INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP IPIEMS SURABAYA.

(1)

INTERNALISASI NILAI-NILAI AKHLAK

DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SMP IPIEMS SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh :

MOCHAMMAD SHULKHAN BADRI

NIM. D01212038

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Mochammad Shulkhan Badri. Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP IPIEMS Surabaya Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi. Surabaya: Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015.

Dalam penelitian ini rumusan permasalahan yang diangkat adalah, (1) Bagaimana gambaran umum akhlak siswa di SMP IPIEMS Surabaya. (2) Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa di SMP IPIEMS Surabaya. Dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan dan menganalisa gambaran umum akhlak siswa di SMP IPIEMS Surabaya. (2) mendeskripsikan dan menganalisa proses internalisasi nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran PAI pada siswa di SMP IPIEMS Surabaya.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, dengan mengambil latar SMP IPIEMS Surabaya. Subyek penelitian ini adalah guru PAI, kepala sekolah, dan siswa SMP IPIEMS Surabaya, sedangkan obyek penelitiannya adalah Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP IPIEMS Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akhlak siswa di SMP IPIEMS Surabaya dapat dikategorikan baik. Indikasinya dapat dilihat dari kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh para siswa dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh siswa dalam pembentukan akhlakul karimah diantaranya: akhlak terhadap Allah SWT. dengan cara menjalankan

ibadah sesuai dengan syari’ah, akhlak terhadap Nabi Muhammad SAW. dengan cara banyak membaca shalawat dan meneladani akhlak Rasulullah, akhlak terhadap diri sendiri dilakukan dengan cara menanamkan kesopanan dalam kehidupan sehari-hari, akhlak terhadap sesama siswa dilakukan dengan membangun interaksi yang baik dan didasarkan pada sikap hormat menghormati, akhlak terhadap alam semesta dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan.

Proses internalisasi nilai-nilai akhlak pada siswa di SMP IPIEMS Surabaya dilakukan dengan dua cara yaitu melalui materi-materi akhlak dan metode-metode pembentukan akhlak siswa. Kebiasaan yang berorientasi pada pembentukan akhlakul karimah siswa merupakan implementasi dari materi-materi

akhlak yang diajarkan di SMP IPIEMS Surabaya. Secara garis besar materi akhlak siswa tersebut berkaitan dengan beberapa hal yaitu: akhlak yang berhubungan dengan Allah SWT., akhlak hubungannya dengan diri sendiri, akhlak hubungannya dengan ilmu, dan akhlak kaitannya dengan manusia lainnya. Dan metode-metode yang digunakan dalam pembentukan akhlak siswa di antaranya metode kedisiplinan, metode latihan dan pembiasaan, metode keteladanan dan Metode ibrah.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi semua pihak di SMP IPIEMS Surabaya terutama bagi para guru, dan para siswa.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... iv

ABSTRAK... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penelitian Terdahulu ... 7

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak 1. Pengertian Internalisasi ... 11

2. Pengertian Nilai ... 14


(7)

4. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak ... 20

5. Macam-macam Akhlak ... 25

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ...38

C. Metode Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah... 41

D. Faktor yang Mempengaruhi Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak 1. Faktor-faktor yang Mendukung Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran PAI ...49

2. Faktor-faktor yang Menghambat Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran PAI ... 51

BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN A. Kondisi Umum SMP IPIEMS Surabaya 1. Profil SMP IPIEMS Surabaya ...52

2. Letak Geografis SMP IPIEMS Surabaya ... 52

3. Sejarah Singkat Berdirinya SMP IPIEMS Surabaya ... 53

4. Visi, Misi dan Tujuan SMP IPIEMS Surabaya ...55

5. Struktur Organisasi SMP IPIEMS Surabaya ...59

6. Keadaan Guru SMP IPIEMS Surabaya ... 61

7. Keadaan Siswa SMP IPIEMS Surabaya ... 64

8. Sarana dan Prasarana SMP IPIEMS Surabaya ... 66

B. Materi Pendidikan Akhlak di SMP IPIEMS Surabaya ... 72 C. Metodologi Penelitian


(8)

1. Jenis Penelitian ... 76

2. Sumber Data ... 76

3. Teknik Pengumpulan Data ... 78

4. Metode Analisis Data ... 81

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. AnalisisGambaran Umum Tentang Akhlak Siswa di SMP IPIEMS Surabaya ... 83

B. Analisis Proses Internalisasi Nilai-nilai Akhlak pada Siswa melalui Pembelajaran PAI di SMP IPIEMS Surabaya ... 92

C. Faktor yang mendukung dan menghambat Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran PAI di SMP IPIEMS Surabaya... 121

D. Upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi Kendala Pelaksanaan Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran PAI di SMP IPIEMS Surabaya ... 129

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 138

B. Saran ... 139

C. Penutup ... 141

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan dan menyelaraskan pembangunan dan kemajuan, maka nilai akhlak harus tetap dilestarikan dan ditanamkan kepada setiap manusia tanpa terkecuali, peserta didik. Salah satu penanaman nilai tersebut adalah nilai pendidikan. Pendidikan didesain sebaik mungkin agar para peserta didik mampu memahami dan menghayati nilai-nilai yang diajarkan.

Selain itu di masa kini disekitar kita, banyak sekali kita melihat perilaku anak yang tidak memiliki akhlak yang terpuji, seperti tidak patuh kepada guru atau orang tuanya, tidak memiliki sopan santun, selalu melanggar peraturan dan lain sebagainya. Semua hal tersebut bertentangan dengan tujuan pendidikan, khususnya Pendidikan Agama Islam (PAI).

Setiap orang tua hendaknya waspada terhadap ancaman arus globalisasi yang akan menggerus kepribadian anak. Menurut ❩ ✝✞✟✠ ✝✡ Daradjat, bahwa salah satu timbulnya krisis akhlak yang terjadi dalam masyarakat adalah karena lemahnya pengawasan sehingga respon terhadap agama kurang.1

Pendidikan agama islam sekarang lebih berorientasi pada belajar teorinya saja, sehingga banyak yang mengetahui nilai-nilai ajaran agama, tetapi perilakunya tidak r ☛☞✝✌✝✍ dengan yang ajaran diketahuinya. Pendidikan agama

1

✎✏ ✑✒ ✓✏✔ Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung,


(10)

lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif, dan kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat berbagai cara, media, dan forum.2

Untuk itulah Pendidikan Agam Islam (PAI) harus mampu membangun karakter siswa menjadi lebih baik, yang mencerminkan karakter Islam

rahmatan lil’alamin, yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, toleransi, sosial kejujuran serta tanggung jawab. Banyaknya persoalan yang terjadi di negara ini antara lain disebabkan oleh semakin menipisnya nilai-nilai akhlak. Maka dari itu pemberdayaan masyarakat untuk tetap memegang teguh pada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu perkara yang mudah, tetapi harus dilakukan. Sebab, tanpa memahami nilai-nilai itu, maka mustahil seseorang mampu mempraktekkan dalam kehidupannya. Disadari betul bahwa cara satu-satunya yang paling tepat adalah melalui jalur pendidikan.

Sekolah merupakan suatu institusi pendidikan yang berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai moral dan keislaman kepada para peserta didik dan harus memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan nilai ini. Penerapan nilai-nilai akhlak di sekolah harus dimasukkan kedalam pendidikan di sekolah formal yakni dengan cara melibatkan semua unsur yang terlibat di lembaga tersebut. Iklim yang diciptakan harus memberi peluang terjadinya interaksi positif antara peserta didik dengan nilai-nilai yang akan

2 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah, Madrasah,


(11)

diinternalisasikan, baik melalui keteladanan personal, diskusi, maupun proses belajar mengajar dalam arti seluas-luasnya. Komunikasi pendidik dengan peserta didik harus baik yang mana didasari pada adanya penerimaan kedua belah pihak. Muatan komunikasi itu juga penting agar mengarah kepada nilai-nilai yang diinginkan.

