Latar Belakang Masalah Penelitian

R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Wujud bentuk rahman dan rahim Allah SWT kepada mahluk-Nya, Allah SWT menurunkan Al- Qur’an sebagai, petunjuk bagi segenap umat manusia yang mengimani-Nya. Al- Qur’an merupakan sumber intlektualitas dan religius Islam. Kitab suci ini bukan hanya sebagai hudan petujuk untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat pun sebagai sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan. Berkait dengan hal tersebut Bakar 1991, hlm. 74 berpendapat bahwa Al- Qur’an sebagai sumber utama inspirasi pandangan muslim tentang keterpaduan sains dan pengetahuan agama. Gagasan keterpaduan ini merupakan konsekuensi dari gagasan keterpaduan semua jenis pengetahuan. Para ilmuwan sekuler mengklaim bahwa objektivitas sebagai penentu kebenaran mutlak dalam ilmu pengetahuan. Sikap ini untuk menghindari pengaruh faktor-faktor di luar, seperti: ideologi, tradisi, kepentingan tertentu maupun agama sebagai kebenaran pengetahuan. Agama tidak pernah dipertimbangkan untuk memberikan masukkan terhadap ilmu pengetahuan. Dalam sejarah ilmu pengetahuan ternyata kebenaran ilmiah yang dipandang objektif dan steril dari pengaruh-pengaruh luar ternyata seringkali digugurkan oleh kebenaran ilmiah yang juga objektif. Namun demikian pada perkembangannya faham positivisme tetap mendominasi ilmu pengetahuan, seperti halnya yang diungkapkan oleh Al Muchtar 2013, hlm. 8, bahwa: Pada saat ini perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial banyak dipengaruhi paham positivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman pancaindra yang kemudian dapat diverifikasi melalui analisis logis untuk menjelaskan makna yang telah diverifikasi berkait erat dengan pengalaman empirik, sebaliknya pertimbangan moral estetika dan metafisika ditolak positivism, disamping itu positiv ism cenderung mengenyampingkan nilai moral dan agama”. R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sependapat dengan ungkapan tersebut Kuntowijoyo 1991, hlm. 289, menyatakan bahwa: Saat ini dibutuhkan ilmu sosial profetik yaitu ilmu sosial yang melakukan reorientasi terhadap epistemology, orientasi terhadap mode of thougbt dan mode of inquirity, yaitu suatu pandangan bahwa sumber ilmu bukan hanya berasal dari rasio dan empirik sebagaimana yang dianut dalam masyarakat barat, tetapi juga dari wahyu. Keimanan adalah salah satu kekuatan dalam usaha pencarian ilmu pengetahuan. Kekuatan ini memerlukan kekonsistenan istiqomah untuk selalu di jalan Allah sehingga terbuka hijab pembatas dalam upaya mendapatkan kebenaran ilmu pengetahuan yang hakiki atas kehendak Tuhan. Dalam usaha menyingkap hijab yang membatasi diri dengan Tuhan, kaum Sufi melakukan dengan raidhah latihan-latihan dan mujahadah mensucikan diri dari sifat-sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dalam rangka mencapai “maqam” yang lebih tinggi sehingga dapat mempersatukan dirinya dengan Tuhan Zahir. 1976, hlm. 67. Allah SWT berfirman dalam Al- Qur’an surat Al-Kahfi ayat 110, artinya: “Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah mempersekutukan apapun dengan Allah ”. Dalam kaitan dengan sumber ilmu pengetahuan sosial, kecerdasan berdasarkan keimanan bukan hanya doktrin agama yang mengajak umat manusia untuk cerdas dalam memilih atau memeluk salah satu agama yang dianggap benar saja, namun kecerdasan keimanan lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang cerdas dalam mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas keimanannya. Hal tersebut di ungkapkan oleh Mujib 2002, hlm. 324-325. Bahwa kecerdasan tersebut meliputi, hasrat untuk hidup bermakna the will to R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu meaning, senantiasa mencari makna hidup the meaning of life dan mendambakan hidup bermakna the meaningful life Ilmu pengetahuan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai keimanan akan mengalami kontra produktif, seperti halnya yang dialami oleh ilmu-ilmu sosial saat ini. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Al Muchtar 2013, hlm. 8, bahwa: Ilmu-ilmu sosial merupakan sumber keilmuan bagi pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IPS dalam jalinan hubungan yang erat dalam validasi materi subyek. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu sosial telah membangun teori-teori dan diakui berhasil membangun peradaban modern. Namun demikian, dalam perkembangan keilmuannya telah melahirkan kritik, yang menilai bahwa peradaban yang telah di bangun itu, namun gagal mengangakat harkat dan martabat kemanusiaan. Begitu pula, sistem pendidikan di Indonesia, terjebak pada “eporia” sistem pendidikan Barat yang bersifat sekuler. Pendidikan nasional dalam praktiknya yang cenderung mengabaikan nilai-nilai keimanan, karena dikuasai oleh ideologi kapitalisme yang materialistik, roh pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai moral yang suci semakin menghilang. Cara berpikir seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan masyarakat Indonesia yang humanis dan religius. Praktek pendidikan yang mengabaikan nilai-nilai religius, disinyalir akan menjauhkan dunia pendidikan dari tujuan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, dan semakin menggelincirkan generasi masa depan bangsa Indonesia ke arah individualisme, materialisme, hedonisme, konsumerisme, dan sejenisnya. Seperti halnya yang terjadi pada pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IPS saat ini banyak mengalami kekeringan nilai-nilai religius, bersifat sekuler dan cendrung mengalami kemandegan dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya, sehingga membutuhkan pendidikan IPS yang tidak hanya berhenti pada menjelaskan fenomena sosial tetapi dapat memecahkannya secara memuaskan. R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Ruang lingkup pendidikan IPS yang luas menjadi landasan kuat bagi penanaman dan pengembangan nilai ketuhanan yang telah ada dalam masyarakat, hal tersebut dapat menjadi kunci kebahagiaan lahir maupun batin, dengan demikian nilai ketuhanan ini menjadi landasan moralitas Sumber Daya Manusia SDM. Berdasarkan rasional dan beberapa temuan penelitian di atas, tampak bahwa pada dasarnya dalam pembelajaran pendidikan IPS terbuka peluang untuk mengintegrasikan pendidikan nilai-nilai keimanan dalam proses pembelajarannya. Mengingat secara sosiologis, historis dan yuridis pendidikan nilai-nilai keimanan dibutuhkan dalam masyarakat Indonesia. Hal ini diperkuat dengan adanya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang menggariskan pendidikan untuk diselenggarakan secara berkeadilan dan demokratis sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia. Batasan dan tujuan pembelajaran pendidikan IPS untuk tingkat sekolah merupakan penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Berdasarkan batasan dan tujuan tersebut, Somantri 2001, hlm. 44 mengatakan bahwa: Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah bisa diartikan sebagai: 1 pendidikan IPS yang menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama; 2 pendidikan IPS yang menekankan pada isi dan metode berpikir ilmu sosial; dan 3 pendidikan IPS yang menekankan pada refiective inquiry. Pada dasarnya pendidikan IPS merupakan mata pelajaran yang bersumber dari kehidupan nyata sehari-hari, pengajaran yang interelasi dari aspek-aspek kehidupan manusia untuk masa depan yang lebih baik. Berhubungan dengan hal tersebut Al Muhctar 2013, hlm. 58 berpendapat bahwa: Pedidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IPS sebagai salah satu program pendidikan yang dihadapkan kepada tantangan untuk mempersiapkan R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu manusia Indonesia yang mampu berkiprah dalam kehidupan masyarakat modern. Namun dewasa ini dihadapkan pada masalah peningkatan kualitas yang amat serius, bahkan di duga dapat mengancam eksistensinya dalam kurikulum persekolahan. Dalam kenyataan materi pembelajaran pendidikan IPS tidak melibatkan peran nilai-nilai keimanan sebagai landasan utama dalam pembelajaran. Seperti halnya yang diungkapkan oleh para ahli pendidikan ilmu-ilmu sosial yang tergabung dalam The National Council for the Social Studies NCSS pada tahun 1992 telah memasukkan komponen religion dalam mendefinisikan Social Studies Bulletin, Vol. 89, Curriculum Standar for Social Studies, NCSS. Namun demikian Somantri 2001, hlm. 55 mengatakan “dalam kontek ini unsur religi dalam studi sosial di Amerika tidak berkedudukan sebagai director of power .’