Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. HADRIANUS

SINAGA PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh:

PARNO GULTOM NIM.111000057

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. HADRIANUS

SINAGA PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

PARNO GULTOM NIM.111000057

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. HADRIANUS SINAGA PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

kelimuan yang berlaku dalam masyarakat kelimuan. Atas pernyataan ini saya siap

apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika kelimuan

dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.


(4)

(5)

ABSTRAK

Penyakit TB paru masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara berkembang. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, benua Asia menyumbang 56% jumlah penderita TB paru di dunia pada tahun 2013, Afrika 29%, regional mediterania timur 8%, Eropa 4%, dan yang paling kecil beban penderita TB adalah wilayah Amerika 3% dari total jumlah penderita TB paru di dunia. Indonesia menempati posisi keempat tertinggi TB paru di dunia tahun 2013. Jumlah penderita TB paru yang dirawat inap di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 adalah 131 orang

Untuk mengetahui karakteristik penderita TB paru, dilakukan penelitian di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir dengan desain case-series. Populasi dan sampel penelitian berjumlah 131 orang pada tahun 2014 yang tercatat di rekam medik rumah sakit. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square, t-test, Kruskal Wallis, Mann-Whitney.

Proporsi berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 57-65 tahun (29%), laki-laki (75,6%), Suku Batak (100%), pendidikan SD (38,9%), petani (75,6%), di Kabupaten Samosir (96,9%). Proporsi terbesar berdasarkan keluhan utama adalah batuk darah 62,6%, status BTA positif 55,7%, kategori I 74%, lama rawatan rata-rata 5 hari, keadaan sewaktu pulang atas izin dokter 71,0%, sumber biaya BPJS 59,5% Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan keluhan utama (p=0,035), status BTA berdasarkan keluhan utama (p<0,001), lama rawatan berdasarkan sumber biaya (<0,001). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan keluhan utama (p=0,736), umur berdasarkan lama rawatan (0,186), lama rawatan berdasarkan keadaan sewaktu pulang(0,095).

Penulis menyarankan tentang pencegahan penyakit TB paru perlu ditingkatkan dan bukan hanya difokuskan pada pengobatan dengan melibatkan instansi terkait. Pengobatan penderita TB paru sampai tuntas sangat diperlukan agar penderita sembuh dan tidak kambuh lagi. Pelayanan kesehatan di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga perlu ditingkatkan khususnya dalam menanggulangi penderita TB paru yang mempunyai penyakit komplikasi yang cukup parah. Kepada petugas RSUD. Dr Hadrianus Sinaga paru agar melengkapi data-data pada kartu status pasien seperti riwayat TB paru pada keluarga.


(6)

ABSTRACT

Pulmonary tuberculosis is still health problem in developing countries. According to World Health Organization (WHO) in 2014, Asia accounted for 56% of the number of patients with pulmonary tuberculosis in the world in 2013, Africa 29%, eastern Mediterranean region 8%, Europe 4% and the smallest burden of pulmonary tuberculosis isin the American region 3% of the total number of patients with pulmonary tuberculosis in the world. Indonesia occupies the fourth position in the world's highest pulmonary tuberculosis in 2013. The number of patients with pulmonary tuberculosis who inpatient in RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir are 131 people.

To know the characteristics of pulmonary tuberculosis, conducted a research in RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir with case-series design. Population and sample were 131 people who were recorded in hospital medical record in 2014. Univariate data were analyzed by descriptively and bivariate data were analyzed by using Chi square, t-test, Kruskal-Wallis, Mann-Whitney.

Based on the sosiodemograph, the highest proportion is in the age group namely 57-65 years (29%), males (75,6%), Bataknese (100%), primary school / equivalent (38,9%), farmers (75,6%), in regency of Samosir (96,9%). The highest proportion based on main gripe is hemoptysis 62,6%, positive BTA status 55,7%, category I 74%, the average length of stay 5 days, expense source of BPJS 59,5%, outpatient by doctor permission 71,0. There was significant difference between the proportion of sex based on main gripe (p= 0,035), BTA status based on main gripe(< 0,001), length of treatment based on expense source(< 0,001). There was no significant difference between the proportion of age based on main gripe (0,736) , age based on length of treatment (0,186), length of treatment based on out of patient (0,095).

The authors suggest for prevention of pulmonary TB disease should be enhanced and not only focused intreatments with involving related institutions. Patients with pulmonary TB treatment until completed very necessary for patients cured and not relapse again. Health services in RSUD Dr. Hadrianus Sinaga needs to be improved , especially in dealing with pulmonary tuberculosis patients who have severe disease complications. The authors also suggest for the hospital employees of RSUD. Dr Hadrianus Sinaga to complete data on patient status card such as family history of pulmonary TB.

Keywords: Pulmonary tuberculosis, characteristics, inpatient


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena

kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

mendukung penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku ketua Departemen Epidemiologi FKM

USU dan selaku dosen penguji IV yang telah memberi pengarahan dan

masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan masukan, saran selama bimbingan akademik.

4. Ibu dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi bimbingan, pengarahan

dan masukan sehingga skripsi dapat diselesaikan.

5. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen pembimbing II yang telah

memberi pengarahan, masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku dosen penguji III yang

telah memberi dukungan, masukan dan pengarahan sehingga skripsi ini


(8)

7. Bapak direktur RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten

Samosir, kepala rekam medik beserta seluruh pegawai dibagian rekam

medik RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir yang

telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

8. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan pengajaran selama penulis

mengikuti proses perkuliahan di FKM USU, beserta seluruh pegawai.

9. Staf Departemen Epidemiologi FKM USU Medan.

10.Orangtua penulis terkasih, bapak St. G.Gultom dan Ibu M.Tamba, S.Pd,

Kakakku dan abang-abangku dan adikku yang selalu memberi doa,

dukungan, semangat, dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat saya di SC dan juga teman-teman peminatan

Epidemiologi FKM USU tahun 2011.

12.Teman-teman mahasiswa FKM USU angkatan 2011 buat kebersamanan

selama mengikuti perkuliahan di FKM USU.

13.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang membantu

penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi

ini. Oleh karena itu, kritik dan sarn penulis harapkan demi kesempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini memberi manfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2015

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK. ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1 Defenisi Tuberkulosis Paru ... 11

2.2 Etiologi ... 11

2.3 Patogenesis ... 12

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Tuberkulosis Paru ... 13

2.5 Perkembangan Alamiah Penyakit ... 14

2.5.1 Tuberkulosis Paru Primer ... 14

2.5.2 Tuberkulosi Paru Post Primer ... 15

2.6 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru ... 15

2.6.1 Klasifikasi Berdasarkan OrganTubuh yang Terkena ... 15

2.6.2 Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemerikasaan Dahak Miskroskopis, yaitu Pada TB paru ... 16

2.6.3 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit ... 17

2.7 Gejala-gejala Penyakit Tuberkulosis Paru ... 17

2.7.1 Gejala klinis ... 17

2.7.2 Gejala Umum ... 19

2.8 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru ... 20

2.9 Komplikasi Tuberkulosis Pau. ... 21

2.10 Pengobatan Tuberkulosis Paru ... 22

2.11 Pencegahan Tuberkulosis Paru ... 24

2.11.1 Pencegahan Pertama... 24

2.11.2 Pencegahan Kedua. ... 24

2.11.3 Pencegahan Ketiga. ... 28


(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

3.3.1 Populasi Penelitian ... 30

3.3.2 Sampel Penelitian ... 30

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5 Defenisi Operasional ... 31

