Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla Untuk Menyerap Sulfida Dari Limbah Padat Peternakan Di Simalingkar B Medan

(1)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA UNTUK

MENYERAP SULFIDA DARI LIMBAH PADAT

PETERNAKAN DI SIMALINGKAR B MEDAN

TESIS

Oleh

BASTON PASARIBU

117006014/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA UNTUK

MENYERAP SULFIDA DARI LIMBAH PADAT

PETERNAKAN DI SIMALINGKAR B MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

BASTON PASARIBU

117006014/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

UNTUK MENYERAP SULFIDA DARI LIMBAH PADAT PETERNAKAN DI SIMALINGKAR B MEDAN

Nama Mahasiswa : BASTON PASARIBU Nomor Pokok : 117006014

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Jamahir Gultom, Ph.D) (Prof. Dr. Harlem Marpaung)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Basuki Wirjosoentono, MS,Ph.D) (Dr. Sutarman, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 April 2013

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Jamahir Gultom, Ph.D

Anggota : 1. Prof. Dr. Harlem Marpaung

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Zul Alfian, MSc

4. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil 5. Prof. Dr. Yunazar Majang


(5)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA

UNTUK MENYERAP SULFIDA DARI LIMBAH

PADAT PETERNAKAN DI SIMALINGKAR B MEDAN

TESIS

Saya menyatakan bahwa Tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing

disebutkan sumbernya.

Medan, 27 April 2013 Penulis,

BASTON PASARIBU NIM : 117006014


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Parinsoran, Kecamatan Garoga, Kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 05 September 1970, sebagai anak ke tiga dari S. Pasaribu / T. Br Siregar.

Penulis menjalani masa pendidikan di SD Negeri Parinsoran tamat tahun 1984, SMP Negeri Garoga tamat tahun 1987, SMA Negeri 1 Sibolga tamat tahun 1990. Kemudian melanjutkan pendidikan pada program D3 pendidikan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1993.

Pada tanggal 1 januari 1994, penulis diangkat sebagai guru Pegawai Negeri Sipil golongan II/C di SMA Negeri Parongil ,Dairi ,Sumatera Utara. Pada tahun 1998 penulis pindah tugas ke SMA Negeri 7 Medan sampai sekarang. Selanjutnya penulis mengikuti perkuliahan program S1 di Perguruan Tinggi Teladan Medan tamat pada tahun 2006. Pada bulan Juli tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan program magister di sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui BAPEDA Sumatera Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA UNTUK MENYERAP SULFIDA DARI LIMBAH PADAT PETERNAKAN DI SIMALINGKAR B MEDAN” .

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara c.q. BAPEDA Sumatera Utara, Pemerintah Kota Medan dan Dinas Pendidikan Kota Medan yang telah memberikan bantuan finansial dan surat izin belajar sehingga meringankan beban bagi penulis selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan tesis ini.

Dengan selesainya tesis ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH, Sp.A(K) MSc. Atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan Program Magister, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , Bapak DR. Sutarman, MSc dan Ketua Program Studi Kimia, Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D. Atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Jamahir Gultom, Ph.D Selaku Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Harlem Marpaung Selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan tulus dan penuh perhatian membimbing penulis sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosoentono,M.S,Ph.D ,Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil dan Bapak Prof.Dr. Zul Alfian, MSc. Selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.


(8)

3. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Program Studi Kimia Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membekali Penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

4. Istri tercinta ( MASNAULI br.ARITONANG) dan anak ( MARIE CURY, FERONICA NAOMI dan TIMOTHY CARLOS SIERA PASARIBU BONDAR ) yang merupakan semangat dan motivator bagi penulis selama mengikuti program pendidikan di Sekolah Pascasarjana.

5. Kepala SMA Negeri 7 Medan, Bapak Drs. Muhammad Daud, MM dan seluruh rekan Staf Pengajar dan Pegawai yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis selama mengikuti studi pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Teman-teman mahasiswa angkatan 2011 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana USU Medan. 7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pihak pembaca untuk kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap bahwa tesis ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan. Amin.

Hormat Penulis


(9)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA UNTUK

MENYERAP SULFIDA DARI LIMBAH PADAT

PETERNAKAN DI SIMALINGKAR B MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan studi pemanfaatan zeolit alam Sarulla untuk menyerap sulfida dari limbah (kotoran) ternak babi di Simalingkar B Medan. Contoh zeolit alam diambil secara acak dari desa Simangumban, Sarulla Kabupaten Tapanuli Utara. Jenis zeolit alam Sarulla ini diperiksa/diuji di Laboratorium TekMIRA PPTM Bandung. Contoh zeolit alam ini dihaluskan dan di ayak dengan ayakan 100 mesh. Serbuk yang diperoleh diaktivasi pada suhu 1750C. Contoh limbah ternak babi diambil secara acak berupa kotoran segar dari kandang ternak babi di Simalingkar B Medan , kemudian ditambahkan larutan NaOH 3 N diaduk dan dibiarkan selama 24 jam campuran ini disaring, filtratnya digunakan untuk menentukan sulfida sebelum dan sesudah penambahan zeolit. Penambahan zeolit terhadap sebanyak 100 mL larutan sulfida divariasi sebagai 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 90 gram. Kandungan sulfida sebelum dan sesudah penambahan zeolit aktif, ditentukan secara spektrofotometri

dengan pereaksi metilen biru pada λmax = 600 nm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa zeolit alam Sarulla jenis anortit-monmorilonit yang diaktifkan pada suhu 1750C dapat menyerap sulfida yang terdapat didalam limbah (faces) ternak babi dengan dosis 90 gram/50gram sampel pada saat dimana kandungan sulfida tidak lagi terdeteksi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa zeolit alam Sarulla yang diaktifkan pada suhu 1750C dapat dimanfaatkan untuk menyerap sulfida yang terdapat dalam limbah/faces ternak babi.


(10)

UTILISATION OF SARULLA NATURAL ZEOLITE TO ABSORB SULFIDE FROM VETERINARIAN SOLID WASTE IN SIMALINGKAR B

ABSTRACT

Studies have been conducted to show the utilization of natural zeolite Sarulla to absorb sulfide from waste (feces) of pigs in Simalingkar B Medan. The example of natural zeolite was taken randomly from Simangumban, Sarulla, North Tapanuli. This type of natural zeolite Sarulla was checked / tested in laboratory TekMIRA PPTM Bandung. The example of natural zeolite is crushed and sifted with a 100 mesh sieve. Obtained powder was activated at 175 0C. The example of pigs waste (feces) was taken randomly from the fresh feces of pigs in cages in Simalingkar B Medan , then it was added by 3 N NaOH solution, it was stirred and was allowed to stand for 24 hours. The mixture was filtered, and the filtrate was used to determine sulfide before and after the addition of zeolite. The addition of zeolite to 100 mL sulfide solution was varied as 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 and 90 grams. Sulfide content before and after the addition of active zeolite, was determined spectrophotometryly with methylene blue reagent at λmax = 600 nm. The results showed that the natural zeolite Sarulla, which is type of anortit- montmorillonite that was activated at 175 0C can absorb sulfide that was contained in the waste (faces) of pigs at a dose of 90 gram/50 gram sample at a time when sulphide content is no longer detected. Therefore it can be concluded that the natural zeolite Sarulla which was activated at 175 0C can be used to absorb sulfide that was contained in the waste / feces of pigs.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT ... ... iii

RIWAYAT HIDUP... ... v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah………... 3

1.3. Pembatasan Masalah ………... 3

1.4. Tujuan Penelitian ………... 4

1.5. Manfaat Penelitian ………... 4

1.6. Lokasi Penelitian ………... 4

1.7. Metodologi Penelitian………... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

2.1. Peternakan.………... 6

2.1. 1. Peternakan Babi ………....….. 6

2.1. 2. Penyebab bau kandang ternak babi... ……….. 7

2.1.3. Manur Babi...……… 7

2.1.4. Hidrogen Sulfida...……….... 9

2.1.5. Dampak Negatif Gas H2S terhadap Kesehatan …… 9


(12)

