Rotasi Penglihatan Rotasi Penglihatan

Bab II – Kajian Teori Lahan atau jalan yang memiliki potensi munculnya pejalan kaki , perlu diadakan trotoar, seperti perumahan, sekolah, pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, pusat perkantoran, pusat hiburan, pusat kegiatan sosial, daerah industri, terminal bus, dan lainnya. Marga, 1990, hal. 1 Menurut Kostof dalam Mirsa 2011, hal.67 ketinggian untuk jalur pedestrian adalah kurang lebih 46 cm di atas permukaan jalan kendaraan dengan mempertimbangkan : a Pejalan kaki akan merasa lebih aman apabila kendaraan berada di bawah area pejalan kaki. b Kendaraan tidak dapat menerobos ketinggian tersebut, sehingga ketinggian pedestrian harus lebih besar dari radius ban kendaraan mobil 26 cm – 38 cm. Hal-hal teknis lain yang perlu diperhatikan dalam sebuah area pedestrian adalah aksesibilitas terhadap pengguna jalan berkebutuhan khusus, baik yang menggunakan kursi roda ataupun tuna netra. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu, benda pelengkap jalan, serta jalur ini harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus dan tidak licin, serta harus dihindari adanya gundukan dan sambungan di atas permukaan Mirsa, 2011, hal. 68.

II.2. Rotasi Penglihatan

Dasar rotasi penglihatan juga menjadi penentu keterjangkauan penglihatan terhadap sebuah makna bangunan. Posisi duduk dan berdiri seseorang memiliki perbedaan standar garis pandang. Apabila pada posisi berdiri, garis pandang perkantoran, pusat hiburan, pu pu sa sat kegiatan s s os os ial, daerah industri, terminal bus, dan lainnya. Marga ga , 1 1990, hal. 1 Menur ur ut Kostof dalam m M M ir i sa sa 2 2 01 1, 1, hal.67 ketin ngg gg ian untuk jalur pedestri ri an adalah ku u ra ra ng ng l l ebih 46 cm di atas per e mu muka ka a an jalan kenda dara r an dengan me mempertimb mb an an gk gk an : a a Pe Pej jalan n k ka ki a ka n merasa leb ih aman apabila ke nd d ar araan be bera rada da d d i ba awa w h are ea pejalan kak i. b Kend araan tidak da pat me nerobo s ketinggian terse b but, s s eh eh in in gga ketinggi an p edestrian har us leb ih besar d ar i ra dius b an n kendara a an an mobil 26 cm – 38 cm. Hal- ha ha l l tekn is lai n ya ya ng ng p p er er lu lu d d iperhatikan da da la la m m se se bu bu ah area pe de st stri rian ada a la la h h ak a sesibilitas terhadap pengguna ja ja la an n berkebutuhan khusus, baik y yan an g me meng g gu gu nakan kursi roda ataupun tuna netra. Jalur pedestrian harus s b beba bas s da da ri po poho hon, t i iang ram bu bu-r -r am amb bu, be nd nd a a pe pele leng ngka kap jala l n n, s s er er ta ta j j l alur i i i ni har ar us us s stabil, kuat, ta ta ha h n cuac ac a a, b bertekstur halu lus dan ti i d dak licin, serta h h ar ar us dihin in da dari adanya gundukan dan sambungan di atas s permukaan n Mirsa, 2011, hal. 68.

II.2. Rotasi Penglihatan

Dasar rotasi penglihatan juga a men enjadi penentu keterjangkauan penglihatan terhadap sebuah makna bangunan P P os o isi duduk dan berdiri seseorang memiliki Bab II – Kajian Teori normal mampu mencapai 10º dibawah garis horisontal, dan jika pada posisi duduk, garis pandang mencapai 15º Panero, 2003, hal. 290 Gambar II.3 Daerah Visual Dalam Bidang Horisontal Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Julius Panero dkk, 2003. Hal.290 Gambar II.4 Daerah Visual Dalam Bidang Vertikal Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Julius Panero dkk, 2003. Hal.290 Ga mb ar II . 3 Daer ah V isua l Da lam Bida ng H orisontal Su u mber : Dimensi Manu si a dan Ruang In te ri or , Ju lius Panero dkk, 200 3 . Hal.2 2 9 90 Bab II – Kajian Teori

II.3. Kualitas Citra Kota