3.6 Teknik Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL. ... 35

4.1 Deskripsi lokasi Penelitian. ... 35

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ... 35

4.1.2 Visi, Misi, Nilai-nilai, Motto, Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir... 36

4.1.3 Fasilitas Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan... 38

4.1.4 Tenaga Kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan. ... 38

4.1 Analisa Deskriptif. ... 39

4.2.1 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi ... 40

4.2.2 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama ... 42

4.2.3 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Status BTA ... 43

4.2.4 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Pengobatan ... 44

4.2.5 Lama Rawataan Rata-rata Penderita TB Paru yang Dirawat Inap ... 44

4.2.6 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya ... 45

4.2.7 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang... 46

4.3 Analisa Statistik ... 47

4.3.1 Umur Berdasarkan keluhan utama ... 47

4.3.2 Umur Berdasarkan Lama Rawatan Rata-rata ... 48

4.3.3 Jenis Kelamin Berdasarkan Keluhan Utama ... 48

4.3.4 Status BTA Berdasarkan Keluhan Utama ... 49

4.3.5 Lama Rawatan Berdasarkan Sumber Biaya ... 50

4.3.5 Lama Rawatan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 51

BAB V PEMBAHASAN ... 53

5.1 Sosiodemografi Penderita TB Paru yang Dirawat Inap ... 53

5.1.1 Umur ... 53

5.1.2 Jenis Kelamin ... 54

5.1.3 Suku ... 56


(11)

5.1.6 Tempat Tinggal ... 59

5.2 Keluhan Utama... 60

5.3 Status BTA ... 61

5.4 Kategori Pengobatan ... 63

5.5 Lama Rawatan Rata-Rata ... 64

5.6 Sumber Biaya ... 64

5.6 Keadaan Sewaktu Pulang ... 66

5.8 Analisa Statistik ... 68

5.8.1 Umur Berdasarkan Keluhan Utama ... 68

5.8.2 Umur Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata ... 69

5.8.3 Jenis Kelamin Berdasarkan Keluhan Utama ... 70

5.8.4 Status BTA Berdasarkan Keluhan Utama ... 72

5.8.5 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 73

5.8.6 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang. ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79 DAFTAR LAMPIRAN

1. Master Data

2. Hasil Pengolahan Data

3. Surat Permohonan Penelitian 4. Surat Persetujuan Penelitian 5. Surat Selesai Penelitian


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Tenaga Kerja Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 39

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Suku, Tempat Tinggal, Pendidikan, Pekerjaan Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 40 Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderit TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Keluhan Utama yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 42 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Status BTA Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 43 Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Kategori Pengobatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 44 Tabel 4.6 Lama Rawatan Rata-rata Penderita TB Paru yang

Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 44 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Sumber Biaya Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 45 Tabel 4.8 Distribusi Penderita TB Paru yang Dirawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 46 Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Keluhan Utama


(13)

Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 47 Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Lama Rawatan

Rata-rata Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 48 Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Keluhan

Utama Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 49 Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Status BTA Berdasarkan Keluhan

Utama Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014.. ... 49 Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Berdasarkan

Sumber Biaya Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 50 Tabel 4.14 Distibusi Proporsi Lama Rawatan Berdasarkan Sumber

Keadaan Sewaktu Pulang Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 5.1 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014. ... 53 Gambar 5.2 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 55 Gambar 5.3 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Pendidikan Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 57 Gambar 5.4 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 58 Gambar 5.5 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Tempat Tinggal Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 59 Gambar 5.6 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 60 Gambar 5.7 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Status BTA di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 62 Gambar 5.8 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Kategori Pengobatan Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 63 Gambar 5.9 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat


(15)

Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 65 Gambar 5.10 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat

Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 66 Gambar 5.11 Distribusi Proporsi Umur Penderita TB Paru yang

Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 68 Gambar 5.12 Distribusi Proporsi Umur Penderita TB Paru yang

Dirawat Inap Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 69 Gambar 5.13 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita TB Paru

yang Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 71 Gambar 5.14 Distribusi Proporsi Status BTA Penderita TB Paru

yang Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 72 Gambar 5.15 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita

TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 ... 73 Gambar 5.16 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita

TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus


(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Parno Gultom

Tempat/ Tanggal Lahir : Parrauan/ 28 September 1992

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 5 dari 6 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Jamin Ginting no.7 simp. Selayang Medan

Riwayat Pendidikan

1. 1999-2005 : SD Inpres no. 177083 Parsaoran Tamba

2. 2005-2008 : SMP Sw. RK Bintang Samosir Palipi

3. 2008-2011 : SMA Negeri 1 Pangururan


(17)

ABSTRAK

Penyakit TB paru masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara berkembang. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, benua Asia menyumbang 56% jumlah penderita TB paru di dunia pada tahun 2013, Afrika 29%, regional mediterania timur 8%, Eropa 4%, dan yang paling kecil beban penderita TB adalah wilayah Amerika 3% dari total jumlah penderita TB paru di dunia. Indonesia menempati posisi keempat tertinggi TB paru di dunia tahun 2013. Jumlah penderita TB paru yang dirawat inap di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 adalah 131 orang

Untuk mengetahui karakteristik penderita TB paru, dilakukan penelitian di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir dengan desain case-series. Populasi dan sampel penelitian berjumlah 131 orang pada tahun 2014 yang tercatat di rekam medik rumah sakit. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square, t-test, Kruskal Wallis, Mann-Whitney.

Proporsi berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 57-65 tahun (29%), laki-laki (75,6%), Suku Batak (100%), pendidikan SD (38,9%), petani (75,6%), di Kabupaten Samosir (96,9%). Proporsi terbesar berdasarkan keluhan utama adalah batuk darah 62,6%, status BTA positif 55,7%, kategori I 74%, lama rawatan rata-rata 5 hari, keadaan sewaktu pulang atas izin dokter 71,0%, sumber biaya BPJS 59,5% Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan keluhan utama (p=0,035), status BTA berdasarkan keluhan utama (p<0,001), lama rawatan berdasarkan sumber biaya (<0,001). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan keluhan utama (p=0,736), umur berdasarkan lama rawatan (0,186), lama rawatan berdasarkan keadaan sewaktu pulang(0,095).

Penulis menyarankan tentang pencegahan penyakit TB paru perlu ditingkatkan dan bukan hanya difokuskan pada pengobatan dengan melibatkan instansi terkait. Pengobatan penderita TB paru sampai tuntas sangat diperlukan agar penderita sembuh dan tidak kambuh lagi. Pelayanan kesehatan di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga perlu ditingkatkan khususnya dalam menanggulangi penderita TB paru yang mempunyai penyakit komplikasi yang cukup parah. Kepada petugas RSUD. Dr Hadrianus Sinaga paru agar melengkapi data-data pada kartu status pasien seperti riwayat TB paru pada keluarga.


(18)

ABSTRACT

Pulmonary tuberculosis is still health problem in developing countries. According to World Health Organization (WHO) in 2014, Asia accounted for 56% of the number of patients with pulmonary tuberculosis in the world in 2013, Africa 29%, eastern Mediterranean region 8%, Europe 4% and the smallest burden of pulmonary tuberculosis isin the American region 3% of the total number of patients with pulmonary tuberculosis in the world. Indonesia occupies the fourth position in the world's highest pulmonary tuberculosis in 2013. The number of patients with pulmonary tuberculosis who inpatient in RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir are 131 people.

To know the characteristics of pulmonary tuberculosis, conducted a research in RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir with case-series design. Population and sample were 131 people who were recorded in hospital medical record in 2014. Univariate data were analyzed by descriptively and bivariate data were analyzed by using Chi square, t-test, Kruskal-Wallis, Mann-Whitney.

Based on the sosiodemograph, the highest proportion is in the age group namely 57-65 years (29%), males (75,6%), Bataknese (100%), primary school / equivalent (38,9%), farmers (75,6%), in regency of Samosir (96,9%). The highest proportion based on main gripe is hemoptysis 62,6%, positive BTA status 55,7%, category I 74%, the average length of stay 5 days, expense source of BPJS 59,5%, outpatient by doctor permission 71,0. There was significant difference between the proportion of sex based on main gripe (p= 0,035), BTA status based on main gripe(< 0,001), length of treatment based on expense source(< 0,001). There was no significant difference between the proportion of age based on main gripe (0,736) , age based on length of treatment (0,186), length of treatment based on out of patient (0,095).

