BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pemanfaatan Zeolit Alam Sarulla sebagai Penyerap Amonia dari Limbah Cair Peternakan di Simalingkar B Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Peternakan Babi

  Ternak babi adalah binatang omnivora, yang artinya mereka mengkonsumsi tumbuhan dan hewan. Satu tipe babi memiliki kepala besar dengan moncong yang panjang dan diperkuat dengan tulang prenasal tertentu dengan cakra cartilage diujung. Ternak babi memiliki 44 buah gigi, gigi taring yang disebut tusk, tumbuh secara berkesinambungan dan dipertajam oleh gesekan satu sama lain antara taring bawah dan atas. Perkembangbiakan babi terjadi sepanjang tahun di daerah tropis, tapi puncak kelahiran terjadi sekitar musim hujan. Babi betina bisa hamil pada umur sekitar 8 – 18 bulan. Dia akan mengalami estrus setiap 21 hari, jika tidak dibiakkan. Babi jantan aktif secara seksual pada usia 8

  • – 10 bulan. Seperindukan babi antara 6 dan 12 anak babi. Setelah yang mudah disapih, dua atau lebih keluarga mungkin datang bersamaan sampai musim kawin berikutnya. Ternak babi tidak memiliki kelenjar keringat fungsionil, jadi ternak babi mendinginkan dirinya sendiri menggunakan air atau lumpur selama cuaca panas. Mereka juga menggunakan lumpur untuk melindungi kulit dari terbakar oleh sinar matahari. Ternak babi telah dijadikan hewan domestik sejak zaman purbakala. Ternak babi didiami parasit dan penyakit yang dapat ditularkan pada manusia, mencakup trichinosis, taenia solium (Firdaustkubh – 2009).

  Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan, karena ternak babi dan produk olahannya cukup baik sebagai komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai

  5 negara seperti Singapore dan Hongkong (Fauzil, 2011). Berdasarkan data statistik peternakan tahun 2010, populasi ternak babi tertinggi setelah Nusatenggara Timur adalah Sumatera Utara, permintaan ternak babi tidak hanya berasal dari dalam propinsi bahkan dari luar propinsi cukup besar seperti Jakarta dan Pekan Baru.

  2.2 Limbah Peternakan Babi

  Peternakan babi memiliki potensi pencemaran lingkungan udara dan air. Sumber pencemaran/ kegiatan penyebab pencemaran lingkungan dalam usaha peternakan babi adalah berupa kotoran (feces dan urine), ceceran pakan dan minum ternak babi, dan air cucian untuk memandikan ternak babi atau pembersihan kandang (Wanatabe, 1996).

  Pencemaran udara oleh peternakan babi berupa bau yang tidak enak/ menyengat dan penyebaran virus. Bau yang menyengat berasal dari gas-gas produk perombakan senyawa organik dari kotoran babi oleh mikroorganisme di udara. Senyawa organik yang dirombak mikroorganisme adalah senyawa multikompleks, diantaranya asam-asam amino protein sehingga menyebar bau menyengat/ tidak enak. Untuk orang-orang yang tidak terbiasa, bau yang ditimbulkan oleh peternakan babi bisa menyebabkan mual dan muntah-muntah. Selain menimbulkan bau yang menyengat/tidak enak, gas-gas produk perombakan kotoran ternak babi (hidrokarbon ringan terutama CH

  4 , CO 2 dan NO x ) terakumulasi di udara dan memberi kontribusi bagi pemanasan global (Firdaustkubh, 2009).

  Pencemaran air terutama terjadi pada musim hujan akibat kotoran, darah, dan urine ternak babi yang mengalir terbawa air hujan. Yang mengandung senyawa organik, limbah cair ini akan meningkatkan BOD air, yang menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam air. Jika kadar oksigen suatu perairan turun, maka kehidupan biota air seperti ikan terancam. Selain itu, air tercemar limbah peternakan babi tidak sehat digunakan untuk kebutuhan MCK, karena akan mengakibatkan gatal-gatal (Aritonang, D. 1993).

  2.3 Manur Babi

  Manur babi terdiri dari limbah cair dan feces yang merupakan sisa dari pencernaan makanan yang dikeluarkan oleh tubuh ternak babi,melalui proses defikasi dan limbah cairasi. Seekor babi menghasilkan manur yang berbeda-beda,tergantung pada berat badan ternak babi dan jenis makanan yang dimakannya (Maramba,1981).