2.2. Zeolit ………... 11

2.2.1. Komposisi mineral Zeolit………... 12

2.2.2. Sifat-sifat Mineral Zeolit...………... 13

2.2.2.1. Struktur Zeolit... 14

2.2.2.2. Dehidrasi... 15

2.2.2.3. Daya Serap...…….………... 16

2.2.2.4. Penukar Ion...………… 16

2.2.3. Pengaktifan mineral Zeolit... ……… 17

2.2.3.1. Pengaktifan dengan Pemanasan...……… … 18

2.2.4. Zeolit Alam Sarulla……….... 19

2.3. Spektrofotometri Visibel... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………... 21

3.1. Lokasi Penelitian... 21

3.2. Bahan-bahan... ………... 21

3.3. Alat – Alat ………... 21

3.4. Prosedur Penelitian ………... 22

3.4.1. Pengambilan bahan zeolit... 22

3.4.2. Pengambilan Sampel ... 22

3.4.3. Pembuatan Reagent ……….... 22

3.4.3.1. Larutan H2SO4 (1:1)…... 22

3.4.3.2. Larutan HCl 3 N...…….. 23

3.4.3.3. Larutan NaOH 3 N... 23

3.4.3.4. Larutan FeCl3... 23

3.4.3.5. Larutan (NH4)2HPO4... 23


(13)

3.4.3.7. Larutan Induk Sulfida 1000mg/L...…….. 24

3.4.3.8. Larutan standar sulfida 100mg/L...……... 24

3.4.3.9. Larutan standar sulfida 10mg/L... 24

3.4.3.10. Larutan Seri Standar Sulfida 0,5:1,0;1,5;2 mg/L... 24

3.4.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Sulfida. 24 3.4.5. Pengukuran Blanko ... 25

3.4.6. Pengolahan Zeolit...……… 25

3.4.6.1. Preparasi Zeolit...…. 25

3.4.6.2. Aktivasi Zeolit... 25

3.4.7. Preparasi Limbah Peternakan Babi... 25

3.4.7.1. Destruksi Limbah Peternakan Babi... 25

3.4.7.2. Uji Kualifikasi Sulfida Terhadap hasil Destruksi limbah Peternakan... 26

3.4.7.3. Penentuan Sulfida yang diserap oleh zeolit aktif... 26

3.5. Bagan Penelitian... 27

3.5.1. Pengolahan Zeolit... 27

3.5.1.1. Preparasi Zeolit... 27

3.5.1.2. Aktivasi Zeolit... 27

3.5.2. Pembuatan larutan Induk Sulfida... 28

3.5.3. Pembuatan larutan Standar Sulfida 100 mg/L... 28

3.5.4. Pembuatan larutan 10 mg/L... 29

3.5.5. Pembuatan larutan Seri Standar Sulfida 0,0 ; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 mg/L ... 29

3.5.6. Pembuatan Kurva kalibrasi Larutan seri standar sulfida 30 3.5.7. Pengukuran Blanko ... 30


(14)

3.5.7.1. Destruksi Limbah Peternakan Babi... 31

3.5.7.2. Penentuan Sulfida yang diserap oleh Zeolit 32 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

4.1. Hasil Penelitian... 33

4.2. Pengolahan Data... 35

4.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk Kurva kalibrasi... 35

4.2.2. Koefisien Korelasi... .. 36

4.2.3. Perhitungan Konsentrasi Sulfida... 37

4.2.3.1. Sebelum penambahan zeolit... ... 37

4.2.3.2. Setelah penambahan zeolit... 37

4.2.3.3. Perhitungan jumlah sulfida yang terserap.... 38

4.3. Pembahasan... 39

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 44

5.1. Kesimpulan... 44

5.2. Saran... 44

DAFTAR PUSTAKA... 45


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Jumlah Manur Yang dihasilkan oleh Babi berdasarkan

Bobot Badan ... 8

2.2. Kandungan Zat Makanan didalam Manur Babi ... 8

2.3. Dampak Terpapar Gas Hidrogen Sulfida pada manusia ... 10

2.4. Klasifikasi beberapa Zeolit ... . 13

4.1. Data Pengukuran Absorbansi Sulfida dengan Penambahan Zeolit aktif dengan Variasi Suhu aktivasi ... . 33

4.2. Data Pengukuran Absorbansi Larutan Standar sulfida dengan Spektrofotometer Visible pada λmaks = 600 nm... . 34

4.3. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Sulfida sebelum dan sesudah penambahan zeolit aktif... 34

4.4. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi... 35


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Plot Absorbansi Vs Konsentrasi Larutan Standar Sulfida... . 47 2. Plot % Sulfida terserap Vs Berat Zeolit yang ditambahkan... 55


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Sulfida ... 47 2. Data Pengukuran Absorbansi Sulfida sebelum dan sesudah

penambahan zeolit aktif... 48 3. Perhitungan Konsentrasi Sulfida... 49 4. Perhitungan jumlah sulfida yang terserap... 52 5. Data penurunan konsentrasi sulfida didalam sampel oleh

penambahan Zeolit... 55 6. Data Pengujian Zeolit dari Laboratorium Pengujian

tekMIRA Bandung ... 56 7. Data karakterisasi Zeolit dari Laboratorium Pengujian

tekMIRA Bandung ... 57 8. Data Pengujian Zeolit dari Laboratorium Pengujian


(18)

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SARULLA UNTUK

MENYERAP SULFIDA DARI LIMBAH PADAT

PETERNAKAN DI SIMALINGKAR B MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan studi pemanfaatan zeolit alam Sarulla untuk menyerap sulfida dari limbah (kotoran) ternak babi di Simalingkar B Medan. Contoh zeolit alam diambil secara acak dari desa Simangumban, Sarulla Kabupaten Tapanuli Utara. Jenis zeolit alam Sarulla ini diperiksa/diuji di Laboratorium TekMIRA PPTM Bandung. Contoh zeolit alam ini dihaluskan dan di ayak dengan ayakan 100 mesh. Serbuk yang diperoleh diaktivasi pada suhu 1750C. Contoh limbah ternak babi diambil secara acak berupa kotoran segar dari kandang ternak babi di Simalingkar B Medan , kemudian ditambahkan larutan NaOH 3 N diaduk dan dibiarkan selama 24 jam campuran ini disaring, filtratnya digunakan untuk menentukan sulfida sebelum dan sesudah penambahan zeolit. Penambahan zeolit terhadap sebanyak 100 mL larutan sulfida divariasi sebagai 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 90 gram. Kandungan sulfida sebelum dan sesudah penambahan zeolit aktif, ditentukan secara spektrofotometri

dengan pereaksi metilen biru pada λmax = 600 nm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa zeolit alam Sarulla jenis anortit-monmorilonit yang diaktifkan pada suhu 1750C dapat menyerap sulfida yang terdapat didalam limbah (faces) ternak babi dengan dosis 90 gram/50gram sampel pada saat dimana kandungan sulfida tidak lagi terdeteksi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa zeolit alam Sarulla yang diaktifkan pada suhu 1750C dapat dimanfaatkan untuk menyerap sulfida yang terdapat dalam limbah/faces ternak babi.


