam karya sastra. Althusser (dalam Barker, 2005: 76) mengatakan bahwa ideologi membentuk kondisi-kondisi nyata kehidupan manusia, membentuk pandangan dunia yang dipakai orang untuk hidup dan mengalami dunia.

  Penelitian ini memfokuskan masalah ideologi pengarang dalam novel KOK karya Seno melalui pendekatan ekspresif. Topik ini dipilih sebagai bahan penelitian karena selama ini studi sastra mempunyai kecenderungan hanya tertuju pada karya sastra itu sendiri. Karya sastra secara menyeluruh setidaknya melibatkan empat aspek, yaitu aspek semesta yang menjadi latar penciptaan, pencipta yang menciptakan sebuah karya, pembaca yang mengapresiasi karya, dan karya sastra itu sendiri sebagai studi sastra yang ideal seharusnya tidak hanya tertuju pada karya sastra semata, tetapi harus pula memperhatikan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan proses penciptaan karya sastra tersebut. Salah satu aspek yang selama ini kurang mendapat perhatian peneliti sastra adalah penelitian terhadap karya sastra sebagai proses kreatif yang telah dituliskan pengarang, padahal terdapat banyak kemungkinan informasi yang dapat digali untuk mendukung penelitian terhadap karya sastra.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

  1.2.1 Bagaimana alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama dalam novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma?

  1.2.2 Bagaimana pengarang implisit dalam novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma?

  1.2.3 Bagaimana ideologi pengarang dalam novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

  1.3.1 Mendeskripsikan alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama dalam novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma.

  1.3.2 Menganalisis dan mendeskripsikan pengarang implisit dalam novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma.

  1.3.3 Menganalisis dan mendeskripsikan ideologi pengarang dalam novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

  Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebut di atas, penelitian diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.

  1.4.1 Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam perkembangan kritik sastra dan ilmu sastra, khususnya dalam telaah sastra dengan pendekatan ekspresif.

  1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu pembaca, peneliti, maupun sastrawan dalam memahami ideologi pengarang yang terkandung dalam sebuah karya sastra.

  1.4.3 Penelitian ini diharapkan membantu pembaca, peneliti, maupun sastrawan dalam menafsirkan keterkaitan antara ideologi tokoh-tokoh dalam karya sastra dengan ideologi pengarangnya.

  1.4.4 Penelitian ini diharapkan membantu pembaca, peneliti, maupun sastrawan dalam menafsirkan keterkaitan antara pengarang implisit dan ideologi pengarang.

  1.4.5 Penelitian ini diharapkan membantu pembaca, peneliti, maupun sastrawan dalam menafsirkan keterkaitan antara ideologi tokoh-tokoh dalam karya sastra dengan perkembangan alur.

  1.4.6 Penelitian ini diharapkan membantu pembaca, peneliti, maupun sastrawan dalam memahami proses kreatif seorang pengarang dan keterkaitannya dengan karya yang dihasilkan.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Mursidi (2005) dalam artikel berjudul Epik Ramayana dalam Berbagai

  

Narasi mengatakan bahwa setelah Walmiki tiada, kisah Ramayana lalu menjelma

  menjadi ilham bagi para pujangga untuk menyalin serta menyadurnya dalam cerita yang terus memikat sepanjang zaman. Menurutnya Seno bisa dikategorikan menulis cerita Ramayana dengan ”versi lain”. Dalam KOK, Seno tak saja membongkar alur cerita Ramayana dan mencoba menjadikan kisah Ramayana sebagai entry point, untuk merangkai peristiwa demi peristiwa, tetapi juga memberikan sisipan cerita dengan menambahkan dua tokoh sentral, Maneka dan Satya . Mursadi (Ibid) juga menyebutkan bahwa meski terdapat perbedaan jalan cerita, antara satu versi dengan versi yang lain, tetap saja inti dari kisah Ramayana

  (karya Walmiki) tak terkurangi. Pesan dan nilai pelajaran itu, setidaknya bentuk keteladanan tokoh utama yang bisa dijadikan cermin dalam menjalani hidup ini.