Tabel 2.1. Jumlah manur yang dihasilkan oleh seekor babi

  Jumlah Manur segar (kg/ekor/hari) Bobot Badan (kg) Maramba (1978) Sihombing dkk (1981)

  20 1,09 0,98 20 – 45 1,89 1,35 45 – 60 3,24 2,75 60 4,75 4,50

  • – 90 90 5,85 5,30
  • – 120 > 120 (induk / 7,95 7,00 pejantan)

  Bahan makanan yang masuk ke tubuh babi tidak semuanya dapatdicerna,sehingga didalam manur(limbah cair dan feces) ternak babi masih terkandung zat makanan.Kandungan zat makanan tersisa dalam manur babi dapat dilihat pada tabel2.1.

Tabel 2.2 Kandungan Zat Makanan di dalam Manur Babi Manur babi

  Zat makanan Basah(%) Kering (%)

  Serat kasar 12,67 14,03 Lemak kasar 12,75 9,02 Protein kasar 26,46 22,33 BETN 31,81 39,06 Abu 13,31 15,56 N 4,24 3,57 P 2,08 2,27 K 1,72 1,40

  Sumber : Day, 1999 Adanya zat-zat makanan di dalam manur,menjadikannya sebagai media yang baik untuk perkembatngbiakan mikroorganisme.Aktivitas mikroorganisme memecah bahan-bahan dalam manur (limbah cair dan feces) ternak babi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Gas ammonia dan hydrogen sulfide terbentuk dari protein dalam manur(limbah cair dan feces).Kedua gas ini menimbulkan bau tidak enak (Noren,1977;Curtis,1983).

2.4.Proses Pembentukan ammoniadan Hidrogen Sulfida

2.4.1 Proses Pembentukan ammonia dalam peternakan babi

  Menurut Swingle dan Walter (1997),gas ammonia terbentuk dengan tiga cara yaitu: 1.

  Dekomposisi Protein.Protein diuraikan oleh bakteri proteolitik menjadi asam amino.Asam amino mengalami deaminasi menghasilkan ammonia dan melalui proses ini dihasilkan ammonia paling banyak.

  2. Hidrolisis Urea.Urea yang sebagian besar berasal dari limbah cair bersama asam urat dihidrolisis oleh enzim urease membentuk ammonium karbonat,yang mudah terurai menjadi gas ammonia,karbon dioksida dan air.

3. Reduksi Nitrat.Nitrat tereduksi menjadi Nitrit dan selanjutnya Nitrit tereduksi menjadi gas ammonia.

  Munculnya ammonia dalam kotoran merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur Nitrogen (N) didalam kotoran yang selanjutnya sisa protein itu diubah menjadi ammonia (NH

  3 ) atau ammonium. Ammonia dalam konsentrasi yang kecil

  akan menimbulkan bau yang tidak enak, namun dalam konsentrasi yang besar dapat berdampak pada masalah pernapasan, iritasi, serta dalam menyebabkan kematian.

  Adanya siklus Nitrogen (nitrifikasi) akan menyebabkan ammonia teroksidasi menjadi nitrit oleh Bakteri Nitrosomonas yang kemudian teroksidasi menjadi nitrat oleh Bakteri Nitrobacter yang berlangsung secara anaerob. Nitrat yang terbentuk merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan alga di perairan sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang selanjutnya dapat memacu pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat. Hal ini dapat mengurangi dan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam perairan. Nitrat yang terdapat dalam perairan dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kelangsungan hidup makhluk didalamnya. Kandungan nitrat yang banyak juga dapat menyebabkan depresi, sakit kepala dan dapat menyebabkan kematian (Banon C, 2008).

2.4.2 Proses Pembentukan Hidrogen Sulfida dalam peternakan babi

  Gas hidrogen sulfida terbentuk dari asam amino yang memiliki ikatan dengan atom sulfur seperti sistein dan metionin. Dalam kondisi anaerob atau sedikit oksigen, bakteri genus Desulfobibria menguraikan sistein dan metionin menjadi hidrogen sulfida, ammonia, asam asetat dan asam formiat. Sedangkan dalam kondisi aerob sistein dan metionin mengalami desimilasi menjadi gas hidrogen sulfida.

2.5 Dampak Negatif Ammoniadan Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan

  Gas Ammonia merupakan gas yang bersifat racun dan berbau tidak enak (Weillinger,1984).Keberadaan gas Ammonia menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia.Terutama gangguan terhadap saluran pernafasan ( Headon,1992).