... tetapi menempatkan agama hanya sebagai private culture, seperti halnya untuk ekonomi, politik, sains, seni, dan yang lainnya ”. Menurutnya dengan mengacu pada NCSS tersebut, menggambarkan keberadaan agama tidak menjadi ruh bagi pendidikan IPS di Indonesia, padahal sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai agama. Nilai-nilai tersebut harus menjadi prosedural dan menjadi nilai kunci yang perlu dilatih atau dibelajarkan pada siswa, antara lain nilai melakukan sesuatu tanpa pamrih hanya mengharap ridha Allah SWT semata, nilai toleransi, menjungjung tinggi moralitas, kejujuran, menghormati kebenaran, dan menghargai pendapat orang lain. Nilai-nilai kunci ini merupakan nilai yang menyokong masyarakat demokratis. Padahal dalam pandanagan Islam Al- Qur’an merupakan solusi bagi pemecahan segala permasalahan, termasuk permasalahan sosial. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat An Naml ayat 77, artinya: “Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang- orang yang beriman”. R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Atas desar itu, maka satu diatara alternatif dalam meningkatkan mutu tersebut, yakni dipandang perlu agar pendidikan IPS diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan nilai. Upaya pengembangan kemampuan berpikir dan nilai diperlukan paradigma dan nilai pendidikan yang berdasar pada kefitrahan manusia. Khan 1987, hlm. 17, berpendapat bahwa: Ketika manusia telah ke luar dari batas kemanusiannya, maka sesungguhnya akal dan nurani manusia itu sudah tidak berguna lagi. Di sini yang berperan hanyalah emosi, yaitu sekumpulan keinginan untuk menghancurkan dan menghabiskan setiap orang yang berani menentang dan tidak tunduk pada keinginannya. Upaya menjadikan proses pembelajaran pendidikan IPS berjalan sesuai dengan hakekat dan fitrahnya, mesti dilakukan telaah terhadap ilmu-ilmu sosial dan humaniora itu sendiri, sehingga diperlukan pendekatan pendidikan IPS yang mengarah pada integritas kemanusiaan yang empirik dan realistik. Pengembangan pembelajaran dalam pendidikan IPS semaksimal mungkin diusahakan untuk tetap berpegang teguh pada prinsip demensi-dimensi manusia yang bersifat holistik dan selalu berangkat dari realitas sosial dan teori-teori sosial yang sangat kompleks dan bersumber dari masyarakat, di mana praktek pendidikan itu akan dilangsungkan. Berdasarkan berbagai rumusan tersebut, dalam pembelajaran pendidikan IPS diperlukan suatu pengembangan yang memiliki dasarkan keagamaan yang masih eksis dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan yang berusaha penegakan nilai-nilai keagamaan, berupa moralitas dan etika sosial terdapat dalam pembelajaran di pesantren. Pesantren merupakan salah satu cikal bakal dan pilar pendidikan di Indonesia. Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang telah terbukti berperan penting dalam melakukan transmisi ilmu-ilmu keagamaan di masyarakat. Hal tersebut di pertegas oleh pernyataan Mastuhu 1994, hlm. 55 yang mengatakan bahwa: R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu “Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya modal keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari ”. Senada dengan pernyataan tersebut Wirasardjono 1987, hlm. 63, menyatakan bahwa: Pesantren menjadi lembaga yang menjalani realitas kehidupan. Nilai dan norma pesantren sebagai benteng untuk menghadapi munculnya nilai- nilai asing. Pilihan terbuka untuk pesantren yaitu: mempertahankan benteng tradisional dan mengisolasi diri dari pengaruh luar sehingga tetap pada ciri tradisionalnya atau aktif menanggapi interaksi nilai-nilai baru dan memberikan kesempatan kepada masyarakat muslim untuk membangun Islam. Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan sosial yang telah memberikan warna tertentu dan motif dengan citra masyarakat Indonesia di daerah pedesaan pada khususnya. Pesantren telah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat selama berabad-abad. Lembaga pendidikan ini tidak hanya diterima secara budaya, tetapi juga telah berpartisipasi dalam pembentukan nilai-nilai kehidupan di masyarakat. Pesantren dikelilingi oleh budaya yang religius, kyai, santri, dan bangunan fisik merupakan bagian dari karakter pesantren. Budaya ini menentukan perilaku individu, pola hubungan antar anggota masyarakat serta perannya sebagai sarana transformasi budaya secara keseluruhan dalam kehidupan masyarakat. Fungsi pesantren sebagai pemelihara ajaran dan nilai-nilai Islam melalui pendidikan. Diungkapkan