  Sebab, di tengah ”krisis” keteladanan sekarang ini, figur Rama, Sinta (juga Maneka yang baik. Apalagi, ”gelembung kejahatan” Rahwana —meminjam istilah Seno— sampai kapan pun membumbung terus sebelum bumi ini kiamat, dan tugas kesatria adalah menumpas kejahatan, berlaku adil, dan bijak.

  Widijanto (2007) dalam tulisannya yang berjudul Membongkar Mitos Wayang Kitab Omong Kosong Seno Gumira Ajidarma mengungkapkan bahwa pengarang mencoba mengukuhkan kembali mitos pewayangan Ramayana sekaligus, pada beberapa hal, mencoba memberontak dan membongkar mitos dan nilai- nilai tentang Ramayana yang sudah mengakar di masyarakat.

  Dalam tulisan Widijanto juga dipaparkan keberpihakan Seno kepada kaum yang selama ini dipandang sebelah mata, yakni mereka yang tidak pernah dicatat bahkan cenderung disepelekan, diabaikan, dan dipinggirkan. Widijanto mengungkapkan bahwa munculnya tokoh baru, Satya dan Maneka, merupakan upaya Seno untuk membongkar dan memberontak terhadap mitos pewayangan di Jawa. Mitos pewayangan Jawa adalah kebudayaan ksatria, dalam arti bahwa konsep manusia ideal dalam budaya wayang adalah satriya pinandita, cita-cita ksatria.

  Munculnya tokoh Satya dan Maneka sebagai tokoh protagonis dari rakyat jelata yang berhasil menyelamatkan kebudayaan dunia, maka robohlah mitos kebudayaan satriya.

  Para satriya tak lebih mulia dari rakyat jelata. Rama, Laksmana, Wibisana, Sugriwa, tak lebih luhur, lebih unggul, dan lebih mulia dibanding Satya anak petani atau Maneka seorang pelacur.

  Narendra (2007) dalam tulisannya yang berjudul Pengetahuan, Paranoia mengatakan bahwa karya Seno ini seolah

  Karya Seno Gumira Ajidarma

  merupakan penjelasan pasca-Ramayana. Dengan demikian, pertanyaan tentang bagaimana kisah Ramayana berlanjut seolah terjawab. Pengetahuan yang dicari dalam Kitab Omong Kosong disebut Narendra pada praktiknya menjadi proyeksi pemenuhan hasrat manusia, yang disalahfungsikan sebagai alat untuk merayu, mengorupsi, menipu, serta menggoda. Hal itu akan terjadi jika pengetahuan dihubungkan secara intim dengan hasrat. Namun hasrat manusia tidak selalu “jahat”.

  Terkadang hasrat itu muncul semata karena keingintahuan manusia akan masa depannya. Suatu hal yang tubuh manusia tak sanggup lakukan adalah mengetahui masa depan dan hal itulah yang menjadi kelemahan utama tubuhnya, dengan berbagai kelengkapan indera yang ada. Pengetahuan seolah menjadi jawaban manusia untuk mengatasi tubuhnya. Lebih lanjut lagi, semakin manusia mengekplorasi pengetahuan, semakin pula ia mengetahui bahwa masih sangat banyak hal yang belum diketahuinya, dan semakin merasa terkurunglah ia dalam penjara tubuhnya.

  Narendra (ibid) juga menyebut jika pada akhirnya pertanyaan manusia sepanjang hayat tentang masa depan kembali pada “desire”, maka tidak heran jika Kitab Keheningan yang menjadi bagian penutup Kitab Omong Kosong itu hanya berisi lembaran kosong. Siklus paranoia masa depan, hasrat dan pengetahuan akan terulang. Pengetahuan diciptakan manusia untuk omong kosong belaka. Berarti, manusia menjadi paranoid oleh omong kosongnya sendiri.

