Kemampuan memangsa Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera : Reduviidae) terhadap Larva A Erionota thrax L. (Lepidoptera : Hesperiidae) dan Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)di Laboratorium

KEMAMPUAN MEMANGSA Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) TERHADAP LARVA Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) DAN Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI Oleh:
RIFAI FAUZI 080302019
AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

KEMAMPUAN MEMANGSA Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) TERHADAP LARVA Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) DAN Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh: RIFAI FAUZI
080302019 AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana Di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing Skripsi

Ketua

Anggota

(Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS)


(Ir. Fatimah Zahara)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Rifai Fauzi, “The potential of Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) as a predator of Larvae Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) and Spodoptera litura F. (Lepidoptera:Noctuidae) in the Laboratory” under supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. and Ir. Fatimah Zahara. The research was to knew the potential of R. fuscipes as a predator of larvae E. thrax and S. litura. The research was held at the Insect Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan from September to November 2012. The method of this research was randomized complete design factorial with 2 factors, the first is stadia of predator (without predator, nymph, male, and female) and the second is stadia of larvae (larvae of E. thrax, S. litura, 2nd and 4th instar, and combination both of them, the each 6/media) with 2 replications. The parameter are percentage of mortality (%), long consumed (hour) and how to consumed. The results showed that the highest percentage of mortality was P3L3 (female to S. litura 2nd instar) is 100% and the lowest was P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Control) dan P1L2, P1L4, P1L6 (Nymph to larvae 4th instar) is 0%. The highest long consumed, was P3L4 (Female to S. litura 4th instar) is 3,33 hour and the lowest was P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Control), P1L2, P1L4, P1L6 (Nymph to larvae 4th instar) is 0 hour. Keywords : Rhynocoris fiscipes, mortality, long consumed
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Rifai Fauzi, “Kemampuan Memangsa Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidaae) dan Spodoptera litura F. (Lepidoptera:Noctuidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ibu Ir. Fatimah Zahara. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat pemangsaan R. fuscipes terhadap larva E. thrax dan S. litura. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai November 2012 di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu stadia predator (kontrol, nimfa, imago jantan, imago betina) dan stadia larva (larva E. thrax, S. litura, instar 2 dan 4 serta gabungan keduanya masing-masing 6 ekor/ media) dengan 2 ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas larva (%), lama memangsa (jam) dan cara memangsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas larva tertinggi pada perlakuan P3L3 (imago betina terhadap S. litura instar 2) yaitu 100% dan terendah pada perlakuan P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Kontrol) dan P1L2, P1L4, P1L6 (Nimfa terhadap larva instar 4) sebesar 0%. Lama pemangsaan tertinggi pada perlakuan P3L4 (Imago betina terhadap S. litura instar 4) yaitu 3,33 jam dan terendah pada perlakuan P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Kontrol), P1L2, P1L4, P1L6 (Nimfa terhadap larva instar 4) yaitu 0 jam.
Kata Kunci : Rhynocoris fuscipes, mortalitas, lama memangsa
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun judul skripsi ini adalah “Kemampuan Memangsa Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) dan Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M. S., selaku Ketua dan Ir. Fatimah Zahara, selaku Anggota yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2013
Penulis
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Rifai Fauzi lahir pada tanggal 08 April 1990 di Afdeling B Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari Ayahanda Jumadi dan Ibunda Sudarmina.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: - Tahun 2002 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 095181 Sidamanik - Tahun 2005 lulus dari Madrasah Tsanawiyah (MTs) Dharma Pertiwi
Bahbutong - Tahun 2008 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sidamanik - Tahun 2008 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB Penulis pernah aktif dalam organisai kemahasiswaan yaitu:
- Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) sebagai Anggota (2008-2012)
- Komunikasi Muslim Hama dan Penyakit Tumbuhan (KOMUS HPT) sebagai Anggota (2008-2012) dan Wakil Ketua (2011/2012)
- Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Beladiri-PPS Betako Merpati Putih sebagai Anggota (2010-2012) dan Ketua (2011)
- Paguyuban Karya Salemba Empat (KSE) Universitas Sumatera Utara sebagai Anggota (2012)
- Mengikuti seminar Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan pada tahun 2011
Universitas Sumatera Utara

- Mengikuti seminar nasional dan rapat tahunan BKS – PTN wilayah barat bidang ilmu pertanian tahun 2012
- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman 2011/2012 - Asisten Laboratorium Ekologi Organisme Pengganggu Tanaman pada tahun

2012/2013 - Asisten Laboratorium Hama dan Penyakit Hutan Sub-Hama tahun 2012/2013 - Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP Nusantara III Kebun
Tanah Raja, Sei Rampah pada Juni - Juli 2011. - Melaksanakan penelitian di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan pada September-November 2012.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRACT ...................................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan Penulisan .................................................................................. 3 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 4 Kegunaan Penulisan ................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Erionota thrax L. ..................................................................... 5 Biologi Spodoptera litura F. .................................................................. 8 Biologi Predator Rhynocoris fuscipes F. ................................................ 10 Cara Predator Memangsa ....................................................................... 13
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ................................................................... 15 Bahan dan Alat ......................................................................................... 15 Metode Penelitian ...................................................................................... 15 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 17 Persiapan Media Perbanyakan ......................................................... 17 Penyediaan Larva Serangga Uji ....................................................... 17 Penyediaan Predator............................................................................18 Pengaplikasian .................................................................................. 18 Parameter pengamatan .............................................................................. 18 Persentase Mortalitas Larva (%) ...................................................... 18 Lama Memangsa (jam) ..................................................................... 19 Cara Memangsa ................................................................................. 19
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas Larva (%) ..................................................................20 Lama Memangsa (jam) ................................................................................25 Cara Memangsa ...........................................................................................28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ..................................................................................................30 Saran ............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No. Judul

Hlm

1. Tabel 1. Stadia predator ..................................................................... 20

2. Tabel 2. Persentase mortalitas larva (%) ........................................... 21

3. Tabel 3. Persentase interaksi stadia predator dan stadia larva (%) ............................................................................................ 23

