Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

(1)

EFEKTIVITAS Beauveria bassiana (Bals.) Vuill TERHADAP Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH :

HANNA FRANSISCA. S 100301054

AGROEKOTEKNOLOGI/HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

EFEKTIVITAS Beauveria bassiana (Bals.) Vuill TERHADAP Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH :

HANNA FRANSISCA. S 100301054

AGROEKOTEKNOLOGI/HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

Judul : Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

Nama : Hana Fransisca. S

Nim : 100301054

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS.) (Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si)

Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr.Ir. T. Sabrina, M.Sc Ketua Program Studi Agroekoteknologi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(4)

ABSTRACT

Hanna Fransisca S, “Effectiveness Of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Against Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) on Oil Palm”, supervised by Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. and Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. The objective of research was to determine the efectiveness B. bassiana against larvae Spodoptera litura on oil palm.

The research was held in research field of Asian Agri Tebing Tinggi, Norths Sumatera from April until September 2015. The methode used Randomized Block Design (BRD) factorial with two factors and three replications. The first was concentration of B. bassiana (K) (control, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) and the second one was larvae instar (I) (2nd, 3rd, 4th ).

The result showed that concentration of entomopathogen significantly affected mortality of larvae. The highest concentration (25 g/ l) of the fungus killed 57,77% of the 2nd larvae instar. The infected larvae going slow and lazy, decreasing apettite, hardening, died, and finally covered by white mycelium of B. bassiana. The highest damage intensity was found at 2nd larvae instar (22,67%) and the lowest was 4th larvae instar (0,67%).


(5)

ABSTRAK

Hanna Fransisca S, “Uji Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” dibawah bimbingan Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS. dan Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya efektivitas Beauveria bassiana terhadap Spodoptera litura Pada Tanaman Kelapa Sawit.

Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri Tebing Tinggi, Sumatera Utara, pada bulan April sampai dengan September 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi B. bassiana (K) (kontrol, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) dan Faktor kedua adalah instar larva (I) (instar 2, instar 3, instar 4).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi entomopatogen berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva. Mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 25 g/l yaitu 57,78% pada instar 2. S.litura yang terinfeksi jamur B. bassiana pada awalnya bergerak lambat, selera makan menurun, tubuh mengeras, mati, dan pada akhirnya tubuh S.litura akan diselimuti miselium B. bassiana yang berwarna putih. Intensitas serangan tertinggi pada larva instar 2 (22,67%) dan intensitas serangan terendah pada larva instar 4 (0,67%).


(6)

RIWAYAT HIDUP

Hanna Fransisca S, dilahirkan di Kandis, pada tangal 23 Juni 1992 dari pasangan Ayah Hasudungan Samosir dan Ibu Ros Swedy Bakara. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :  Lulus dari SD Santo Yosef Duri pada tahun 2004

 Lulus dari SMP Santo Yosef Duri pada tahun 2007  Lulus dari SMA Negeri 2 Mandau pada tahun 2010

 Tahun 2010 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur UMB.

Selama masa kuliah, penulis aktif sebagai anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), anggota PEMA (Pemerintahan Mahasiswa) FP USU, Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi.

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN II Kebun Sawit Seberang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS., sebagai Ketua dan Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si sebagai Anggota, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang berguna bagi semua orang.

Medan, Desember 2015


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura ... 4

Biologi Hama ... 4

Gejala Serangan ... 6

Beauveria bassiana ... 7

Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana ... 8

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

Bahan dan Alat Penelitian ... 8

Metode Penelitian ... 8

Pelaksanaan Penelitian ... 10

Penyediaan Entomopatogen ... 10

Perhitungan Larva... 10

Pembuatan Suspensi B. bassiana... 11

Aplikasi ... 11

Peubah Amatan ... 11

Tingkat Mortalitas ... 11

Gejala Kematian ... 12

Persentase Serangan ... 12 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Hlm

1 Rataan mortalitas (%) pada S.litura 18


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

1 Telur Spodoptera litura 4

2 larva Spodoptera litura 5

3 Pupa S. litura 6

4 Imago S. litura 6

5 Gejala serangan S. litura 7

6 Konidia Beauveria bassiana 8

7 Jamur B. bassiana dalam media beras jagung 13

8 Gejala kematian larva S. litura 19


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hlm

1 Bagan penelitian 26

2 Lampiran 2.Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 1 hsa(%)

27

3 Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 2 hsa(%) 28 4 Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 3 hsa(%) 29 5 Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 4 hsa(%) 31 6 Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 5 hsa(%) 33 7 Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 6 hsa(%) 35 8 Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 7 hsa(%) 37 9 Rataan Intensitas serangan S. litura pengamatan 1 hsa(%) 39 10 Rataan Intensitas serangan S. litura pengamatan 2-7 hsa(%) 42


(12)

ABSTRACT

Hanna Fransisca S, “Effectiveness Of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Against Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) on Oil Palm”, supervised by Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. and Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. The objective of research was to determine the efectiveness B. bassiana against larvae Spodoptera litura on oil palm.

The research was held in research field of Asian Agri Tebing Tinggi, Norths Sumatera from April until September 2015. The methode used Randomized Block Design (BRD) factorial with two factors and three replications. The first was concentration of B. bassiana (K) (control, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) and the second one was larvae instar (I) (2nd, 3rd, 4th ).

