Chapter II Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang, Mycobacterium tuberculosis yang aerobik. Tuberkulosis
paru merupakan penyakit yang menyerang sistem pernafasan bagian bawah
(Alsagaff,H, 2006). Sekitar 80% Mycobacterium tuberculosis menginfeksi paru,
tetapi dapat juga menginfeksi organ tubuh lainnya seperti kelenjer getah bening,
tulang belakang, kulit, saluran kemih, otak, usus, mata dan organ lain karena
penyakit tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yaitu penyakit yang dapat
menyerang seluruh bagian tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan progresif
(Crofton, J.,dkk, 2002).
2.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar dinding
kuman terdiri atas lemak ( lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah
yang membuat bakteri ini menjadi tahan asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam ( BTA) dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis
dibanding bakteri lain. Bakteri ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat hidup dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan

menjadikan kuman tuberkulosis menjadi aktif lagi. Bakteri ini juga bersifat
aeorob, yaitu hidup pada jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.

11
Universitas Sumatera Utara

12

Paru-paru merupakan tempat oksigen lebih banyak dibanding dengan organ lain
sehingga bakteri tersebut lebih sering hidup dan menyerang paru-paru (Sudoyo,
A.,dkk, 2007). Bakteri ini akan mati pada pemanasan 60ºC selama 30 menit atau
pada 100ºC selama 5 menit sampai 10 menit. Bakteri ini juga mati dengan
perlakuan alcohol 70-95% selama 15-30 detik (Widoyono, 2008.).
2.3 Patogenesis
Sumber penularan adalah penderita TB BTA+ yang berpotensi menularkan
kepada orang yang berada di sekitarnya atau sekelilingnya terutama kontak erat
dengan penderita. Pada waktu batuk dan juga bersin, penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet nuclei. Partikel yang mengandung kuman
ini dapat bertahan di udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembapan. Dalam suasana yang lembab dan

gelap, kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan (Aditama, TY,
2005.).

Orang dapat terinfeksi kalau droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan. Selama
kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia kuman tersebut dapat menyebar dari
paru ke bagian tubuh lainnya melalui system peredaran darah, system saluran
limfe, saluiran nafas atau langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Alsagaff, H,
2006).
Tidak semua kuman TB paru yang masuk ke dalam tubuh akan berkembang
menjadi penyakit TB paru. Mekanisme pertahanan tubuh akan segera bekerja dan
kuman yang masuk tersebut akan dilumpuhkan. Namun jika kondisi kesehatan

Universitas Sumatera Utara

13

sedang buruk maka daya tahan tubuh akan berkurang, sehingga kemungkinan
terjadinya penyakit TB paru akan lebih besar (Aditama, TY, 2005.).
2.4 Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya TB Paru
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB paru adalah:

1.

Harus ada sumber infeksi yaitu penderita dengan kasus terbuka.

2.

Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup.

3.

Virulensi yang tinggi dari basil tuberkulosis.

4.

Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil berkembang biak dan
keadaan ini menyebabkan timbulnya penyakit tuberkulosis paru. Penurunan
daya tahan tubuh ditentukan oleh :
a.

Faktor genetika: merupakan sifat bawaan yang diturunkan sehingga

sesorang mudah menderita tuberkulosis dibandingkan dengan orang lain.

b.

Faktor faali: umur.

c.

Faktor lingkungan: nutrisi, perumahan, pekerjaan

d.

Bahan toksik: alkohol, rokok, kortikosteroid.

e.

Faktor imunologis: infeksi primer, vaksinasi BCG

f.


Keadaan/penyakit yang memudahkan penyakit infeksi; diabetes mellitus,
pnemokoniosis, keganasan, parsial gasterektomi, morbili.

g.

Faktor psikologis (Alsagaff,H, 2006).