4. Tabel 4. Lama memangsa (jam) ........................................................ 25

5. Tabel 5. Stadia larva .......................................................................... 26


6. Tabel 6. Lama pemangsaan dari interaksi stadia predator terhadap stadia larva (jam) ................................................................ 27

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No. Judul

Hlm

1. Gambar 1. Telur Erionota thrax ........................................................ 6

2. Gambar 2. Larva Erionota thrax ....................................................... 6

3. Gambar 3. Pupa Erionota thrax ........................................................ 7

4. Gambar 4. Imago Erionota thrax ...................................................... 7

5. Gambar 5. Telur Spodoptera litura ................................................... 8


6. Gambar 6. Larva Spodoptera litura .................................................. 9

7. Gambar 7. Pupa Spodoptera litura .................................................... 9

8. Gambar 8. Imago Spodoptera litura ................................................. 10

9. Gambar 9. Telur Rhynocoris fuscipes ............................................... 11

10. Gambar 10. Nimfa Rhynocoris fuscipes ........................................... 12

11. Gambar 11. Imago Rhynocoris fuscipes ........................................... 13

12. Gambar 12. Cara Predator Memangsa .............................................. 29

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul


Hlm

1. Bagan Penelitian ................................................................................ 34

2. Data mortalitas larva (%) untuk setiap perlakuan ............................. 35

3. Data lama memangsa (jam) pada setiap perlakuan ........................... 40

4. Foto Penelitian .................................................................................. 50

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Rifai Fauzi, “The potential of Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) as a predator of Larvae Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) and Spodoptera litura F. (Lepidoptera:Noctuidae) in the Laboratory” under supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. and Ir. Fatimah Zahara. The research was to knew the potential of R. fuscipes as a predator of larvae E. thrax and S. litura. The research was held at the Insect Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan from September to November 2012. The method of this research was randomized complete design factorial with 2 factors, the first is stadia of predator (without predator, nymph, male, and female) and the second is stadia of larvae (larvae of E. thrax, S. litura, 2nd and 4th instar, and combination both of them, the each 6/media) with 2 replications. The parameter are percentage of mortality (%), long consumed (hour) and how to consumed. The results showed that the highest percentage of mortality was P3L3 (female to S. litura 2nd instar) is 100% and the lowest was P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Control) dan P1L2, P1L4, P1L6 (Nymph to larvae 4th instar) is 0%. The highest long consumed, was P3L4 (Female to S. litura 4th instar) is 3,33 hour and the lowest was P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Control), P1L2, P1L4, P1L6 (Nymph to larvae 4th instar) is 0 hour. Keywords : Rhynocoris fiscipes, mortality, long consumed
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Rifai Fauzi, “Kemampuan Memangsa Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidaae) dan Spodoptera litura F. (Lepidoptera:Noctuidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ibu Ir. Fatimah Zahara. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat pemangsaan R. fuscipes terhadap larva E. thrax dan S. litura. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai November 2012 di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu stadia predator (kontrol, nimfa, imago jantan, imago betina) dan stadia larva (larva E. thrax, S. litura, instar 2 dan 4 serta gabungan keduanya masing-masing 6 ekor/ media) dengan 2 ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas larva (%), lama memangsa (jam) dan cara memangsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas larva tertinggi pada perlakuan P3L3 (imago betina terhadap S. litura instar 2) yaitu 100% dan terendah pada perlakuan P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Kontrol) dan P1L2, P1L4, P1L6 (Nimfa terhadap larva instar 4) sebesar 0%. Lama pemangsaan tertinggi pada perlakuan P3L4 (Imago betina terhadap S. litura instar 4) yaitu 3,33 jam dan terendah pada perlakuan P0L1, P0L2, P0L3, P0L4, P0L5, P0L6 (Kontrol), P1L2, P1L4, P1L6 (Nimfa terhadap larva instar 4) yaitu 0 jam.
Kata Kunci : Rhynocoris fuscipes, mortalitas, lama memangsa
Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama telah merupakan bagian
budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Manusia menanam tanaman untuk dipungut hasilnya serta untuk pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan. Oleh karena keberadaannya di pertanaman yang merugikan dan tidak diinginkan, sejak semula manusia selalu berusaha untuk membunuh dan memusnahkan hama yang dengan cara apapun yang diciptakan oleh manusia (Untung, 1996).
Ternyata cara kimia atau pestisida yang paling sering digunakan petani di lapangan. Bahkan biasanya, diaplikasikan secara berjadwal. Penggunaan pestisida hampir menjadi satu-satunya cara pengendalian karena pestisida bekerja sangat efektif, praktis serta cepat membunuh patogen dan hama. Namun, ternyata penggunaan pestisida mengakibatkan dampak yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Pestisida dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada patogen tumbuhan dan hama, populasi hama dapat meningkat setelah disemprot pestisida berkali-kali, bahkan dapat terjadi ledakan hama yang dulunya dianggap tidak penting. Dan yang lebih penting lagi adalah dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia dan pelestarian lingkungan (Abadi, 2005).
Pengendalian terpadu yang tepat guna dapat mengatasi keberadaan hama dari berbagai tanaman pangan. Jauh dari ketidakcocokan antara pengendalian biologis dan kimiawi, maka pengendalian terpadu yang menggunakan pengendalian biologis sebagai komponennya yang utama, dilihat oleh banyak
Universitas Sumatera Utara