The result showed that concentration of entomopathogen significantly affected mortality of larvae. The highest concentration (25 g/ l) of the fungus killed 57,77% of the 2nd larvae instar. The infected larvae going slow and lazy, decreasing apettite, hardening, died, and finally covered by white mycelium of B. bassiana. The highest damage intensity was found at 2nd larvae instar (22,67%) and the lowest was 4th larvae instar (0,67%).


(13)

ABSTRAK

Hanna Fransisca S, “Uji Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” dibawah bimbingan Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS. dan Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya efektivitas Beauveria bassiana terhadap Spodoptera litura Pada Tanaman Kelapa Sawit.

Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri Tebing Tinggi, Sumatera Utara, pada bulan April sampai dengan September 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi B. bassiana (K) (kontrol, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) dan Faktor kedua adalah instar larva (I) (instar 2, instar 3, instar 4).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi entomopatogen berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva. Mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 25 g/l yaitu 57,78% pada instar 2. S.litura yang terinfeksi jamur B. bassiana pada awalnya bergerak lambat, selera makan menurun, tubuh mengeras, mati, dan pada akhirnya tubuh S.litura akan diselimuti miselium B. bassiana yang berwarna putih. Intensitas serangan tertinggi pada larva instar 2 (22,67%) dan intensitas serangan terendah pada larva instar 4 (0,67%).


(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Industri minyak sawit merupakan kontributor penting dalam produksi di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cerah. Industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan pemprosesan selanjutnya (Sunarko, 2009)

Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) 2011 dari Direktorat Jenderal Perkebunan, luas areal kelapa sawit di Indonesia cenderung meningkat selama tahun 2000-2011. Perkebunan Besar Swasta (PBS) mendominasi luas areal kelapa sawit, diikuti oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Tahun 2011 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 8,91 juta ha, dengan rincian luas areal PBS sebesar 4,65 juta ha (52,22%), luas areal PR sebesar 3,62 juta ha (40,64%), dan luas areal PBN sebesar 0,64 juta ha (7,15%) (Dirjen Perkebunan, 2013).

Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti serangan beberapa jenis hama, penyakit dan gangguan dari gulma. Jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit yang harus mendapat perhatian lebih selama perkembangan kelapa sawit, mengingat potensinya yang besar dalam menimbulkan kerusakan maupun kerugian adalah Apogonia sp. dan kumbang Adoretus sp, Setothosea asigna V. Eecke, Setora nitens Walker, Oryctes rhinoceros L, Tiratabaha sp dan Mahasena corbetti Tams sedangkan jenis-jenis penyakit Ganoderma spp, Botryodiploidia palmarum, Glomerella cingulata, Melanconium elaeidis dan Culvularia eragrostidis (Allorerung et al., 2010).


(15)

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan hama penting yang banyak menyerang tanaman budidaya. Ulat grayak bersifat polifag dan dapat menyerang daun dan buah pada tanaman perkebunan, tanaman palawija serta tanaman pangan mulai dari fase vegetatif sampai fase generatif. Larva yang masih muda umumnya menyerang secara berkelompok (Djamilah et al., 2010)

Penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan resistensi, resurjensi, dan musnahnya musuh alami. Kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen sebagai pengendali hayati populasi serangga hama adalah memiliki spektrum yang luas dan berpotensial untuk mengendalikan berbagai ordo serangan, mempunyai kapasitas produksi yang tinggi, siklus hidup relatif pendek dan mampu membentuk spora yang tahan terhadap pengaruh lingkungan (Prayogo et al., 2005).

Salah satu alternatif pengendalian yang dapat digunakan adalah dengan patogen serangga, khususnya jamur entomopatogen B. bassiana. Efektivitas B. bassiana sebagai pengendali sejumlah serangga hama sudah banyak dibuktikan melalui berbagai penelitian (Thungrabeab dan Tongma, 2007).

Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Iga, 2007).

Jamur B. bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. Jamur ini ternyata memiliki spektrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga hama tanaman (Dinata, 2006)

Sejak tahun 2011, Spodoptera litura menyerang tanaman kelapa sawit di Desa Negeri lama, Kecamatan Bilah hilir, Kabupaten Labuhan batu, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data dari PT. Hari Sawit Jaya, jumlah pokok terserang di Kebun


(16)

Negeri Lama Selatan periode Januari sampai Oktober 2014 yaitu 33, 634, 274, 496, 281, 121, 314, 915, 453, 1686 pohon.

Berdasarkan masalah diatas perlu dilakukan pengujian B. bassiana terhadap S. litura pada tanaman kelapa sawit. Penulis merasa tertarik untuk melakukan uji jamur entomopatogen dalam mengendalikan S. litura.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill terhadap Spodoptera litura pada tanaman kelapa sawit. Hipotesis Penelitian

- Ada pengaruh perbedaan konsentrasi B. Bassiana terhadap mortalitas Spodoptera litura

- Ada pengaruh perbedaan instar larva yang diaplikasi B. bassiana terhadap mortalitas Spodoptera litura

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang pada daun atau bagian tanaman lainnya (Gambar 1). Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina (Deptan, 2010).

Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur diletakkan, kemudian beberapa hari setelah itu ulat berpencar. Stadium ulat terdiri atas enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari (Prayogo et al., 2005).

Gambar 1 : telur Spodoptera litura

Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm (Gambar 2). Lama stadium larva 10 – 14 hari (Erwin, 2000).

Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007) Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari


(18)

larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007)

Gambar 2 : larva Spodoptera litura

Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan berwarna cokelat mengkilat (Gambar 3). Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari (Cardona et al., 2007) .

Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari, pupa 8 - 11 hari (Marwoto danSuharsono, 2008).


(19)

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Gambar 4). Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km (Marwoto dan Suharsono, 2008)

Gambar 4: Imago S. litura Gejala Serangan

Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun (Tenrirawe dan Talanca, 2008).


(20)

Jamur entomopatogen Beauveria bassiana

Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007).

Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan paralis secara agresif pada larva dan imago serangga. Beberapa jenis racun yang telah berhasil diisolasi dari B. bassiana antara lain beauvericine, beauverolide, isorolide dan zat warna serta asam oksalat (Mahr, 2003).

Karakteristik B. Bassiana

Miselia jamur B. Bassiana bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4 ��, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil dari 2 ��(Utomo dan Pardede, 1990)

Jamur entomopatogen B. Bassiana memproduksi beauvericin yang mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan inti sel serangga inang. Seperti umumnya jamur, B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu dengan menempelkan konidia pada integumen. Perkecambahan konidia terjadi dalam 1-2 hari kemudian dan menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang terinfeksi biasanya akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun, 3-5 hari kemudian mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen (Deciyanto dan Indrayani, 2009)

Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang. Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi


(21)

lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa. Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni (Gandjar dkk, 2006).

Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana

Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm

Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi B. bassiana

Toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva. Pada permukaan tubuh serangga yang telah mati dan menjadi mumi muncul miselium yang berwarna putih, mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Ciri

khas serangga hama mati terinfeksi cendawan

B . bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit / kutikula(Wahyudi ,2002)

Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana

Terdapat empat tahap etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh jamur. Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh


(22)

serangga inang. Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh serangga. Keempat adalah destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimf dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya (Prayogo dan Suharsono, 2005).

B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh. Penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora dan kutikula. Hifa fungi mengeluarkan enzim kitinase, lipase, dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun kutikula seragga. Di dalam tubuh, hifa berkembang dan masuk ke dalam pembuluh darah. Disamping itu, B. Bassiana juga menghasilkan toksin seperti beauverisin,beauverolit, bassianalit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan kematian (Mahr, 2003)

Secara morfologis, semua konidia homogen dengan berbagai ukuran dari konidia tunggal sampai konidia yang bergerombol selain adanya kelompok hifa yang menunjukkan tahapan perkembangan konidia pada kutikula serangga. Tanda adanya hifa yang menetrasi tubuh serangga banyak dijumpai pada bagian abdomen (Suryadi dan Kadir, 2007).


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang pada daun atau bagian tanaman lainnya (Gambar 1). Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina (Deptan, 2010).

Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur diletakkan, kemudian beberapa hari setelah itu ulat berpencar. Stadium ulat terdiri atas enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari (Prayogo et al., 2005).

Gambar 1 : telur Spodoptera litura

Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm (Gambar 2). Lama stadium larva 10 – 14 hari (Erwin, 2000).

Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007) Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari


(24)

larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007)

Gambar 2 : larva Spodoptera litura

Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan berwarna cokelat mengkilat (Gambar 3). Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari (Cardona et al., 2007) .

Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari, pupa 8 - 11 hari (Marwoto danSuharsono, 2008).


(25)

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Gambar 4). Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km (Marwoto dan Suharsono, 2008)

Gambar 4: Imago S. litura Gejala Serangan

Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun (Tenrirawe dan Talanca, 2008).


(26)

Jamur entomopatogen Beauveria bassiana

Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007).

Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan paralis secara agresif pada larva dan imago serangga. Beberapa jenis racun yang telah berhasil diisolasi dari B. bassiana antara lain beauvericine, beauverolide, isorolide dan zat warna serta asam oksalat (Mahr, 2003).

Karakteristik B. Bassiana

Miselia jamur B. Bassiana bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4 ��, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil dari 2 ��(Utomo dan Pardede, 1990)

Jamur entomopatogen B. Bassiana memproduksi beauvericin yang mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan inti sel serangga inang. Seperti umumnya jamur, B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu dengan menempelkan konidia pada integumen. Perkecambahan konidia terjadi dalam 1-2 hari kemudian dan menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang terinfeksi biasanya akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun, 3-5 hari kemudian mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen (Deciyanto dan Indrayani, 2009)

Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang. Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi


(27)

lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa. Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni (Gandjar dkk, 2006).

Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana

Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm

Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi B. bassiana

Toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva. Pada permukaan tubuh serangga yang telah mati dan menjadi mumi muncul miselium yang berwarna putih, mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Ciri

khas serangga hama mati terinfeksi cendawan

B . bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit / kutikula(Wahyudi ,2002)

Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana

Terdapat empat tahap etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh jamur. Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh


(28)

serangga inang. Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh serangga. Keempat adalah destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimf dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya (Prayogo dan Suharsono, 2005).