(19)

UTILISATION OF SARULLA NATURAL ZEOLITE TO ABSORB SULFIDE FROM VETERINARIAN SOLID WASTE IN SIMALINGKAR B

ABSTRACT

Studies have been conducted to show the utilization of natural zeolite Sarulla to absorb sulfide from waste (feces) of pigs in Simalingkar B Medan. The example of natural zeolite was taken randomly from Simangumban, Sarulla, North Tapanuli. This type of natural zeolite Sarulla was checked / tested in laboratory TekMIRA PPTM Bandung. The example of natural zeolite is crushed and sifted with a 100 mesh sieve. Obtained powder was activated at 175 0C. The example of pigs waste (feces) was taken randomly from the fresh feces of pigs in cages in Simalingkar B Medan , then it was added by 3 N NaOH solution, it was stirred and was allowed to stand for 24 hours. The mixture was filtered, and the filtrate was used to determine sulfide before and after the addition of zeolite. The addition of zeolite to 100 mL sulfide solution was varied as 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 and 90 grams. Sulfide content before and after the addition of active zeolite, was determined spectrophotometryly with methylene blue reagent at λmax = 600 nm. The results showed that the natural zeolite Sarulla, which is type of anortit- montmorillonite that was activated at 175 0C can absorb sulfide that was contained in the waste (faces) of pigs at a dose of 90 gram/50 gram sample at a time when sulphide content is no longer detected. Therefore it can be concluded that the natural zeolite Sarulla which was activated at 175 0C can be used to absorb sulfide that was contained in the waste / feces of pigs.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan telah menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan maupun di perkotaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya. Bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai dan danau sehingga terjadi pencemaran lingkungan.

Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feses, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Komponen yang paling potensil menyebabkan bau yang tidak enak dan menyengat dari feses ternak umumnya adalah ammoniak dan sulfida ( Ni Wajan Leestyawati, 1999) .

Salah satu jenis peternakan yang berkembang di Sumatera Utara adalah peternakan babi. Hal itu disebabkan karena penduduk Sumatera Utara banyak yang mempergunakan daging ternak babi dalam acara-acara adat (tradisi), terutama bagi suku Batak Toba, Batak Simalungun, Pakpak dan Karo maupun acara keagamaan (Agama Kristen).

Sehubungan dengan itu maka kebutuhan daging babi di Sumatera utara sangatlah tinggi. Maka masyarakat terutama suku batak, banyak yang menjadikan peternakan babi sebagai mata pencaharian. Baik yang dikelola sebagai usaha keluarga maupun sebagai usaha kecil menengah. Bahkan ada juga dalam bentuk usaha besar. Salah satu contoh peternakan babi yang terdapat di Kelurahan Simalingkar B dan di Kecamatan Medan Denai Mandala, Medan .


(21)

Dampak yang diakibatkan oleh kegiatan ini mendapat protes dari berbagai pihak dan masyarakat setempat. Terutama jika kegiatan ini berada di sekitar pemukiman , menimbulkan masalah oleh karena bau menyengat yang dihasilkan. (Harian Medan Bisnis, 18 oktober 2010).

Sampai saat ini belum banyak literatur yang dapat digunakan sebagai literatur tentang komposisi lengkap dari pada feses ternak babi , karena komposisi feses ternak sangat tergantung pada pakan yang digunakan. Namun demikian jika ternak babi diberi pakan yang mengandung protein hampir dapat dipastikan bahwa fesesnya mengundung nitrogen dan sulfur. Semakin tinggi kadar protein yang diberikan dalam pakan semakin tinggi pula kadar N dan S dalam feses ternak babi tersebut.

Batuan zeolit adalah salah satu jenis batuan yang merupakan kekayaan alam dan tersebar diberbagai wilayah di Indonesia terutama di Wilayah Sumatera Utara dan Jawa Barat.

Studi ataupun penelitian tentang pemanfaatan zeolit sebagai bahan penyerap sudah cukup banyak, demikian juga studi tentang aktivasi zeolit. Sipayung ,A (1994) telah melakukan penelitian “ Analisa Difraksi Sinar-X Terhadap Kandungan Serta Struktur Mineral Zeolit Alam Sarulla Pada Pengaruh Pengasaman dan Pemanasan” ; hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa aktivasi zeolit jenis klinoptilolit melalui pemanasan selama 3 jam pada suhu 200-3000C dan aktivasi dengan larutan HCl pada konsentrasi 0,2 N – 1,4 N merupakan proses yang terbaik.

Nasution, D. S (2004) telah melakukan penelitian “ Optimasi pH dan Waktu P erendaman pada Penyerapan Ammonium Klorida dan Natrium Sulfida oleh Zeolit Aktif”. Didalam penelitian ini ammonium Klorida dan Natrium Sulfida yang digunakan adalah larutan sintesis berupa larutan standar. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Penyerapan ammonium yang optimum oleh zeolit yang diaktivasi pada suhu 3000C adalah pada pH 6 dan waktu perendaman 3 jam, sedangkan penyerapan Sulfida yang optimum oleh zeolit yang diaktivasi pada suhu 3000C adalah pada pH 8 dengan waktu perendaman 3 jam.


(22)

Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla untuk Menyerap Sulfida dari Limbah Padat Peternakan di Simalingkar B Medan”.

1.2. Identifikasi dan Perumusan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapakah kadar sulfida yang terdapat dalam limbah padat peternakan babi. 2. Bagaimanakah kemampuan zeolit aktif menyerap atau menghilangkan sulfida

dari limbah padat peternakan babi.

1.3. Pembatasan masalah

- Zeolit alam yang digunakan berasal dari Desa Simangumban, Sarulla - Kabupaten Tapanuli Utara dan jenis zeolitnya dan komposisinya diuji/ditentukan di Laboratorium Pengujian tekMIRA “Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara” Bandung.

- Suhu aktivasi ditentukan dari daya serapnya terhadap sulfida yaitu 250, 270 dan 300OC .

- Komponen yang diserap oleh zeolit aktif dari limbah peternakan babi adalah sulfida.

- Ukuran partikel zeolit yang digunakan adalah 100 mesh.

- Sampel limbah peternakan babi diambil secara acak dari kandang peternakan babi milik masyarakat di Simalingkar B yang masih segar.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kadar sulfida yang terdapat dalam limbah padat peternakan babi.

2. Untuk meminimumkan ataupun menghilangkan sulfida yang terdapat dalam limbah padat peternakan babi.


(23)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan oleh masyarakat khususnya peternak babi sehingga permasalahan lingkungan yang ditimbulkan sulfida dapat diatasi.

1.6. Lokasi Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik –Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Sumatera Utara .

2. Laboratorium Pengujian tekMIRA Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara ,PPTM -Bandung.

1.7. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dan bersifat purposif.

2. Bahan yang digunakan adalah batuan zeolit alam yang diambil secara acak dari Sarulla Kecamatan Pahae Jae Tapanuli Utara.

3. Penentuan jenis zeolit yang digunakan dan komposisinya dilakukan di Laboratorium Pengujian tekMIRA Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung dengan menggunakan difraksi sinar – X.

4. Suhu aktivasi secara fisika divariasi atas 250, 270 dan 300OC untuk mendapatkan suhu aktivasi optimum.

5. Suhu aktivasi optimum ditentukan dengan mengetahui daya serap optimum terhadap sulfida.

6. Batuan zeolit terlebih dahulu digiling dan diayak dengan ayakan 100 mesh. 7. Sampel limbah peternakan diambil secara acak dari peternakan babi milik

masyarakat yang ada di Simalingkar B.

8. Sampel terlebih dahulu didestruksi dengan NaOH 3 N dan pHnya diatur pada pH 8.


(24)

9. Daya serap zeolit terhadap sulfida ditentukan dengan mengukur kandungan sulfida didalam larutan hasil destruksi sebelum dan sesudah penyerapan dengan zeolit aktif.

10.Berat zeolit aktif yang digunakan divariasi berturut – turut 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90 gram untuk setiap 100 mL larutan hasil destruksi.