entomologi sebagai pendekatan yang penting memberikan harapan baik kepada pengendalian hama di dalam produksi tanaman pangan yang berbentuk moderen (Hufaker dan Mesenger, 1989).
Pentingnya serangga-serangga dan tungau-tungau pemangsa juga telah terbukti dengan cara memberikan makanan-makanan tambahan dengan tujuan untuk memelihara, menangkap, atau menarik mereka, dan bagi beberapa predator untuk meningkatkan oviposisi mereka. Tepung sari yang ditaburkan pada tanaman-tanaman telah meningkatkan efektivitas tungau-tungau tertentu yang meningkat karena adanya peningkatan pada tungau-tungau bukan hama yang hidupnya dari tepung sari tersebut dan yang bertindak sebagai mangsa pengganti (Huffaker dan Mesenger, 1989).
Predator menggunakan berbagai stimulus untuk menemukan mangsanya. Beberapa mungkin mencoba untuk menangkap dan makan apapun yang bergerak dalam kisaran ukuran tertentu dan menggunakan isyarat visual atau mekanis sederhana untuk mendeteksi mangsa. Sebagian besar spesies, relatif mencari mangsa-spesifik (memakan hanya beberapa atau satu spesies mangsa) (Gillot, 1982).
Penggunaan serangga predator dalam pengendalian biologis umumnya dari ordo Dermaptera, Mantidae, Hemiptera, Coleoptera, Neuroptera, Hymenoptera dan Diptera, dengan Hemiptera, Coleoptera, Diptera dan Hymenoptera yang paling penting. Lebih dari 30 famili serangga adalah predator. Predator paling tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada satu host, tetapi harus menemukan, menaklukkan, dan mengonsumsi serangkaian host untuk tumbuh dewasa dan perkembangan telurnya. Mencari habitat mangsa biasanya
Universitas Sumatera Utara

dilakukan oleh betina dewasa reproduktif yang juga mencari lokasi bertelur. Predator yang hidup di tanaman tahunan mungkin perlu pindah untuk mencari mangsa jika lokasi tidak lagi cocok. Pemberantasan hama dengan predator dapat dipengaruhi oleh makanan lain yang dimangsa oleh predator. Predator terkadang beralih dari memangsa hama target menjadi pemangsa hama/mangsa alternatif (Driesche et al, 2008).
Di Indonesia salah satu spesies Reduviidae yaitu Rhynocoris fuscipes adalah kepik yang berwarna hitam dan merah dengan abdominal strip yang berwarna putih, kepik ini merupakan predator larva Spodoptera litura, Hellothis dan Aphid di pertanaman tembakau. Di india diketahui sebagai predator kumbang Epilachna spp. dan Chrysomelid. Dysdercus, coccid, dan laron juga diserangnya (Kalshoven, 1981).
Penggunaan predator untuk mengendalikan hama tanaman menjadi sangat penting dalam upaya mewujudkan teknik pengendalian hama terpadu. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambrose et al (2010) bahwa Rhynocoris marginatus dapat mengendalikan Corcyra cephalonica, lebih lanjut lagi dikemukakan oleh Saharayaj and Vinothkanna (2011) bahwa R. fuscipes dapat mengendalikan Spodoptera litura, dan selanjutnya Sujatha et al (2012) mengemukakan bahwa Rhynocoris fuscipes Fabricus dapat mengendalikan Achea janata, S. litura dan Disdercus cingulatus.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui tingkat pemangsaan R. fuscipes terhadap larva E. thrax
dan S. litura.
Universitas Sumatera Utara


Hipotesis Penelitian 1. Predator R. fuscipes dapat mengendalikan larva S. litura dan E. thrax 2. Larva pada instar muda akan lebih cepat dan lebih banyak dimangsa oleh
R. fuscipes Kegunaan Penelitian 1. Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai pengendali dari populasi hewan yang dimakan. Ketiga, predator berperan dalam menjaga kondisi dari populasi mangsa. Dan keempat, predator bertindak sebagai agen selektif dalam evolusi mangsanya (Price, 1984).

Biologi Erionota thrax L.

Menurut (Deptan, 2012) Erionota thrax L. Diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Filum


: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

Family

: Hesperiidae

Genus

: Erionota

Spesies


: Erionota thrax L.

Perkawinan kupu – kupu ini dilakukan pada sore dan pagi hari.

Kupu-kupu ini bertelur pada waktu malam hari. Telurnya di lekatakan pada daun

bergerombol sebanyak 25 butir pada daun pisang yang masih utuh

(Gambar 1) (Praputra et al, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Telur E. thrax Sumber : Deptan, 2012 E. thrax termasuk ke dalam famili Hesperiidae, Ordo Lepidoptera. Telur berwarna kuning dan menetas setelah mencapai umur 5-8 hari setelah diletakkan. Imago meletakkan telur secara berkelompok kira-kira 25 butir pada permukaan bawah daun yang utuh pada malam hari (Kalshoven, 1981). Larva yang masih muda warnanya sedikit kehijauan dan tubuhnya tidak dilapisi lilin. Larva yang ukurannya lebih besar berwarna putih kekuningan dan tubuhnya dilapisi lilin (Gambar 2).
Gambar 2. Larva E. thrax Sumber : Foto Langsung Larva muda yang baru menetas memotong daun pisang secara miring mulai dari bagian tepi daun lalu menggulung potongan tersebut. Stadium larva berlangsung selama 28 hari. Larva makan dari bagian dalam gulungan tersebut, kemudian membentuk gulungan yang lebih besar sesuai dengan perkembangan larva sampai instar akhir. Mortalitas larva cukup tinggi pada larva muda karena pada
Universitas Sumatera Utara

permukaan tubuhnya belum ditutupi lilin dan gulungan daunnya masih terbuka (Kalshoven, 1981).
Stadium prapupa lamanya adalah tiga hari, sedangkan stadium pupa 7 hari. Memasuki stadium pupa, warna tubuh menjadi kuning terang. Sesuai perkembangan, lambat laun tubuh pupa akan berubah warna menjadi agak gelap dan akhirnya menjadi agak gelap dan akhirnya menjadi coklat agak gelap. Pupa berada di dalam gulungan daun, dan dilapisi lilin. Panjang pupa ± 6 cm dan mempunyai probosis. Stadium pupa berlangsung selama 8-12 hari (Gambar 3) (Capinera, 2008 dalam Puspasari, 2010).
Gambar 3. Pupa E. thrax Sumber : Foto Langsung Imago E. thrax adalah kupu-kupu berwarna coklat dengan bintik kuning pada kedua sayapnya. Panjang rentangan sayapnya kira-kira 7.5 cm. Imago menghisap madu atau nektar bunga pisang. Imago aktif pada sore hari dan pagi hari (Gambar 4) (Kalshoven, 1981).
Gambar 4. Imago E. thrax Sumber : handsdw08.student.ipb.ac.id
Universitas Sumatera Utara

Biologi Spodoptera litura F.

Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Noctuidae

Genus

: Spodoptera

Spesies

: Spodoptera litura F.

Perkembangan hama ini dimulai dari peletakkan koloni telur pada helaian

daun sebelah bawah dengan jumlah 250-300 butir. Telur ditutupi jaringan halus

warna putih kekuningan. Koloni telur berwarna cokelat kekuningan Telur akan

menetas setelah berumur 3-5 hari (Gambar 5) (Purnama, 2003).

Gambar 5. Telur S. litura Sumber: Foto Langsung Larva yang baru keluar dari kelompok telur pada mulanya bergerombol sampai instar ketiga. Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri 5-6 instar. (BPTD, 2004) (Gambar 6).
Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Larva S. litura Sumber : Foto Langsung Lama stadia larva 17-26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5-6 hari, instar 2 antara 3-5 hari, instar 3 antara 3-6 hari, instar 4 antara 2-4 hari, dan instar 5 antara 3-5 hari (Cardona et al, 2007). Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan berwarna cokelat mengkilat. Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari (Cardona et al, 2007) (Gambar 8).
Gambar 7. Pupa S. litura Sumber : Foto Langsung Ngengat aktif pada malam hari dan serangga betina bila meletakkan telur dalam bentuk paket dan satu paket bisa mencapai 200-300 butir. Seekor betina bisa meletakkan telur mencapai 800-1000 butir. Dan lama masa hidup imago 5-9 hari. (Gambar 8) (Subandrijo et al, 1992).
Universitas Sumatera Utara

Gambar 8. Imago S. litura Sumber: Foto Langsung

Biologi Predator Rhynocoris fuscipes Fabricius

Menurut Djamin et al (1998), R. fuscipes F. dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Order

: Hemiptera

Family

: Reduviidae

Genus

: Rhynocoris

Spesies

: R. fuscipes F.

Kebanyakan spesies di Amerika Utara memiliki sayap yang terbuka

sempurna dan beberapa spesies memiliki bulu-bulu pada sisi kakinya. Nimfa dari

spesies tertentu mengeluarkan zat yang lengket diatas dorsum, yang dilakukan

diantara dedaunan dan ranting-ranting, asalkan hewan tersebut dapat melakukan

penyamaran dengan baik. Telur diletakkan sendiri atau berkelompok, menempel

pada tanaman atau benda lain. Kepik pembunuh, termasuk Peduvius personatus,

Universitas Sumatera Utara

terkadang menyerang manusia, menimbulkan luka bakar yang menyakitkan. Semua Reduviidae hidup diatas permukaan tanah (Ross et al, 1982).
R. fuscipes meletakkan telurnya yang lonjong, ujungnya datar, tegak lurus pada permukaan daun tembakau sebelah bawah. Telur diletakkan berkelompok, kurang lebih 37 butir/kelompok dengan daya tetas 96,11 persen. Panjang telur 0,16 kurang lebih 0,002 mm, lebarnya 0,03 kurang lebih 0,001 mm (Djamin et al, 1998).
Telur diletakkan dalam kelompok, seekor betina dapat meletakkan 80 telur dalam 6 minggu (Gambar 9)
Gambar 9. Telur R. fuscipes Sumber : Foto Langsung
Perkembangan dilaboratorium dari telur sampai dewasa adalah 7,5 sampai 9,5 minggu, sementara di India 5-8 minggu. Lama hidup imago adalah 3 bulan. Pada musim hujan, kepik dewasa bisa mati karena disebabkan bakteri (Kalshoven, 1981).
Nimfa yang baru menetas hidup berkelompok, berwarna kuning keputihan. Kemudian nimfa berwarna orange. Nimfa mempunyai masa stadia 36,5 hari. Imago berwarna merah orange, kepala berwarna hitam, antena filiform. Pada
Universitas Sumatera Utara

mesoscutellum terdapat dua benjolan yang bulat, besar dan berwarna orange. Sayap berwarna hitam. Tepi luar corium berwarna orange dan pada ujung sayap belakang terdapat sebuah noktah hitam (Djamin et al, 1998).
Nimfa dari beberapa spesies memilii kelenjar yang melekat menyelimuti tubuhnya dengan kotoran sebagai kamuflase. Nimfa bergerak secara lamban secara berburu dan jika sudah mendekati mangsa, mangsa akan ditangkap dengan gerakan yang mematikan. Mangsa yang sudah ditangkap akan segera lumpuh akibat toksin yang dikeluarkan melalui stilet (Gambar 10)
Gambar 10. Nimfa R. fuscipes instar 3 Sumber : Foto Langsung
Seekor mangsa yang besar seringkali dihisap beberapa nimfa secara bersamasama. Nimfa dapat bertahan hidup tanpa adanya pakan untuk waktu yang cukup lama. Karena perkembangannya yang lambat, Reduviidae kurang berperan dalam mengendalikan hama yang sedang bergerak (Kalshoven, 1981).
Serangga dari famili Reduviidae merupakan salah satu serangga yang anggotanya sebagian besar adalah predator serangga, ada juga yang menyerang burung dan mamalia. Tergolong sebagai predator generalis dengan kisaran inang yang agak sempit dan terbatas. Pada beberapa spesies mempunyai raptorial untuk
Universitas Sumatera Utara