  Dengan demikian, dari paparan penelitian yang pernah dilakukan terhadap novel KOK di atas, topik penelitian mengenai ideologi pengarang belum pernah dibahas.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Alur

  Nurgiyantoro (1998: 111) mengatakan bahwa untuk menyebut plot, secara tradisional, orang juga sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1998:113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

  Plot sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita, sebuah teks naratif, tentulah ada awal kejadian, kejadian- kejadian berikutnya dan barangkali ada pula akhirnya. Namun, plot sebuah karya fiksi sering tak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian (ter-)akhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita atau di bagian awal teks, melainkan

  Menurut Aristoteles untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end).

  1. Tahap awal Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Pada tahap awal cerita, di samping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita, konflik sedikit demi sedikit juga sudah mulai dimunculkan.

  2. Tahap tengah Tahap tengah cerita yang dapat juga dicebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik yang dikisahkan dapat berupa konflik internal, konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh, konflik eksternal, konflik atau pertentangan yang terjadi antar tokoh cerita, antara tokoh (-tokoh) protagonist dan tokoh (- tokoh) antagonis, atau keduanya sekaligus. Dalam tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, ya itu ketika konflik (utama) telah mencapai titik intensitas tertinggi.

  3. Tahap akhir Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks.

  (dalam Nurgiyantoro, 1998:142-146) Tasrif membedakan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut.

  1. Tahap situation: tahap penyituasian

  2. Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik

  3. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik

  4. Tahap climax: tahap klimaks

  5. Tahap denouement : tahap penyelesaian (dalam Nurgiyantoro, 1998:149-150)

  Nurgiyantoro (1998:153) mengemukakan bahwa pembedaan plot berdasarkan kriteria urutan waktu, secara teoritis dapat dibedakan plot ke dalam dua kategori: kronologis dan tak kronologis. Yang pertama disebut sebagai plot lurus, maju, atau dapat juga dinamakan progresif, sedang yang kedua adalah sorot-balik, mundur, flash back, atau dapat juga disebut sebagai regresif.

  Plot sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa ya ng dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh (atau:menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian), sedangkan urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan (Nurgiyantoro, 1998:154).

1.6.2 Tokoh dan Penokohan

  Tokoh menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 1988: 165).

  Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 1998:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam cerita. Sudjiman (1988:23) mengatakan bahwa penyajian watak tokoh dan

  Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 1998: 176).

  Pada novel- novel lain, tokoh utama tidak muncul dalam setiap kejadian, atau tak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat berkaitan, atau dapat dikaitkan, dengan tokoh utama (Nurgiyantoro, 1998: 177).

  Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan plot. Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tak (selalu) sama (Nurgiyantoro, 1998: 177).

1.6.3 Pengarang Implisit

  Penulis nyata adalah pengarang sendiri yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap kalimat-kalimat yang diajukan dalam karyanya. Jadi kalimat- kalimatnya sesuai dengan intensi pengarang itu sendiri, namun intensi itu bukanlah rencana yang dipikirkan sebelum penciptaan/motif yang mendorong penulisan, melainkan apa yang diniatkan oleh kata-kata yang dipergunakan dalam karyanya (Taum, 1997:29).

  Implied author atau pengarang adalah seseorang yang ada di balik

  pengarang dan dipakai pada saat menulikan karyanya (Taum, 1997: 28). Yang dimaksud implied author ialah sebuah instansi yang tersembunyi diandaikan oleh erita dan yang lain daripada juru cerita. Setiap cerita merupakan hasil sebuah seleksi, evaluasi dan merupakan perpaduan dari unsur- unsur sosial, moral dan emosional. Implied author berdiri di tengah-tengah si juru cerita dan pengarang sendiri. Juga disebut persona poetica yang lain dari persona

  practica (pengarang sendiri) (Hartoko dan B. Rahmanto, 1986: 64).