11.Penentuan kandungan sulfida di dalam larutan hasil destruksi sebelum dan sesudah penyerapan dengan zeolit aktif dilakukan dengan menggunakan metoda spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum 600 nm.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan

Peternakan adalah kegiat

untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau , kuda, dan babi. Sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti

Ternak adal

sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut sebagai

kambing, babi, kelinci, ayam ternak lebah madu. Masing-masing hewan ternak tersebut dapat diambil manfaat dan hasilnya. Hewan-hewan ternak ini dapat dijadikan pilihan untuk diternakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

2.1.1. Peternakan Babi

Peternakan babi adalah kegiatan atau usaha yang khusus memelihara dan mengembangbiakkan ternak babi. Babi adalah sejenis bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya

berasal da

Selain itu, babi adalah salah sat pintar dan mudah dipelihara dibandingkan dengan

Ternak babi sangat erat kaitannya dengan adat kebudayaan batak, baik suku Toba, Simalungun, Dairi dan Karo. Oleh karena itu Ternak ini sangat strategis dan potensial untuk di berkembang di daerah yang penduduknya suku diatas. Pemeliharaan ternak babi adalah dalam kandang, dan mempunyai kotoran (feses) yang


(26)

banyak. Sehingga mempunya limbah yang jika tidak dikelola dengan baik akan mendatangkan masalah lingkungan.

2.1.2. Penyebab bau kandang ternak babi

Penyebab bau, sesungguhnya, disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari pakan yang diberikan, kandang yang digunakan dan manajemen pembersihan kotoran di kandang. Bau yang tercium di dalam kandang sebenarnya merupakan kombinasi dari berbagai gas yang diproduksi dari proses perombakan feses dan urin yang ada dalam kandang. Dari sekian banyak gas-gas yang memuculkan bau tidak enak itu, gas ammoniak, sulfida adalah memberikan kontributor terbesar dari bau tersebut .

( Ni Wajan Leestyawati,1999).

2.1.3. Manur Babi

Manur babi terdiri dari tinja dan urine, merupakan sisa pencernaan makanan yang dikeluarkan oleh tubuh babi melalui proses defikasi dan urinasi. Seekor babi menghasilkan feses dan urine dalam jumlah yang berbeda-beda, tergantung pada berat badan babi dan jenis makanan yang dimakannya (Maramba,; Sihombing, dkk, 1997). Jumlah manur yang dihasilkan oleh seekor babi dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah manur yang dihasilkan oleh Babi Berdasarkan Bobot Badan

Bobot Badan (kg)

Jumlah manur ( kg/ekor/hari)

Maramba (1997) Sihombing,dkk(1997)

20 1,09 0,98

20 - 45 1,89 1,35

45 - 60 3,24 2,75

60 - 90 4,75 4,50

90 - 120 5,85 5,30

>120 7,95 7,00


(27)

Bahan makanan yang masuk ke tubuh babi tidak semuanya dapat dicerna, sehingga di dalam manur babi masih terkandung zat-zat makanan. Kandungan makanan tersisa tersebut dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2.2. Kandungan zat makanan di dalam Manur Babi Zat makanan Manur babi

Basah (%) Kering(%) Serat kasar 12,67 14,03 Lemak kasar 12,75 9,02 Protein Kasar 26,46 22,33

BETN 31,81 39,06

Abu 13,31 15,56

N 4,24 3,57

P 2,08 2,27

K 1,72 1,40

(Maramba ; Sihombing, dkk, 1997)

Adanya zat-zat makanan didalam manur, menjadikannya sebagai media yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme memecah bahan-bahan organik dalam manur menjadi bahan atau senyawa yang lebih sederhana. Protein akan dipecah menjadi asam amino, kemudian melalui proses deasimilasi dan desimilasi menghasilkan gas amonia dan hidrogen sulfida (Sihombing.1997). Kedua gas tersebut dan sebagian besar bahan organik yang sedang mengalami proses dekomposisi menimbulkan bau tidak enak (Noren,1997).

2.1.4. Hidrogen Sulfida

Hidrogen sulfida (H2S) adal

berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa

gas yang timbul dari aktivitas

Bau dari kotoran atau buangan akan memberikan indikasi yang sesuai dari kondisinya. Bau busuk yang memyerupai hidrogen sulfida, menunjukkan buangan


(28)

septik. Konsentrasi hidrogen sulfida sebesar 0,0011 mg/L menyebabkan bau seperti telur busuk. Gas ini merupakan gas yang sangat beracun, bahkan lebih beracun dari gas CO. Dalam air, ia bersifat sebagai asam yang sangat lemah dan cenderung untuk menerima proton dari air seperti reaksi berikut :

H2O + S2‒ HS‒ + OH‒ 2.1.5. Dampak Negatif Gas H2S terhadap Kesehatan

Gas hidrogen sullfida merupakan gas yang bersifat racun dan berbau tidak enak (Weillinger, 1984). Keberadaan zat tersebut menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia terutama gangguan terhadap saluran pernapasan, sehingga menghambat pertumbuhan ternak dan menurunkan efisiensi kerja para pekerja kandang (Headon, 1992).

Bau tidak enak dapat mengganggu kenyamanan hidup masyarakat sekitar kandang karena menimbulkan reaksi fisiologik tubuh seperti timbulnya rasa mual,muntah, sakit kepala, sesak napas, batuk-batuk, tidur tidak nyenyak dan kehilangan selera makan (Overcash, Humenik dan Miner, 1983). Selain bau tidak enak, gas H2S pada konsentrasi tertentu bersifat racun yang menyebabkan gangguan saluran pernapasan.

Gas hidrogen sulfida berbau tidak enak (seperti telur busuk). Baunya mulai tercium pada konsentrasi 0,1 ppm. Keterpaparan yang terus menerus pada konsentrasi rendah atau keterpaparan pada konsentrasi tinggi selama 30 menit sampai 1 jam dapat memtikan manusia. Gas ini sangat berbahaya karena pada konsentrasi lebih dari 30 ppm melumpuhkan indra penciuman sehingga keberadaannya tidak disadari (Noren, 1997).

Dampaknya pada kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 2.3. Dampak terpapar gas Hidrogen Sulfida pada manusia Konsentrasi gas Hidrogen Sulfida


(29)

10 Iritasi mata 20 Iritasi mata, hidung dan

tenggorokan 50 - 100 Mual, muntah, diare

200 Pusing,depresi,rentan pneumonia 500 per menit Mual, muntah, pingsan 600 per menit Mati

Sumber : Noren, 1997.

2.1.6. Penentuan Sulfida dalam Larutan

Penentuan sulfida dalam larutan dapat dilakukan dengan Metode Methylen Blue, dimana sulfida dalam sampel direaksikan dengan N-N-dimetil-p-Phenylene diamin yang dibantu oleh FeCl3 sebagai katalis atau zat pengoksidasi Kalium dikromat ( K2Cr2O7). Reaksi ini akan menghasilkan Methylene Blue yang diukur kepekatannya

dengan Spektrofotometer Visible pada λmaks = 600 nm. Katalis FeCl3 membuat larutan berwarna kuning, dan ini akan mengganggu dalam pengukuran maka perlu ditambahkan diamin hidrogen posfat ( (NH4)2HPO4 ) untuk menghilangkan warna kuning tersebut. ( Standar Methods : For The Examination of Water and Waste Water, hal 475 ).

Salah satu reaksi kimia untuk penentuan hidrogen sulfida yang menggunakan metode metilen Biru adalah sebagai berikut :


(30)

Reaksi kimia hidrogen sulfida menggunakan metode Metilen Biru

2.2. Zeolit

Zeolit adalah senyawa zat

kalium dan barium. Mineral zeolit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia, Baron Axel Frederick Cronsted pada tahun 1756 pada rongga-rongga batuan basalt di pertambangan Lappmark ( Wikipedia Bahasa Indonesia). Kata “zeolit” berasal dari bahasa Yunani yaitu Zeinlithos. Kata zein memiliki arti membuih atau mendidih sedangkan kata lithos memiliki arti batuan. Batuan ini akan mendidih atau membuih jika dipanaskan pada temperatur antara 100OC sampai 300OC.Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang bersifat lunak dan mudah kering. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan. Ukuran kristal zeolit kebanyakan tidak lebih dari 10–15 mikron (Mursi Sutarti, 1994)

Zeolit terbentuk dari abu vulkanik yang telah mengendap jutaan tahun silam. Sifat-sifat mineral zeolit sangat bervariasi tergantung dari jenis dan kadar mineral zeolit. Zeolit mempunyai struktur berongga biasanya rongga ini diisi oleh air serta kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekuler, senyawa penukar ion, sebagai filter dan katalis.