The authors suggest for prevention of pulmonary TB disease should be enhanced and not only focused intreatments with involving related institutions. Patients with pulmonary TB treatment until completed very necessary for patients cured and not relapse again. Health services in RSUD Dr. Hadrianus Sinaga needs to be improved , especially in dealing with pulmonary tuberculosis patients who have severe disease complications. The authors also suggest for the hospital employees of RSUD. Dr Hadrianus Sinaga to complete data on patient status card such as family history of pulmonary TB.

Keywords: Pulmonary tuberculosis, characteristics, inpatient


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus

limfe (Crofton, 2002). Penyakit TB paru masih merupakan masalah kesehatan

terutama di negara-negara berkembang. Hal ini ditandai dengan angka kesakitan

dan kematian yang semakin meningkat (Depkes RI, 2011)

Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya

dinilai komitmen global Millenium Development Goals (MDGs). MDGs menetapkan TB sebagai bagian dari tujuan di bidang kesehatan yaitu menurunkan

insidens TB paru pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB paru dan angka

kematian akibat TB paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan

tahun 1990, sedikitnya 70% kasus TB paru BTA+ terdeteksi dan diobati melalui

program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat

(PMO) dan sedikitnya 85% tercapai Succes Rate (SR). Upaya pengobatan kasus

TB dilakukan dengan menerapkan strategi DOTS, yaitu strategi penatalaksanaan

TB yang menekankan pentingnya pengawasan terhadap pasien TB untuk

memastikan pasien menyelesaikan pengobatan sesuai ketentuan sampai


(20)

adalah Case Detection Rate (CDR) yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang

diperkirakan ada dalam wilayah tersebut (Kemenkes, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, benua Asia menyumbang 56% jumlah penderita TB paru di dunia pada tahun 2013, Afrika

29%, regional mediterania timur 8%, Eropa 4%, dan yang paling kecil beban

penderita TB adalah wilayah Amerika 3% dari total jumlah penderita TB paru di

dunia. Penderita TB paru terbanyak pada lima negara di dunia yaitu India , China,

Afrika Selatan, Indonesia dan yang kelima adalah Nigeria. Negara India

menanggung beban pederita TB paru sebesar 24% dan China menyumbang 11%

dari total penderita TB paru di dunia. Di negara Jepang, Australia dan New

Zealand, angka insidensi TB paru sebesar 10 per 100.000 penduduk per tahun.

Ketiga negara tersebut merupakan negara yang sedikit menyumbang penderita TB

paru di dunia dan juga negara dengan angka insidensi TB paru terkecil di dunia.

Pada tahun 2013, jumlah kasus penderita TB paru di dunia terbanyak pada usia

dewasa dibanding pada usia di bawah 15 tahun yang hanya menanggung 6% dari

keseluruhan kasus. Perbandingan jumlah penderita TB paru di dunia pada laki-laki

dibanding dengan perempuan pada semua kelompok umur yaitu 1,6 (WHO,

2014). Menurut World Health Statisic tahun 2012, jumlah kematian penderita TB paru di dunia sebanyak 8,7 juta kasus. Wilayah Asia Tenggara menanggung

bagian yang terberat dari beban TB paru yakni sekitar 38% dari kasus TB paru di


(21)

3

Penyakit TB paru banyak menyerang masyarakat Indonesia. Prevalensi penduduk

Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah

0,4% yang berarti bahwa tiap 100.000 penduduk terdapat 400 orang yang

didiagnosis menderita TB paru. Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi

TB paru cenderung meningkat pada usia dewasa, dengan pendidikan rendah, dan

yang mempunyai pekerjaan (Riskesdas, 2013).

Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA+ sebanyak 196.310 kasus.

Angka notifikasi kasus BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia sebesar 81,0 per

100.000 penduduk, sementara tahun 2008 sampai tahun 2012 berturut-turut adalah

73,73,78,83,84 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus baru BTA+ pada laki-laki

lebih besar dibanding jumlah kasus baru BTA+ pada perempuan. Jumlah kasus

baru BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia pada laki-laki sebesar 59,8%

sedangkan pada perempuan sebesar 40,2%. Berdasarkan kelompok umur, kasus

BTA+ lebih tinggi pada kelompok umur 25-24 tahun yaitu sebesar 21,40%

sedangkan kelompok umur yang paling rendah terdapat pada kelompok umur 0-14

tahun sebesar 0,72% diikuti kelompok umur >65 tahun yaitu sebesar 6,65%.

Angka keberhasilan pengobatan TB paru BTA+ di Indonesia tahun 2013 adalah

90,5% (Kemenkes RI, 2014).

Pada tahun 2012, jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan di Indonesia sebanyak

202.301 kasus. Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Jumlah kasus BTA+ pada tahun 2011 sebesar 197.797 kasus. Pada

tahun 2012, kasus baru penderita TB paru BTA+ ditemukan paling banyak pada


(22)

tahun sebesar 19,38% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,26%.

Kasus baru BTA+ kelompok umur 0-14 tahun merupakan proporsi yang paling

rendah. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki hampir 1,5 kali

dibandingkan kasus BTA+ pada wanita tahun 2012. Sebesar 59,4% kasus BTA+

yang ditemukan pada laki-laki dan 40,6% kasus pada perempuan (Kemenkes RI,

2013).

Pada tahun 2011, jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan sebesar 197.797

kasus di Indonesia. Jumlah tersebut lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2010

yang sebesar 183.366 kasus. Angka prevalensi TB yaitu 289 per 100.000

penduduk pada tahun 2011 (Kemenkes RI, 2012). Pencapaian penemuan jumlah

kasus TB paru BTA+ tahun 2010 sebesar 219 per 100.000 penduduk , tahun 2011

sebesar 214 per 100.000 penduduk dan tahun 2012 sebesar 213 per 100.000

penduduk. Pada tahun 2010 angka keberhasilan pengobatan pasien TB paru

BTA+ sebesar 91.2 %, tahun 2011 sebesar 90.3 % dan tahun 2012 sebesar 90,8 %

(Ditjen PP dan PL, 2013).

Provinsi dengan kasus tertinggi TB paru pada tahun 2013 terdapat di provinsi

Jawa barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Jumlah kasus BTA+ di Jawa Barat

sebesar 33.460 kasus, di Jawa Timur sebesar 23.703 kasus dan di Jawa Tengah

sebesar 20.446 kasus. Kasus tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh

kasus di Indonesia. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi

dari pada perempuan. Jumlah kasus baru BTA+ di provinsi Aceh tahun 2013


(23)

5

laki sebanyak 3.156 kasus, perempuan sebanyak 1.654 kasus. Di Provinsi DKI

Jakarta ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 5.264

kasus dan pada perempuan sebanyak 3.363 kasus. Di provinsi Jawa barat

ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 19.286 kasus

dan pada perempuan sebanyak 14.714 kasus. Di provinsi Kalimantan barat

ditemukan kasus penderita TB paru BTA+ sebanyak 2.987 pada laki-laki dan

1.568 kasus pada perempuan. Di provinsi Sulawesi utara ditemukan kasus

penderita TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 3.148 kasus dan pada

perempuan sebanyak 2.027 kasus. Di provinsi Papua ditemukan kasus penderita

TB paru BTA+ pada laki-laki sebanyak 1.440 kasus dan pada perempuan

sebanyak 1.129 kasus. Di setiap provinsi ditemukan jumlah penderita TB paru

BTA+ lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada perempuan tahun 2013.

Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara,

kasus pada laki-laki dua kali lipat dari kasus pada perempuan, yaitu jumlah kasus

baru BTA+ pada laki-laki sebesar 11.302 kasus sementara pada perempuan

sebesar 5.628 kasus ( Kemenkes, 2014).