menangkap mangsanya. Spesies yang memangsa laba-laba, memanfaatkan jaring laba-laba untuk mendapatkan mangsanya (Bellow dan Fisher, 1999).
Kepik Reduviidae mempunyai empat ruas antena, dua oceli, dan tarsi tiga ruas, stiletnya terdiri dari tiga ruas, pendek dan kokoh. Pada beberapa spesies terdapat duri di bagian dorsal toraksnya (Gambar 11) (Bellow dan Fisher, 1999).
Gambar 11. Imago R. fuscipes Sumber : Foto Langsung
Kepik Reduviidae hidup pada berbagai habitat. Beberapa aktif pada siang hari dan biasanya berwarna cerah, yang lainnya ada yang aktif pada malam hari. Beberapa hidup berkamuflase menyerupai kulit pohon (Bellow dan Fisher, 1999). Cara predator memangsa
Kepik pembunuh (Hemiptera:Reduviidae) beragam dan merupakan kelompok serangga yang tersebar luas. Pada umumnya disebutkan, sebagian besar reduviids adalah predator, mangsa mereka biasanya terdiri dari serangga-serangga lain. Reduviids memiliki adaptasi morfologi yang baik sebagai pemangsa. Adaptasi tersebut seperti kaki anterior yang liar, serta bagian mulut penusuk yang digunakan untuk menghisap cairan mangsanya (Borror et al, 1976).
Universitas Sumatera Utara

Lebih dari 4000 spesies Reduviidae berada pada satu family yaitu Reduviidae, umumnya dikenal sebagai “kepik pembunuh”. Kebanyakan spesies memasukkan bisa untuk melumpuhkan jaringan dan dapat membantu proses pencernaannya, menjadi parah dan gigitan yang menyakitkan. Spesies dari Triatoma dan Rhodnius porolixus, serangga yang biasa digunakan untuk percobaan, membawa Trypanosoma cruzi, yang memyebabkan bentuk fatal dari kematian (penyakit chagas) pada manusia. Pada banyak spesies memiliki kaki depan yang liar (Gillot, 1982).
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai pengendali dari populasi hewan yang dimakan. Ketiga, predator berperan dalam menjaga kondisi dari populasi mangsa. Dan keempat, predator bertindak sebagai agen selektif dalam evolusi mangsanya (Price, 1984).

Biologi Erionota thrax L.

Menurut (Deptan, 2012) Erionota thrax L. Diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

Family

: Hesperiidae

Genus

: Erionota

Spesies

: Erionota thrax L.

Perkawinan kupu – kupu ini dilakukan pada sore dan pagi hari.

Kupu-kupu ini bertelur pada waktu malam hari. Telurnya di lekatakan pada daun

bergerombol sebanyak 25 butir pada daun pisang yang masih utuh

(Gambar 1) (Praputra et al, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Telur E. thrax Sumber : Deptan, 2012 E. thrax termasuk ke dalam famili Hesperiidae, Ordo Lepidoptera. Telur berwarna kuning dan menetas setelah mencapai umur 5-8 hari setelah diletakkan. Imago meletakkan telur secara berkelompok kira-kira 25 butir pada permukaan bawah daun yang utuh pada malam hari (Kalshoven, 1981). Larva yang masih muda warnanya sedikit kehijauan dan tubuhnya tidak dilapisi lilin. Larva yang ukurannya lebih besar berwarna putih kekuningan dan tubuhnya dilapisi lilin (Gambar 2).
Gambar 2. Larva E. thrax Sumber : Foto Langsung Larva muda yang baru menetas memotong daun pisang secara miring mulai dari bagian tepi daun lalu menggulung potongan tersebut. Stadium larva berlangsung selama 28 hari. Larva makan dari bagian dalam gulungan tersebut, kemudian membentuk gulungan yang lebih besar sesuai dengan perkembangan larva sampai instar akhir. Mortalitas larva cukup tinggi pada larva muda karena pada
Universitas Sumatera Utara

permukaan tubuhnya belum ditutupi lilin dan gulungan daunnya masih terbuka (Kalshoven, 1981).
Stadium prapupa lamanya adalah tiga hari, sedangkan stadium pupa 7 hari. Memasuki stadium pupa, warna tubuh menjadi kuning terang. Sesuai perkembangan, lambat laun tubuh pupa akan berubah warna menjadi agak gelap dan akhirnya menjadi agak gelap dan akhirnya menjadi coklat agak gelap. Pupa berada di dalam gulungan daun, dan dilapisi lilin. Panjang pupa ± 6 cm dan mempunyai probosis. Stadium pupa berlangsung selama 8-12 hari (Gambar 3) (Capinera, 2008 dalam Puspasari, 2010).
Gambar 3. Pupa E. thrax Sumber : Foto Langsung Imago E. thrax adalah kupu-kupu berwarna coklat dengan bintik kuning pada kedua sayapnya. Panjang rentangan sayapnya kira-kira 7.5 cm. Imago menghisap madu atau nektar bunga pisang. Imago aktif pada sore hari dan pagi hari (Gambar 4) (Kalshoven, 1981).
Gambar 4. Imago E. thrax Sumber : handsdw08.student.ipb.ac.id
Universitas Sumatera Utara

Biologi Spodoptera litura F.

Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Noctuidae

Genus

: Spodoptera

Spesies

: Spodoptera litura F.

Perkembangan hama ini dimulai dari peletakkan koloni telur pada helaian

daun sebelah bawah dengan jumlah 250-300 butir. Telur ditutupi jaringan halus

warna putih kekuningan. Koloni telur berwarna cokelat kekuningan Telur akan

menetas setelah berumur 3-5 hari (Gambar 5) (Purnama, 2003).