B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh. Penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora dan kutikula. Hifa fungi mengeluarkan enzim kitinase, lipase, dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun kutikula seragga. Di dalam tubuh, hifa berkembang dan masuk ke dalam pembuluh darah. Disamping itu, B. Bassiana juga menghasilkan toksin seperti beauverisin,beauverolit, bassianalit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan kematian (Mahr, 2003)

Secara morfologis, semua konidia homogen dengan berbagai ukuran dari konidia tunggal sampai konidia yang bergerombol selain adanya kelompok hifa yang menunjukkan tahapan perkembangan konidia pada kutikula serangga. Tanda adanya hifa yang menetrasi tubuh serangga banyak dijumpai pada bagian abdomen (Suryadi dan Kadir, 2007).


(29)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri di Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat + 15 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bibit tanaman kelapa sawit berumur 5 bulan, larva Spodoptera litura, Beauveria bassiana, akuades, tissue, label, serta bahan pendukung lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hand sprayer, gelas ukur, cork borer, petridish, kuas, termometer, wadah plastik, alat tulis, kamera, serta alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial terdiri dari 2 faktor yaitu :

Faktor 1 : Konsentrasi B. bassiana K0 = Kontrol

K1 = 10 g/l akuades K2 = 15 g/l akuades K3 = 20 g/l akuades K4 = 25 g/l akuades


(30)

I1 = larva instar 2 I2 = larva instar 3 I3 = larva instar 4 Dengan Kombinasi :

K0I1 K1I1 K2I1 K3I1 K4I1

K0I2 K1I2 K2I2 K3I2 K4I2

K0I3 K1I3 K2I3 K3I3 K4I3

Masing-masing perlakuan terdiri dari 2 ulangan, dengan rumus: (t-1) (r-1) ≥ 15

(15-1) (r-1) ≥ 15 14 (r-1) ≥ 15 14r – 14 ≥ 15 14r ≥ 29 r ≥ 2.07 Ulangan : 3

Model linier yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Yijk = µ + ρi+αj+ βk+ (αβ)jk + Eijk

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

αj = efek perlakuan ke j ρi = efek blok ke i

βk = efek perlakuan ke k


(31)

Eijk = efek eror dari ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j dan perlakuan ke k

PELAKSANAAN PENELITIAN Penyediaan Entomopatogen

Jamur B. bassiana diperoleh dari Balai Buah dan Sayuran Tongkoh Brastagi dalam media PDA (Potato dextrose Agar). Dibuat media perbanyakan jamur yang terbuat dari campuran beras dan jagung dengan perbandingan 2:1, lalu dimasukkan ke dalam plastik berukuran 5kg. Dipotong B. bassiana yang tumbuh di PDA dengan cork borer, lalu dimasukkan ke dalam plastik. Ditutup plastik dengan corong yang telah ditutup kapas dibagian tengahnya. Selanjutnya media perbanyakan di inkubasi selama 4-5 hari dengan suhu ruang, lalu dimasukkan ke ruangan pengeringan selama 1 mingu.

Gambar 7. Jamur B. bassiana dalam media beras jagung Penyediaan S. litura

Dikumpulkan koloni telur S. litura dari lapangan, lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik berdiameter 16cm dan tinggi 15cm. Dimasukkan pakan segar yaitu daun kelapa sawit. Setelah telur menetas, dipisahkan larva instar 1 ke wadah lain dan diberi pakan daun kelapa sawit. Makanan larva diganti setelah habis atau sudah tidak segar lagi. Kotoran larva yang terkumpul di dalam wadah harus dibersihkan setiap hari.


(32)

Setelah larva berganti kutikula sampai instar 4, diambil larva dan diinokulasikan pada bibit kelapa sawit sebanyak 10 ekor setiap tanaman.

Pembuatan suspensi B. bassiana

Jamur B. bassiana ditimbang sesuai perlakuan (10g, 15g, 20g, 25g) lalu diitambahkan 1 liter akuades. Kemudian diaduk hingga homogen.

Aplikasi B. bassiana

Suspensi B. bassiana disemprotkan pada seluruh pelepah tanaman kelapa sawit dengan handsprayer. Aplikasi B. bassiana dilakukan pada bibit tanaman berumur 5 bulan. Pada perlakuan kontrol, tanaman hanya disemprot dengan akuades. Selama percobaan, suhu dan kelembaban diukur dengan thermohigrometer.

Pengamatan larva yang terinfeksi

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati setiap hari, gejala kematian larva dan mengamati apakah larva mati karena terinfeksi jamur entomopatogen. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah aplikasi hingga 7 hari setelah aplikasi (hsa).

Parameter Pengamatan

1. Tingkat Mortalitas Spodoptera litura (%)

Pengamatan mortalitas Spodoptera litura dilakukan setiap hari setelah aplikasi,

terhitung 6 hari pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati. Persentase mortalitas larva dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

P = a x 100% b

Keterangan :

P = Persentase mortalitas a = Jumlah larva yang mati b = Jumlah total larva


(33)

2. Gejala Kematian

Pengamatan dilakukan setiap hari setelah aplikasi dan dicatat bagaimana munculnya gejala infeksi.

3. Intensitas serangan S. litura

Persentase serangan S. Litura dihitung setiap hari pengamatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

�� = ∑ ���� � %

Keterangan:

n = jumlah daun dalam tiap kategori serangan (1–4) v = nilai skala dari tiap kategori serangan

Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi N = jumlah daun yang diamati

Nilai skala untuk setiap kategori serangan hama S. litura : serangan 0 = tidak ada serangan

serangan 1 = luas daun yang dimakan 1–25% serangan 2 = luas daun yang dimakan 26–50% serangan 3 = luas daun yang dimakan 51–75% serangan 4 = luas daun yang dimakan 76–100% (Townsend & Hueberger, 1976).