Pembelajaran adalah bagian dari pendidikan, pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu pembelajaran dalam sistem pendidikan adalah Pendidikan Agama Islam (PAI). Sebagai mata pelajaran yang mengkaji persoalan agama, tentu tidak terlepas dengan nilai-nilai akhlak, yang membentuk perilaku peserta didik. Karena agama Islam sendiri tidak menafikan adanya hubungan antara sesama manusia (Hablum minannas). Sehingga dalam pembelajaran PAI harus ada Internalisasi nilai-nilai akhlak berupa sosial dalam setiap kegiatan pembelajarannya dalam membentuk kepribadian yang bermoral dan berakhlakul karimah serta tawadhu’ dan bersosialis tinggi.

Pendidikan nilai-nilai akhlak harus ditanamkan kepada peserta didik sebelum mereka mencapai usia akhir pembentukan kepribadian pada usia 20 atau 21 tahun. Jika melewati batas ini, sudah amat sulit memasukkan nilai-nilai karena harus membangun kembali kepribadian yang telah terbentuk (recontruction of personality). Oleh sebab itu nilai-nilai akhlak dalam bentuk

akhlak al-karimah sudah terkristal dan terinternalisasi sejak kecil agar menjadi sikap hidup yang tak memerlukan lagi pengawasan dari luar diri individu. Ada


(12)

atau tidak ada polisi akan berhenti otomatis, apabila lampu merah lalu lintas menyala. Ada atau tidak ada orang yang melihat, maka secara otomatis akan menjalankan segala kewajibannya kepada Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Apa yang gencar disosialisasikan akhir-akhir ini dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelegence) pada dasarnya adalah metode Al-Qur’an dalam menanamkan nilai-nilai akhlak pada manusia. Gerakan keterampilan emosional yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman adalah mengubah istilah pendidikan afektif secara terbalik, yaitu bukan menggunakan perasaan untuk mendidik, melainkan mendidik perasaan itu sendiri. Di sinilah pendidikan nilai memegang peranan penting karena mendidik perasaan manusia agar peka terhadap nilai-nilai akhlak yang luhur untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Internalisasi nilai-nilai akhlak memegang peranan penting dalam konteks kehidupan bersama karena salah satu tahap tingkah laku penyusuaian diri yang melahirkan gerak hati dalam bentuk tauhid, sabar, ikhlas dan sebagainya. Dengan terbentuknya kemampuan yang mendasar untuk mengambil dan bertingkah laku yang sesuai dengan norma dan sikap yang dikehendaki oleh agama dan masyarakat. Pembahasan nilai-nilai akhlak ini bersifat abstrak dan memerlukan pengalaman yang panjang untuk memahaminya, sehingga pendidik maupun peserta didik dituntut untuk mampu berpikir secara abstrak yang umumnya sulit dilaksanakan. Internalisasi nilai-nilai akhlak dapat


(13)

dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan pembiasaan, (Muhaimin: 2002).

Di SMP IPIEMS Surabaya, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dimasukkan dalam rangka kurikulum sekolah. Mata pelajaran pendidikan agama islam diberikan. hal ini menunjukkan besarnya perhatian SMP IPIEMS Surabaya terhadap pendidikan agama. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), kegiatan pembelajaran peserta didik tidak hanya difokuskan untuk belajar di ruang kelas. Guru dan pihak sekolah yang lainnya selalu berusaha menjalin kerjasama demi meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran. Sehingga setelah lulus, para peserta didik tidak hanya menguasai ilmu-ilmu umum saja namun mampu menjadi insan yang mempunyai kualitas keimanan yang kuat serta komitmen selalu berperilaku terpuji dalam menjalani kehidupannya di zaman globalisasi yang penuh dengan tantangan dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agamanya.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas penulis melakukan suatu penelitian yaitu “Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP IPIEMS Surabaya” dengan harapan materi ini tidak hanya terbatas pada pengetahuan kognitif saja, tetapi bisa menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan jiwa kepribadian seorang siswa, sehingga dapat terwujud menjadi sebuah karakter yang baik pada diri peserta didik dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan pada era globalisasi ini.


(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum tentang akhlak siswa di SMP IPIEMS Surabaya ?

2. Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran PAI pada siswa di SMP IPIEMS Surabaya ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mendeskripsikan gambaran umum tentang akhlak siswa di SMP IPIEMS Surabaya.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa proses internalisasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran PAI di SMP IPIEMS Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Apabila tujuan tersebut telah tercapai, maka penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, memberikan kontribusi ilmiah, khusususnya dalam rangka untuk memperkaya khazanah keilmuan pendidikan islam dan memberikan motivasi serta inspirasi positif bagi para peneliti, termasuk mahasiswa, untuk melakukan dan mengembangkan kajian dan penelitian serupa


(15)

2. Secara praktis, memberikan kontribusi bagi pengembangan dan perbaikan pelaksanaan nilai-nilai akhlak, khusunya melalui pembelajaran pendidikan agama islam, sehingga bisa terinternalisasi dalam diri peserta didik.

E. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan pada skripsi-skripsi yang sebelumnya telah ada, ditemukan beberapa karya ilmiah (Skripsi) yang kebanyakan membahas tentang nilai-nilai agama islam, nilai akhlak, nilai pendidikan, namun penulis belum menemukan penelitian terhadap suatu nilai yang sama persis dengan penelitian yang akan penulis teliti. Namun penulis menemukan beberapa skripsi yang berkaitan dengan yang penulis teliti, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh “Tantry Padhmasari”, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, tahun 2014, dengan judul “Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam terhadap Tingkah laku Siswa melalui Kegiatan Ekstrakulikuler Kerohanian Islam di SMAN Mojoagung”3. Inti dari penelitian

tersebut adalah tentang nilai-nilai pendidikan agama islam yang diinternalisasikan kepada tingkah laku siswa melalui kegiatan ekstrakulikuler kerohanian islam di SMAN Mojoagung.

Kemudian setelah itu skripsi yang ditulis oleh “Ahmad Sholihin” dengan judul “Internalisasi Nilai-nilai Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Salafiyah desa Pajarakan Kulon,

3 Tantry Padhmasari, Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam terhadap Tingkah

laku Siswa melalui Kegiatan Ekstrakulikuler Kerohanian Islam di SMAN Mojoagung (Skripsi : Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014).


(16)

kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo”.4 skripsi fakultas Tarbiyah,

tahun 2010 IAIN Sunan Ampel Surabaya (sebelum menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya). Pada skripsi tersebut dibahas mengenai nilai-nilai agama islam yang diinternalisasikan ke dalam pembinaan akhlak pada mata pelajaran aqidah akhlak di MTs Salafiyah desa Pajarakan kulon, kecamatan Pajarakan, kabupaten Probolinggo.

Berdasarkan skripsi-skripsi diatas, penulis jadikan sebagai pembanding bahwa skripsi yang berjudul Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP IPIEMS Surabaya belum pernah dilaksanakan.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut Black dan Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan memberi makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan “operasi” atau kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut.5

Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari kesalahpahaman, maka peneliti akan menegaskan definisi operasional variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:

1. Internalisasi : Pendalaman, penghayatan, pengasingan6 atau

4 Ahmad Sholihin, Internalisasi Nilai-nilai Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak pada

Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Salafiyah desa Pajarakan Kulon, kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, (Skripsi: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010)

5 James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial,


(17)

penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan suatu keyakinan atau kesadaran akan kebenaran doktrin ataupun nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.7 Atau juga sebuah proses

menanamkan sesuatu, yakni proses pemasukan sesuatu nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman.