  Gas Ammonia berbau menyengat keras dan pedas.Baunya mulai tercium pada konsentrasi 5 ppm(Kavanagh,1992).Konsentrasi gas Ammonia pada peternakan babi yang intensif dapat mencapai 30-50 ppm (Curtis, 1983).Gas Ammonia paling banyak menimbulkan gangguan kesehatan pada ternak dan manusia dan dapat menyebabkan pencemaran udara(Cole,Schuerink,dan Koning,1996).

  Pada babi, ammonia dapat mengganggu produksi, menyebabkan penurunan berat badan dan meningkatkan kepekaan babi terhadap penyakit. Menurut Maleyer,Brandt, Geen,(1988) Konsentrasi 20 ppm gas ammonia menyebabkan kemauan kawin babi jantan tertunda.Penundaan itu diakibatkan bau gas ammonia lebih tajam dan mengalahkan bau feromon yang dikeluarkan oleh ternak babi betina sehingga hormon tersebut tidak tercium oleh ternak babi jantan.

  Gas Ammonia pada konsentrasi 25 ppm menyebabkan penurunan produksi dan pada konsentrasi 50 ppm menyebabkan gangguan saluran pernapasan ternak (Andreason,Baekbo,dan Niealsen (1994). Secara lebih terperinci melaporkan bahwa ternak babi yang terpapar 50 ppm gas ammonia selama 20 menit per hari dalam 4 kali keterpaparan mengalami penurunan berat badan antara 37

  • – 90 kg. Ternak babi
tersebut juga lebih peka terhadap penyakit septicaemia epizooticae (SE) dan mycoplasma induced respiratory diseases complex (MIRD-Complex).

  Bau tidak enak / menyengat dapat mengganggu kenyamanan masyarakatyang tinggal di sekitar kandang karena menimbulkan reaksi fisiologik tubuh seperti timbulnya rasa muntah,mual,sakit kepala,pernapasan dangkal,batuk batuk,tidur tidak nyenyak dan kehilangan selera makan(Wanatabe, 1996).Konsentrasi gas ammonia tertinggi yang dapat diterima oleh manusia adalah 25 ppm selama 8 jam atau 35 ppm selama 10 menit (Andreason,1991). Dampak yang dihasilkan akibat terpapar gas ammonia pada manusia diuraikan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Dampak Terpapar Gas Ammonia pada Manusia Konsentrasi gas ammonia Gejala yang ditimbulkan

  (ppm/jam)

  2 Iritasi mata, gangguan pernafasan

  • – 20

  40 Sakit kepala, mual, nafsu makan menurun 100 Iritasi pada permukaan mukosa 400 Iritasi pada hidung dan tenggorokan

  Sumber : Pauzenga, 1991 Gas hidrogen sulfida berbau tidak enak (seperti telur busuk). Baunya mulai tercium pada konsentrasi 0,1 ppm. Keterpaparan yang terus menerus pada konsentrasi rendah atau keterpaparan pada konsentrasi tinggi selama 30 menit sampai 1 jam dapat mematikan manusia. Gas ini sangat berbahaya karena pada konsentrasi lebih dari 30 ppm melumpuhkan indra penciuman sehingga keberadaannya tidak disadari (Noren, 1977). Dampaknya pada kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 dampak terpapar gas hidrogen sulfida pada manusia Konsentrasi gas hidrogen sulfida Gejala yang ditimbulkan

  (ppm/jam)

  10 Iritasi mata

  20 Iritasi mata, hidung dan tenggorokan

  50 Mual, muntah, diare

  • – 100 200 Pusing, depresi, rentan pneumonia 500 per menit Mual, muntah, pingsan 600 per menit Mati Sumber : Pauzenga, 1991

  Di Indonesia, baku mutu ammonia dan gas hidrogen sulfida di udara ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991 dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Baku Mutu Ambien dan Emisi Ammonia dan H

  2 S

  Konsentrasi gas ammonia H

  2 S

  Baku mutu udara ambien 2,00 ppm/24 jam 0,03 ppm/30 menit Baku mutu udara emisi : 5,00 ppm 6,25 ppm (v/v)

  Ringan 1,00 ppm 5,00 ppm (v/v) Ketat

  Sumber : Wardhana, 1995

2.6 Zeolit

  Zeolit merupakan material yang memiliki banyak kegunaan. Zeolit telah banyak diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion dan sebagai katalis. Zeolit adalah mineral

  4- 5-

  kristal alumina silika tetrahedral [SiO

  4 ] dan [AlO 4 ] yang saling terhubung oleh

  atom-atom oksigen sedemikian rupa, sehingga membentuk kerangka tiga dimensi ion-ion logam, biasanya adalah logam-logam alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Chetam, 1992).