Untuk penilaian tingkat kerusakan dilakukan dengan skoring berdasarkan kriteria klasifikasi Unterstenhofer (1963) dengan sedikit modifikasi, seperti disajikan pada tabel.


(34)

Tingkat Kerusakan

Tanda Kerusakan yang Terlihat pada Daun Nilai

Sehat Kerusakan daun > 5% 0

Ringan Kerusakan daun > 5%->25% 1 Agak berat Kerusakan daun > 25%->50% 2 Berat Kerusakan daun > 50%->75% 3 Sangat berat Kerusakan daun > 75%->100% 4


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Mortalitas S. litura.

Tabel 1. Persentase mortalitas (%) S.litura pada berbagai konsentrasi pada hari 1-7 hari setelah aplikasi (hsa)

Konsentrasi

hsa

1 2 3 4 5 6 7

K0 0 0 0,00 c 0,00 d 0,00 c 0,00 d 0,00 d K1 0 0 2,22 b 14,44 c 27,78 b 32,22 c 41,11 c K2 0 0 5,56 ab 17,78 bc 31,11 b 43,33 b 51,11 b K3 0 0 7,78 a 27,78 a 45,56 a 53,33 a 54,44 ab K4 0 0 5,56 ab 24,44 ab 46,67 a 54,44 a 57,78 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test. hsi: hari setelah aplikasi.

K0: kontrol, K1: 10 g/l, K2: 15 g/l, K3: 20 g/l, K4:25 g/l

Dari tabel 1 dapat dilihat pada perlakuan konsentrasi berbeda nyata terhadap mortalitas hama S. litura. Mortalitas tertinggi ditemukan pada konsentrasi B. bassiana 25gr/l sebesar 57,78%. Sedangkan pada perlakuan kontrol tidak ada yang mati hingga hari ketujuh. Hal ini menunjukkan pemanfaatan jamur B. bassiana dengan konsentrasi yang semakin tinggi menyebabkan semakin banyak konidia yang menempel pada inang sasaran maka akan semakin cepat menginfeksi hama S. litura dan penetrasi ke tubuh hama tersebut semakin cepat yang mengakibatkan mortalitas hama juga meningkat. Hal ini didukung dengan pernyataan Indrayani et al. (2013) yang menyatakan bahwa

mortalitas larva Helicoperva armigera pada perlakuan konsentrasi B. bassiana meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi konidia.

Dari tabel 1 diketahui bahwa larva mulai mati pada hari ketiga. Hal ini terjadi karena jamur membutuhkan waktu mulai dari konidia jamur berkecambah hingga miselium berkembang di tubuh larva. Deciyanto dan Indrayani (2009) menyatakan bahwa perkecambahan konidia jamur terjadi dalam 1-2 hari kemudian dan

menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang terinfeksi biasanya akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun, 3-5 hari kemudian mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen


(36)

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa larva yang diaplikasi B. bassiana dapat mencapai mortalitas 57,78% pada perlakuan 25gr/l B. bassiana, sedangkan pada

perlakuan kontrol mortalitas 0% . Hal ini menunjukkan bahwa jamur B. bassiana efektif dalam mengendalikan hama S. litura. Hal ini disebabkan karena jamur entomopatogen dapat membunuh hama S. litura dengan merusak saluran pencernaan serangga sehingga serangga malas makan. Mahr (2003) menyatakan bahwa B. bassiana juga menghasilkan toksin seperti beauverisin, beauverolit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan kematian.

Tabel 2. Persentase mortalitas (%) S. litura pada berbagai instar Instar

larva

hsa

1 2 3 4 5 6 7

I1 0 0 8,00 a 24,00 a 36,67 a 42,00 a 48,00 a I2 0 0 2,67 b 15,33 b 29,33 b 37,33 ab 40,00 b I3 0 0 2,00 b 11,33 c 24,67 c 32,00 b 34,67 c Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test. hsi: hari setelah aplikasi.

I1: larva instar 2,I2: larva instar 3, I2: larva instar 4

Pada tabel 2 diketahui bahwa instar larva terinfeksi tertinggi pada instar 2 yang mencapai 48% dan terendah yaitu instar 4 mencapai 34,67%. Hal ini terjadi karena lapisan kutikula larva instar 2 lebih tipis dibandingkan dengan larva instar 3 dan 4. Jamur masuk ke tubuh larva melalui kutikula dan menepel di integumen larva. Hal ini didukung dengan pernyataan Deciyanto dan Indrayani (2009) bahwa jamur masuk ke tubuh serangga melalui kutikula dimana konidia jamur menempel pada integumen S. litura lalu memproduksi beauvericin yang mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan inti sel.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa mortalitas pada instar 2 lebih tinggi dibandingkan instar yang lain, hingga mencapai 48%. Hal ini terjadi karena

metabolisme tubuh larva instar 2 lebih rentan dan lemah sehingga penetrasi jamur di dalam tubuh larva lebih efektif sehingga enzim kitinase, lipase dan proteinase yang mampu menguraikan komponen penyusun kutikula dan melemahkan tubuh larva hingga