2. Nilai : Standar tingkah laku, keindahan, keadilan,

kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatuhnya dijalankan dan diperhatikan.8

5. Akhlak : Budi pekerti, tingkah laku, perangai9

6. Pendidikan Agama Islam

: Suatu usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran islam, atau upaya untuk mengaktualkan sifat-sifat kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt. Kepada manusia, upaya tersebut

6 Achmad Maulana, dkk. Kamus Ilmiah Populer lengkap, (Yogyakarta: Absolut, 2004),

Hal. 175.

7 Dahlan, dkk, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta: Arloka, 1994), Hal. 267.

8 Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, cet. III (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),

Hal. 17.


(18)

dilakukan tanpa pamrih apapun kecuali untuk semata-mata beribadah kepada Allah Swt.

7. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

: Jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9.10

Jadi dari definisi operasional diatas, yang di maksud dengan judul “Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP IPIEMS Surabaya” adalah sesuatu proses penanaman, penghayatan atau pendalaman nilai-nilai akhlak yang diterapkan ke dalam diri peserta didik, melalui pembelajaran pendidikan agama islam (PAI), supaya tercapai tujuan utama dari pendidikan Islam, khususnya di SMP IPIEMS Surabaya.

10www.https://id.wikipedi.org/wiki/sekolah_menengah_pertama?_e_pi_=7%CPAG_ID10


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Internalisasi Nilai-nilai Akhlak

✗ ✘ Pengertian Internalisasi

Internalisasi menurut kamus ilmiah populer yaitu “pendalaman, penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan atau kesadaran akan kebenaran suatu doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan ♣ ✙✚✛✜✢✣✤ ✥✦ Internalisasi pada hakikatnya adalah sebuah proses menanamkan sesuatu, yakni merupakan proses pemasukan suatu nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman.

❏ ✢✧ ✛ teknik pembinaan agama yang dilakukan melalui internalisasi adalah pembinaan yang mendalam dan menghayati nilai-nilai relegius (agama) yang dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan secara utuh yang sasarannya menyatu dalam kepribadian peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak peserta didik.

Menurut Muhaimin dalam proes internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi ②✢✛★✤✩

a. Tahap transformasi nilai

Tahap tranformasi nilai merupakan komunikasi ✈✙✚✪✢ ✜ tentang nilai. Pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang


(20)

baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal tentang nilai.

b. Tahap transaksi nilai.

Tahap transaksi nilai adalah tahapan pendidikan nilai dengan jalan komunikasi dua arah, atau interaksi antar siswa dengan guru bersifat interaksi timbal balik. Kalau pada tahap transformasi, komunikasi masih dalam bentuk satu arah, yakni guru aktif. Tetapi dalam transaksi ini guru dan siswa sama-sama memiliki sifat yang aktif. Tekanan dari komunikasi ini masih menampilkan sosok fisiknya daripada sosok mentalnya.

Dalam tahapan ini guru tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta memberikan respons yang sama, yang menerima dan mengamalkan nilai itu.

c. Tahap Transinternalisasi.

Tahap Transinternalisasi nilai yakni bahwa tahap ini jauh lebih dalam dari pada sekadar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya (kepribadiannya).

Demikian juga siswa merespons kepada guru bukan hanya melalui gerakan/penampilan fisiknya saja, melainkan melalui sikap mental dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa


(21)

dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.1

Proses internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem yang dianutnya. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri inidvidu yang bersangkutan masih bertahan.2

Pada tahap-tahap internalisasi ini diupayakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:3

a. Menyimak, yakni guru memberi stimulus kepada peserta didik menangkap stimulus yang diberikan.

b. Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan terhadap tata nilai tertentu, sehingga memiliki latar belakang teoritik tentang sistem nilai, mampu memberikan argumentasi rasional dan selanjutnya peserta didik dapat memilliki komitmen tinggi terhadap nilai tersebut.

c. Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem kepribadiannya disesuaikan dengan nilai yang ada.

1 Dahlan, dkk, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta: Arkola, 1994), Hal. 267

2 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2008) cet. 4, Hal. 301.

3 HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


(22)

d. Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan sistem nilai tertentu dan dilaksanakan berturut-turut, maka akan terbentuk kepribadian yang bersifat satunya hati, kata dan perbuatan.

Teknik internalisasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama, khususnya pendidikan yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, dan akhlakul karim.

Jadi intenalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam karena pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam pada diri peserta didik, dengan pengembangan yang mengarah pada internalisasi nilai akhlak yang merupakan tahap pada manifestasi manusia religius. Sebab tantangan arus globalisasi dan transformasi budaya bagi peserta didik dan bagi manusia pada umumnya yang difungsikan adalah nilai kejujurannya, yang dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat terpercaya dan mengemban amanah masyarakat demi kemaslahatan.

✫ ✬ Pengertian Nilai

Nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan.4 Artinya nilai itu dianggap penting dan baik apabila sesuai

dengan kebutuhan oleh suatu masyarakat sekitar.

Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari berbagai aspek baik agama, budaya, norma sosial dan lain-lain. Pemaknaan atas nilai inilah yang


(23)

mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia terhadap diri, lingkungan dan kenyataan di sekelilingnya.

Nilai merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui, atau mempunyai sifat-sifat nilai tertentu.5 Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka yang dimaksud nilai pendidikan yaitu hal-hal yang penting sebagai proses pengubahan sikap atau tingkah laku seseorang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, latihan, proses pembiasaan dan cara mendidik.6

Pendidikan secara praktis tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai akhlak dan nilai agama yang semuanya tercakup di dalam tujuan yakni membina kepribadian yang ideal. Tujuan pendidikan baik isinya maupun rumusannya tidak mingkin ditetapkan tanpa pengertian dan pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai. Bahkan seharusnya manusia telah memegang satu keyakinan tentang nilai-nilai yang kita anggap sebagai suatu kebenaran. Islam memandang adanya nilai mutlak dan nilai intrinsik yang berfungsi sebagai pusat dan muara semua nilai. Nilai tersebut adalah tauhid (uluhiyah dan rububiyah) yang merupakan tujuan (ghayah) semua aktivitas muslim. Semua nilai-nilai yang lain termasuk amal shaleh dalam Islam merupakan nilai instrumental yang berfungsi sebagai alat dan prasyarat meraih nilai tauhid. Dalam praktik kehidupan justru nilai-nilai

5 Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, cet. III (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),

Hal. 17.

6 Louis O. Katsof, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara


(24)

instrumental itulah yang banyak dihadapi oleh manusia, seperti nilai amanah, kejujuran, kesabaran, keadilan, kemanusiaan, etos kerja dan disiplin.7 Oleh karenanya Islam menekankan perlunya nilai-nilai tersebut

dibangun pada diri seseorang sebagai jalan menuju terbentuknya pribadi yang tauhidi.

✱ ✲ Pengertian Akhlak

Perkataan akhlak dalam bahasa Arab disebut “akhlak” jamak dari kata “khuluk” yang menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (internal creation) atau kejadian batin atau dapat juga berarti ciri-ciri watak seseorang yang dalam bahasa asingnya “the traits of men’s moral character”. Menurut pandangan agama berarti; ”suatu daya positif dan aktif dalam bentuk tingkah laku/perbuatan.8

Adapun secara terminologi yang dikemukakan oleh ulama akhlak antara lain sebagai berikut:

a. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.

b. Ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia

7 Kusuma Indra dan Dien Amien, Penganta Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),

Hal. 52.