  Kerangka / Struktur Zeolit

  • 4
  • 5

  Tetrahedral silika Tetrahedral alumina Struktur kerangka zeolit disusun dari gabungan unit-unit tersebut yang tersambung oleh ion oksigen yang digunakan secara bersama-sama. Karena atom Si dan O dalam strukturnya tidak memiliki muatan sedangkan atom Al mempunyai kelebihan muatan negatif maka struktur alumina silika tersebut harus dinetralkan oleh

  • 2+ kation (seperti Na , Ca , K , dll).

  O O O

  • Si Al Si O O O O

Gambar 2.1 Struktur Kerangka Zeolit

  Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan alam. Para ahli geokimia dan minerologi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin sehingga akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit. Anggapan lain menyatakan proses terjadinya zeolit berawal dari debu-debu gunung berapi yang beterbangan kemudian mengendap didasar danau dan dasar lautan. Debu-debu vulkanik tersebut selanjutnya mengalami berbagai macam perubahan oleh air danau atau air laut sehingga terbentuk sedimen-sedimen yang mengandung zeolit di dasar danau atau lautan (Setyawan, 2002). Zeolit alam dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : a.

  Zeolit yang terdapat diantara celah-celah batuan atau diantara lapisan batuan.

  Zeolit jenis ini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit, fluorit dan mineral sulfida.

  b.

  Zeolit yang berupa batuan, hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk zeolit, diantaranya adalah : klinoptiolit, analsium, laumantit, modernit, filipsit, erlonit, kabasit, dan heulandit. Zeolit alam langsung ditambang dari alam, oleh karena itu zeolit alam ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit, untuk memperbaiki karakter zeolit alam sehingga dapat digunakan sebagai katalis, absorben, atau aplikasi lainnya, biasanya dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu. (Yunita, 2010).

2.7 Aktivasi Zeolit Alam

  Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan baik secara fisika maupun secara kimia. Aktivasi secara fisika dilakukan melalui pengecilan ukuran butir, pengayakan dan pemanasan pada suhu tinggi, tujuannya untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik, memperbesar pori dan memperluas permukaan. Sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan melalui pengasaman. Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik.

  • Pengasaman ini akan menyebabkan terjadinya pertukaran kation dengan H . Disamping aktivasi untuk memperbaiki karakter zeolit dilakukan modifikasi zeolit, yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk kation dan komposisi kerangka yang berbeda. Modifikasi zeolit alam yang umum dilakukan adalah Dealuminasi zeolit. Dealuminasi zeolit dilakukan bertujuan untuk mendapatkan jumlah AI yang diinginkan pada suatu zeolit alam. Kenaikan rasio Si/AI akan memberikan perubahan medan
magnet elektrostatik dalam zeolit, sehingga mempengaruhi interaksi adsorpsi zeolit. Zeolit bersilika rendah akan bersifat hidrofilik, sementara zeolit bersilika tinggi bersifat hidrofobik (dan lipofilik) (Ertan, 2005).

2.8 Sifat-sifat Zeolit

  Zeolit memiliki sejumlah sifat kimia maupun fisika yang menarik diantaranya mampu menyerap (adsorpsi) zat organik maupun anorganik, sebagai penukar kation (ion exchanger), katalisator (catalyst), dan penyaring molekul berukuran halus (molecular sieving), (Dixon dan Weed, 1989).

2.8.1 Sifat-sifat adsorpsi dari zeolit

  Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan suatu zat oleh zat lainnya, yang hanya terjadi pada permukaan. Zat yang diserap disebut fase terserap (adsorbat) dan zat yang menyerap disebut adsorben. Struktur zeolit mempunyai sistem mikropori yang biasanya diisi oleh kation dan air. Molekul tersebut bebas bergerak sehingga dapat disubsitusi secara reversible oleh molekul lain. (Park dan Komarneni, 1997).

  Menurut Perrich dalam Efendi (2005), faktor yang paling menentukan daya adsorpsiadalah kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi, karena memperkirakan adsorpsi secara akurat dalam suatu sistem baik untuk satu atau lebih absorbat sangatlah sulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi diantaranya : luas area permukaan, ukuran pori, kelarutan absorbat, pH dan suhu.

  Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju adsorpsi diantarnaya ukuran partikel, konsentrasi adsorbat dalam larutan, suhu larutan dan agitasi (pengadukan) (Efendi, 2005). Proses adsorpsi pada adsorban yang berongga terjadi karena terjebaknya molekul-molekul adsorbat dalam rongga mengalami penyaringan sedangkan pada sisi aktifnya terjadi interaksi dengan molekul adsorbat (Sharma, 1986).

Gambar 2.2 Proses adsorpsi – desorpsi berbagai kation dalam zeolit

  Kation-kation dalam kerangka zeolit dapat ditukar dan disubsitusi tanpa merubah struktur kerangka (isomorfis) dan dapat menimbulkan gadien medan listrik dalam kanal-kanal dan ruangan-ruangan zeolit. Gadien ini akan dialami semua adsorbat yang masuk kepori zeolit, karena kecilnya diameter pori yang ukurannya beberapa angstrom. Sebagai akibatnya kelakuan-kelakuan zat teradsorpsi seperti tingkat disosiasi, konduktivitas akan berbeda dari kelakuan zat yang bersangkutan dalam keadaan normalnya.

  Molekul yang polar (misalnya ammonia atau air) akan berinteraksi lebih kuat dengan gadien medan elektronik intrakristal, dibandingkan molekul-molekul non polar (Smith, 1992).

2.8.1.1 Luas Permukaan Zeolit

  Struktur yang khas dari zeolit, yakni hampir sebagian besar merupakan kanal dari pori, menyebabkan zeolit memiliki luas permukaan yang besar. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pori dan kanal dalam maupun antar kristal dianggap berbentuk silinder, maka luas permukaan total zeoit adalah akumulasi dari luas permukaan (dinding) pori dan kanal-kanal penyusun zeolit. Semakin banyak jumlah pori yang dimiliki, semakin besar luas permukaan total yang dimiliki zeolit, luas permukaan internal zeolit dapat mencapai puluhan bahkan ratusan kali lebih besar dibanding permukaan luarnya. Luas permukaan yang besar ini sangat menguntungkan dalam pemanfaatan zeolit sebagai adsorben (Dyer, 1988).

2.8.2 Sifat Pertukaran Ion dari Zeolit

  Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan salah satu para meter yang dapat digunakan dalam menentukan kualitas zeolit yang akan digunakan, biasanya dinyatakan sebagai KTK (Kemampuan Tukar Kation). KTK adalah jumlah mengion logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 g zeolit dalam kondisi kesetimbangan. Nilai KTK zeolit ini banyak bergantung pada jumlah ion AI dalam struktur zeolit. Setiap jenis zeoit juga mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit berpengaruh pada besarnya rongga yang terbentuk, sifat kation, suhu dan jenis anion (Poerwadio dan Masduqi, 2004).

2.9 Zeolit Alam Sarulla

  Pengendapan zeolit alam di daerah Sarulla merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensial zeolit alam yang cukup besar di Sumatera

  • – Utara. Penambangan zeolit di daerah ini umumnya dilakukan dengan tambang terbuka (open cut) dengan terlebih dahulu mengupas tanah penutupnya.

  Berdasarkan hasil penelitian laboratorium Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Minieral dan Batubara Bandung, maka zeolit alam Sarulla yang digunakan dalam penelitian ini memiliki komposisi kimia sebagai berikut :

  Tabel. 2.6 Deposit zeolit alam sarulla No Senyawa Konsentrasi (%)

  1 SiO

  2 65,2

  2 Al

  2 O 3 14,91

  3 Fe

  2 O 3 1,80

  4 CaO 4,46

  5 MgO 1,84

  6 K

2 O 1,49

  7 Na O 1,29

  2

  8 TiO

  2 0,75

  9 LOI 7,60 Deposit zeolit alam Sarulla adalah jenis anortit

  • – monmorilonit. Struktur zeolit jenis monmorilonit terdari dari 3 lapisan selang seling tetrahedral silika – oktahedral alumina
  • – tetrahedral silika. Lapisan silika dan alumina terikat sangat longgar oleh penghubung oksigen, sehingga kisi kristalnya mudah mengembang. Luas total

  

2

  permukaan yang aktif adalah 700 – 800 m /g.oleh karena itu zeolit jenis ini memiliki kemampuan yang besar untuk mengadsorbsi ion dan molekul-molekul polar. Zeolit yang mengandung 85

  • – 90 % monmorilonit dalam dunia perdagangan dikenal sebagai bentonit.