oleh Hasan 1987, hlm. 84, menurutnya bahwa: Pesantren mampu dan mengembangkan kehidupan masyarakat, dan membentuk pola kehidupan yang mandiri. Keberadaan pesantren didukung oleh nilai-nilai: 1 taat sebagai pemeluk agama, baik ritual agama dan keinginan untuk melakukan pelayanan sosial; 2 menunjukkan cinta yang mendalam kepada agama; dan 3 kesediaan untuk mengorbankan semua untuk kesejahteraan masyarakat. R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pesantren juga telah dipandang sebagai alat budaya transformasi, karena membawa kepada santri dan masyarakat dalam lingkup yang mempengaruhi sumber nilai-nilai etika dan norma-norma yang merupakan acuan ideal berperilaku menurut ajaran Islam. Perilaku ideal dalam Islam, tidak hanya terdiri dari ritual wajib tetapi juga tindakan yang merupakan perilaku sosial, secara singkat mengacu pada perilaku yang signifikan terhadap hubungan yang saleh antara manusia dan Tuhannya, antara manusia dan manusia lainnya dan antar manusia dengan lingkungannya. Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, Arifin 2003, hlm. 229 mengatakan bahwa: Pesantren dari sudut historis-kulturalnya dapat dikatakan sebagai traning center yang otomatis menjadi cultural center Islam yang dilembagakan oleh masyarakat, dan keberadaannya perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Keberadaan pesantren tidak hanya cukup dipahami sebagai suatu kompleks asrama dimana para santri bertempat tinggal untuk belajar agama yang diberikan oleh kyai, melainkan harus juga dipahami sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang mempunyai sistem pendidikan yang karakteristik berbeda dengan sistem pendidikan klasikal dalam administratif serta perkembangan pedagogisnya. Tradisi pesantren itu merupakan hasil dialog panjang antara doktrin Islam dan tradisi setempat. Hasil sistesis yang langsung dalam proses pergumulan yang panjang itu telah melahirkan model berpikir ubudiyah dan amaliyah yang khas pesantren. Wahid 2007, hlm. 43, mengatakan bahwa “dialog tersebut mengiyaratkan adanya sifat keterbukaan, bukan a priori, yang dalam kenyataannya pesantren selalu membuka dialog dengan budaya mana saja ”. Berhubung dengan tradisi pesantren tersebut, Bruinessen 1995, hlm. 17, mengungkapkan bahwa: R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Salah satu tradisi agung great tradition di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam yang muncul di pesantren Jawa dan lembaga- lembaga serupa di luar Jawa serta Semenanjung Malaya. Alasan-alasan pokok munculnya pesantren ini menurutnya adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Seluruh aktivitas yang berlangsung di pesantren merupakan aktivitas pembelajaran yaitu, belajar kitab dengan kyai, menjalankan ibadah wajib dan sunah serta melakukan amalan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, menyiapkan keperluan sehari-hari, menerima tamu atau bercengkrama sesama santri. Pola kepesantrenan ini, hampir mirip antara satu pesantren dengan pesantren lain. Kompleks pesantren meskipun sering terpisah dari kehidupan masyarakat di sekitar, namun umumnya berada di lingkungan komunitas yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan. Senada dengan pernyataan tersebut, Dhofier 2011, hlm. 79 mengatakan, bahwa: Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional yang sangat populer, khususnya di Jawa, dapat dilihat dari dua sisi pengertian yaitu: 1 pengertian dari segi fisik pesantren atau bangunan dan 2 pengertian dari segi kultural fisik, pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri atas susunan bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan. Kompleks pesantren ditandai oleh beberapa bangunan fisik yang digunakan oleh para santri untuk tempat pemondokan, bangunan dapur di mana para santri memasak dan menyiapkan makanan mereka sendiri; bangunan tempat belajar para santri dengan kyai atau guru, masjid atau mushola tempat menjalankan ibadah bersama, serta rumah tempat tinggal bagi kyai. Secara kultural, pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai dari sistem nilai khas yang secara intrinsic melekat dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada kyai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun temurun. Kyai memiliki otoritas yang sangat besar dalam kehidupan pesantren, bukan hanya karena