8 Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, Cet. I,


(25)

dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.9

Sedangkan pengertian akhlak menurut para ahli adalah :

a. Menurut Imam Al-Ghazali10

ٍﺮْﺴُﻳَﻭ

ٍﺔَﻟْﻮُﻬُﺴِﺑ

ُﻝﺎَﻌْﻓَﻷْﺍ

ُﺭُﺪْﺼَﺗ

ﺎَﻬْﻨَﻋ

ٍﺔَﺨِﺳﺍَﺭ

ِﺲْﻔَّﻨﻟﺍ

ﻰِﻓ

ٍﺔَﺌْﻴَﻫ

ْﻦَﻋ

ٌﺓَﺭﺎَﺒِﻋ

ُﻖُﻠُﺨْﻟَﺍ

.

ٍﺔَّﻳِﻭُﺭَﻭ

ٍﺮْﻜِﻓ

ﻰَﻟِﺍ

ٍﺔَﺟﺎَﺣ

ِﺮْﻴَﻏ

ْﻦِﻣ

Artinya: “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).”

b. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin

ﺎَﻬُﺗَﺩﺎَﻌَﻓ

ًﺄْﻴَﺷ

ْﺕَﺩﺎَﺘْﻋﺍ

ﺍَﺫِﺍ

َﺓَﺩﺍَﺭِﻹْﺍ

َّﻥَﺍ

ﻰِﻨْﻌَﻳ

ِﺓَﺩﺍَﺭِﻻْﺍ

ُﺓَﺩﺎَﻋ

ُﻪَّﻧَﺄِﺑ

َﻖُﻠُﺨﻟْﺍ

ُﻢُﻬُﻀْﻌَﺑ

َﻑَّﺮَﻋ

.

ِﻖُﻠُﺨﻟْﺎِﺑ

ُﺓﺎَّﻤَﺴُﻤﻟْﺍ

َﻲِﻫ

Artinya: “Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.

Kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang. Sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang

diulang-9 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah(Suatu Pengantar),

(Bandung: CV. Diponegoro, 1993), Hal. 12.


(26)

ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar bernama akhlak.”11

c. Al-Qurthuby Mengatakan12

ﻣﻦ

ﻳﺼﲑ

ﻵﻧﻪ

ﺧﻠﻘﺎ

ﻳﺴﻤﻰ

ﺃﺩﺏ

ﻣﻦ

ﻧﻔﺴﻪ

ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ

ﺑﻪ

ﻳﺄﺧﺬ

ﻫﻮ

ﻣﺎ

ﻓﻴﻪ

ﺍﳋﻠﻘﺔ

Artinya: “Sesuatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.”

d. Menurut Ibnu Maskawaih, ia mengatakan:

ﻭﻻﺭﻭﻳﺔ ﻓﻜﺮ ﻏﲑ ﻣﻦ ﺍﻓﻌﺎﳍﺎ ﺍﱃ ﳍﺎ ﺩﺍﻋﻴﺔ ﻟﻠﻨﻔﺲ ﺣﺎﻝ = ﺍﳋﻠﻖ

Artinya:“Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu mendorong manusia berbuat, tanpa memikirkannya (lebih lama)”.

11 Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur'an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), Hal. 15.

12 Al-Qurthuby, Tafsir Al-Qurthuby, Juz VIII, (Cairo: Daarusy Sya’by, 1913 M), Hal.


(27)

e. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy mengatakan:

ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ

ﺍﻻﺩﺍﺭﻳﺔ

ﺍﻻﻓﻌﺎﻝ

ﻋﻨﻬﺎ

ﺗﺼﺪﺭ

ﺍﻟﻨﻔﺲ

ﺭﺍﺳﺨﺔ

ﻫﻴﺌﺔ

ﺍﳋﻠﻖ

ﻭﻗﺒﻴﺤﺔ

ﻭﲨﻴﻠﺔ

ﻭﺳﻴﺌﺔ

ﺣﺴﻨﺔ

ﻣﻦ

Artinya: “Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercelahdengancara yangdisengaja”.13

f. Menurut Elizabeth B. Hurlock

“Behaviour which may be called ‘true morality´does not only conform to social standards but also is carried out voluntarily, it comes with the transitionfrom external to internal authority and consists of conduct regulated from within”.14

Tingkah laku bisa dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga dilaksanakan dengan suka rela. Tingkah laku itu terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dari dalam (diri).

13 Mahjuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf , (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), Hal. 2-3 14 Elizabeth B. Hurlock, Child Development, Edisi VI, (Kuglehisa, MC. Grow Hill,


(28)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan akhlak adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam dan di luar sekolah dengan menitikberatkan pada perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya dengan menitik beratkan pada nilai-nilai yang telah ditentukan di dalam agama Islam secara terpadu, terencana dan berkelanjutan.

✳✴ Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak

Sebagai salah satu ciri khas ilmu adalah bersifat pragmatis. Keberadaan suatu ilmu harus mempunyai fungsi atau faedah bagi manusia.

Dengan ditemukan suatu teori-teori pada ilmu, akan lebih menambah wawasan dalam bertindak atau berproses. Kegunaan ilmu semata-mata untuk dapat mengetahui rahasia-rahasia di samping juga dapat diperhitungkan baik dan buruknya suatu langkah yang dijalani.

Menurut Hamzah Ya’kub seperti dikutip Mustofa, hasil atau hikmah dan faedah dari pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:


(29)

a. Meningkatkan Derajat Manusia

Tujuan ilmu pengetahuan ialah meningkatkan kemajuan manusia di bidang rohaniah atau bidang mental spiritual. Antara orang yang berilmu pengetahuan tidaklah sama derajatnya dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan. Orang yang berilmu secara praktis memiliki keutamaan dengan derajat yang lebih tinggi.15

Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an:

฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀ ฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

Artinya: “...Katakanlah: adakah sama orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan? Sesungguhnya orang yang berakalah yang dapat menerima pelajaran.” (Q.S. Az-Zumar: 9)16

Dengan demikian orang-orang yang mempunyai pengetahuan dalam ilmu akhlak lebih utama daripada orang yang tidak memiliki ilmu akhlak. Dengan ilmu akhlak orang akan selalu berusaha memelihara diri

15 A. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Hal. 31.

16 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989),


(30)

supaya senantiasa berada pada garis akhlak yang mulia, yang diridai Allah Swt., dan menjauhi segala bentuk akhlak yang tercela, yang dimurkai Allah Swt.

b. Menuntun Kepada Kebaikan

Ilmu akhlak bukan sekedar memberitahukan mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya membentuk hidup yang suci dengan memproduksi kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan manfaat bagi manusia.