Pada tahun 2012, kasus penderita TB paru rata-rata terjadi pada orang dewasa.

Provinsi Banten memiliki capaian keberhasilan pengobatan tertinggi sebesar

98,3% diikuti oleh Gorontalo sebesar 96,6%, dan Sulawesi Utara sebesar 95,4%.

Sedangkan provinsi dengan capaian terendah adalah Papua Barat sebesar 43,7%

diikuti oleh Papua sebesar 76% dan Kepulauan Riau sebesar 77,8%. Data ini

menunjukkan bahwa masih ada pengobatan TB paru yang belum teratur di


(24)

Pada tahun 2014, jumlah penderita TB paru yang dilaporkan di Sumatera Utara

sebesar 10.722 orang, sementara jumlah penderita TB paru BTA+ yang sembuh

dan pengobatan lengkap sebanyak 4.605 orang. Berdasarkan data tersebut, dapat

diartikan bahwa jumlah penderita TB paru masih banyak yang belum mendapat

pengobatan secara teratur dan lengkap sehingga tingkat kesembuhannya masih

rendah. Jumlah penderita TB paru tertinggi tahun 2014 di Sumatera Utara yang

dilaporkan terdapat di kabupaten Karo yaitu sebanyak 2.345 kasus. Di kota

Pematangsiantar 400 kasus, di kabupaten Humbang Hasundutan sebanyak 208

kasus, di kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 209 kasus (Kemenkes 2014).

Pada tahun 2013, di Sumatera Utara ditemukan jumlah kasus BTA+ sebanyak

16.917 kasus dari estimasi kasus BTA+ sebanyak 21.664 kasus. Cakupan

penemuan kasus baru BTA+ di Sumatera Utara cenderung meningkat dari tahun

2009-2012 yaitu berturut-turut 68,1%, 74,7%, 78,1%, 82,1%, dan pada tahun

2013 terjadi penurunan cakupan penemuan kasus baru BTA+ yaitu 79,6%,

dikarenakan Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli tidak melaporkan kasus TB

selama tahun 2013. Dari 33 kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara,

ditemukan 29 kabupaten/kota memiliki angka penemuan kasus (Case Notification Rate /CNR) TB Paru BTA (+) di atas 75%. Angka CNR tertinggi di kota Pematangsiantar sebesar 226,59% dan terendah di kabupaten Nias Barat sebesar

22,93%. Di kabupaten Samosir, angka CNR TB paru BTA+ sebesar 93.5%


(25)

7

Menurut penelitian Sitorus 2014, jumlah penderita TB paru rawat inap di RSUD.

Rantau Parapat tahun 2012 sebanyak 107 kasus. Kelompok umur tertinggi

penderita kasus TB paru dengan komplikasi yaitu pada umur 15-55 tahun

sebanyak 87 orang (Sitorus S.H, 2014).

Menurut laporan Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Utara tahun 2012, jumlah

kasus baru penderita TB paru di kabupaten Samosir adalah sebanyak 157 kasus.

Kasus baru pada laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 103 kasus sedangkan jumlah

kasus baru penderita TB paru pada perempuan sebanyak 54 kasus. Jumlah kasus

lama penderita TB paru sebanyak 6 kasus. Angka kematian akibat penyakit TB

paru di kabupaten Samosir sebanyak 4 orang pada tahun 2012. Angka prevalensi

penderita TB paru di kabupaten Samosir tahun 2012 adalah 134 per 100.000

penduduk (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Di kabupaten Samosir, jumlah penderita TB paru yang dilaporkan tahun 2014

sebanyak 140 kasus, dan jumlah penderita TB paru yang mendapat pengobatan

lengkap dan sembuh sebesar 59% (82 orang), serta jumlah penderita TB paru yang

diobati sebesar 85% (119) orang. Berdasarkan data di atas, dapat diartikan bahwa

penderita TB paru yang belum sembuh sebesar 41% (58 orang). Hal ini

memungkinkan penderita tersebut berpotensi menularkan ke orang lain

(Kemenkes, 2014).

Berdasarkan uraian latar belakang dan penjelasan-penjelasan data di atas, maka

perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita TB paru rawat inap di


(26)

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Hadrianus Sinaga merupakan salah satu

rumah sakit daerah di kabupaten Samosir provinsi Sumatera Utara. Data yang

diperoleh saat melakukan survei awal di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

kabupaten Samosir, jumlah penderita TB paru tahun 2014 yang dirawat inap

sebesar 131 kasus.

1.2 Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita TB paru yang dirawat inap di RSUD. Dr.

Hadrianus Sinaga Pangururan kabupaten Samosir tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita TB paru yang dirawat inap di RSUD. Dr.

Hadrianus Sinaga Pangururan kabupaten Samosir tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan variabel

sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan,

tempat tinggal.

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan

keluhan utama.

c. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan

status BTA

d. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan

kategori pengobatan


(27)

9

f. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan

sumber biaya.

g. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru rawat inap berdasarkan

keadaan sewaktu pulang.

h. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan keluhan utama.

i. Untuk mengetahui distibusi proporsi umur berdasarkan lama rawatan.

j. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan keluhan utama.

k. Mengetahui distribusi proporsi status BTA berdasarkan keluhan utama.

l. Mengetahui distibusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber

biaya.

m. Mengetahui distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan


(28)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak RSUD. Dr. Hadrianus

Sinaga mengenai karakteristik penderita TB paru sehingga dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan TB paru.

1.4.2 Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang karakteristik

penderita TB paru rawat inap di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga bagi

peneliti.

1.4.3 Penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan informasi untuk penelitian


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

bakteri berbentuk batang, Mycobacterium tuberculosis yang aerobik. Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang menyerang sistem pernafasan bagian bawah

(Alsagaff,H, 2006). Sekitar 80% Mycobacterium tuberculosis menginfeksi paru, tetapi dapat juga menginfeksi organ tubuh lainnya seperti kelenjer getah bening,

tulang belakang, kulit, saluran kemih, otak, usus, mata dan organ lain karena

penyakit tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yaitu penyakit yang dapat

menyerang seluruh bagian tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan progresif

(Crofton, J.,dkk, 2002).

2.2 Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar dinding

kuman terdiri atas lemak ( lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah

yang membuat bakteri ini menjadi tahan asam (asam alkohol) sehingga disebut

bakteri tahan asam ( BTA) dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis

dibanding bakteri lain. Bakteri ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam

keadaan dingin (dapat hidup dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan kuman tuberkulosis menjadi aktif lagi. Bakteri ini juga bersifat


(30)

Paru-paru merupakan tempat oksigen lebih banyak dibanding dengan organ lain

sehingga bakteri tersebut lebih sering hidup dan menyerang paru-paru (Sudoyo,

A.,dkk, 2007). Bakteri ini akan mati pada pemanasan 60ºC selama 30 menit atau

pada 100ºC selama 5 menit sampai 10 menit. Bakteri ini juga mati dengan

perlakuan alcohol 70-95% selama 15-30 detik (Widoyono, 2008.).

2.3 Patogenesis

Sumber penularan adalah penderita TB BTA+ yang berpotensi menularkan

kepada orang yang berada di sekitarnya atau sekelilingnya terutama kontak erat

dengan penderita. Pada waktu batuk dan juga bersin, penderita menyebarkan

kuman ke udara dalam bentuk droplet nuclei. Partikel yang mengandung kuman ini dapat bertahan di udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar

ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembapan. Dalam suasana yang lembab dan

gelap, kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan (Aditama, TY,

2005.).

Orang dapat terinfeksi kalau droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan. Selama

kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia kuman tersebut dapat menyebar dari

paru ke bagian tubuh lainnya melalui system peredaran darah, system saluran

limfe, saluiran nafas atau langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Alsagaff, H,

2006).