Universitas Sumatera Utara

14

2.5 Perkembangan Alamiah Penyakit
2.5.1

Tuberkulosis Paru Primer

Tuberkulosis paru primer adalah penyakit yang terjadi akibat infeksi primer oleh
basil tuberkulosis dan mencakup kompleks primer (lesi parenkim dan nodus
limfatikus regional) serta perluasan komponennya secara langsung (Alpers, A.,
dkk, 2006.). Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra
violet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Bila partikel ini masuk ke tubuh
orang sehat maka akan menempel ke paru-paru. Bakteri akan dihadapi oleh
neutrofil kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati karena
dilawan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan
silia dengan sekretnya. Bakteri yang bisa bertahan di paru akan membuat tempat
tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut afek primer atau Ghon. Kemudian

akan timbul peradangan yang dapat menjadi :
a.

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b.

Sembuh dengan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di
hilus pada lesi pneumonia yang luasnya >5mm dan ± 10% di antaranya
dapat terjadi reaktivasi karena kuman yang dormant.


c.

Berkomplikasi dan menyebar pada paru dan sebelahnya dan juga
menyebar ke organ tubuh lainnya (Sudoyo, A.,dkk, 2007).

Pada infeksi primer dapat memberikan keluhan atau tanda-tanda seperti suhu
badan meningkat ringan atau subfebril, nyeri pada persendian, nafsu makan

Universitas Sumatera Utara

15

menurun, uji kulit tuberculin menunjukkan reaksi negatif. Infeksi primer yang
terjadi setelah terbentuknya kekebalan tubuh spesifik, dapat sembuh sendiri
dengan meninggalkan atau tanpa meninggalkan bekas berupa fibrotic, klasifikasi
dan sangat jarang dalam bentuk lain (Alsagaff, H, 2006).
2.5.2

Tuberkulosis Paru Post Primer


Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun kemudian menjadi
tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer). Tuberkulosis ini muncul karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,
gagal ginjal. Tuberkulosis post primer ini terjadi dimulai dengan afek primer yang
berlokasi di paru dan kemudian menginvasi ke daerah parenkim paru-paru.TB
post primer ini juga terjadi dari usia muda menjadi tuberkulosis usia tua,
tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas. Secara keseluruhan
akan terdapat 3 macam sarang yakni :
a.

Sarang yang sudah sembuh yang tidak perlu pengobatan lagi.

b.

Sarang aktif eksudatif butuh pengobatan yang legkap dan sempurna.

c.

Sarang yang berada antara aktif dan sembuh yang dapat sembuh spontan
dan juga kemungkinan terjadi eksaserbasi kembali , seharusnya diberi

pengobatan yang sempurna (Sudoyo, A.,dkk, 2007).

2.6 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis
2.6.1
a.

Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh yang Terkena:
Tuberkulosis paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

Universitas Sumatera Utara

16

b.

Tuberkulosis ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain

selain


paru,misalnya

pleura,

selaput

otak,

selaput

jantung

(pericardium), kelenjar lymfe, tulang,persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2.6.2

Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, yaitu

Pada TB Paru:

a.

Tuberkulosis paru BTA positif.
i.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

ii. 1 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif
dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelahpemberian antibiotika non OAT.
b.

Tuberkulosis paru BTA negatif yaitu kasus yang tidak memenuhi definisi
pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus
meliputi:
i.

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

ii. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
iii. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
iv. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2.6.3

Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit

Universitas Sumatera Utara

17

a.

TB paru BTA negatif, foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “faradvanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

b.

TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
i.

TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

ii. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin (Departemen Kesehatan RI, 2006.).
2.7 Gejala-gejala Tuberkulosis Paru
Pada infeksi awal, terkontrol biasanya tanpa gejala. Penyakit primer progresif
mencakup demam, nyeri dada samar-samar, dan nafas pendek. Terdapat 2 jenis
gejala tuberkulosis paru yaitu gejala klinis dan gejala umum.
2.7.1
a.

Gejala klinis

Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat
rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada
waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi.