kedalaman ilmu agamanya, tetapi juga R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu berkaitan dengan kewibawaan moralnya yang tampak dalam kesederhanaan hidupnya serta istiqomah dalam beribadah. Kyai juga merupakan personifikasi utuh dari sistem nilai di lingkungan pesantren, ia menempati posisi puncak dalam struktur sosial dalam pesantren. Hal tersebut karena kelebihannya dalam penguasaan ilmu agama, kesalehannya dalam menjalankan ibadah, pengayoman yang diberikan pada para pengikutya, serta kelebihan lain yang dipandang tidak dimiliki oleh orang awam orang umum. Seperti yang diungkapkan oleh Djamas 2009, hlm. 24 bahwa: Kebanyakan kyai diyakini oleh para pengikutnya memiliki ilmu yang disebut ilmu laduni intuisi, yakni kemampuan melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh indera secara kasat mata. Dengan kapasitas pribadi seperti itu, para kyai memiliki multi peran mulai dari guru, penasehat, hingga menjadi konsultan tempat bertanya dan mencari solusi atas berbagai masalah yang dihadapi para pengikutnya. Kekuatan kyai sebagai ulama di pesantren secara umum berakar pada kredibilitas moral, keilmuan, dan kemampuan mempertahankan pranata sosial yang diinginkan, semua fungsionaris Islam. Kedudukan kyai sebagai ulama diberikan oleh masyarakat muslim karena kealiman dan pelayanan yang mereka berikan kepada masyarakat. Horikoshi 1987, hlm. 26 mengatakan bahwa: Ulama tidak sekedar berperan sebagai filter dalam perubahan nilai ulama juga mempunyai peranan aktif selain meredam akibat perubahan yang di bawa arus informasi juga mempelopori terjadinya perubahan masyarakat menurut caranya sendiri ”. Kyai sebagai ulama mempunyai peranan aktif dalam menentukan perubahan yang terjadi di pesantren, meskipun mengalami dinamika yang cukup panjang dari yang tradisional maupun yang modern, serta telah terjadi perubahan-perubahan dalam sistem pembelajaran di pesantren yang ditentukan oleh ulama, namun secara umum pembelajaran di pesantren hampir memiliki kesamaan. R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pembelajaran dalam pesantren salafi tradisional sudah demikian menjadi tradisi. Hal ini disebabkan pesantren salafi memang unggul dalam melahirkan santri yang memiliki kesalehan, kemandirian, berakhlakulkarimah dan kecakapan dalam penguasaan ilmu-ilmu keIslaman. Begitu juga, sumbangsih keberadaan pesantren salafi bila dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana yang dicantumkan dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 memuat fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Menyatakan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut bertujuan untuk pengembangan potensi peserta didik. Agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional 2003. Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas. Pesantren salafi mempunyai sistem pendidikan yang tidak kalah hebatnya dari sistem pendidikan umum yang telah distandarkan saat ini, baik dalam sistem pembelajaran, serta output yang diharapkan sebagai hasil dari proses pendidikan. Sistem pembelajaran pesantren salafi yang lebih menekankan pada aspek peningkatan keimanan sehingga menghasilkan peserta didik yang berkualitas, mempunya dedikasi dan moralitas yang tinggi dan mereka mampu mangatasi berbagai permasalahan sosial. Penyebaran yang luas dengan keragaman karakteristik yang dimiliki pesantren saat ini, di semua wilayah Indonesia menjadi potensi luar biasa dalam percepatan pembangunan di daerah-daerah. Jika upaya maksimal ini dil akukan oleh pemerintah, maka ke depan akan menjadi “lahan subur” penyemaian bibit-bibit unggul manusia Indonesia. Pelibatan institusi pesantren salafi dalam akselerasi dalam pengembangan kualitas masyarakat bukan saja R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu signifikan, tetapi sekaligus strategis bukan hanya karena pesantren salafi merupakan lembaga pendidikan yang memiliki akar kuat di masyarakat. Pesantren salafi sebagai institusi yang menempati posisi penting di masyarakat, diharapkan mampu memberikan stimulasi dan pengaruh kepada masyarakat dalam mengatasi permasalahan sosial. Nilai-nilai keagamaan yang dimiliki oleh pesantren salafi sebagai landasan pendidikan di Indonesia dapat menjadi sumbangan bagi pengembangan kurikulim pendidikan di sekolah. Kurikulum sekolah merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003. Kurikulum