Tidak semua kuman TB paru yang masuk ke dalam tubuh akan berkembang

menjadi penyakit TB paru. Mekanisme pertahanan tubuh akan segera bekerja dan


(31)

13

sedang buruk maka daya tahan tubuh akan berkurang, sehingga kemungkinan

terjadinya penyakit TB paru akan lebih besar (Aditama, TY, 2005.).

2.4 Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya TB Paru Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB paru adalah:

1. Harus ada sumber infeksi yaitu penderita dengan kasus terbuka.

2. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup.

3. Virulensi yang tinggi dari basil tuberkulosis.

4. Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil berkembang biak dan

keadaan ini menyebabkan timbulnya penyakit tuberkulosis paru. Penurunan daya tahan tubuh ditentukan oleh :

a. Faktor genetika: merupakan sifat bawaan yang diturunkan sehingga

sesorang mudah menderita tuberkulosis dibandingkan dengan orang lain.

b. Faktor faali: umur.

c. Faktor lingkungan: nutrisi, perumahan, pekerjaan

d. Bahan toksik: alkohol, rokok, kortikosteroid.

e. Faktor imunologis: infeksi primer, vaksinasi BCG

f. Keadaan/penyakit yang memudahkan penyakit infeksi; diabetes mellitus,

pnemokoniosis, keganasan, parsial gasterektomi, morbili.


(32)

2.5 Perkembangan Alamiah Penyakit 2.5.1 Tuberkulosis Paru Primer

Tuberkulosis paru primer adalah penyakit yang terjadi akibat infeksi primer oleh

basil tuberkulosis dan mencakup kompleks primer (lesi parenkim dan nodus

limfatikus regional) serta perluasan komponennya secara langsung (Alpers, A.,

dkk, 2006.). Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra

violet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Bila partikel ini masuk ke tubuh

orang sehat maka akan menempel ke paru-paru. Bakteri akan dihadapi oleh

neutrofil kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati karena

dilawan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan

silia dengan sekretnya. Bakteri yang bisa bertahan di paru akan membuat tempat

tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut afek primer atau Ghon. Kemudian akan timbul peradangan yang dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di

hilus pada lesi pneumonia yang luasnya >5mm dan ± 10% di antaranya

dapat terjadi reaktivasi karena kuman yang dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar pada paru dan sebelahnya dan juga

menyebar ke organ tubuh lainnya (Sudoyo, A.,dkk, 2007).

Pada infeksi primer dapat memberikan keluhan atau tanda-tanda seperti suhu


(33)

15

menurun, uji kulit tuberculin menunjukkan reaksi negatif. Infeksi primer yang

terjadi setelah terbentuknya kekebalan tubuh spesifik, dapat sembuh sendiri

dengan meninggalkan atau tanpa meninggalkan bekas berupa fibrotic, klasifikasi

dan sangat jarang dalam bentuk lain (Alsagaff, H, 2006).

2.5.2 Tuberkulosis Paru Post Primer

Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun kemudian menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer). Tuberkulosis ini muncul karena

imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,

gagal ginjal. Tuberkulosis post primer ini terjadi dimulai dengan afek primer yang

berlokasi di paru dan kemudian menginvasi ke daerah parenkim paru-paru.TB

post primer ini juga terjadi dari usia muda menjadi tuberkulosis usia tua,

tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas. Secara keseluruhan

akan terdapat 3 macam sarang yakni :

a. Sarang yang sudah sembuh yang tidak perlu pengobatan lagi.

b. Sarang aktif eksudatif butuh pengobatan yang legkap dan sempurna.

c. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh yang dapat sembuh spontan

dan juga kemungkinan terjadi eksaserbasi kembali , seharusnya diberi

pengobatan yang sempurna (Sudoyo, A.,dkk, 2007).

2.6 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis

2.6.1 Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh yang Terkena:

a. Tuberkulosis paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)


(34)

b. Tuberkulosis ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar lymfe, tulang,persendian, kulit, usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2.6.2 Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, yaitu Pada TB Paru:

a. Tuberkulosis paru BTA positif.

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

ii. 1 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif

dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelahpemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif yaitu kasus yang tidak memenuhi definisi

pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus

meliputi:

i. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

ii. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

iii. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

iv. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.


(35)

17

a. TB paru BTA negatif, foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila

gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “faradvanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk. b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

i. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

ii. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,

TB saluran kemih dan alat kelamin (Departemen Kesehatan RI, 2006.).

2.7 Gejala-gejala Tuberkulosis Paru

Pada infeksi awal, terkontrol biasanya tanpa gejala. Penyakit primer progresif

mencakup demam, nyeri dada samar-samar, dan nafas pendek. Terdapat 2 jenis

gejala tuberkulosis paru yaitu gejala klinis dan gejala umum.

2.7.1 Gejala klinis a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat

rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada


(36)

b. Dahak

Mula-mula mukoid dan sedikit, mukopuluren/kuning atau kuning hijau sampai

puluren dan kental bila sudah terjadi pengejuan dan liquinfection.Jarang berbau

busuk, kecuali ada infeksi anaerob.

c. Batuk darah

Mungkin berupa garis-garis/bercak-cercak darah atau gumpalan darah atau profus.

Batuk darah jarang berhenti mendadak, penderita masih terus menerus

mengeluarkan gumpalan-gumpalan darah berwarna cokelat untuk beberapa hari.

Batuk darah merupakan tanda terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh

darah pada dinding kavitas. Darah yang dibatukkan pada penyakit tubekulosis

bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam dan keadaan ini menjadi

berbahaya karena dapat menjadi sumber penyebaran kuman secara bronkogen.

d. Nyeri dada

Dari jenis pleuritik nyerinya ringan. Bila nyerinya keras berarti ada pluritis yang

luas (di axilla, ujung spakula dan lain-lain)

e. Dyspnea

Merupakan “late symptom” dari proses lanjut oleh karena retriksi, obstruksi saluran nafas, “Loss of vascular bed”/”Vascular thrombosis” mengakibatkan gangguan difusi hipertensi pulmoner dank or pulmonale.


(37)

19

2.7.2 Gejala Umum a. Panas Badan

Panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan

meningkat ataupun lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif

sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.

b. Berat badan turun

Berat badan menurun merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan

pada orang yang menderita tuberkulosis paru.

c. Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran

panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum

yang lebih cepat.

d. Keringat malam

Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberculosis

paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada

orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini

(Alsagaff,H. 2006., Departemen Kesehatan RI, 2006.)

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb,

sepertibronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat

prevalensi TB diIndonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke

unit pelayanan kesehatan dengan gejalatersebut diatas, dianggap sebagai seorang

tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukanpemeriksaan dahak secara


(38)

2.8 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru a. Berdasarkan Orang

Penyakit TB paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sebenarnya menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin serta menginfeksi tidak hanya pada golongan ekonomi

rendah saja. Sekitar 75% pasien TB paru adalah kelompok usia yang paling

produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Pada tahun 2013 ditemukan jumlah

kasus baru BTA positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus, menurun bila

dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301

kasus. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.

Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara

laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali

lipat dari kasus pada perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru yang

ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40%

diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur

45-54 tahun sebesar 19,39% (Kemenkes RI, 2014).

b. Berdasarkan Tempat

Pada tahun 2013, terdapat 6,1 juta kasus TB di dunia dimana 5,7 juta adalah kasus

yang baru didiagnosis dan 0,4 juta kasus yang sebelumnya sudah didiagnosis

sebagai pasien TB . Negara India dan China menyumbang 37% dari kasus di


(39)

21

Negara India merupakan Negara dengan jumlah total kasus terbanyak di dunia

sebanyak 1.415 .617 kasus dan merupakan negara dengan beban tertinggi (WHO,

2014).