Gambar 5. Telur S. litura Sumber: Foto Langsung Larva yang baru keluar dari kelompok telur pada mulanya bergerombol sampai instar ketiga. Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri 5-6 instar. (BPTD, 2004) (Gambar 6).
Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Larva S. litura Sumber : Foto Langsung Lama stadia larva 17-26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5-6 hari, instar 2 antara 3-5 hari, instar 3 antara 3-6 hari, instar 4 antara 2-4 hari, dan instar 5 antara 3-5 hari (Cardona et al, 2007). Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan berwarna cokelat mengkilat. Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari (Cardona et al, 2007) (Gambar 8).
Gambar 7. Pupa S. litura Sumber : Foto Langsung Ngengat aktif pada malam hari dan serangga betina bila meletakkan telur dalam bentuk paket dan satu paket bisa mencapai 200-300 butir. Seekor betina bisa meletakkan telur mencapai 800-1000 butir. Dan lama masa hidup imago 5-9 hari. (Gambar 8) (Subandrijo et al, 1992).
Universitas Sumatera Utara

Gambar 8. Imago S. litura Sumber: Foto Langsung

Biologi Predator Rhynocoris fuscipes Fabricius

Menurut Djamin et al (1998), R. fuscipes F. dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Order

: Hemiptera

Family

: Reduviidae

Genus

: Rhynocoris

Spesies

: R. fuscipes F.

Kebanyakan spesies di Amerika Utara memiliki sayap yang terbuka

sempurna dan beberapa spesies memiliki bulu-bulu pada sisi kakinya. Nimfa dari

spesies tertentu mengeluarkan zat yang lengket diatas dorsum, yang dilakukan

diantara dedaunan dan ranting-ranting, asalkan hewan tersebut dapat melakukan

penyamaran dengan baik. Telur diletakkan sendiri atau berkelompok, menempel

pada tanaman atau benda lain. Kepik pembunuh, termasuk Peduvius personatus,

Universitas Sumatera Utara

terkadang menyerang manusia, menimbulkan luka bakar yang menyakitkan. Semua Reduviidae hidup diatas permukaan tanah (Ross et al, 1982).
R. fuscipes meletakkan telurnya yang lonjong, ujungnya datar, tegak lurus pada permukaan daun tembakau sebelah bawah. Telur diletakkan berkelompok, kurang lebih 37 butir/kelompok dengan daya tetas 96,11 persen. Panjang telur 0,16 kurang lebih 0,002 mm, lebarnya 0,03 kurang lebih 0,001 mm (Djamin et al, 1998).
Telur diletakkan dalam kelompok, seekor betina dapat meletakkan 80 telur dalam 6 minggu (Gambar 9)
Gambar 9. Telur R. fuscipes Sumber : Foto Langsung
Perkembangan dilaboratorium dari telur sampai dewasa adalah 7,5 sampai 9,5 minggu, sementara di India 5-8 minggu. Lama hidup imago adalah 3 bulan. Pada musim hujan, kepik dewasa bisa mati karena disebabkan bakteri (Kalshoven, 1981).
Nimfa yang baru menetas hidup berkelompok, berwarna kuning keputihan. Kemudian nimfa berwarna orange. Nimfa mempunyai masa stadia 36,5 hari. Imago berwarna merah orange, kepala berwarna hitam, antena filiform. Pada
Universitas Sumatera Utara

mesoscutellum terdapat dua benjolan yang bulat, besar dan berwarna orange. Sayap berwarna hitam. Tepi luar corium berwarna orange dan pada ujung sayap belakang terdapat sebuah noktah hitam (Djamin et al, 1998).
Nimfa dari beberapa spesies memilii kelenjar yang melekat menyelimuti tubuhnya dengan kotoran sebagai kamuflase. Nimfa bergerak secara lamban secara berburu dan jika sudah mendekati mangsa, mangsa akan ditangkap dengan gerakan yang mematikan. Mangsa yang sudah ditangkap akan segera lumpuh akibat toksin yang dikeluarkan melalui stilet (Gambar 10)
Gambar 10. Nimfa R. fuscipes instar 3 Sumber : Foto Langsung
Seekor mangsa yang besar seringkali dihisap beberapa nimfa secara bersamasama. Nimfa dapat bertahan hidup tanpa adanya pakan untuk waktu yang cukup lama. Karena perkembangannya yang lambat, Reduviidae kurang berperan dalam mengendalikan hama yang sedang bergerak (Kalshoven, 1981).
Serangga dari famili Reduviidae merupakan salah satu serangga yang anggotanya sebagian besar adalah predator serangga, ada juga yang menyerang burung dan mamalia. Tergolong sebagai predator generalis dengan kisaran inang yang agak sempit dan terbatas. Pada beberapa spesies mempunyai raptorial untuk
Universitas Sumatera Utara

menangkap mangsanya. Spesies yang memangsa laba-laba, memanfaatkan jaring laba-laba untuk mendapatkan mangsanya (Bellow dan Fisher, 1999).
Kepik Reduviidae mempunyai empat ruas antena, dua oceli, dan tarsi tiga ruas, stiletnya terdiri dari tiga ruas, pendek dan kokoh. Pada beberapa spesies terdapat duri di bagian dorsal toraksnya (Gambar 11) (Bellow dan Fisher, 1999).
Gambar 11. Imago R. fuscipes Sumber : Foto Langsung
Kepik Reduviidae hidup pada berbagai habitat. Beberapa aktif pada siang hari dan biasanya berwarna cerah, yang lainnya ada yang aktif pada malam hari. Beberapa hidup berkamuflase menyerupai kulit pohon (Bellow dan Fisher, 1999). Cara predator memangsa
Kepik pembunuh (Hemiptera:Reduviidae) beragam dan merupakan kelompok serangga yang tersebar luas. Pada umumnya disebutkan, sebagian besar reduviids adalah predator, mangsa mereka biasanya terdiri dari serangga-serangga lain. Reduviids memiliki adaptasi morfologi yang baik sebagai pemangsa. Adaptasi tersebut seperti kaki anterior yang liar, serta bagian mulut penusuk yang digunakan untuk menghisap cairan mangsanya (Borror et al, 1976).
Universitas Sumatera Utara