Tujuan pendidikan akhlak adalah mewujudkan manusia yang berakhlak mulia, sesuai inti ajaran kerasulan Nabi Muhammad saw., yaitu perbaikan akhlak. Sebagaimana sabdanya:17

ﻕﻼﺧﻷﺍ

ﻡﺭﺎﻜﻤﻟﺍ

ﻢﻤﺗﻷ

ﺖﺜﻌﺑ

ﺎﻤﻧﺍ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra.: Nabi bersabda: Sesungguhnya aku (Nabi Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR. Ahmad)

Memang benar tidaklah semua manusia dapat dipengaruhi oleh ilmu itu serempak dan seketika menjadi baik. Akan tetapi kehadiran ilmu akhlak mutlak diperlukan laksana kehadiran dokter yang berusaha menyembuhkan penyakit. Dengan service yang diberikan dokter, dapatlah

17 Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz II, (Beirut: Darul Kutub


(31)

orang sakit menyadari cara-cara yang perlu ditempuh untuk memulihkan kesehatannya.18

Sebagai contoh Rasulullah saw. Justru karena beliau mengetahui akhlak, maka jadilah beliau sebagai manusia yang paling mulia akhlaknya, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:

฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀

Artinya: "Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yang luhur”. (Q.S. Al-Qalam: 4)19

Dengan demikian jelaslah bahwa pengetahuan akhlak, adalah ilmu yang mengundang kepada kebaikan serta memberikan tuntunan kepadanya.

c. Manifestasi Kesempurnaan Iman

Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Dengan perkataan lain bahwa keindahan akhlak adalah manifestasi daripada kesempurnaan iman. Sebaliknya tidaklah dipandang orang itu beriman dengan sungguh-sungguh jika akhlaknya buruk. Dengan demikian untuk menyempurnakan iman, haruslah menyempurnakan akhlak dengan mempelajari ilmunya.

d. Kebutuhan Pokok dalam Keluarga

18 A. Mustafa, op.cit, Hal. 33.


(32)

Sebagaimana halnya makanan, minuman, pakaian dan perumahan merupakan kebutuhan material yang primer dalam suatu keluarga, maka akhlak adalah kebutuhan primer dari segi moral. Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga sejahtera.

Keluarga yang tidak dibina dengan tonggak akhlak yang baik, tidak akan dapat berbahagia, sekalipun kekayaan materinya melimpah ruah. Sebaliknya terkadang suatu keluarga serba kekurangan dalam ekonomi rumah tangganya namun dapat berbahagia karena faktor akhlak tetap dipertahankan seperti apa yang tercermin dalam rumah tangga Rasulullah.

Dengan demikian akhlak yang luhurlah yang mengharmoniskan rumah tangga, menjalin cinta dan kasih sayang semua pihak. Segala tantangan dan badai rumah tangga yang sewaktu-waktu datang melanda, dapat dihadapi dengan rumus-rumus akhlak.

e. Untuk Mensukseskan Pembangunan Bangsa dan Negara

Akhlak adalah faktor mutlak dalam nation dan character building. Suatu bangsa atau negara akan jaya, apabila warga negaranya terdiri dari orang-orang atau masyarakat yang berakhlak mulia. Sebaliknya negara akan hancur apabila warganya terdiri dari orang-orang yang bejat akhlaknya.20

✵✿ ▼ ❀❁ ❀❂ ❃ ❂❀❁ ❀❂ Akhlak


(33)

Akhlak mempunyai kedudukan paling tinggi dalam hirarki tamaddun ummat manusia. Oleh itu, masyarakat yang tidak mempunyai nilai akhlak tidak boleh dianggap sebagai masyarakat yang baikdan mulia walaupun mempunyai kemajuan yang dalam bidang ekonomi, teknologi dan sebagainya.Akhlak terbagi menjadi dua : Akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. Akhlak mahmudah seperti beribadah kepada Allah, mencintai-Nya dan mencintai makhluk-mencintai-Nya karena Dia, dan berbuat baik serta menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah dan memulai berbuat sholeh dengan niat ikhlas, berbakti kepada kedua orangtua dan lainnya. Sedangkan akhlak madzmumah seperti ujub, sombong, riya', dengki, berbuat kerusakan, bohong, bakhil, malas, dan lain sebagainya.Akhlak mahmudah adalah sebab-sebab kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang meridhoilahAllah dan mencintailah keluarga dan seluruh manusia dan diantara kehidupan mereka kepada seorang muslim. Sebaliknya akhlak madzmumah adalah asal penderitaan di dunia dan akhirat.

a. Akhlak Mahmudah

Keimanan sering disalahpahami dengan 'percaya', keimanan dalam Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal akan berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman. Implementasi dari sebuah keimanan


(34)

seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dll. Sebagai umat islam kita mempunyai suri-tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu Nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rasul, maka ia menjawab bahwa akhlak rasul adalah Al-Quran. Artinya rasul merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-Quran.[10:36] Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

1) Contoh-Contoh Akhlak Mahmudah

Dalam pembahasan ini kami akan menjabarkan akhlak mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah, serta sopan santun.

a) Ikhlas

Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakanarti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat


(35)

dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”Pengertian yang demikian dapat dijumpai di dalam QS. Al-Insan (76): 9, ”Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.”Ikhlas adalah inti dari setiap ibadah dan perbuatan seorang muslim. Allah SWT berfirman dalam QS. AlBayyinah: 5), ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan –keikhlasan— kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.


(36)

b) Amanah

Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yangdititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58). Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka semua enggan memikulnya karena merekakhawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh…” (QS. 33:72) contoh amanah adalah:

c) Adil

Adil berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitutakut kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah,


(37)

dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitumengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya sendiri.” (HR. Abu Syeikh).

d) Bersyukur

Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanyakenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah kufur.Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.Definisi ini ditulis oleh Ibnu Quddamah dalam bukunya “minhajul qashidin”. Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul berlaku pada dua keadaan yaitu sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah sama, baik sedikit atau banyak dansebagai ketetapan daripada Allah, supaya kebajikansenantiasa dibalas dengan kebajikan. Allah berfirman, “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan sekiranya kamu mengingkari –kufur— (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7). Al Baqarah ayat 152 : ‘Maka ingatlah Aku ( Allah ) niscaya Aku akan mengingatimu dan syukurilah nikmatku serta jangan sekali-kali


(38)

kamu menjadi kafir‘.Lalu syukur dibagi menjadi tiga macam:1. Syukur dengan hati,yaitu niat melakukan kebaikan dan tidak menampakkannya kepada manusia. Adapun syukurdengan hati ialah Syukur dengan lisan ialah Rasulullah SAW. bersabda: “Membicarakan kenikmatan itu adalah syukur dan meninggalkannya adalahkekufuran(akan nikmat).” (HR.Ahmad).2. Syukur dengan lisan,yaitu menampakkan rasa terima kasih kepada Allah SWT dengan pujian. 3. Syukur dengan anggota badan, ialah menggunakan seluruh nikmat Allah dalam ketaatan kepadaNya. Oleh karena makna syukur adalah menggunakan seluruh kenikmatan dengan cara yang dicintai oleh Allah, maka tidak mungkin seseorang dapat mensyukuri nikmatNya kecuali dengan mengetahui apa-apa yangdicintai oleh Allah dan apa-apa yang dibenci-Nya.

e) Sabar

Sabar yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas patah hati; tidak lepas putus asa, tenang dsb). Di dalam menghadapi cobaan hidup, ternyata kesabaran ini sangat penting untuk membentuk individu/ pribadi unggul. Manusia diciptakan dengan disertai sifat tidak sabar dan karenanya ia banyak berbuat kesalahan. Akan tetapi, agama meminta setiap orang agar bersabar karena Allah. Orang beriman harus bersabar menunggu keselamatan yang besar yang Allah janjikan. Inilah