(37)

menyebabkan kematian. Hal ini didukung oleh pernyataan Mahr (2003) menyatakan bahwa B. bassiana dapat mengeluarkan hifa yang menghasilkan beurerisin, beuveroloit, bassialit, isorolit dan asam oksalat yang dapat menyebabkan kenaikan pH,

penggumpalan serta terhentinya peredaran darah serta merusak saluran pencernaan, otot, system syaraf, dan pernapasan yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

Dari rataan tabel 1 diatas dapat dilihat pada perlakuan instar larva dan kombinasi antara instar larva dan konsentrasi jamur tidak berbeda nyata terhadap mortalitas hama S. litura. Dalam hal ini jamur B. bassiana menyerang hama S. litura pada semua stadia. Hal ini menunjukkan jamur B. bassiana efektif mengendalikan hama S. litura pada semua stadia hama. Mahr (2003), Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan paralis secara agresif pada larva dan imago serangga.

Keefektifan jamur B. bassiana dalam menginfeksi serangga hama dipengaruhi banyak faktor diantaranya ialah faktor kelembapan lingkungan dan suhu. Jamur memerlukan kelembapan yang tinggi untuk melakukan perkecambahan konidia dan sporulasi pada permukaan tubuh serangga. Selama penelitian berlangsung kelembapan lingkungan sekitar sekian dan suhu sekitar sekian. Herlinda dkk (2008), Suhu rata-rata 25,91 oC dan kelembaban nisbi udara relatif 84,42% di ruangan penelitian mendukung kehidupan jamur B. bassiana dan Metarhizium sp. Kedua faktor ini sangat penting dalam mempengaruhi kemampuan spora berkecambah dan menginfeksi nimfa S. furcifera.

Gejala Kematian S.litura

a

b


(38)

Gambar 7. Gejala kematian larva S. litura (a= larva mati b=tubuh larva mengeras, c=spora jamur mulai tampak pada bangkai larva, d=tubuh larva dipenuhi miselium

jamur)

Sumber : foto langsung

Hama S.litura yang terinfeksi jamur B. bassiana pada awalnya hama malas bergerak (gerakannya lamban) untuk pindah tempat makan dan pada akhirnya tidak dapat bergerak. Setelah itu tubuh S.litura akan memumifikasi dan ditumbuhi miselium-miselium jamur berwarna putih yang menyelimuti tubuh S. litura. Hal ini sesuai dengan peryataan Wahyuni (2002), ciri khas serangga hama mati terinfeksi cendawan B.

bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit / kutikula.

B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh. B. bassiana mengeluarkan toksin yang menyebabkan terhentinya peredaran darah dan merusak organel sel larva. Hal ini didukung dengan pernyataan Wahyuni (2002), toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva.


(39)

Hasil pengamatan intensitas serangan S. litura mulai dari 1 Hsi hingga 7 Hsi. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara

perlakuan konsentrasi, instar larva, dan kombinasi antar perlakuan.

Gambar 8. Intensitas serangan S. litura Sumber : foto langsung

Dari tabel 2 dapat dilihat intensitas serangan hama S. litura dari satu hari setelah introduksi hingga tujuh hari setelah introduksi sebesar 25%. Hal ini menunjukkan hama

S. litura dalam jumlah sedikit (dua ekor per daun) tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Pernyataan ini didukung dengan pernyataan Tenrirawe dan Talanca (2008), larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja.


(40)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

K0I1 25 25 25 75,00 25,00

K0I2 25 25 25 75,00 25,00

K0I3 0 0 0 0,00 0,00

K1I1 25 25 25 75,00 25,00

K1I2 25 25 25 75,00 25,00

K1I3 0 0 0 0,00 0,00

K2I1 25 25 25 75,00 25,00

K2I2 25 25 25 75,00 25,00

K2I3 0 0 0 0,00 0,00

K3I1 25 25 25 75,00 25,00

K3I2 25 25 25 75,00 25,00

K3I3 0 0 0 0,00 0,00

K4I1 25 25 25 75,00 25,00

K4I2 25 25 25 75,00 25,00

K4I3 0 0 0 0,00 0,00

Total 250,00 250,00 250,00 750,00


(41)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rataan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (25 gr B. bassiana + 1 liter air ) yaitu 66,67%, sedangkan rataan mortalitas terendah terdapat pada perlakuan K0 (kontrol) yaitu 0%.

2. Faktor Instar stadia larva dan kombinasi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva.

3. Adapun gejala kematia larva S. litura yang terinfeksi jamur entomopatogen yaitu malas bergerak dan malas makan, hingga akhirnya larva mati. Setelah larva mati akan tumbuh miselium jamur B. bassiana yang berwarna putih.

4. Intensitas serangan yang diakibatkan oleh 10 larva yang diintroduksi pada tanaman kelapa sawit dikategorikan ringan, karena serangan mencapai kurang dari 25%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai uji efektivitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana untuk mengendalikan Spodoptera litura yang menyerang tanaman kelapa sawit.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Allorerung D, M Syakir, Z Poeloengan, Syafaruddin dan W Rumini. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media, Bogor.

Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common Cutworm, Spodoptera Litura Fabricius (Noctuidae ; Lepidoptera) In Benguet. Progress Report. BSU Research In- House Review

Deciyanto, S dan I. Indriyani. 2009. Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana : Potensi dan Prospeknya dalam Pengendalian Hama Tungau. Vol. 8 No. 2 / Desember 2008:65 - 73

Departemen Pertanian (Deptan). 2010. Pengendalian Ulat Grayak. Diunduh dari http://www.Deptan.go.id. (12 November 2014)

Dinata, A. 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan. Diakses dari :

http:// www.Pikiran-rakyat.com/cetak/044/15/cakrawala/penelitian. Tanggal 24 maret 2009

Dirjen Perkebunan. 2013. Kelapa Sawit. Pusat data dan informasi Pertanian, Jakarta. Djamilah, Nadrawati, dan M. Rosi. 2010. Isolasi Steinernema Dari Tanah Pertanaman

Jagung Di Bengkulu Bagian Selatan Dan Patogenesitasnya Terhadap Spodoptera litura F. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.

Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.

Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal dan Ariyanti Oetari, 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta.

Herlinda S, Hartono dan C Irsan. 2008.

Kiswanto JH, Purwanta dan B Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi pertanian, Bogor. Mahr S. 2003. The Entomopathogen Beauveria bassiana. University of Winconsin,

Madison. Diakses dari http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf410.html. Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat

Grayak (spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 27(4) 2008.


(43)

Diunduh dari http://www.Deptan.go.id/Publikasi/pdf. (12 November 2014).

Prayogo, Y. dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Penghisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii. Jur. Litbang Pertanian 24 (4) : 123-130.

Prayogo, Y.W.Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae Pada Kedelai. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 24(1) 2005. Diunduh dari http://www.Deptan.go.id/publikasi.pdf

(12 November 2014).

Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B.Bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Suryadi, Y. dan T. S. Kadir. 2007. Pengamatan Infeksi Jamur Patogen Serangga Metarhizium anisopliae (Metsch. Sorokin) pada Wereng Coklat.

Berita Biologi 8(6) : 501-507.

Tenrirawe, A & Pabbage, M. S. 2007. Pengendalian penggerek batang jagung (Ostrinia

Furnacalis G) dengan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L)”. Proseding

seminar ilmiah & pertemuan tahunan PEI & PFI XVIII komda sul-sel, 2007. Thungrabeab, M. and S. Tongma. 2007. Effect of entomopathogenic fungi, Beauveria

bassiana (Balsamo) and Metarhizium anisopliae (Metsch) on non target insects. KMITL Sci. Tech. J. 7 (S1): 8-12.

Townsend & Hueberger. 1948. In Uenterstenhofer, G. 1976. The Basic Principle of Crop Protection Fields Trials. Pflanzenshut z-Nachrichten Bayer AG. Leverkusen.

Uenterstenhofer, G. 1963. Veterinary Parasitology. Department of Veterinary Parasitology. Faculty of Veterinary Medicine, The University of Glasgow. Scotland. Longman Scientific & Technical. Churchill Livingstone Inc. New York.

Wahyudi, P. 2002. Uji patogenitas kapang entomopatogen Beauveria bassiana Vuill. Terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Biosfera 19:1-5


(1)

Gambar 7. Gejala kematian larva S. litura (a= larva mati b=tubuh larva mengeras, c=spora jamur mulai tampak pada bangkai larva, d=tubuh larva dipenuhi miselium

jamur)

Sumber : foto langsung

Hama S.litura yang terinfeksi jamur B. bassiana pada awalnya hama malas bergerak (gerakannya lamban) untuk pindah tempat makan dan pada akhirnya tidak dapat bergerak. Setelah itu tubuh S.litura akan memumifikasi dan ditumbuhi miselium-miselium jamur berwarna putih yang menyelimuti tubuh S. litura. Hal ini sesuai dengan peryataan Wahyuni (2002), ciri khas serangga hama mati terinfeksi cendawan B.

bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit / kutikula.

B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh. B. bassiana mengeluarkan toksin yang menyebabkan terhentinya peredaran darah dan merusak organel sel larva. Hal ini didukung dengan pernyataan Wahyuni (2002), toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva.


(2)

Hasil pengamatan intensitas serangan S. litura mulai dari 1 Hsi hingga 7 Hsi. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara

perlakuan konsentrasi, instar larva, dan kombinasi antar perlakuan.

Gambar 8. Intensitas serangan S. litura Sumber : foto langsung

Dari tabel 2 dapat dilihat intensitas serangan hama S. litura dari satu hari setelah

introduksi hingga tujuh hari setelah introduksi sebesar 25%. Hal ini menunjukkan hama

S. litura dalam jumlah sedikit (dua ekor per daun) tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Pernyataan ini didukung dengan pernyataan Tenrirawe dan Talanca (2008),

larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok

dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal

tulang-tulang daun saja.


(3)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

K0I1 25 25 25 75,00 25,00

K0I2 25 25 25 75,00 25,00

K0I3 0 0 0 0,00 0,00

K1I1 25 25 25 75,00 25,00

K1I2 25 25 25 75,00 25,00

K1I3 0 0 0 0,00 0,00

K2I1 25 25 25 75,00 25,00

K2I2 25 25 25 75,00 25,00

K2I3 0 0 0 0,00 0,00

K3I1 25 25 25 75,00 25,00

K3I2 25 25 25 75,00 25,00

K3I3 0 0 0 0,00 0,00

K4I1 25 25 25 75,00 25,00

K4I2 25 25 25 75,00 25,00

K4I3 0 0 0 0,00 0,00

Total 250,00 250,00 250,00 750,00


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rataan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (25 gr B. bassiana + 1 liter air ) yaitu 66,67%, sedangkan rataan mortalitas terendah terdapat pada perlakuan K0 (kontrol) yaitu 0%.