Lebih dari 4000 spesies Reduviidae berada pada satu family yaitu Reduviidae, umumnya dikenal sebagai “kepik pembunuh”. Kebanyakan spesies memasukkan bisa untuk melumpuhkan jaringan dan dapat membantu proses pencernaannya, menjadi parah dan gigitan yang menyakitkan. Spesies dari Triatoma dan Rhodnius porolixus, serangga yang biasa digunakan untuk percobaan, membawa Trypanosoma cruzi, yang memyebabkan bentuk fatal dari kematian (penyakit chagas) pada manusia. Pada banyak spesies memiliki kaki depan yang liar (Gillot, 1982).
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Hama Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2012.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rhynocoris fuscipes,
larva Erionota thrax dan Spodoptera litura instar 2 dan 4, dan bahan pendukung lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples berukuran 19cm x 19cm x 19cm, kain kasa, karet gelang, tisu, kertas label, handsprayer dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang
terdiri dari 2 faktor yaitu : Faktor 1 : stadia predator yang di infestasikan P0 : Kontrol P1 : Nimfa P2 : Imago jantan P3 : Imago betina
Universitas Sumatera Utara

Faktor 2 : larva yang di uji

L1 : Larva E. thrax instar 2 sebanyak 6 ekor

L2 : Larva E. thrax instar 4 sebanyak 6 ekor

L3 : Larva S. litura instar 2 sebanyak 6 ekor L4 : Larva S. litura instar 4 sebanyak 6 ekor L5 : Larva E. thrax dan S. litura instar 2 masing-masing 3 ekor L6 : Larva E. thrax dan S. litura instar 4 masing-masing 3 ekor

Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak 24 kombinasi perlakuan yaitu :

P0L1

P1L1

P2L1

P3L1

P0L2 P0L3 P0L4

P1L2 P1L3 P1L4

P2L2 P2L3 P2L4

P3L2 P3L3 P3L4

P0L5

P1L5

P2L5

P3L5

P0L6

P1L6

P2L6

P3L6

Dengan jumlah ulangan diperoleh dari rumus :

t (r-1)

> 15

24 (r-1)

> 15

24r - 24

> 15

24r > 15 + 24

24r > 39

r > 1,6

Jumlah kombinasi perlakuan

: 24 Perlakuan

Jumlah ulangan

: 2 Ulangan

Jumlah unit percobaan

: 48 unit percobaan

Universitas Sumatera Utara

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ∑ijk Dimana : Yij : data dari hasil pengamatan µ : nilai tengah αi : pengaruh stadia predator pada perlakuan ke –i βj : Pengaruh stadia larva pada perlakuan ke- j (αβ)ij : Pengaruh interaksi stadia predator pada perlakuan ke-i dengan stadia
larva pada pelakuan ke-j ∑ijk : Pengaruh galat dari stadia predator pada perlakuan ke-i dan stadia larva
pada perlakuan ke-j pada ulangan ke-k
Pelaksanaan penelitian a. Persiapan media perlakuan
Media yang digunakan berupa stoples berukuran sedang yang telah diisi pakan berupa daun tembakau untuk S. litura dan daun pisang untuk E. thrax. Stoples yang digunakan sebanyak 48 buah. Selanjutnya stoples ditutup dengan menggunakan kain kasa dan diikat dengan menggunakan karet gelang. b. Penyediaan larva serangga uji
Larva E. thrax dan S. litura yang akan diuji diambil langsung dari lapangan, karena memang keberadaannya di lapangan sangat banyak. Di pilih dan dipisahkan antara instar 2 dan instar 4.
Universitas Sumatera Utara

c. Penyediaan predator Predator R. fuscipes diambil langsung dari lapangan, yaitu dari sekitar
pertanaman tembakau dan dipisahkan antara nimfa, imago jantan dan imago betina. d. Pengaplikasian
Pengaplikasian dilakukan dengan memasukkan larva E. thrax dan S. litura instar 2 dan 4 sebanyak 6 ekor pada setiap stoples yang telah berisi pakan dan diberi larutan madu. Selanjutnya predator dimasukkan ke dalam stoples yang telah diisi larva E. thrax dan S. litura tersebut.
Parameter Pengamatan a. Persentase Mortalitas Larva E. thrax dan S. litura
Pengamatan pada larva E. thrax dan S. litura yang mati dilakukan setiap hari, dimulai pada sehari setelah aplikasi. Persentase mortalitas dilakukan dengan menghitung larva yang mati dengan menggunakan formula dari Fayone dan Lauge, 1981 dalam Ginting, 1996), yaitu :
P = a ×100% b
Keterangan : P = Persentase mortalitas larva a = Jumlah larva yang mati b = Jumlah larva yang diamati
Universitas Sumatera Utara

b. Lama memangsa (jam) Pengamatan terhadap lama memangsa dilakukan dengan mengamati
seberapa lama predator memangsa larva, dimulai pada saat predator menemukan larva sampai predator memangsa larva tersebut hingga selesai. c. Cara memangsa
Cara memangsa diamati dengan melihat dan mengamati perilaku dari R. fuscipes pada saat memangsa larva.
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase mortalitas larva (%)

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa stadia predator sangat

berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas larva (%). Hal ini dapat dilihat

dari Tabel 1 dan Lampiran 1.

Tabel 1. Stadia predator terhadap persentase mortalitas larva (%)

Perlakuan P0 (Kontrol)

Rataan 0.00c

P1 (Nimfa)

9.72b

P2 (Imago jantan)

61.11a

P3 (Imago betina)

63.89a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan

data berbeda nyata pada taraf 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa stadia predator yang paling tinggi dalam

memangsa larva terdapat pada perlakuan P3 (Imago Betina) yaitu sebesar 63,89%

dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (Imago Jantan) yaitu sebesar

61,11%, selanjutnya perlakuan P1 (Nimfa) yaitu sebesar 9,72%, dan yang terendah

terdapat pada perlakuan P0 (Kontrol) yaitu sebesar 0%. Perlakuan P3 (Imago

Betina) memiliki nilai tertinggi walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan

P2 (Imago Jantan) karena imago betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan imago jantan, sedangkan nimfa hanya memiliki nilai sebesar 9,72%.

