Hasil Penelitian ANALISIS EFISIENSI PERTAMBAHAN INVESTASI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2000 - 2013 Analisis Efisiensi Pertambahan Investasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000 - 2013.
Tabel di
bawah
ini menunjukkan besaran koefisien
ICOR
dengan menggunakan lag 0 dan lag 1. Lag 0 artinya bahwa investasi yang pada tahun ke-t akan menghasilkan
penambahan output pada tahun ke-t juga, sedangkan lag 1 berarti investasi yang ditanamkan pada tahun ke-t baru akan menghasilkan output pada tahun t+1.
Table 1.2
ICOR
2007-2012 Tahun
ICOR lag0
lag 1
2007 0.177
0.10 2008
0.725 1.34
2009 1.235
0.82 2010
0.647 0.55
2011 6
5.25 2012
4.67 2.14
2013 2.12
-
Sumber BPS Jawa Tengah diolah
Dari Tabel di atas tampak bahwa dari periode tahun 2000-2010, nilai
ICOR
cenderung berfluktuatif. Tampak pula bahwa investasi di Provinsi Jawa Tengah terbilang kurang efisien karena sebagian besar nilai
ICOR
dari tahun pengamatan untuk periode tahun tersebut berada bawah 2. Dari tabel diatas untuk nilai
ICOR
Lag 0 artinya bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke-t akan menghasilkan output pada tahun ke-t juga tampak bahwa meski berfluktuatif dari tahun ke tahun
akan tetapi tergolong kurang efisien. Sementara itu untuk nilai
ICOR
Lag 1 artinya bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke-t akan menghasilkan output pada tahun ke t+1 tampak bahwa meski
berfluktuatif dari tahun ke tahun akan tetapi masih tergolong efisien. Seperti pada tahun 2000, nilai
ICOR
yang diperoleh sebesar 1 artinya bahwa untuk memperoleh penambahan output sebesar 1 unit pada tahun 2000 dibutuhkan investasi sebesar 1
unit. Sedangkan pada tahun 2001, nilai
ICOR
yang diperoleh sebesar 0,72 artinya bahwa dibutuhkan 0,72 unit untuk memperoleh tambahan output sebesar 1. Dari
periode pengamatan tahun 2000-2012, tampak bahwa hanya pada tahun 2011 yang terbilang tidak efisien. Nilai
ICOR
yang diperoleh sebesar 5,25 dimana melebihi batas efisien investasi yakni antara 3 dan 4. Sedangkan investasi paling efisien
diperoleh pada tahun 2008 dengan nilai
ICOR
Lag 1 sebesar 1,34. Sedangkan
tampak dari tabel di atas dari periode tahun pengamatan terdapat kecenderungan efisiensi investasi, baik untuk
ICOR
Lag 0 dan Lag 1. Jika diamati berdasarkan pengamatan tahun ke tahun sebenarnya investasi yang
ditanamkan memiliki tingkat efisiensi yang berfluktuatif. Tampak pada beberapa tahun pengamatan terdapat investasi yang tidak efisien, di mana nilai
ICOR
tahun ke t+1 pada beberapa tahun pengamatan lebih besar dibanding tahun ke t. Misalnya
pada tahun 2008, untuk memperoleh tambahan output sebesar 1 unit dibutuhkan investasi sebesar 1,34 unit. Artinya bahwa untuk memperoleh tambahan PDRB
sebesar Rp100 juta, dibutuhkan investasi sebesar Rp 134 juta. Sedangkan pada tahun 2011 untuk memperoleh tambahan output sebesar 1 unit dibutuhkan investasi
sebesar 5,25 unit. Artinya bahwa untuk memperoleh tambahan PDRB sebesar Rp 100 juta, dibutuhkan investasi sebesar Rp 525 juta.
Hal yang sama juga terjadi pada perhitungan
ICOR
Lag 0 meski pada tahun 2000 hingga 2012 nilai
ICOR
yang diperoleh cenderung efisien yakni rata-rata dan hamper semua lebih kecil dari 3, namun pada tahun tertentu terdapat perkembangan
investasi yang tidak efisien. Misalnya pada tahun 2009, untuk memperoleh tambahan output sebesar 1 unit dibutuhkan investasi sebesar 1,23 unit. Artinya
bahwa untuk memperoleh tambahan PDRB sebesar Rp 100 juta, dibutuhkan investasi sebesar Rp 123 juta. Sedangkan pada tahun 2011 untuk memperoleh
tambahan output sebesar 1 unit dibutuhkan investasi sebesar 6,0 unit. Artinya bahwa untuk memperoleh tambahan PDRB sebesar Rp 100 juta, dibutuhkan
investasi sebesar Rp 600 juta. Untuk itu sebagai pembanding dilakukan juga penghitungan
ICOR
menggunakan metode akumulasiinvestasi yang menerapkan prinsip rata-rata tertimbang untuk
periode pengamatan tertentu. Untuk masing-masing periode digunakan lag 1. Table ini menjelaskan koefisien
ICOR
berdasarkan akumulasi beberapa tahun
pengamatan.
Table 1.3
ICOR
Kumulatif Tahun 2007-2012
Tahun
ICOR
Kumulatif
2007 3.7
2008 4.4
2009 4.8
2010 5.8
2011 16.0
2012 21.9
Sumber data BPS Jawa Tengah Diolah
Dari Tabel di atas tampak bahwa investasi yang bergulir di Provinsi Jawa Tengah dalam beberapa periode pengamatan terbilang efisien. Sebagai contoh, pada periode
pengamatan tahun 2000-2013, nilai
ICOR
di Provinsi Jawa Tengah mencapai 3,1. Artinya bahwa pada periode tersebut, untuk memperoleh peningkatan output
sebesar 100 milyar rupiah, dibutuhkan penambahan investasi sebesar 310 milyar rupiah yang hasilnya diperoleh pada kurun waktu 2005-2013. Tampak angka-angka
ICOR
Provinsi Jawa Tengah sebagian besar lebih kecil dari 4, kecuali setelah tahun 2008. sementara
ICOR
nasional berkisar pada angka 4.5-5.0 Propeda Jakarta, 2012. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi investasi dalam
mendorong perekonomian Provinsi Jawa Tengah melebihi tingkat efisiensi nasional selama 2000-2007. Dan sejak tahun 2008 besar ICOR Kumulatif mengalami tingkat
yang naik, dan bisa dinyatakan bahwa dlam penerapan modal pada tahun tersebut dinyatakan kurang efisien dalam penggunaannya.