Di Indonesia, pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA+ sebanyak

196.310 kasus. Provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus tertinggi yang

dilaporkan terdapat di propinsi yang berpenduduk besar. Provinsi dengan kasus

tertinggi pada tahun 2013 terdapat di provinsi Jawa barat, Jawa Timur, dan Jawa

Tengah. Jumlah kasus BTA+ di Jawa Barat sebesar 33.460 kasus, di Jawa Timur

sebesar 23.703 kasus dan di Jawa Tengah sebesar 20.446 kasus. Kasus tersebut

hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus di Indonesia. Provinsi di Indonesia

dengan prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis tertinggi di Indonesia yaitu

Jawa Barat sebesar 0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%.

Sedangkan Provinsi Riau, Lampung, dan Bali merupakan provinsi dengan

prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis terendah yaitu masing-masing sebesar

0,1% (Kemenkes, 2013).

Di Sumatera Utara, jumlah kasus BTA+ yang ditemukan yaitu 16.917 kasus atau

79,6% dari estimasi kasus BTA+ yaitu 21.664 kasus; dan mampu mencapai target

nasional yaitu 70%, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

pencapaian tahun 2012 yaitu 82,1% (Dinkes Provinsi Sumut, 2013).

c. Berdasarkan Waktu

Pada tahun 2008, angka notifikasi semua kasus TB di Indonesia adalah 131 per

100.000 penduduk, menurun bila dibandingkan pada tahun 2009 sebesar 127 per


(40)

masing-masing sebesar 129, 136 dan 138 per 100.000 penduduk kemudian pada

tahun 2013 angka notifikasi kasus menurun yaitu sebesar 134.6 kasus per 100.000

penduduk (Kemenkes, 2014). Tetapi pada umumnya waktu tidak mempengaruhi

tingginya angka kejadian TB paru. TB paru akan menular dan menginfenksi

selama penderita lama mempunyai kemampuan untuk menularkan melalui droplet

yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (Widoyono, 2008). 2.9 Komplikasi Tuberkulosis Paru

Penyakit tuberkulosis paru akan menimbulkan komplikasi bila tidakditangani

dengan benar. Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

a. Komplikasi dini: pleuritis efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet's arthropathy

b. Komplikasi lanjut: Obsruksi jalan nafas->SPOT (Sindrom Obsturksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat-> fibrosis paru, kor pulmonala,

amilodiosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering

terjai pada TB milier dan kavitas TB.

2.10 Pengobatan Tuberkulosis Paru a. Sifat Obat

Terdapat 2 macam sifat /aktivitas obat terhadap tuberkulosis yaitu:

i. Aktivitas Bakterisid yaitu obat bersifat membunuh bakteri-bakteri yang

sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif), diukur dari kecepatan obat

tersebut membunuh bakteri sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil


(41)

23

ii. Aktivitas Sterilisasi yaitu obat bersifat membunuh bakteri-bakteri yang

pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi

diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihetikan.

b. Dosis

1. Kategori I. Pasien tuberkulosis paru dengan sputum BTA positif dan kasus baru. Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari

selama 2 bulan obat H, R,Z dan S atau E. Kemudian dilanjutkan ke fase

lanjutan 4HR atau 4H(3)R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA positif setelah 2

bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi, tanpa melihat apakah

sputum sudah negatif atau tidak.

2. Kategori II. Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE, yaitu dengan R dengan

H,Z,E setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.

Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan bisa segera dimulai.

Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4

obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih

positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum

untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan yaitu

5H(3)R(3)E(3) atau 5HRE.

3. Kategori III. Pasien tuberkulosis dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus ekstra-pulmonal (selain dari kategori I).

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2H(3)R(3)E(3)Z(3) yang


(42)

4. Kategori IV. Tuberkulosis kronik. Pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup

diberi H saja untuk pengobatan resistensi ganda (Sudoyo, A.,dkk. 2007).

2.11 Pencegahan tuberkulosis 2.11.1 Pencegahan Pertama

i. Kebersihan lingkungan yaitu menjaga dan mengkondisikan lingkungan

sekitar agar tetap sehat seperti: Ventilasi harus baik, mengurangi tingkat

kepadatan penduduk/penghuni rumah.

ii. Meningkatkan daya tahan tubuh seperti makan makanan bergizi, olahraga

teratur, istirahat atau tidur teratur serta dengan vaskinasi BCG yang bisa

memberikan perlindungan sekitar 0-80 %. Vaksinasi BCG masih tetap

digunakan karena dapat mengurangi kemungkinan tuberkulosis berat, dan

tuberkulosis ekstra paru lainnya

2.11.2 Pencegahan Kedua i. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak ditemukan kelainan terutama pada

kasus dini atau yang sudah terinfilasis secara asimtomatik. Secara anamnesis dan

pemeriksaan fisis tuberkulosis paru susah membedakan dengan pneumonia biasa.

Pemeriksaan pertama terhadap pasien secara pemeriksaan fisisn ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yanng pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),


(43)

25

ii. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis saat ini merupakan cara yang praktis untuk menemukan

lesi tuberkulosis. Gambaran tuberkulosis terlihat berupa bercak-bercak halus yang

umumnya tesebar merata pada seluruh lapangan paru. Pemeriksaan khusus yang

kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi untuk melihat kerusakan

bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan radiologis

dada yang lebih canggih dan sudah banyak saat ini digunakan adalah Computed Tomograhy Scanning (CT Scan) dan juga pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI.)Hasil pemeriksaan rontgen masih kurang akurat bila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sputum. Oleh karena itu perlu dilakukan

pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan yang lebih akurat (Icksan, G A., Dkk,

2008).

iii. Pemeriksaan Laboratorium a. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang sangat penting karena dapat

menemukan bakteri BTA, sehingga diagnosis tuberkulosis dapat ditentukan.

Pemeriksaan ini juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah

diberikan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan

3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan


(44)

a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di unit

pelayanan kesehatan.

c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan

dahak pagi (Departemen Kesehatan RI, 2006.).

Pemeriksaan sputum ini umumnya relatif murah dan mudah, sehingga sering

digunakan di puskesmas. Kriteria sputum BTA positif adalah bila

sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang bakteri BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain

diperlukan 5.000 bakteri dalam 1mL sputum. Cara pemeriksaan sediaan sputum

yang dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.

b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluorensens (pewarnaan

khusus).

c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur).

d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat.

b. Tes Tuberkulin

Tes tuberkulin banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis

tuberkulosis terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.PD. (Purified Protein Derivativ) intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strenght). Tes tuberkulin digunakan


(45)

27

untuk menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami

infeksi M. tuberculosae, vaksinasi BCG dan Mycobacteria lainnnya (Sudoyo, A.,dkk, 2007.).

iv. Diagnosa

Tuberkulosis sering disebut sebagai “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit-penyakit paru lainnya dan juga

memberikan gejala-gejala umum, seperti kelemahan atau panas (Alsagaff,H,

2006.).

Menurut Depkes RI tahun 2006, diagnosa TB paru didefenisikan dengan kriteria

berikut:

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu - pagi -sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan

lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks

saja. Fototoraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,

sehingga seringterjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit (Departemen Kesehatan RI, 2006).


(46)

2.11.3 Pencegahan Ketiga

i. Mencegah supaya tidak terjadi kecacatan , mencegah bertambah parahnya

penyakit atau mencegah kematian dengan memperpanjang sistem

pengobatan yang diberikan.

ii. Upaya rehabilitasi supaya mencegah terjadinya akibat efek samping dari

penyembuhan seperti rehabilitasi fisik atau medis dan member nutrisi


(47)

29

2.12. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dibuat kerangka konsep penelitian

tentang karakteristik penderita TB Paru yang dirawat inap di RSUD. Dr.

