PENDAHULUAN Hubungan Pola Asuh dengan Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak di SD Negeri Pajang 1 Surakarta.

 

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah seseorang yang terbentuk sejak masa konsepsi sampai
akhir masa remaja. Definisi anak berdasarkan UU No. 23 tahun 2002, adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk dalam anak yang masih
berada dalam kandungan (Fadlyana & Larasaty, 2009). Berdasarkan data
struktur populasi kelompok usia anak di Indonesia menurut (Kemenkes RI,
2014)

pada tahun 2013 total dari seluruh kelompok usia anak sebesar

37,66% atau 89,5 juta penduduk. Berdasarkan kelompok usianya, jumlah
anak kelompok usia 0-4 tahun sebanyak 22,7 juta jiwa (9,54%), kelompok
usia 5-9 tahun sebanyak 23,3 juta jiwa (9,79%), kelompok usia 10-14 tahun
sebanyak 22,7 juta jiwa (9,55%), dan kelompok usia 15-19 tahun berjumlah
20,9 juta (8,79%).
Anak merupakan individu yang tumbuh dan berkembang, baik
dalam bidang somatis, maupun dalam bidang psikologis. Anak bukan

merupakan orang dewasa dalam bentuk “mini”. Karena memang prosesnya
yang berlainan. Dengan demikian, maka tidak boleh dilupakan bahwa
gangguan jiwa pada anak bisa timbul sewaktu kepribadiannya sedang
berkembang serta gangguan jiwa itu mungkin merupakan refleksi
penyimpangan dalam perkembangan itu sendiri (Willy F & Maramis, 2009).
Dalam perkembangan seorang anak pola asuh merupakan bagian dari
proses sosialisasi yang penting dan paling mendasar. Fungsi utama
pengasuhan anak adalah untuk mempersiapkan seseorang untuk menjadi
warga masyarakat, karena keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama
bagi seorang anak dan orangtua sebagai pemeran utama dalam pembentukan
kepribadian anak (Andayani & Koentjoro, 2012). Bagi anak hal ini
merupakan sarana untuk belajar nilai, norma, sikap dan cara berperilaku yang
khas pada masyarakat dimana anak berada. Pengasuhan itu sendiri muncul




 

dengan cara yang berbeda-beda. Pada cara pengasuhan yang berbeda maka

akan menghasilkan tipe kepribadian dasar yang berbeda pula (Ismail, 2015).
Anak paling aktif pada saat masa perkembangan karena kepribadian
sedang dalam pembentukan dan di dalamnya banyak sekali terjadi perubahan
atau modifikasi perilaku, maka perlu untuk mengetahui gejala patologis
berupa masalah atau gangguan pada perkembangan seorang anak (Hassan &
Husein Alatas, 2007). Masalah emosi dan perilaku adalah salahsatu dari
beberapa masalah yang menyebabkan hambatan pada perkembangan seorang
anak seperti masalah psikososial, depresi pada anak, dan gangguan jiwa yang
lainnya. Masalah emosi dan perilaku pada anak merupakan masalah yang
cukup serius karena berdampak terhadap perkembangan, serta menimbulkan
hendaya dan menurunkan produktivitas serta kualitas hidup mereka. (Wiguna
et al., 2010).
Insidensi di dunia menurut World Health Organization (WHO)
didapatkan 1 dari 5 anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami
masalah emosi dan perilaku. Di Singapura, 12,5% anak usia 6–12 tahun
memiliki masalah emosi dan perilaku (Wiguna et al., 2010). Sedangkan di
Indonesia prevalensi penduduk usia ≥ 15 tahun yang mengalami masalah
mental emosional secara nasional adalah 6.0 % di Provinsi Jawa Tengah 4,7
% (Kemenkes RI, 2013). Penelitian pada kunjungan poli tumbuh kembang
anak RSJD Surakarta pada tahun 2013 didapatkan prevalensi masalah emosi

dan perilaku pada anak sebesar 26% (Nurhaeni, 2015).
Masalah emosi dan perilaku pada anak mengakibatkan kesulitan
dalam belajar karena sulit untuk memusatkan perhatian, kemampuan
mengingat yang buruk, bertingkah yang tidak sesuai di dalam lingkungan
sekolah, serta akan meningkatkan angka kenakalan dan kriminalitas di masa
dewasa (Blanchard et al., 2006). Gangguan perilaku ini termasuk dalam
PPDGJ-III F90-F98. Tetapi gangguan ini lebih ringan dari psikosis, neurosis,
dan gangguan kepribadian (Rusdi, 2001).
Berbagai stresor biopsikososial seringkali dikaitkan dengan
terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak, seperti adanya penyakit

 
 


 

fisik, kekerasan dalam rumah tangga, hubungan dengan teman sebaya yang
inadekuat, serta pola asuh yang inadekuat (Wiguna et al., 2010). Pola asuh
yang inadekuat akan memiliki dampak pada perkembangan anak yaitu pada

orangtua yang bersikap otoriter anak akan cenderung bersifat suka
bermusuhan dan pemberontak, pada anak yang orangtuanya permisif
cenderung berperilaku bebas atau tidak terkontrol dan pada anak yang
orangtuanya demokratis cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan,
dan perilaku nakal (Yusuf, 2015). Orangtua yang menerapkan pola asuh
otoriter, Permisif, dan neglectful parent akan menyebabkan relasi orangtuaanak buruk dan mendukung terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak
(Nurhaeni, 2015). Menurut (Willy F & Maramis, 2009), masih banyak faktor
lain yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, akan tetapi
sikap orangtua terhadap anak ialah yang paling penting.
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pola asuh dengan masalah emosi dan perilaku pada anak di
SD Negeri Pajang 1 Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan pola asuh orangtua dengan masalah emosi dan
perilaku pada anak di SD Negeri Pajang 1 Surakarta ?
C. Tujuan penelitian
Mengetahui ada tidaknya hubungan antara pola asuh orangtua dengan
masalah emosi dan perilaku pada anak di SD Negeri Pajang 1 Surakarta.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis

a. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
informasi tentang adanya hubungan pola asuh orangtua dengan
masalah emosi dan perilaku pada anak.
b. Penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi peneliti lainnya untuk
penelitian lebih lanjut.

 
 


 

2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi orangtua, penelitian ini akan sangat bermanfaat dengan mengerti
pentingnya pola asuh (parenting style) dan dampaknya terhadap anak.
b. Bagi pendidik, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan edukasi
kepada para orangtua wali dan monitoring keadaan anak bila terdapat
masalah dalam emosi dan perilakunya.
c. Bagi peneliti, dengan penelitian ini akan menambah khazanah ilmu
tentang psikiatri anak.