Universitas Sumatera Utara

18

b. Dahak
Mula-mula mukoid dan sedikit, mukopuluren/kuning atau kuning hijau sampai
puluren dan kental bila sudah terjadi pengejuan dan liquinfection.Jarang berbau
busuk, kecuali ada infeksi anaerob.
c.

Batuk darah

Mungkin berupa garis-garis/bercak-cercak darah atau gumpalan darah atau profus.
Batuk darah jarang berhenti mendadak, penderita masih terus menerus
mengeluarkan gumpalan-gumpalan darah berwarna cokelat untuk beberapa hari.
Batuk darah merupakan tanda terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh
darah pada dinding kavitas. Darah yang dibatukkan pada penyakit tubekulosis
bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam dan keadaan ini menjadi
berbahaya karena dapat menjadi sumber penyebaran kuman secara bronkogen.
d. Nyeri dada
Dari jenis pleuritik nyerinya ringan. Bila nyerinya keras berarti ada pluritis yang
luas (di axilla, ujung spakula dan lain-lain)
e.

Dyspnea

Merupakan “late symptom” dari proses lanjut oleh karena retriksi, obstruksi
saluran nafas, “Loss of vascular bed”/”Vascular thrombosis” mengakibatkan
gangguan difusi hipertensi pulmoner dank or pulmonale.

Universitas Sumatera Utara

19

2.7.2
a.

Gejala Umum

Panas Badan

Panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan
meningkat ataupun lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif
sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.
b. Berat badan turun
Berat badan menurun merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan
pada orang yang menderita tuberkulosis paru.
c.

Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran
panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum
yang lebih cepat.
d. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberculosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada
orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini
(Alsagaff,H. 2006., Departemen Kesehatan RI, 2006.)
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb,
sepertibronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB diIndonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke
unit pelayanan kesehatan dengan gejalatersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukanpemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung (Departemen Kesehatan RI, 2006.).

Universitas Sumatera Utara

20

2.8 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru
a.

Berdasarkan Orang

Penyakit TB paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sebenarnya menyerang semua golongan

umur dan jenis kelamin serta menginfeksi tidak hanya pada golongan ekonomi
rendah saja. Sekitar 75% pasien TB paru adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Pada tahun 2013 ditemukan jumlah
kasus baru BTA positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus, menurun bila
dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301
kasus. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.
Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara
laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali
lipat dari kasus pada perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru yang
ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40%
diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 4554 tahun sebesar 19,39% (Kemenkes RI, 2014).
b.

Berdasarkan Tempat

Pada tahun 2013, terdapat 6,1 juta kasus TB di dunia dimana 5,7 juta adalah kasus
yang baru didiagnosis dan 0,4 juta kasus yang sebelumnya sudah didiagnosis
sebagai pasien TB . Negara India dan China menyumbang 37% dari kasus di
seluruh dunia, negara-negara Afrika menyumbang 23% kasus TB paru di dunia.

Universitas Sumatera Utara

21

Negara India merupakan Negara dengan jumlah total kasus terbanyak di dunia
sebanyak 1.415 .617 kasus dan merupakan negara dengan beban tertinggi (WHO,
2014).
Di Indonesia, pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA+ sebanyak
196.310 kasus. Provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus tertinggi yang
dilaporkan terdapat di propinsi yang berpenduduk besar. Provinsi dengan kasus
tertinggi pada tahun 2013 terdapat di provinsi Jawa barat, Jawa Timur, dan Jawa
Tengah. Jumlah kasus BTA+ di Jawa Barat sebesar 33.460 kasus, di Jawa Timur
sebesar 23.703 kasus dan di Jawa Tengah sebesar 20.446 kasus. Kasus tersebut
hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus di Indonesia. Provinsi di Indonesia
dengan prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis tertinggi di Indonesia yaitu
Jawa Barat sebesar 0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%.
Sedangkan Provinsi Riau, Lampung, dan Bali merupakan provinsi dengan
prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis terendah yaitu masing-masing sebesar
0,1% (Kemenkes, 2013).
Di Sumatera Utara, jumlah kasus BTA+ yang ditemukan yaitu 16.917 kasus atau
79,6% dari estimasi kasus BTA+ yaitu 21.664 kasus; dan mampu mencapai target
nasional yaitu 70%, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
pencapaian tahun 2012 yaitu 82,1% (Dinkes Provinsi Sumut, 2013).
c.