2.2.1. Komposisi mineral Zeolit

Zeolit mengandung unsur utama silikon, aluminium, dan oksigen serta mengikat sejumlah tertentu molekul air di dalam porinya. Unsur lain yang juga terdapat pada zeolit adalah unsur logam alkali dan alkali tanah. Secara umum rumus kimia zeolit dapat ditulis sebagai berikut :

Mx/n (AlO2)x (SiO2)y ∙ wH2O

Dimana: M adalah kation logam alkali atau alkali tanah n adalah valensi dari kation logam

w adalah bilangan molekul air per unit sel zeolit

x dan y adalah bilangan total tetra hedra per unit sel dan perbandingan y/x selalu berkisar 1-5


(31)

H2O adalah molekul air yang terhidrat dalam kerangka zeolit.

Berdasarkan hasil analisa kimia, kandungan unsur-unsur zeolit dinyatakan sebagai oksida SiO2, Al2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O dan Fe2O3. Komposisi zeolit tergantung pada komponen bahan induk dan keadaan lingkungannya, sehingga perbandingan Si/Al dapat bervariasi, dan juga unsur Na, Al , Si sebahagian dapat disubstitusi oleh unsur lain. Perbedaan kandungan atau perbandingan Si/Al akan berpengaruh terhadap ketahanan zeolit terhadap asam atau pemanasan.

Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur kristal , dimana logam alkali adalah kation yang mudah tertukar (exchangabel cation). Jumlah molekul air menunjukkan jumlah pori-pori atau volume ruang kosong yang terbentuk bila unit sel kristal zeolit tersebut dipanaskan.

Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang mempunyai nilai komersial ada sekitar 12 jenis, diantaranya klinoptilolit, mordenit, filipsit, kabasit dan erionit seperti yang terdapat dalam tabel berikut:

Tabel 2.4. Klasifikasi beberapa zeolit

Nama Mineral Rumus Kimia Unit Sel Analsim Na16(Al16Si32O96). 16H2O Kabisat (Na2,Ca)6 (Al12Si24O72)40H2O Klipnopilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O Erionit (Na,Ca5K) (Al9Si27O96).27H2O Ferrerit (Na2Mg2)(Al6Si30O72). 18H2O Heulandit Ca4(Al8Si28O72)24H2O

Laumonit Ca(Al8Si16O48)16H2O Mordenit (Na8(Al8Si16O48)16H2O Filipsit (Na,K)10(Al10Si22064).20H2O


(32)

Natrolit Na4(Al4Si6O20.4H2O Wairakit Ca(Al2Si4O12).12H2O

Sumber : Pusat Teknologi Limbah –Puspiptek Serpong Tangerang Selatan. 2.2.2. Sifat – sifat Mineral Zeolit

Sifat yang menonjol dari mineral zeolit tersebut antara lain : struktur kristal, dehidrasi, daya serap dan penukar ion, sehingga sifat-sifat ini yaitu sifat fisik, yang berhubungan langsung dengan struktur kristal dan komposisi kimia perlu diketahui. 2.2.2.1. Struktur Zeolit

Struktur zeolit merupakan polimer kristal anorganik didasarkan kerangka tetrahedral yang diperluas tak terhingga dari AlO4 dan SiO4 dan dihubungkan satu dengan lainnya melalui pembagian atau pemakaian bersama ion oksigen.

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral [AlO45‒]dan [SiO44‒] yang saling berhubungan melalui atom O ,(Barrer, 1987).

Gambar 1. Struktur tetrahedral SiO4 dan AlO4 Pembentuk Struktur Zeolit.

Skema pembentukan struktur zeolit tiga dimensi Sumber : file:///D:/ Pembentukan Struktur Rumus Mineral


(33)

2.2.2.2.Dehidrasi

Zeolit mempunyai sifat dehidrasi yaitu melepaskan molekul H2O apabila dipanaskan. Sifat dehidrasi zeolit berpengaruh terhadap sifat serapannya. Keunikan zeolit terletak pada struktur porinya yang spesifik. Pada zeolit alam didalam pori-porinya terdapat kation-kation atau molekul air. Bila kation-kation atau molekul air tersebut dikeluarkan dari dalam pori dengan suatu perlakuan tertentu maka zeolit akan meninggalkan pori yang kosong (Barrer, 1987).

Secara alami pori-pori zeolit yang belum di olah akan mengandung sejumlah molekul air dan alkali atau alkali tanah hidrat. Proses pemanasan pada suhu 200-300OC dapat menghilangkan air dan hidrat pada alkali atau alkali tanah hidrat. Zeolit yang sudah mengalami pemanasan ini disebut zeolit teraktivasi fisika artinya zeolit terdehidrasi atau zeolit yang kehilangan air.

Pemanasan zeolit terhidrasi untuk menjadikan zeolit terdehidrasi Sumber : file:///D:/ Pembentukan Struktur Rumus Mineral

Zeolit_Ardra.biz.htm/2012. 2.2.2.3.Daya Serap

Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air yang berada disekitar kation. Bila kristal tersebut dipanaskan selama beberapa jam, biasanya pada temperatur 200-3000C, tergantung dari jenis mineral zeolitnya, maka molekul-molekul air pada rongga-rongga tersebut akan keluar, sehingga zeolit yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan (Khairinal, 2000).


(34)

Zeolit sebagai absorben

Sumber : file:///D:/ Pembentukan Struktur Rumus Mineral Zeolit_Ardra.biz.htm/2012.

2.2.2.4. Penukar Ion

Ion-ion pada rongga berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat sebagai penukar ion dari zeolit antara lain tergantung dari sifat kation, suhu, dan jenis anion .Kation-kation yang dapat dipertukarkan atau molekul air yang terdapat pada zeolit tidak terikat secara kuat dalam kerangka kristal yang berbentuk tetrahedral dan karenanya dapat dipisahkan atau dipertukarkan secara mudah dengan pencucian dengan larutan yang mengandung kation lain. Oleh karena itu zeolit merupakan salah satu dari banyak penukar ion yang mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi (Bambang P, dkk, 1995).


(35)

Sumber : file:///D:/ Pembentukan Struktur Rumus Zeolit_Ardra.biz.htm/2012.

2.2.3. Pengaktifan Mineral Zeolit

Proses aktivasi zeolit alam dapat dilakukan dengan 2 cara, yang pertama yaitu secara fisika melalui pemanasan dengan tujuan untuk menguapkan air yang terperangkap di dalam pori-pori kristal zeolit, sehingga luas permukaannya bertambah. Proses pemanasan zeolit dikontrol, karena pemanasan yang berlebihan kemungkinan akan menyebabkan zeolit tersebut rusak (Khairinal, 2000).

Pengaktifan zeolit dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memodifikasi keadaan pada struktur kerangka atau non kerangka zeolit sehingga diperoleh sifat fisika-kimia zeolit yang diinginkan. Pada zeolit alam, pengaktifan memberikan efek pencucian atau penghilangan komponen pengotor ( impurities ) dari mineral zeolit.

Pengaruh pengaktifan zeolit, yaitu dapat memurnikan zeolit dari komponen pengotor, menghilangkan jenis kation logam tertentu dan molekul air yang terdapat dalam rongga, atau memperbesar volume pori, sehingga memiliki kapasitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu zeolit alam perlu diaktifkan terlebih dahulu sebelum digunakan, untuk mempertinggi daya kerjanya. Pengaktifan zeolit dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain :

1. Pemanasan dalam jangka waktu dan suhu tertentu.

2. Mengubah atau mempertukarkan kation yang dapat dipertukarkan. 3. Mengubah ratio perbandingan Si/Al dengan perlakuan dealuminasi.