  Di Indonesia zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung, dalam jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah Pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain di Kec. Bayah (Jawa Barat), Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Propinsi Lampung.

  Di Sumatera Utara endapan zeolit tersebar luas di daerah dengan jumlah cadangan yang diperkirakan cukup besar akan tetapi mineral zeolit tersebut belum dimanfaatkan secara baik dan optimal. Berdasarkan hasil analisis kegiatan dan pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku sektor industri di Propinsi Sumatera Utara (Balitbang SU, 2004) disimpulkan bahwa sebagian besar bahan baku utama dan bahan baku tambahan yang digunakan pada sektor industri masih banyak didatangkan dari daerah luar propinsi Sumatera Utara (termasuk zeolit alam).

2.10 Penentuan Ammonia

  Ada beberapa metode standart dalam penentuan ammonia dalam larutan yaitu Kalorimeter, Titrimetri, dan metode instrumental dengan elektroda membran selektif terhadap ammonia. Pada cara kalorimeter ada dua macam metode yang dapat digunakan yaitu metode nessler dan phenat.

  2.10.1 Metode Nessler

  Metode Nessler lebih umum digunakan dalam penentuan ammonia, karena metode Nessler telah teruji dan prosesnya cukup cepat prinsif penentuan kadar ammonia dengan metode Nessler adalah ammonia direaksikan dengan reagens nessler (K

  2 HgI 4 )

  dalam suasana basa membentuk senyawa kompleks yang berwarna kunign hingga kuning kecoklatan. Reagens dibuat dari campuran KI dan HgI . Intensitas warna yang

  2

  terjadi akan sebanding dengan konsentrasi ammonia dalam sampel dan serapannya diukur pada spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm (Cole, D.J.A, 1996).

  2.10.2 Spetrofotometri UV – VIS

  Spetrofotometri UV

  • – VIS adalah metode yang banyak digunakan dalam analisis lingkungan karena luas penggunaannya yaitu bahan kimia anorganik dan organik menyerap pada daerah UV, memiliki sensitivitas, akurasi, dan selektivitas yang tinggi, sederhana mudah untuk digunakan.

  Spetrofotometri UV

  • – VIS merupakan gabungan Spetrofotometer UV dan visible. Pada Spetrofotometri UV
  • – VIS menggunakan dua buah sumber cahaya
  • – berbeda yakni sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Spetrofotometri UV VIS termasuk Spetrofotometri berkas ganda.

  Pada Spetrofotometri berkas ganda blanko dan sampel dimasukkan atau disinari secara terpisah. Zat yang dapat dianalisis dengan Spetrofotometri UV – VIS yaitu zat dalam bentuk larutan dan zat yang tampak berwarna maupun berwarna. (Cole, D.J.A, 1996). Bagan

Gambar 2.3 Bagan Spektofotometer UV/Vis

2.11 Pemanfaatan Zeolit Alam

  Peran zeolit memiliki aplikasi multiguna diantaranya adalah bidang pertanian yakni dapat meningkatkan kesuburan dan mengurangi dosis pupuk urea sebanyak 20 – 30% sehingga produksi dan mutu pertanian meningkat, ini dikarenakan zeolit sebagai mineral penukar ion/ kation memiliki daya tahan tinggi untuk menahan ion ammonium/ ammonia dan kalium yang terdapat dalam air.

  Dalam bidang peternakan dapat meningkatkan efisiensi nitrogen, dapat mereduksi penyakit lambung pada hewan ruminensia. Pengontrol kelembaban kotoran hewan dan kandungan ammonia kotoran hewan.

  Bidang perikanan dapat membersihkan air kolam ikan yang mempunyai sistem resirkulasi air, dapat mengurangi kadar nitrogen pada kolam ikan. Dalam bidang energi sebagai katalis pada proses pemecahan hidrokarbon minyak bumi, sebagai panel-panel pada pengembangan energi matahari dan penyerap gas treon. Pada bidang industri dapat sebagai pengisi (filter) pada industri kertas, semen, beton, kayu lapis, besi baja, dan besi tuang, adsorben dalam industri tekstil dan minya sawit, bahan baku pembuat keramik (Harjanto, S. 1987).