Berdasarkan Waktu

Pada tahun 2008, angka notifikasi semua kasus TB di Indonesia adalah 131 per
100.000 penduduk, menurun bila dibandingkan pada tahun 2009 sebesar 127 per
100.000 penduduk kemudian meningkat mulai tahun 2010 sampai 2012 yaitu

Universitas Sumatera Utara

22

masing-masing sebesar 129, 136 dan 138 per 100.000 penduduk kemudian pada
tahun 2013 angka notifikasi kasus menurun yaitu sebesar 134.6 kasus per 100.000
penduduk (Kemenkes, 2014). Tetapi pada umumnya waktu tidak mempengaruhi
tingginya angka kejadian TB paru. TB paru akan menular dan menginfenksi
selama penderita lama mempunyai kemampuan untuk menularkan melalui droplet
yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (Widoyono, 2008).
2.9

Komplikasi Tuberkulosis Paru

Penyakit tuberkulosis paru akan menimbulkan komplikasi bila tidakditangani
dengan benar. Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a.

Komplikasi dini: pleuritis efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet's
arthropathy

b.

Komplikasi lanjut: Obsruksi jalan nafas->SPOT (Sindrom Obsturksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat-> fibrosis paru, kor pulmonala,
amilodiosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering
terjai pada TB milier dan kavitas TB.

2.10
a.

Pengobatan Tuberkulosis Paru
Sifat Obat

Terdapat 2 macam sifat /aktivitas obat terhadap tuberkulosis yaitu:
i. Aktivitas Bakterisid yaitu obat bersifat membunuh bakteri-bakteri yang
sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif), diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh bakteri sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil
yang negatif.

Universitas Sumatera Utara

23

ii. Aktivitas Sterilisasi yaitu obat bersifat membunuh bakteri-bakteri yang
pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi
diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihetikan.
b. Dosis
1. Kategori I. Pasien tuberkulosis paru dengan sputum BTA positif dan kasus
baru. Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari
selama 2 bulan obat H, R,Z dan S atau E. Kemudian dilanjutkan ke fase
lanjutan 4HR atau 4H(3)R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA positif setelah 2
bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi, tanpa melihat apakah
sputum sudah negatif atau tidak.
2. Kategori II. Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif.
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE, yaitu dengan R dengan
H,Z,E setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.
Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan yaitu
5H(3)R(3)E(3) atau 5HRE.
3. Kategori III. Pasien tuberkulosis dengan sputum

BTA negatif tetapi

kelainan paru tidak luas dan kasus ekstra-pulmonal (selain dari kategori I).
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2H(3)R(3)E(3)Z(3) yang
diteruskan dengan fase lanjutan 2 HR atau H(3)R(3).

Universitas Sumatera Utara

24

4. Kategori IV. Tuberkulosis kronik. Pasien ini mungkin mengalami resistensi
ganda, sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup
diberi H saja untuk pengobatan resistensi ganda (Sudoyo, A.,dkk. 2007).
2.11 Pencegahan tuberkulosis
2.11.1 Pencegahan Pertama
i.

Kebersihan lingkungan yaitu menjaga dan mengkondisikan lingkungan
sekitar agar tetap sehat seperti: Ventilasi harus baik, mengurangi tingkat
kepadatan penduduk/penghuni rumah.

ii.