2.2.3.1. Pengaktifan dengan Pemanasan

Pemanasan terhadap zeolit alam bertujuan untuk mengeluarkan air atau garam pengotor dari rongga-rongga kristal zeolit. Aktivasi secara fisis berupa pemanasan zeolit dengan tujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit, sehingga luas permukaan pori-pori bertambah.

Pemakaian panas yang terlalu tinggi menyebabkan terjadinya pelepasan aluminium dari struktur kerangka tetrahedra zeolit. Menurut Barrer ( 1987 ) aktivasi


(36)

pemanasan yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya dehidroksilasi gugus-OH pada struktur zeolit. Akibat terjadinya pemutusan ikatan Si-O-Al, menyebabkan pembentukan gugus siloksan ( Si-O-Si ) dan aluminon yang miskin gugus hidroksil. Akibatnya bila terjadi kerusakan pada struktur zeolit tersebut, maka kemampuan mempertukarkan kation dan adsorpsinya berkurang/menurun.

Kestabilan zeolit terhadap temperatur tergantung pada jenis kandungan mineral zeolitnya ( perbandingan Si dengan Al dan kation yang terdapat dalam zeolit). Umumnya zeolit dengan silika lebih banyak mempunyai kestabilan yang lebih besar. Komposisi kation yang berbeda dan perbandingan Si dan Al yang berbeda pada beberapa zeolit alam menyebabkan kestabilannya pada temperatur yang berbeda-beda.

2.2.4. Zeolit Alam Sarulla

Dari beberapa lokasi tempat pengendapan zeolit, daerah Sarulla (Pahae-Tapanuli Utara) merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensi zeolit alam yang besar. Penambangan zeolit di daerah ini umumnya dapat dilakukan dengan tambang terbuka dengan terlebih dahulu mengupas tanah penutupnya setebal antara 1-2 meter. Sedangkan jenis zeolit yang terdapat di Sarulla tersebut pada umumnya zeolit jenis klinoptilolit, Na6(Al6Si30O72)∙24H2O.

Sumber : Departemen Pertambangan dan Energi Sumatera Utara.

2.3. Spektrofotometri Visibel

Spektrofotometri visibel disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol.

Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.


(37)

Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan

sehari-hari disebut warna komplemente

menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.

Tabel 2.4. Hubungan panjang gelombang dengan warna Panjang gelombang

(nm)

Warna warna yang diserap

Warna komplementer (warna yang terlihat) 400 – 435 Ungu Hijau kekuningan 435 – 480 Biru Kuning 480 – 490 Biru kehijauan Jingga 490 – 500 Hijau kebiruan Merah 500 – 560 Hijau Ungu kemerahan 560 – 580 Hijau kekuningan Ungu 580 – 595 Kuning Biru 595 – 610 Jingga Biru kehijauan 610 – 800 Merah Hijau kebiruan

Gambar 2.1. Spektrofotometer UV-VIS

Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks.


(38)

Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil. Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau lharganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapa konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah. (Hukum Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan agar terpenuhi hukum Lambert-Beer) .


(39)

aquadest. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Amin-asam sulfat dengan cara berikut :Kedalam sebuah beaker glass 250 mL yang bersih dan kering, diisi dengan 10 mL aquadest. Secara perlahan ditambahkan 25 mL H2SO4(p) melalui dinding beaker sambil diaduk lalu didinginkan sampai suhu kamar. Kedalam larutan ini dimasukkan sebanyak 13,5 gram N-N-dimetil-1,4-phenylenediamin lalu diaduk hingga larut. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 50 mL.Dari larutan ini dipipet sebanyak 6,25 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL. Kemudian diencerkan dengan larutan H2SO4 (1:1).

Pembuatan Larutan Induk Sulfida 1000 mg/L dengan cara berikut :Sebanyak 7,4902 gram kristal Na2S.9H2O dimasukkan ke dalam beaker glass lalu dilarutkan dengan 200 mL aquadest. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Sulfida lainnya dibuat dengan pengenceran V1∙N1 = V2∙N2

Penbuatan Larutan Seri Standar Sulfida 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2 mg/L dengan cara berikut :Masing-masing sebanyak 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10,0 mL larutan standar sulfida 10 mg/L diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 50 mL sampai garis tanda.

Sampel limbah peternakan diambil secara acak dari peternakan babi milik masyarakat yang ada di Simalingkar B. Sampel terlebih dahulu didestruksi dengan NaOH 3 N dan pHnya diatur pada pH 8. Daya serap zeolit terhadap sulfida ditentukan dengan mengukur kandungan sulfida didalam larutan hasil destruksi sebelum dan sesudah penyerapan dengan zeolit aktif. Berat zeolit aktif yang digunakan divariasi berturut – turut 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90 gram untuk setiap 100 mL larutan hasil destruksi. Penentuan kandungan sulfida di dalam larutan hasil destruksi sebelum dan sesudah penyerapan dengan zeolit aktif dilakukan dengan menggunakan metoda spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum 600 nm.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan sulfida didalam limbah peternakan babi di Simalingkar B adalah sebanyak 19,2511 ppm untuk


(40)

setiap 50 gram feses segar. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noren (1997), dinyatakan bahwa gas sulfida sebesar 10 ppm dapat menyebabkan iritasi terhadap mata, dan jika mencapai 20 ppm dapat menyebabkan iritasi hidung dan tenggorokan.

Dikaitkan dengan peternakan babi di Simalingkar B, dengan kandungan sulfida total pada saat penelitian ini dilakukan, sebesar 19,2511 ppm . Dapat dikatakan bahwa limbah peternakan babi ini perlu ditangani secara serius agar jangan sampai kondisinya membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitarnya.

Hal ini dapat dijelaskan dengan pertimbangan bahwa pertambahan limbah ternak babi setiap harinya jelas akan menambah jumlah kandungan sulfida didalam kolam limbah ternak babi yang disediakan. Jika cairan didalam kolam limbah ini mengalami penurunan pH sampai < 7 ada kemungkinan kolam limbah akan melepaskan gas H2S ke udara sekitarnya dan ini sangat berbahaya.

S2− + 2H+ H2S atau

HS− + H+ H2S

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penambahan zeolit jenis Anortit, Monmorilonit yang diaktifkan pada suhu 2750C dapat menyerap sulfida secara sempurna dengan dosis 90 gram/100 mL larutan. Oleh karena itu dapat diusulkan atau disosialisasikan bagi para peternak babi agar kolam limbah ternak babi ditaburi serbuk zeolit aktif untuk mencegah pelepasan H2S ke Udara dari kolam limbah tersebut.

Di beberapa wilayah Sumatera Utara sebagian masyarakat peternak babi telah mengupayakan pengamanan bau yang ditimbulkan oleh limbah ternak babi tersebut melalui pengomposan anaerobik. Gas yang dihasilkan dikeluarkan melalui pipa tegak setinggi 5 meter dari bak pengomposan. Sistem seperti ini dijumpai di Kabupaten Samosir, cairan yang keluar dari bak pengomposan dikeluarkan ke bak penampungan I yang berdampingan dengan bak pengomposan, selanjutnya keluar ke bak penampung II yang terbuka. Air dari bak penampung II sudah hampir jernih dan ini digunakan


(41)

untuk keperluan pertanian. Residu dari bak pengomposan diambil / dikeluarkan secara periodik dan digunakan sebagai pupuk kompos ( satu kali atau dua kali dalam sebulan, tergantung volume limbah yang dihasilkan atau jumlah ternak yang dipelihara). Namun demikian, dapat dipahami bahwa tidak semua peternak babi dapat melakukan hal seperti ini, karena alasan keterbatasan modal. Sistim pengelolaan limbah ternak babi seperti ini memang hampir tidak menimbulkan bau bagi masyarakat sekitar, akan tetapi kontribusi gas-gas buangan ke atmosfer tetap berlangsung. Oleh karena itu, penulis tesis ini berpendapat dan menyarankan bahwa penggunaan zeolit aktif untuk mengatasi bau sulfida yang disebabkan oleh limbah ternak babi untuk saat ini merupakan upaya yang paling sederhana dan lebih murah.