Hadrianus Sinaga tahun 2014 sebagai berikut:

Karakteristik Penderita TB Paru yang di rawat inap: 1. Sosiodemografi

a. Umur

b. Jenis Kelamin c. Suku

d. Pendidikan e. Pekerjaan f. Tempat tinggal 2. Keluhan utama 3. Status BTA

4. Kategori Pengobatan 5. Lama rawatan 6. Sumber Biaya


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain

penelitian case series.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.

Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir dengan pertimbangan bahwa

data yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia dan penyakit TB paru

merupakan penyakit yang tergolong besar dijumpai di lokasi penelitian serta

belum pernah dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita TB paru

rawat inap tahun 2014 di lokasi penelitian tersebut.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2015 sampai Juli 2015.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh penderita TB Paru rawat inap di RSUD. Dr Hadrianus

Sinaga tahun 2014 sebanyak 131 kasus.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah penderita TB Paru rawat inap di RSUD. Dr.

Hadrianus Sinaga Pangururan Samosir tahun 2014 sebanyak 131 kasus. Besar


(49)

31

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari kartu status penderita TB paru rawat inap di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga

Pangururan tahun 2014. Semua kartu status penderita TB paru dikumpulkan

kemudian data dicatat dari variabel yang diteliti.

3.5 Defenisi Operasional

3.5.1 Penderita TB paru adalah penderita yang sudah didiagnosa dokter

menderita TB paru dengan pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan

BTA+) dan pemeriksaan radiologis yang di rawat inap di RSUD

Dr.Hadrianus Sinaga tahun 2014.

3.5.2 Umur adalah usia penderita TB paru saat berobat sesuai dengan yang

tercatat kartu status, dikelompokkan atas :

1. 21-29 tahun 2. 30-38 tahun 3. 39-47 tahun 4. 48-56 tahun 5. 57-65 tahun 6. 66-74 tahun 7. 75-83 tahun 8. >83 tahun

Untuk analisa statistik, umur dikelompokkan menjadi : a. < 50 tahun

b. ≥ 50 tahun

3.5.3 Jenis kelamin adalah ciri khas organ reproduksi yang dimiliki oleh

penderita sesuai dengan yang tercatat kartu status:

1. Laki-laki 2. Perempuan


(50)

3.5.4 Suku adalah ras atau etnik yang melekat pada diri penderita sesuai dengan

yang tercatat kartu status:

1. Batak 2. Bukan batak

3.5.5 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh

penderita sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan menjadi:

1. Tidak tamat SD 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat 4. SMA/sederajat 5. Akademi/Universitas

3.5.6 Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan sehari-hari oleh penderita

di luar rumah sesuai dengan yang tercatat kartu status, dikelompokkan

menjadi:

1. Petani 2. Wiraswasta 3. PNS / Pensiunan 4. Pedagang

5. Pelajar/Mahasiswa

3.5.7 Tempat tinggal adalah tempat dimana penderita TB paru tinggal dan

menetap sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, yang

dikategorikan menjadi :

1. Kabupaten Samosir 2. Luar Kabupaten Samosir

3.5.8 Keluhan utama adalah jenis keluhan yang dirasakan penderita sebagai

alasan untuk datang berobat ke RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga yang tercatat

dalam kartu status, dikategorikan atas:


(51)

33

3.5.9 Status BTA adalah klasifikasi penyakit TB paru berdasarkan pemeriksaan

dahak sesuai yang tercatat pada kartu status, dikategorikan atas :

1. BTA positif 2. BTA negatif

3.5.10 Kategori pengobatan adalah pengobatan penderita TB paru sesuai dengan

tipe penderita TB paru yang tercatat dalam kartu status, dikelompokkan

atas:

1. Kategori I adalah kasus baru yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan OAT didiagnosa dokter menderita TB paru.

2. Kategori II adalah kasus relaps yaitu pasien TB yang pernah diobati dengan OAT sebelumnya dan kembali didiagnosa menderita TB paru .

3.5.11 Lama rawatan rata-rata adalah jumlah hari rata-rata perawatan penderita

TB Paru di RSUD. Dr. Hadrianus Sinaga sesuai yang tercatat dalam kartu

status.

3.5.12 Sumber biaya adalah sumber pembiayaan yang digunakan penderita TB

paru selama berobat di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Samosir sesuai dengan yang

tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan menjadi:

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 2. Biaya sendiri

3.5.13 Keadaan sewaktu pulang adalah keadaan atau kondisi penderita TB paru

sewaktu keluar dari RSUD Dr.Hadrianus Sinaga Samosir sesuai yang

tercatat kartu status, dibagi atas:

1. Pulang atas izin Dokter

2. Pulang atas permintaan sendiri 3. Meniggal dunia


(52)

3.6 Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer

program SPSS (Statistical Package for the Social Science). Data univariat dianalisis secara deskriptif dan bivariat dianalisis dengan uji Chi-square, t-test, Kruskal Wallis, Mann-Whitney. Hasilnya disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram bar dan diagram pie.


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan terletak di

Kota Pangururan Kabupaten Samosir, tepatnya di Jl. Dr. Hadrianus Sinaga No. 86

Kelurahan Pintusona Pangururan. Kabupaten samosir adalah pemekaran dari

Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Undang-Undang RI. No. 36 Tahun 2003

pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan

Kabupaten Serdang Bedagai.

Pemanfaatan lahan RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan seluas 37.500 m2

dengan luas bangunan 12.500 m2. Adapun batas-batas lahan sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan rumah Penduduk

2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan SMU Negeri I Pangururan

3. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jalan Dr. Hadrianus Sinaga

4. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Danau Toba.

RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan, didirikan pada tahun 1956 di areal

seluas 37.500 m², dengan swadaya masyarakat Pulau Samosir secara khusus

warga Kelurahan Pintu Sona Kecamatan Pangururan dan melalui bantuan

Pemerintah Pusat diberi nama Rumah Sakit Umum Pangururan, pada waktu Dr.

Hadrianus Sinaga menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Untuk menghargai jasa beliau (dr. Hadrianus Sinaga), Bupati Kepala Daerah


(54)

Pangururan menjadi RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan sesuai dengan SK

Bupati Tapanuli Utara No. 893 Tahun 1988. Mulai tahun 1988 Rumah Sakit

Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan beroperasi dengan tipe kelas D, dengan

kapasitas 45 (empat puluh lima) tempat tidur.

Pada tahun 2007 RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan diusulkan visitasi

untuk mendapatkan kriteria sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat

Samosir dan berdasarkan hasil evaluasi maka ditetapkan sebagai rumah sakit tipe

C berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI Nomor : 496/Menkes/SK/V/2008

tanggal 28 Mei 2008 tentang Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Hadrianus Sinaga Pangururan dengan kapasitas 60 (enam puluh) tempat tidur.

4.1.2 Visi, Misi, Nilai-nilai, Motto, Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir

a. Visi

“ Menjadi rumah sakit rujukan yang terakreditasi” b. Misi

1. Meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan.

2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia kesehatan.


(55)

37

c. Nilai-nilai 1. Jujur

Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit harus selalu menjungjung tinggi

kebenaran, karena dengan pelayanan yang ikhlas masyarakat yang berobat merasa

nyaman dan puas akan pelayanan di Rumah Sakit.

2. Bertanggungjawab

Dalam pelaksanaan tugas, aparatur di satuan Kerja Perangkat Daerah Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan harus dilandasi dengan

rasa tanggungjawab terhadap segala tindakan yang telah dilakukan.

3. Disiplin

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Hadrianus Sinaga Pangururan disiplin kerja merupakan salah satu tonggak

keberhasilan. Kemauan diri akan budaya tepat waktu menjadi salah satu faktor

kepercayaan masyarakat untuk berobat di rumah sakit.

4. Ramah

Pelayanan kesehatan di di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga

Pangururan adalah pelayanan yang penuh dengan keramahtamahan, masyarakat

yang memerlukan pengobatan adalah raja yang selalu dilayani dengan bahasa

yang sopan dan santun.