Meningkatkan daya tahan tubuh seperti makan makanan bergizi, olahraga
teratur, istirahat atau tidur teratur serta dengan vaskinasi BCG yang bisa
memberikan perlindungan sekitar 0-80 %. Vaksinasi BCG masih tetap
digunakan karena dapat mengurangi kemungkinan tuberkulosis berat, dan
tuberkulosis ekstra paru lainnya

2.11.2 Pencegahan Kedua
i. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak ditemukan kelainan terutama pada
kasus dini atau yang sudah terinfilasis secara asimtomatik. Secara anamnesis dan
pemeriksaan fisis tuberkulosis paru susah membedakan dengan pneumonia biasa.
Pemeriksaan pertama terhadap pasien secara pemeriksaan fisisn ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yanng pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun (Sudoyo, A.,dkk, 2007).

Universitas Sumatera Utara

25

ii. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis saat ini merupakan cara yang praktis untuk menemukan
lesi tuberkulosis. Gambaran tuberkulosis terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tesebar merata pada seluruh lapangan paru. Pemeriksaan khusus yang
kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi untuk melihat kerusakan
bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan radiologis
dada yang lebih canggih dan sudah banyak saat ini digunakan adalah Computed
Tomograhy Scanning (CT Scan) dan juga pemeriksaan dengan Magnetic
Resonance Imaging (MRI.)Hasil pemeriksaan rontgen masih kurang akurat bila

dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sputum. Oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan yang lebih akurat (Icksan, G A., Dkk,
2008).
iii. Pemeriksaan Laboratorium
a.

Sputum

Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang sangat penting karena dapat
menemukan bakteri BTA, sehingga diagnosis tuberkulosis dapat ditentukan.
Pemeriksaan ini juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan
3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

Universitas Sumatera Utara

26

a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di unit
pelayanan kesehatan.
c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi (Departemen Kesehatan RI, 2006.).
Pemeriksaan sputum ini umumnya relatif murah dan mudah, sehingga sering
digunakan di puskesmas. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurangkurangnya ditemukan 3 batang bakteri BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 bakteri dalam 1mL sputum. Cara pemeriksaan sediaan sputum
yang dilakukan adalah:
a.

Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.

b.

Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluorensens (pewarnaan
khusus).

c.

Pemeriksaan dengan biakan (kultur).

d.

Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
b. Tes Tuberkulin

Tes tuberkulin banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.PD. (Purified Protein Derivativ)
intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strenght). Tes tuberkulin digunakan

Universitas Sumatera Utara

27

untuk menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. tuberculosae, vaksinasi BCG dan Mycobacteria lainnnya (Sudoyo,
A.,dkk, 2007.).
iv. Diagnosa
Tuberkulosis sering disebut sebagai “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit-penyakit paru lainnya dan juga
memberikan gejala-gejala umum, seperti kelemahan atau panas (Alsagaff,H,
2006.).
Menurut Depkes RI tahun 2006, diagnosa TB paru didefenisikan dengan kriteria
berikut:
1.

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi -sewaktu (SPS).

2.

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Fototoraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga seringterjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Universitas Sumatera Utara

28

2.11.3 Pencegahan Ketiga
i. Mencegah supaya tidak terjadi kecacatan , mencegah bertambah parahnya
penyakit atau mencegah kematian dengan memperpanjang sistem
pengobatan yang diberikan.
ii. Upaya rehabilitasi supaya mencegah terjadinya akibat efek samping dari
penyembuhan seperti rehabilitasi fisik atau medis dan member nutrisi
tinggi kalori dan tinggi protein (Zulkarnain, 2005 , Noor, N.N,2006).

Universitas Sumatera Utara

29

2.12. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dibuat kerangka konsep penelitian
tentang karakteristik penderita TB Paru yang dirawat inap di RSUD. Dr.
Hadrianus Sinaga tahun 2014 sebagai berikut:
Karakteristik Penderita TB Paru yang di rawat inap:
1. Sosiodemografi
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Suku
d. Pendidikan
e. Pekerjaan
f. Tempat tinggal
2. Keluhan utama
3. Status BTA
4. Kategori Pengobatan
5. Lama rawatan
6. Sumber Biaya
7. Keadaan sewaktu pulang

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22