(42)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Kandungan sulfida yang terdapat pada kotoran ternak babi di Simalingkar B adalah 19,2511 mg / 50 g sample atau 385,022 mg / kg sampel (38,5 %). 2. Pemanfaatan zeolit alam Sarulla jenis Anortit, Monmorilonit yang diaktifkan

pada suhu 2750C dapat menyerap sulfida yang terkandung didalam larutan kotoran ternak babi secara sempurna dengan dosis 90 g / 100 mL larutan.

5.2. Saran

1. Perlu diadakan studi kelayakan secara ekonomis untuk pemakaian zeolit dalam mengatasi limbah ternak babi.

2. Perlu disosialisasikan kepada masyarakat peternak babi untuk menggunakan zeolit aktif untuk pengamanan bau yang ditimbulkan oleh limbah ternak.

3. Perlu dilakukan penelitian tentang regenerasi zeolit terhadap zeolit yang telah dipakai dan bagaimana cara pengaktifannya, dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memanfaatkan jenis zeolit lainnya sebagai bahan penyerap bau yang disebabkan oleh limbah ternak babi.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, P.S., 2009. Studi Penggunaan Kitosan Nanopartikel Sebagai Bahan Penyalut Pada Zeolit Alam untuk Menurunkan Konsentrasi Cu2+ dalam Larutan Teh Hitam. Tesis, Departemen Kimia FMIPA USU :Medan.

Bambang, P. 1997. Pemanfaatan Zeolit Alam Indonesia sebagai Adsorben Limbah cair dan Media Fluiditas dalam Kolom Fluidisasi.

Jurnal MIPA , Universitas Brawijaya, Malang.

Banon,C.,Suharto.T. E. 2008. Adsorbsi Amoniak Oleh Adsorben Zeolit Alam yang diaktivasi dengan Larutan Nitrat. FMIPA Universitas Bengkulu.

Jurnal Gradien Vol.4 No 2 Juli 2008 : 354-360

Barrer, R.M.1987. Zeolites and Clay Mineral Sosbent and Molekuler Sieves.

Academic Press, London.

Darmawan, 2003. Aktivitas Katalis Cr/zeolit dalam reaksi Konversi Katalitik Fenol dan Isobutil Keton , Jurnal , vol. 4 no 2: 70-76.

file:///D:/Proposal Tesis 2012/Pembentukan Struktur Rumus Mineral Zeolit _Ardra.

biz.htm

Hartoko. 1988. Peternakan Babi Rakyat dengan Pemeliharaan dalam Kandang. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB : Bogor.

Khairinal, Trisunaryanti,W. 2000. Dealuminasi Zeolit Alam Wonosari dengan Perlakuan asam dan Proses Hidrotermal . Yogyakarta.

Kurniasari,L., Djaeni,M., dan Purbasar,A. 2011.Aktivasi Zeolit Alam Sebagai Adsorben pada Alat Pengering Bersuhu Rendah.Semarang:

Universitas Wahid Hasyim.

Lingga A.S.,2010. Optimasi Aktivasi Zeolit Alam untuk Dehumidifikasi. Sikripsi,Jurusan Kimia Tehnik Kimia Universitas Diponegoro: Semarang . Ni Wajan Leestyawati Palgunadi. 1999. Penambahan Mikroorganisme Pengurai

Limbah Pada Manur dalam Upaya Mengurangi Dampak Bau Dari Usaha Peternakan Babi Di Bali. Tesis, Fakultas Teknologi Pertanian IPB : Bogor.


(44)

Nugroho Pratomo Ariyanto.2007. Pembuatan Adsorben dari Zeolit Alam dengan Karakteristik Adsorption Properties untuk Kemurnian Bioetanol. Tesis, Fakultas Tehnik Industri ITB: Bandung.

Pradoyo. Listiana, Darmawan, A.2009. Pengaruh Perlakuan HCl pada Kristalinitas dan Kemampuan Adsorbsi Zeolit Alam Terhadap ion Ca2+. FMIPA UNDIP, Semarang. Jurnal Sains , vol. 17 Nomor 2 April 2009.

Saputra, R. 2008. Pemanfaatan Zeolit Sintesis Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Industri. UGM.

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.

Simamora S. 1989. Pengelolaan Limbah Peternakan (Animal Waste Management).

Teknologi Energi Gasbio. Fakultas Politeknik Pertanian IPB.

Sinaga.S.;Martini.S.,2011. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Curcuminoid Pada Babi Terhadap Pertumbuhan dan konversi Ransum. UNPAD :Bandung.

Sipayung, A. 1994. Pengaruh Suhu Aktivasi terhadap Struktur Zeolit. Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA USU :Medan .

SNI 19-7117.7-2005. Cara Uji Kadar Hidrogen Sulfida (H2S) dengan Metoda Biru Metilen Menggunakan Spektrofotometer. Badan Standar Nasional. Jakarta. Srihapsari, D. 2006. Penggunaan Zeolit Alam yang telah diaktivasi dengan larutan

HCl untuk Menyerap Logam-Logam Penyebab kesadahan air. Semarang:UNS.

Suryabuana. 2006. Potensi Zeolit Untuk Mengolah Limbah Industri dan Radioaktif. Jakarta : PLTR BATAN.

Susilo. C. C.2006.Studi Penanganan Limbah Solvent Sisa Analisis Acidity untuk Pengendalian Pencemaran Lingkungan di Pertamina P IV Cilacap. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.

Standar Methods : For The Examination of Water and Waste Water, Methylene Blue Method .hal 475


(45)

Lampiran 1

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Sulfida

No Konsentrasi Larutan standar Sulfida

(ppm) Absorbansi (A) 1

0,0000 0.0262 2

0,5000 0,1487 3

1,0000 0,301

4

1,5000 0,4396 5

2,0000 0,5686

Gambar 1: Plot Absorbansi Vs Konsentrasi Larutan Standar Sulfida y = 0,2751x + 0,0217

R² = 0,999

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0 0,5 1 1,5 2 2,5

A b so rba n si


(46)

Lampiran 2

Tabel 2. Data Pengukuran Absorbansi Sulfida sebelum dan sesudah penambahan zeolit aktif.

No

Jumlah Zeolit yang ditambahkan

( gram )

Absorbansi sulfida di dalam filtrat

A1 A2 A3 Ā

1 0 0,55 0,553 0,551 0,5513

2 10 0,472 0,474 0,471 0,4723

3 20 0,405 0,402 0,403 0,4033

4 30 0,327 0,325 0,324 0,3253

5 40 0,265 0,263 0,266 0,2646

6 50 0,209 0,207 0,21 0,2086

7 60 0,156 0,158 0,159 0,1576

8 70 0,108 0,107 0,105 0,1066

9 80 0,095 0,093 0,096 0,0946


(47)

Lampiran 3

Perhitungan Konsentrasi Sulfida

Penambahan 20 gram zeolit.

Y = 0,2751X + 0,0217 ; ( Y = 0,4033) Diperoleh : 0,4033 = 0,2751X + + 0,0217

0,4033 − 0,0217

X = = 1,3871 0,2751

Maka konsentrasi sulfida yang sebenarnya adalah 10 x 1,3871 = 13,8710 ppm.

Penambahan 30 gram zeolit.