Karena dengan semakin besarnya ukuran suatu serangga maka semakin besar pula

kemampuannya dalam memangsa. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Prasetyo

(2000) dalam Yuliati (2009), bahwa perbedaan kemampuan memangsa

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh tingkat stadia, karena semakin

Universitas Sumatera Utara

besar ukuran tubuh maka semakin besar daya mangsa suatu predator. Selain itu,

dengan ukuran tubuhnya yang lebih besar, imago betina memiliki kemampuan

dan kekuatan yang lebih dalam memangsa. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Untung (1996) bahwa predator harus memiliki daya cari yang tinggi juga harus

memiliki kelebihan sifat fisik seperti kecepatan bergerak, kekuatan dan ukuran

tubuh yang lebih besar, dan cara penangkapan yang lebih baik daripada cara

pertahanan mangsa.

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa stadia larva yang diaplikasikan

sangat berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas larva (%). Hal ini dapat

dilihat dari Tabel 2 dan Lampiran 1.

Tabel 2. Stadia larva terhadap persentase mortalitas larva (%)

Perlakuan L1 (E. thrax instar 2)

Rataan 45.83b

L2 (E. thrax instar 4) L3 (S. litura instar 2) L4 (S. litura instar 4)

14.58e 52.08a 27.08d

L5 (E. thrax dan S. litura instar 2)

37.50c

L6 (E. thrax dan S. litura instar 4)

25.00d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan

data berbeda nyata pada taraf 5 %.

Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase mortalitas larva tertinggi pada

perlakuan L3 (Larva S. litura instar 2) yaitu sebesar 52,08%, selanjutnya

perlakuan L1 (Larva E. thrax instar 2) sebesar 45,83%, L5 (E. thrax dan S. litura

instar 2) sebesar 37,50%, L4 (S. litura instar 4) sebesar 27,08% dan persentase

terendah terdapat pada perlakuan L2 (Larva E. thrax instar 4) yaitu 14,58%. Perlakuan L3 (Larva S. litura instar 2) mengalami tingkat mortalitas tertinggi

Universitas Sumatera Utara

dikarenakan larva instar 2 ini ukuran tubuhnya lebih kecil, sehingga lebih mudah untuk dimangsa dan dimangsa dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sands dan Simpson (1972) dalam Yuliati (2009) bahwa makin kecil mangsa makin banyak yang dikonsumsi dan makin besar predator maka semakin banyak nimfa yang dimangsa. Selain itu perlakuan L3 (Larva S. litura instar 2) mengalami mortalitas tertinggi dikarenakan S. litura merupakan mangsa utama dari R. fuscipes. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kalshoven (1981) bahwa di Indonesia salah satu spesies Reduviidae yaitu R. fuscipes adalah kepik yang berwarna hitam dan merah dengan abdominal strip yang berwarna putih, kepik ini merupakan predator larva S. litura, Heliothis dan Aphid di pertanaman tembakau. Sedangkan perlakuan L2 (Larva E. thrax instar 4) mengalami tingkat mortalitas terendah dikarenakan larva E. thrax instar 4 merupakan larva instar tua yang memiliki ukuran yang besar sehingga memiliki kemampuan yang besar juga dalam melakukan perlawanan terhadap predator. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hagen et al (1989) bahwa umur predator dan ukuran tubuh suatu mangsa sangat mempengaruhi penangkapan atau penyusupan mangsa. Selain itu juga dikarenakan larva E. thrax bukan merupakan mangsa utama tetapi merupakan mangsa alternatif, predator akan memangsa mangsa alternatif ketika keberadaan mangsa utama kurang atau tidak ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan Driesche et al (2008) bahwa predator yang hidup di tanaman tahunan mungkin perlu pindah untuk mencari mangsa jika lokasi tidak lagi cocok. Pemberantasan hama dengan predator dapat dipengaruhi oleh makanan lain yang dimangsa oleh predator. Predator terkadang beralih dari memangsa hama target menjadi pemangsa hama/mangsa alternatif.
Universitas Sumatera Utara

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi antara stadia predator

dengan stadia larva sangat berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas larva.

Hal ini dapat dilihat dari Tabel 3 dan Lampiran 1.

Tabel 3. Interaksi stadia predator dan stadia larva terhadap persentase mortalitas larva (%)

Perlakuan

Rataan

P0L1 (Kontrol) P0L2 (Kontrol) P0L3 (Kontrol) P0L4 (Kontrol) P0L5 (Kontrol) P0L6 (Kontrol) P1L1 (Nimfa terhadap E. thrax instar 2) P1L2 (Nimfa terhadap E. thrax instar 4) P1L3 (Nimfa terhadap S. litura in

Dokumen yang terkait

Kemampuan Memangsa Rhynocoris Fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota Thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) Dan Spodoptera Litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Di Laboratorium

1 56 57

Pengaruh Biopestisida Dalam Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Di Rumah Kasa

0 42 47

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Hama Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.)

2 34 58

Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

0 47 43

Kemampuan memangsa Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera : Reduviidae) terhadap Larva A Erionota thrax L. (Lepidoptera : Hesperiidae) dan Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)di Laboratorium

0 1 10

Kemampuan memangsa Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera : Reduviidae) terhadap Larva A Erionota thrax L. (Lepidoptera : Hesperiidae) dan Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)di Laboratorium

0 0 14

KEMAMPUAN MEMANGSA Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) TERHADAP LARVA Erionota thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) DAN Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM

0 1 12

Kemampuan Memangsa Rhynocoris Fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota Thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) Dan Spodoptera Litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Di Laboratorium

0 0 10

Kemampuan Memangsa Rhynocoris Fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota Thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) Dan Spodoptera Litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Di Laboratorium

0 3 15

Kemampuan Memangsa Rhynocoris Fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota Thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) Dan Spodoptera Litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Di Laboratorium

0 0 12