(39)

perintah di dalam Al-Qur`an, “Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (al-Muddatstsir: 7) Sabar merupakan salah satu sifat penting untuk mencapai ridha Allah;itulah kebaikan yang harus diusahakan agar lebih dekat kepada Allah. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 200).Al Qur`an juga menyatakan hal ini, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Al-Baqarah: 45). Ayat lain dari surah yang sama menekankan bahwa kegembiraan diberikan kepadaorang-orang yang bersabar dalam menghadapi rintangan atau kesusahan. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun.’” (al-Baqarah: 155-156).Sabar merupakan sifat mulia yang dapat meningkatkan kekuatan orang-orang beriman. Allahmenyatakan pada ayat berikut, betapa kekuatan sabar ini bisa mengalahkan sesuatu. “Sekarang, Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang


(40)

sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfaal: 66).Sabar merupakan sifat yang tergolong positif yang diterangkan dalam Al-Qur`an. Seseorang bisa saja rendah hati, sederhana, baik budi, taat atau patuh; namun semua kebaikan ini hanya akan berharga ketika kita menggabungkannya dengan kesabaran. Kesabaranlah yang diperlihatkan dalam berdo’a dan merupakan sifat orang beriman, yang membuat do’a-do’a kita dapat diterima.

f) Jujur

Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzib (bohong atau dusta). Secara morfologi, akar kata shidq berasal dari kata shadaqa, yashduqu, shadqun, shidqun. Ungkapan shaddaqahu mengandung arti qabila qauluhu ‘pembicarannya diterima’.Ayat Allah yang memberikan ilustrasi yang jelas tentang makna (shiddiq): “Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang jujur (benar) tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.” (Al-Ahzab:8) Imam al-Ghazali membagi sikap benar atau jujur (shiddiq) ke dalam enam jenis: 1. Jujur dalam lisan atau bertutur kata.Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Menepati janji termasuk kategori kejujuran jenis ini. 2. Jujur dalam berniat dan berkehendak.


(41)

Kejujuran seperti ini mengacu kepada konsep ikhlas, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah. Jika dicampuri dengan dorongan obsesi dari dalam jiwanya, maka batallah kebenaran niatnya. Orang yang seperti ini dapat dikatakan pembohong. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Muslim sebagai berikut: “Ketika Rasulullah saw bertanya kepada seorang alim, ‘Apa yang telah kamu kerjakan dari yang telah kamu ketahui?’ Ia menjawab, ‘Aku telah mengerjakan hal ini dan hal itu.’ Lalu Allah berkata, ‘Engkau telah berbohong karena kamu ingin dikatakan bahwa si Fulan orang alim.” 3. Jujur dalam berobsesi atau bercita-cita (azam). Manusia terkadang mengemukakan obsesinya untuk melakukan sesuatu. Misalnya, “Jika Allah menganugerahkan banyak harta kepadaku, aku akan sedekahkan setengahnya.” Janji atau obsesi ini harus diucapkan secara jujur. 4. Jujur dalam menepati obsesi.Dalam suatu kondisi, hati terkadang banyak mengumbar obsesi. Baginya mudah saat itu untuk mengumbar obsesi. Kemudian, saat kondisi realitassudah memungkinkannya untuk menepati janji obsesinya itu, ia memungkirinya. Nafsu syahwatnya telah menghantam keinginannya untukmerealisasikan janjinya. Hal itu sungguh bertentangan dengan kejujuran (shiddiq). 5. Jujur dalam beramal atau bekerja. Jujur dalam maqam-maqam beragama. Merupakan


(42)

kejujuran paling tinggi. Contohnya adalah kejujuran dalam khauf (rasa takut akan siksaan Allah), raja’ (mengharapkan rahmat Allah), ta’dzim (mengagungkan Allah), ridha (rela terhadapsegala keputusan Allah), tawwakal (mempercayakan diri kepada Allah dalam segala totalitas urusan), dan mencintai Allah.

g) Sopan Santun

Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan berakhlak mulia. Pengejawantahan atau perwujudan dari sikap sopan santun ini adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Dalam budaya jawa sikap sopan salah satu nya ditandai dengan perilaku menghormati kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki sifat yang sombong.

Pengertian dari sopan-santun dalam Wikipedia dijelaskan bahwa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Contoh-contoh norma kesopanan ialah:


(43)

 Menghormati orang yang lebih tua.

 Menerima sesuatu selalu dengan tangankanan.

 Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.

 Tidak meludah di sembarang tempat.

Sikap sopan santun ini tidak sekedar hanya dipelajari di sekolah, namun sekolah perlu merancang mekanisme penerapan budaya sopan santun dalam kehidupan di sekolah.

Disamping itu sekolah berkerjasama dengan keluarga untuk berperan membiasakan sikap sopan santun bagi anak mereka ketika di rumah dan di lingkungan sekitar. Peran orang tua di rumah dalam membiasakan sikap sopan santun bagi anaknya sangat penting mengingat sebagaian besar waktu anak lebih banyak di rumah. Di sekolah mungkin lebih pada penguatan mengenai pentingnya dan makna dari berperilaku sopan santun. Dengan demikian kerja sama yang baik antara sekolah dan orang tua anak dalam mendidik anak tidak lagi hanya sebatas pada pembagian tugas atau orang tua menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah

namun perlu ada kerja sama dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri.. Contoh perilaku sopan santun adalah ketika bertemu dengan orang lain, guru maupun dengan teman sendiri, selalu mengucap salam /menyapa dan berjabat tangan, dan juga selalu berkata yang baik kepada orang lain.


(44)

h) Rendah Hati (Tawadhu’)

Rendah hati disebut juga dengan tawadu’. Pengertian tawadu’ adalah sikap diri yang itdak merasa lebih dari orang lain. Orang yang tawadu’ berkeyakinan bahwa semua kelebihan yang ada dalam dirinya semata-mata merupakan karunia dari Allah Swt. Dengan keyakinan yang demikian dia merasa bahwa tidak sepantasnya kalau kelebihan yang dimiliki itu dibangga-banggakan. Sebaliknya segala kelebihan yang dimiliki itu diterima sebagai sebuah nikmat yang harus disyukuri.

Sikap rendah hati dapat terlihat pada saat mereka berjalan. Dari sini akan terlihat sifat dan sikap kesederhanaan, jauh dari keangkuhan, langkahnya mantap, dan tampil dengan jati diri yang dimilikinya. Orang yang rendah hati tidak sukameniru-niru gaya orang lain. Apalagi gaya orang itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Orang yang rendah hati ingin tampil sesuai jati diri dan fitrah manusia. Orang yang rendah hati selalu ingin menjadi dirinya sendiri sesuai ajaran Allah Swt. Lawan kata dari rendah hati adalah tinggi hati, sombong, takabur, atau angkuh. Pernahkah kamu melihat orang yang berjalan dengan penuh kesombongan dan besar kepala? Sungguh orang semacam itu tidak sedap di pandang mata. Jika kita melakukan hal itu, orang lain juga tidak senang dengan penampilan kita itu.


(45)

b. Akhlak ❄ ❅❆❇❈ ❉❈ ❅❊

Selain menjaga akhlak mahmudah, seorang muslim juga harus menghindari akhlak madzmumah yang meliputi: tergesa-gesa, riya (melakukan sesuatu dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur (membesarkan diri), ujub (kagum dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan pemarah.Tahukah antum (pembaca) apa itu akhlak madzmumah? Akhlak madzmumah adalah akhlak yang dikendalikan oleh Syetan dan kita sama sekalitidak boleh memiliki akhlak yang demikian, karena akhlak madzmumah adalah akhlak yang tercela dan sangat-sangat harus kita jauhi.