Y = 0,2751X + 0,0217 ; ( Y = 0,3253) Diperoleh : 0,3253 = 0,2751X + + 0,0217

0,3253 − 0,0217

X = = 1,1036 0,2751

Maka konsentrasi sulfida yang sebenarnya adalah 10 x1,1036 = 11,0360 ppm.

Penambahan 40 gram zeolit.

Y = 0,2751X + 0,0217 ; ( Y = 0, 2646) Diperoleh : 0, 2646 = 0,2751X + + 0,0217

0, 2646 − 0,0217

X = = 0,8829 0,2751


(48)

Penambahan 50 gram zeolit.

Y = 0,2751X + 0,0217 ; ( Y = 0,2086) Diperoleh : 0,2086 = 0,2751X + + 0,0217

0,2086 − 0,0217

X = = 0,6794 0,2751

Maka konsentrasi sulfida yang sebenarnya adalah 10 x 0,6794 = 6,7940 ppm.

Penambahan 60 gram zeolit.

Y = 0,2751X + 0,0217 ; ( Y = 0,1576) Diperoleh : 0,1576 = 0,2751X + + 0,0217

0,1576 − 0,0217

X = = 0,4940 0,2751

Maka konsentrasi sulfida yang sebenarnya adalah 10 x 0,4940 = 4,9400 ppm.

Penambahan 70 gram zeolit.

Y = 0,2751X + 0,0217 ; ( Y = 0,1066) Diperoleh : 0,1066 = 0,2751X + + 0,0217

0,1066 − 0,0217

X = = 0,3086 0,2751


(49)

Penambahan 80 gram zeolit.

Y = 0,2751X + 0,0217 ; ( Y = 0,0946) Diperoleh : 0,0946 = 0,2751X + + 0,0217

0,0946 − 0,0217

X = = 0,2650 0,2751

Maka konsentrasi sulfida yang sebenarnya adalah 10 x 0,2650 = 2,6500 ppm.

Penambahan 90 gram zeolit

Pada penambahan 90 gram zeolit kedalam larutan sulfida ternyata sulfida tidak lagi terdeteksi.


(50)

Lampiran 4

Perhitungan jumlah sulfida yang terserap.

Penyerapan sulfida oleh 20 gram zeolit.

[sulfida]terserap = 19,2511 − 13,8713

= 5,3798 ppm 5,3798

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 27,94 %

Penyerapan sulfida oleh 30 gram zeolit.

[sulfida]terserap = 19,2511 − 11,0359

= 8,2151 ppm

8,2151

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 42,67 %

Penyerapan sulfida oleh 40 gram zeolit.

[sulfida]terserap = 19,2511 − 8,8295

= 10,4216 ppm

10,4216

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 54,13 %

Penyerapan sulfida oleh 50 gram zeolit.

[sulfida]terserap = 19,2511 − 6,7938

= 12,4572 ppm


(51)

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 64,70 %

Penyerapan sulfida oleh 60 gram zeolit.

[sulfida]terserap = 19,2511 − 4,9400

= 14,3111 ppm

14,3111

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 74,33 %

Penyerapan sulfida oleh 70 gram zeolit

. [sulfida]terserap = 19,2511 − 3,0861

= 16,1650 ppm

16,1650

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 83,96 %

Penyerapan sulfida oleh 80 gram zeolit.

[sulfida]terserap = 19,2511 − 2,6499

= 16,6012 ppm

16,6012

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 86,23 %

Penyerapan sulfida oleh 90 gram zeolit.

Pada penambahan 90 gram zeolit kedalam larutan sulfida ternyata sulfida tidak lagi terdeteksi.


(52)

Lampiran 5

Tabel 3.Data penurunan konsentrasi sulfida didalam sampel oleh penambahan Zeolit

No

Jumlah Zeolit yang ditambahkan

( gram )

Absorbansi sulfida di dalam

filtrat Konsentrasi sulfida (ppm) Jumlah sulfida terserap % sulfida terserap A1 A2 A3 Ā

1 0 0,550 0,553 0,551 0,5513 19,2511 0 0

2 10 0,472 0,474 0,471 0,4723 16,3794 2,8716 14,91 3 20 0,405 0,402 0,403 0,4033 13,8713 5,3798 27,94 4 30 0,327 0,325 0,324 0,3253 11,0359 8,2151 42,67 5 40 0,265 0,263 0,266 0,2646 8,8295 10,4216 54,13 6 50 0,209 0,207 0,210 0,2086 6,7938 12,4572 64,70 7 60 0,156 0,158 0,159 0,1576 4,9400 14,3111 74,33 8 70 0,108 0,107 0,105 0,1066 3,0861 16,1650 83,96 9 80 0,095 0,093 0,096 0,0946 2,6499 16,6012 86,23

10 90 - - - - - - -

Gambar 2 : Plot % sulfida terserap Vs berat zeolit yang ditambahkan 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100

Berat Zeolit ( gram )

Sulf ida t e rs e ra p (% )


(53)

Lampiran 6


(54)

Lampiran 7


(55)

Lampiran 8


(1)

Lampiran 4

Perhitungan jumlah sulfida yang terserap.

Penyerapan sulfida oleh 20 gram zeolit. [sulfida]terserap = 19,2511 − 13,8713

= 5,3798 ppm 5,3798

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 27,94 %

Penyerapan sulfida oleh 30 gram zeolit. [sulfida]terserap = 19,2511 − 11,0359

= 8,2151 ppm

8,2151

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 42,67 %

Penyerapan sulfida oleh 40 gram zeolit. [sulfida]terserap = 19,2511 − 8,8295

= 10,4216 ppm

10,4216

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 54,13 %

Penyerapan sulfida oleh 50 gram zeolit. [sulfida]terserap = 19,2511 − 6,7938

= 12,4572 ppm


(2)

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 64,70 %

Penyerapan sulfida oleh 60 gram zeolit. [sulfida]terserap = 19,2511 − 4,9400

= 14,3111 ppm

14,3111

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 74,33 %

Penyerapan sulfida oleh 70 gram zeolit . [sulfida]terserap = 19,2511 − 3,0861

= 16,1650 ppm

16,1650

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 83,96 %

Penyerapan sulfida oleh 80 gram zeolit. [sulfida]terserap = 19,2511 − 2,6499

= 16,6012 ppm

16,6012

% sulfida terserap = x 100% 19,2511

= 86,23 %

Penyerapan sulfida oleh 90 gram zeolit.

Pada penambahan 90 gram zeolit kedalam larutan sulfida ternyata sulfida tidak lagi terdeteksi.


(3)

Lampiran 5

Tabel 3.Data penurunan konsentrasi sulfida didalam sampel oleh penambahan Zeolit

No

Jumlah Zeolit yang ditambahkan

( gram )

Absorbansi sulfida di dalam

filtrat Konsentrasi sulfida (ppm) Jumlah sulfida terserap % sulfida terserap

A1 A2 A3 Ā

1 0 0,550 0,553 0,551 0,5513 19,2511 0 0

2 10 0,472 0,474 0,471 0,4723 16,3794 2,8716 14,91 3 20 0,405 0,402 0,403 0,4033 13,8713 5,3798 27,94 4 30 0,327 0,325 0,324 0,3253 11,0359 8,2151 42,67 5 40 0,265 0,263 0,266 0,2646 8,8295 10,4216 54,13 6 50 0,209 0,207 0,210 0,2086 6,7938 12,4572 64,70 7 60 0,156 0,158 0,159 0,1576 4,9400 14,3111 74,33 8 70 0,108 0,107 0,105 0,1066 3,0861 16,1650 83,96 9 80 0,095 0,093 0,096 0,0946 2,6499 16,6012 86,23

10 90 - - - - - - -

Gambar 2 : Plot % sulfida terserap Vs berat zeolit yang ditambahkan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100

Berat Zeolit ( gram )

Sulf ida t e rs e ra p (% )


(4)

Lampiran 6


(5)

Lampiran 7


(6)

Lampiran 8