1.6.4 Ideologi

  Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan,sedemikian rupa sehingga orang menganggapnnya sah, padahal tidak sah. Ideologi melayani kepentingan kelas berkuasa karena memberikan legitimasi kepada suatu keadaan yang sebenarnya tidak memiliki legitimasi (Magnis-Suseno,2001: 22)

  Gramsci menyebut ideologi dalam pengertian yang luas adalah suatu konsepsi mengenai dunia yang secara implisit memanifestasikan dirinya dalam seni, hukum, aktivitas ekonomi, dan dalam kehidupan individual maupun kolektif. Fungsi dari ideologi adalah pemeliharaan persatuan blok kekuatan-kekuatan sosial yang sesungguhnya bertentangan (Pujiharto 2001: 9).

  Lebih lanjut Pujiharto (2001: 9) menyatakan bahwa dalam praktiknya, ideologi ini dijabarkan kaum intelektual dalam rangka mengemban tugas melaksanakan reforma si moral dan intelektual. Tugas yang dilaksanakan itu bukan dalam ruang kosong. Sifat perjuangan ideologi tidaklah sepenuhnya dari permulaan. Perjuangan itu adalah proses transformasi beberapa unsur untuk disusun kembali dan dikombinasikan dengan cara yang berbeda dengan inti baru atau prinsip pokok. Sistem ideologi tidak bisa dibuat sekali jadi sebagai jenis konstruksi intelektual yang dikerjakan oleh para pemimpin partai politik. Ia harus dihadapkan dan secara bertahap dibangun melalui perjuangan politik dan ekonomi dan karakternya akan bergantung pada hubungan berbagai kekuatan yang ada selama ia dibangun.

  Menurut arti yang umum ideologi menunjukkan ide- ide yang mendasari sebuah sistem filsafat atau pandangan hidup suatu kelompok tertentu. Dalam kalangan Marxis ideologi berarti sejumlah keyakinan yang dianut oleh suatu golongan tertentu dan yang dianggap tidak perlu dibuktikan lagi, tetapi yang sebetulnya menghalalkan kepentingan golongan tertentu itu. Di sini ideologi berarti ideologi yang sedang berkuasa tetapi yang keliru dan menyesatkan. Alam pikiran yang ditentukan oleh hubungan ekonomis mempergunakan sarana-sarana ideologis yang melestarikan dan meneguhkan pendidikan, kaidah-kaidah dalam dunia seni, norma estetik yang dianut, dan sebagainya. Citra manusia ideal yang dianut Cicero dan kaum Humanis juga mengandalkan suatu ideologi. Sastra pun dapat dijadikan sarana untuk mewujudkan atau mencerminkan suatu ideologi. Tetapi sebaliknya, demikian kaum Marxis, sastra dapat juga menelanjangi ideologi yang sedang berkuasa. Tetapi mau tidak mau kritik ideologi juga berpangkal pada suatu ideologi tertentu (Hartoko dan B. Rahmanto, 1986: 62).

  Menurut Magnis-Suseno (1992: 43), ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai- nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk menyikapi persoalan tersebut. Dalam konteks inilah kajian ideologi menjadi sangat penting, namun seringkali diabaikan.

  Ideologi merupakan pandangan dunia (world view) yang, menurut Geertz, berupa konsepsi-konsepsi tentang alam, diri, dan masyarakat. Ideologi yang diambil tokoh-tokoh cerita untuk melihat di dalam atau di luar dirinya (Budiman, 1994: 46).

  Berdasarkan berbagai teori mengenai ideologi yang telah diungkapkan di atas, penulis membatasi pengertian ideologi sebagai sistem kepercayaan, kerangka berpikir, pandangan dunia yang menjadi acuan seseorang dalam menerangkan setiap permasalahan hidup.

1.6.5 Pendekatan ekspresif

  Pendekatan ekspresif menurut Ratna (2004:68) lebih banyak memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literer. Menurut Taum (1997: 28) teori ekspresif adalah pendekatan yang digunakan dalam berpedoman atau berpegang pada biografis pengarang.

  Kritik ekspresif (expressive criticism) memandang karya sastra terutama dalam hubungannya dengan penulis sendiri. Kritik ini mendefinisikan puisi/karya sastra sebagai sebuah ekspresi, curahan atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi-persepsinya, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaannya (Pradopo, 1988: 32).