Berikut ini merupakan contoh-contoh dari akhlak madzmumah, sebagai berikut:

1) Banyak kata perkara sia-sia, ialah manusia yang suka berkata-kata, berbual-bual dan bersembang-sembang perkara yang laqa (lalai) seperti mencaci orang, menfitnah, hanya kepentingan dunia, perkara tanpa faedah dan sebagainya. Firman Allah swt yang bermaksud : “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan mereka, melainkan bisikan-bisikan daripada yang menyuruh (manusia) bersedekah, atau berbuat makruf, atau mendamaikan manusia”. (An-Nisa : 114)

2) Marah ialah berpunca dari kurang kesabaran dalam menghadapi sebarang keadaan. Orang yang demikian, selalunya didorong oleh pengaruh Syaitan yang ingin merosakkan iman dan dirinya.


(46)

3) Hasad dengki, dan iri hati ialah seseorang itu rasa kurang senang dengan nikmat yang dikecapi orang lain lalu mengharapkan nikmat itu terhapus daripadanya. Hadis Nabi saw. yang bermaksud : “Hasad itu memakan (memusnahkan) kebaikan , sebagaimana api memakan (membakar) kayu.”

4) Takabur, punca berlakunya sifat takabur adalah dari banyak sebab yang boleh menyebabkan seseorang itu takbur atau sombong diri seperti nasab keturunan, kuasa pemerintahan, kekayaan, kelebihan ilmu, banyak pengikut dan banyak ibadat.

5) Riyak, orang yang riyak pula ditakrifkan sebagai sifat untuk menarik pandangan orang dengan menampakkan pelbagai amalan yang baik dilakukan semata-mata menginginkan pujian, pangkat atau kedudukan. 6) Ujub ialah berkait rapat dengan takbur dan riyak. Ujud bererti berasa

hairan dengan keistimewaan dan kelebihan diri sendiri. Ini juga berkait rapat dengan kelebihan dari segi kecantikan , kepandaian, kekayaan dan lain-lain.

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

❋ ● Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam selama ini telah menjelma dalam pranata kehidupan dan menyatu dalam kiprah masyarakat. Karena itu, model pendidikan Islam di Indonesia berwarna warni yang menggambarkan aliran komunitas basisnya. Awalnya ia tumbuh dari bawah yang kemudian menginstitusi dalam bentuk lembaga. Di Indonesia pendidikan Islam tidak


(47)

hanya diajarkan di pesantren dan sekolah Islam, tetapi juga di sekolah umum baik negeri maupun swasta mulai sekolah dasar (SD), sekolah menengah atas (SMA), atau sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan Islam di sekolah umum dikemas dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang terdiri dari lima aspek yaitu kemimanan, Qur’an Hadis, Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam dan Akhlak.21

Pendidikan merupakan sebuah wahana untuk membentuk peradaban yang humanis terhadap seseorang untuk menjadi bekal bagi dirinya dalam menjalani kehidupannya. Muhammad Iqbal menekankan pendidikan Islam untuk membentuk manusia sempurna, dengan ciri yang diungkapkan sebagai (1) penaka (seakan-akan) Tuhan, (2) khalifah Allah di muka bumi. Menurut hasil Kongres se-Dunia ke-2 tentang Pendidikan Islam melalui seminar konsep dan kurikulum pendidikan Islam untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dari pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan–latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan, dan panca indera. Pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia seperti sepiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, keilmiahan, bahasa, baik secara individual maupun kelompok, serta mendorong aspek–aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup.22

21 Sutrisno, Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fadilatama,

2010), Hal. 34-36


(48)

Tugas pendidikan bukan hanya sekedar alih informasi pengetahuan(transfer of knowledge) kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu pendidikan harus profesional dalam membentuk kepribadian peserta didik. Maka bagi seorang guru yang nota-bene sebagai pemandu jalannya proses pendidikan dan pembelajaran harus mampu secara psikis memahami bidang studi yang dipegangnya. Pendidikan tidak boleh mengabaikan tugasnya untuk membangun pribadi sebagai penanggung eksistensi manusia. Ibadah (penghambaan) dalam konteks pendidikan Islam ini, tidak semata-mata untuk kepentingan diri sendiri (arti instrinsik ibadah), tetapi juga diarahkan kepada tanggung jawab sosial (instrumental ibadah), sebagai mana yang dikatakan oleh Muhammad Quthub:

“Beribadat (penghambaan) itu tidak terbatas hanya pada tata cara peribadatan yang telah ditentukan, melainkan mempunyai makna yang lebih menyeluruh dan luas sekali, meliputi seluruh aktifitas dan bidang kehidupan, dan mencakup seluruh perbuatan, karsa dan rasa. Semua aktifitas hidupnya itu ditujukan buat Tuhan, diperhatikan sekali apa yang diperbolehkan–Nya, menjaga diri dari segala yang membuat-Nya dan mengerjakan segala apa yang disenangi-Nya.”

Tujuan pendidikan Islam yang bertipekan khalifah Allah di bumi, Prof. Dr. Hasan Langgulung menandaskan demikian:

“Tujuan akhir pendidikan Islam dalam Islam adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh


(49)

disamping badan, kemauan yang bebas dan akal. Dengan kata lain, tugas pendidikan adalah mengembangkan keempat aspek pada manusia agar ia dapat menempati kedudukan sebagai khalifah”.

Dari pernyataan Hasan Langgulung diatas, makna manusia khalifah yang dimaksud adalah manusia yang mampu mengintegrasikan dan sekaligus mengembangkan unsur-unsur tersebut, serta dapat mengaplikasikannya dalam segala sektor kehidupan, berupa pola pikir, pola sikap dan perilaku yang dinafasi oleh nilai kemanusiaan dan nilai ketuhanan.

C. Metode Internalisasi Nilai-nilai akhlak di Sekolah

Internalisasi dapat dimaknai sebagai penghayatan,23 atau bisa juga diartikan sebagai pendalaman.24 Namun yang dimaksud internalisasi disini adalah pendalaman atau penghayatan nilai-nilai akhlak yang dilakukan selama siswa-siswi menimba ilmu di Sekolah. Dengan internalisasi ini diharapkan siswa-siswi terbiasa dengan segala aktifitas positif yang diberikan di Sekolah.

Dalam upaya menumbuh-kembangkan potensi akhlak siswa, ada beberapa metode yang dapat dilakukan guru. Metode internalisasi akhlak yang berlaku di Sekolah diberikan kepada siswa bertujuan agar siswa mempunyai pribadi yang mantap serta memiliki akhlak yang mulia (akhlak al-karimah).

23 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 384. 24 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer., (Surabaya: Arkola,


(50)

Adapun beberapa metode yang diterapkan dalam internalisasi di sekolah, adalah:

1. Metode keteladanan

Keteladanan merupakan sikap yang ada dalam pendidikan Islam dan telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah saw. Keteladanan ini memiliki nilai yang penting dalam pendidikan Islam, karena memperkenalkan perilaku yang baik melalui keteladanan, sama halnya memahamkan sistem nilai dalam bentuk nyata.25

Internalisasi dengan keteladanan adalah internalisasi dengan cara memberi contoh-contoh kongkrit pada para siswa. Dalam pendidikan sekolah, pemberian contoh-contoh ini sangat ditekankan.26 Tingkah laku seorang guru mendapatkan pengamatan khusus dari para siswanya. Seperti perumpamaan yang mengatakan “guru makan berjalan, siswa makan berlari”, disini dapat diartikan bahwa setiap perilaku yang di tunjukkan oleh Guru selalu mendapat sorotan dan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu guru harus senantiasa memberi contoh yang baik bagi para siswanya, khususnya dalam ibadah-ibadah ritual, dan kehidupan sehari-hari.