2. Faktor Instar stadia larva dan kombinasi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva.

3. Adapun gejala kematia larva S. litura yang terinfeksi jamur entomopatogen yaitu malas bergerak dan malas makan, hingga akhirnya larva mati. Setelah larva mati akan tumbuh miselium jamur B. bassiana yang berwarna putih.

4. Intensitas serangan yang diakibatkan oleh 10 larva yang diintroduksi pada tanaman kelapa sawit dikategorikan ringan, karena serangan mencapai kurang dari 25%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai uji efektivitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana untuk mengendalikan Spodoptera litura yang menyerang tanaman kelapa sawit.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Allorerung D, M Syakir, Z Poeloengan, Syafaruddin dan W Rumini. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media, Bogor.

Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common Cutworm, Spodoptera Litura Fabricius (Noctuidae ; Lepidoptera) In Benguet. Progress Report. BSU Research In- House Review

Deciyanto, S dan I. Indriyani. 2009. Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana : Potensi dan Prospeknya dalam Pengendalian Hama Tungau. Vol. 8 No. 2 / Desember 2008:65 - 73

Departemen Pertanian (Deptan). 2010. Pengendalian Ulat Grayak. Diunduh dari http://www.Deptan.go.id. (12 November 2014)

Dinata, A. 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan. Diakses dari :

http:// www.Pikiran-rakyat.com/cetak/044/15/cakrawala/penelitian. Tanggal 24 maret 2009

Dirjen Perkebunan. 2013. Kelapa Sawit. Pusat data dan informasi Pertanian, Jakarta. Djamilah, Nadrawati, dan M. Rosi. 2010. Isolasi Steinernema Dari Tanah Pertanaman

Jagung Di Bengkulu Bagian Selatan Dan Patogenesitasnya Terhadap Spodoptera litura F. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.

Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.

Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal dan Ariyanti Oetari, 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta.

Herlinda S, Hartono dan C Irsan. 2008.

Kiswanto JH, Purwanta dan B Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi pertanian, Bogor. Mahr S. 2003. The Entomopathogen Beauveria bassiana. University of Winconsin,

Madison. Diakses dari http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf410.html. Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat

Grayak (spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 27(4) 2008.


(6)

Diunduh dari http://www.Deptan.go.id/Publikasi/pdf. (12 November 2014).

Prayogo, Y. dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Penghisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii. Jur. Litbang Pertanian 24 (4) : 123-130.

Prayogo, Y.W.Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae Pada Kedelai. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 24(1) 2005. Diunduh dari http://www.Deptan.go.id/publikasi.pdf

(12 November 2014).

Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B.Bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Suryadi, Y. dan T. S. Kadir. 2007. Pengamatan Infeksi Jamur Patogen Serangga Metarhizium anisopliae (Metsch. Sorokin) pada Wereng Coklat.

Berita Biologi 8(6) : 501-507.

Tenrirawe, A & Pabbage, M. S. 2007. Pengendalian penggerek batang jagung (Ostrinia Furnacalis G) dengan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L)”. Proseding seminar ilmiah & pertemuan tahunan PEI & PFI XVIII komda sul-sel, 2007. Thungrabeab, M. and S. Tongma. 2007. Effect of entomopathogenic fungi, Beauveria

bassiana (Balsamo) and Metarhizium anisopliae (Metsch) on non target insects. KMITL Sci. Tech. J. 7 (S1): 8-12.

Townsend & Hueberger. 1948. In Uenterstenhofer, G. 1976. The Basic Principle of Crop Protection Fields Trials. Pflanzenshut z-Nachrichten Bayer AG. Leverkusen.

Uenterstenhofer, G. 1963. Veterinary Parasitology. Department of Veterinary Parasitology. Faculty of Veterinary Medicine, The University of Glasgow. Scotland. Longman Scientific & Technical. Churchill Livingstone Inc. New York.

Wahyudi, P. 2002. Uji patogenitas kapang entomopatogen Beauveria bassiana Vuill. Terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Biosfera 19:1-5


Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera:Pyralidae) di Laboratorium

4 89 58

Uji Efektivitas Bacillus thuringiensis Berliner dan Beauveria bassiana Vui!! Terhadap Ulat Krop Crocidolomia binotalis ZeC (Lepidoptera : Pyralidae) Pada Tanaman Kubis di Laboratorium

2 59 84

Uji Efektifitas Beauveria bassiana (Balsamo) Dan Daun Lantana camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella Zell.) Di Gudang

1 40 72

Entomopatogenik Beauveria Bassiana Vuill. Dari Berbagai Media Tumbuh Terhadap Hama Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kasa

1 35 75

Patogenisitas Beauveria Bassiana Pada Spodoptera Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

2 66 42

KARAKTERISASI DAN VIRULENSI Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. PADA BERBAGAI MACAM BAHAN FORMULASI TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura Fabricius) PADA TANAMAN KEDELAI

0 5 18

Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

0 9 43

Abstract Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

0 0 2

Chapter I Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

0 0 9

Reference Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

0 1 2