5. Efektif

Program Rumah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga


(56)

6. Bersih

Penyelenggaraan Pembangunan pada SKPD RSUD Dr. Hadrianus Sinaga

Pangururan harus bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.

d. Motto

4 S yaitu ”Senyum, Sapa, Santun dan Sentuh.”

4.1.3 Fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

a. Pelayanan Diagnostik antara lain :

1. Laboraturium : kimiawi, hematologi, bakteriologi

2. Radiologi : Thorax Foto, Abdomen / pelvic, Extremitas superior,

Extremitas interior, Schedel / sinus / mastoid / mandibula, BNO / IVP

dan Colon inloop / Appendic.

3. Ultra-sonografi (USG) dan Elektrokardiografi (EKG)

b. Pelayanan Terapeutik antara lain : Farmasi, Ruang operasi serta UTDRS

c. Pelayanan Rehabilitasi medik, antara lain : Terapi fisik

d. Pelayanan Kamar Jenazah

e. Pelayanan Ambulance

4.1.4 Tenaga Kerja Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

Jumlah tenaga kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga


(57)

39

Tabel 4.1 Distribusi Tenaga Kerja Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2015

Tenaga Kesehatan Jumlah

Dokter Umum 13

Dokter Gigi 1

Dokter Spesialis 8

Tenaga Paramedis 167

Psikologi 1

Tenaga Non Medis 42

Total 232

4.2 Analisa Deskriptif

4.2.1 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2014

Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat inap di Rumah Sakit

Umum Dr. Hadrianus Sinaga tahun 2014 berdasarkan sosiodemografi yang

meliputi umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dapat


(58)

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi Di Rumah Sakit Umum Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

Sosiodemografi f %

Umur (tahun) 21-29 30-38 39-47 48-56 57-65 66-74 75-83 >83 6 7 11 37 38 18 11 3 4,6 5,3 8,4 28,2 29,0 13,7 8,4 2,3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 99 32 75,6 24,4 Suku

Batak 131 100

Pendidikan Tidak tamat SD SD

SMP SMA

Akademi/ Perguruan Tinggi

19 51 28 28 5 14,5 38,9 21,4 21,4 3,8 Pekerjaan Petani Wiraswasta PNS/Pensiunan Pedagang Pelajar 99 18 7 4 3 75,6 13,7 5,3 3,1 2,3 Tempat Tinggal Kabupaten Samosir Luar Kabupaten Samosir

127 4

96,9 3,1

Total 131 100

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan


(59)

41

pada kelompok 57-65 tahun yaitu sebanyak 38 orang (29 %), sedangkan yang

terendah pada kelompok umur >83 tahun yaitu sebanyak 3 orang (2,3 %).

Berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat proporsi penderita TB paru yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Pangururan Kabupaten

Samosir tahun 2014 pada laki-laki adalah sebanyak 99 orang (75,6%), sedangkan

perempuan sebanyak 32 orang (24,4) %.

Berdasarkan suku dapat dilihat proporsi penderita TB paru yang dirawat

inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten

Samosir pada tahun 2014 pada suku Batak yaitu sebanyak 131 orang (100%),

sedangkan suku bukan Batak tidak ada.

Berdasarkan pendidikan dapat dilihat proporsi penderita TB paru yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

Kabupaten Samosir tahun 2014 pada kelompok pendidikan SD sebanyak 51 orang

(38,9%), sedangkan paling rendah pada kelompok pendidikan Perguruan tinggi/

Akademi sebanyak 5 orang (3,8%).

Berdasarkan pekerjaan dapat dilihat proporsi penderita TB paru yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

Kabupaten Samosir tahun 2014 yang tertinggi adalah pada pekerjaan Petani

sebanyak 99 orang (75,6%), sedangkan proporsi terendah pada pekerjaan 3 orang

(2,3%).

Berdasarkan tempat tinggal dapat dilihat proporsi penderita TB paru yang


(60)

Kabupaten Samosir tahun 2014 tertinggi di Kabupaten Samosir yaitu 129 orang

(96,9%), sedangkan di luar Kabupaten Samosir sebanyak 4 orang (3,1%).

4.2.2 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat inap di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2014

berdasarkan keluhan utama dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keluhan Utama yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

Keluhan Utama f %

Batuk darah Tidak batuk darah

82 49

62,6 37,4

Total 131 100

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru berdasarkan

keluhan utama yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus

Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2014 paling tinggi dengan keluhan

utama batuk darah sebanyak 82 orang (62,6%), sedangkan terendah pada

kelompok tidak batuk darah seperti sesak nafas, kejang, penurunan kesadaran,


(61)

43

4.2.3 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Status BTA Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

Distribusi proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status BTA

di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten

Samosir tahun 2014 dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Status BTA Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2014

Status BTA f %

Positif 73 55,7

Negatif 58 44,3

Total 131 100

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru berdasarkan

status BTA yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus

Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2014 paling tertinggi dengan status

BTA positif yaitu sebanyak 73 orang (55,7%), sedangkan status BTA negatif

sebanyak 58 orang (44,3%).

4.2.4 Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Pengobatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

Distribusi proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan

kategori pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah


(1)

b. Computed only for a 2x2 table Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Keluhan utama * Status BTA 131 100.0% 0 0.0% 131 100.0% Keluhan utama * Status BTA Crosstabulation

Count

Status BTA Total

POSITIF NEGATIF

Keluhan utama Batuk darah 67 15 82

tidak batuk darah 6 43 49

Total 73 58 131

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 59.983a 1 .000

Continuity Correctionb 57.201 1 .000

Likelihood Ratio 65.418 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association

59.525 1 .000

N of Valid Cases 131

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.69. b. Computed only for a 2x2 table

Oneway

Descriptives Lama Rawatan Rata-rata

N Mean Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

BPJS 78 5.47 2.781 .315 4.85 6.10 2 15

Biaya Sendiri

53 3.96 2.084 .286 3.39 4.54 2 13

Total 131 4.86 2.622 .229 4.41 5.32 2 15


(2)

ANOVA Lama Rawatan Rata-rata

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 72.153 1 72.153 11.332 .001

Within Groups 821.373 129 6.367

Total 893.527 130

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Sumber Biaya N Mean Rank Sum of Ranks Lama Rawatan Rata-rata

BPJS 78 75.60 5897.00

Biaya Sendiri 53 51.87 2749.00

Total 131

Test Statisticsa

Lama Rawatan Rata-rata

Mann-Whitney U 1318.000

Wilcoxon W 2749.000

Z -3.556

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Sumber Biaya Oneway

Descriptives Lama Rawatan Rata-rata

N Mean Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound PULANG ATAS IZIN

DOKTER

93 4.95 2.257 .234 4.48 5.41 2 12

PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI

30 4.37 3.079 .562 3.22 5.52 2 14

MENINGGAL DUNIA 8 5.75 4.400 1.556 2.07 9.43 2 15

Total 131 4.86 2.622 .229 4.41 5.32 2 15

Test of Homogeneity of Variances Lama Rawatan Rata-rata

Levene Statistic df1 df2 Sig.


(3)

ANOVA Lama Rawatan Rata-rata

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 14.329 2 7.164 1.043 .355

Within Groups 879.198 128 6.869

Total 893.527 130

NPar Tests

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Keadaan Sewaktu Pulang N Mean Rank

Lama Rawatan Rata-rata

PULANG ATAS IZIN DOKTER 93 70.12

PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI

30 53.03

MENINGGAL DUNIA 8 66.75

Total 131

Test Statisticsa,b

Lama Rawatan Rata-rata

Chi-Square 4.713

Df 2

Asymp. Sig. .095

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Keadaan Sewaktu Pulang


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

2 50 132

Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 5 140

Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 15

Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 2

Cover Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 16

Abstract Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 2

Chapter I Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 10

Chapter II Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 19

Reference Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 3

Appendix Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

0 0 16