yang disusun sebagai wujud tujuan pendidikan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, dengan memperhatikan: 1 peningkatan iman dan takwa; 2 peningkatan akhlak mulia; 3 peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; 4 keragaman potensi daerah dan lingkungan; 5 tuntutan pembangunan daerah dan nasional; 6 tuntutan dunia kerja; 7 perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; 8 agama; 9 dinamika perkembangan global; dan 10 persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan Pasal 36 UU Nomor 20 Tahun 2003. Nilai-nilai pendidikan yang dimiliki pesantren dapat memberikan gagasan-gagasan mendasar tentang nilai-nilai, norma, etika, dan moral yang menjadi jiwa roll yang melandasi sistem pendidikan di Indonesia. Landasan religius dalam sistem pendidikan di pesantren ini, akan menolak segala sesuatu yang bersifat relalif paham relatavis, dan paham yang mengagungkan rasional semata yang tidak menempatkan agama sebagai landasan berpikir. Landasan religius, tersebut dapat menjadi potensi bagi pengembangan pembelajaran pendidikan IPS berbasis nilai-nilai pendidikan pesantren. Bila dihubungkan dengan ciri umum keberadaan pesantren tersebut, R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu keberadaan pesantren salafi dapat bersinergi dengan tujuan pendidikan IPS dalam meningkatkan mutu kehidupan dalam upaya membina mental yang sadar akan tanggung jawab terhadap hak dirinya sendiri dan kewajiban kepada masyarakat bangsa dan negara seperti yang menjadi tujuan pendidikan IPS menurut National Council for Social Studies NCSS tahun 1993. Vol. 5, dalam hal ini tujuan pendidikan IPS untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga masyarakat yang beragam secara budaya demokratis di dunia yang saling tergantung ”. Posisi strategis yang dimiliki oleh pesantren salafi di tengah-tengah masyarakat, harus didukung dengan kebijakan dalam mengimplementasikan nilai-nilai agama, bukan hanya berorientasi pada yang berkaitan dengan hablul minalloh berhubungan dengan Allah namun juga berkait dengan hablul minanas berhubungan dengan masyarakat sebagai alat untuk mendukung pemberdayaan pembangunan serta upaya mengatasi berbagai permasalahan sosial. Hal tersebut sejalan dengan National Council for Social Studies NCSS tahun 2000, hlm. 11-13, menetapkan lima pilar pembelajaran pendidikan IPS, yaitu: 1 meaningful; 2 integratif; 3 value-based; 4 challenging; dan 5 learning is active. Maka diperlukan pengkajian secara menyeluruh tentang sejauhmana potensi-potensi yang dimiliki pesantren salafi dan upaya dalam pemberdayaan pesantren salafi khususnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan IPS yang berbasis religius. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap potensi yang dimiliki oleh pesantren salafi khususnya dalam pembelajaran pendidikan IPS. Kaitan antara pembelajaran pendidikan IPS dengan pesantren salafi, peneliti memandang bahwa nilai-nilai pendidikan Islam yang dimiliki pesntren Salafi Maniis dapat berguna bagi pengembangan pembelajaran pendidikan IPS, karena di pesantren Salafi Maniis seorang santri senantiasa berusaha R. Beny Wijarnako K., 2015 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu meningkatkan kepekaan hati dan menjauhkan diri dari apa saja yang mungkin dapat mengotori jiwa dengan selalu menyadari, bahwa: dunia ini adalah persinggahan sementara, tujuan akhir perjalanan adalah akhirat. Hal tersebut tersirat dalam prinsip-prinsip pembelajaran di pesantren Salafi Maniis berupa orientasi hidupnya hanya mencari keridhan Allah semata, dengan tafaqquh fi dien al-Islam, dan berakhlakulkarimah toleransi, menjungjung tinggi moralitas, kejujuran, menghormati kebenaran, dan menghargai pendapat orang lain sehingga mencapai ma’rifatullah. Sumber pembelajaran di pesantren Salafi Maniis adalah Al- Qur’an sebagai sumber dari segala sumber keilmuan, hadits-hadits sahih, serta Kitab Kuning yang berisi materi tahuid, fiqih dan taswuf. Memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran di pesantren tersebut, selaras dengan prinsip-prinsip pembelajaran pendidikan IPS. Bentuk pembelajaran pendidikan IPS di pesantren Salafi Maniis, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah sember pembelajaran pendidikan IPS untuk tingkat sekolah.

B. Fokus dan Rumusan Masalah