Al-Qur’an telah menandaskan dengan tegas pentingnya contoh atau teladan dan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk kepribadian

25 Syafi’i Ma’arif, Pemikiran Tentang Pembaharuan Islam di Indonesia, (Yogyakarta:

Tiara Wacana, 1991), Hal. 59.

26 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta:


(51)

seseorang. Al-Qur’an menyuruh manusia untuk meneladani kehidupan Rasulullah saw dan menjadikan teladan yang utama. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab: 21 yang berbunyi :

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(QS. al-Ahzab: 21)27

Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan jitu dibandingkan metode-metode yang lainnya. Melalui metode ini para orang tua, pendidik memberi contoh atau teladan terhadap peserta didik bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Para orang tua dan pendidik hendaknya mengetahui dan menyadari bahwa pendidikan keteladanan merupakan tiang penyangga dalam upaya meluruskan penyimpangan moral dan perilaku anak.

2. Metode latihan dan pembiasaan

Ahmad Amin seperti dikutip Humaidi Tatapangarsa mengemukakan bahwa kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang


(52)

sehingga menjadi mudah untuk dikerjakan.28 Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan dan membiasakan untuk dilakukan setiap hari.29 Misalnya membiasakan salam jika bertemu sesama siswa atau guru. Apabila hal ini sudah menjadi kebiasaan, maka siswa akan tetap melaksanakannya walaupun ia sudah tidak lagi ada dalam sebuah sekolah. Dari sini terlihat bahwasanya kebiasaan yang baik yang ada di sekolah, akan membawa dampak yang baik pula pada diri anak didiknya.

3. Metode mengambil pelajaran

Mengambil pelajaran yang dimaksud disini adalah mengambil pelajaran bisa dilakukan dari beberapa kisah-kisah teladan, fenomena, peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik masa lampau maupun sekarang. Dari sini diharapkan siswa dapat mengambil hikmah yang terjadi dalam suatu peristiwa, baik yang berupa musibah atau pengalaman. Pelaksanaan metode ini biasanya disertai dengan pemberian nasehat. Sang guru tidak cukup mengantarkan siswanya pada pemahaman inti suatu peristiwa, melainkan juga menasehati dan mengarahkan siswanya ke arah yang dimaksud.

Abd Al-Rahman Al-Nahlawi, mendefinisikan ibrah (mengambil Pelajaran) dengan kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan,

28 Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), Hal.

67.


(53)

diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati menjadi tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku berfikir sosial yang sesuai.30

Tujuan pedagogis dari pengambilan nasehat adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan.31

4. Metode pemberian nasehat

Rasyid Ridha seperti dikutip Burhanudin mengartikan nasehat (mauidzah) sebagai peringatan atas kebaikan dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan”.32

Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni 1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, misalnya: tentang sopan santun, 2) motivasi untuk melakukan kebaikan, 3) peringatan tentang dosa yang muncul dari adanya larangan, bagi dirinya dan orang lain.33

5. Metode pemberian janji dan ancaman (targhib wa tarhib)

Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat

30 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Pent. Dahlan

& Sulaiman, (Bandung: CV.Diponegoro, 1992), Hal. 390.

31 Tamyiz Burhanudin, op. cit., Hal. 57 32 Ibid.


(54)

yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau perbuatan yang buruk. Hal itu dilakukan semata-mata demi mencapai keridlaan Allah, dan hal itu adalah rahmat dari Allah bagi hamba-hamba-Nya.

Sedangkan tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah, dengan kata lain tarhib adalah ancaman dari Allah yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada para hamba-Nya dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan Ilahiyah, agar mereka selalu berhati-hati dalam bertindak serta melakukan kesalahan dan kedurhakaan.34

Hal seperti itu tersurat dalam firman Allah SWT:

฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀

฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀

฀฀฀฀

฀฀฀฀฀

฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀


(55)

฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀฀

฀฀฀฀

฀฀฀฀฀฀฀฀฀

฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ Artinya: …….Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku Hai hamba-hamba-Ku. (QS. Az-Zumar: 15-16).35

Keistimewaan metode janji-janji dan ancaman antara lain:

a. Dapat menumbuhkan sifat amanah dan hati-hati terhadap ajaran agama, karena yakin akan adanya janji dan ancaman Tuhan.

b. Motivasi berbuat baik dan menghindari yang buruk tanpa harus diawasi oleh guru atau dibujuk dengan hadiah dan ancaman.

c. Membangkitkan dan mendidik perasaan rabbaniyah.

6. Metode kedisiplinan

Pendidikan dengan kedisiplinan memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan maksudnya seorang guru harus memberikan sangsi pada setiap pelanggaran yang dilakukan, sedangkan kebijaksanaan


(56)

mengharuskan seorang guru memberikan sangsi sesuai dengan jenis pelanggaran tanpa dihinggapi emosi atau dorongan-dorongan lain.

Hal-hal yang perlu diberikan pada saat akan memberikan sangsi kepada para pelanggar, yaitu:

a. Adanya bukti yang kuat tentang pelanggaran tersebut.

b. Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar untuk kepuasan atau balas dendam dari si pendidik.

c. Mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar, misalnya, jenis pelanggaran, jenis kelamin pelanggar dan pelanggaran tersebut disengaja atau tidak.36

Dalam lingkungan pesantren, hukuman dikenal dengan istilah takzir.37 Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman terberat yang diberikan adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini diberikan pada santri yang telah berulangkali melakukan pelanggaran tanpa mengindahkan peringatan yang diberikan.

Tamyiz Burhanudin mengemukakan bahwa dalam melaksanakan takzir tersebut, yang perlu diperhatikan adalah:

a. Peringatan bagi santri yang baru pertama kali melakukan pelanggaran. b. Hukuman sesuai dengan aturan yang ada bagi santri yang sudah pernah

melakukan pelanggaran.

36 Ibid.

37Ta’zir berasal dari kata ‘azzara, yu azziru, ta’zir berarti menghukum atau melatih


(57)

c. Dikeluarkan dari pesantren bagi santri yang telah berulangkali melakukan pelanggaran dan tidak mengindahkan peringatan yang diberikan.38

Jadi, seperti dalam lingkungan pesantren, aturan-aturan yang sudah menjadi tata tertib harus ditaati oleh para siswa di sekolah. Sedangkan pelaksanaan takzir biasanya dilakukan oleh guru wali kelas itu sendiri. Semua itu demi menjaga kedisiplinan untuk kelancaran proses belajar mengajar di sekolah itu sendiri.

D. ■ ❑▲◆❖ P yang Mempengaruhi Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

◗ ❘ ■❑▲ ◆❖P❙ ❚❑▲ ◆❖P yang Mendukung Internalisasi Nilai-nilai Akhlak

dalam Pembelajaran PAI

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam telah memberikan dampak kualitas keberagamaan terhadap seluruh warga sekolah. Guru dan siswa secara aktif menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam ini. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam didukung oleh adanya fasilitas mushollah sekolah yang cukup luas telah mendorong sejumlah siswa dan guru yang peduli terhadap kegiatan keagamaan untuk berkreasi merancang kegiatan yang melibatkan banyak peserta.


(1)

139

Sedangakan Metode yang digunakan untuk menginternalisasikan nilai-nilai akhlak pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP IPIEMS adalah dengan menggunakan 4 metode yaitu: Keteladanan dengan memberikan contoh-contoh sikap teladan, Pembiasaan dengan membiasakan diri terhadap segala kegiatan di sekolah, Pengawasan dan nasehat yaitu dengan memberikan perhatian kepada siswa ketika ada siswa yang kurang memahami pengetahuan agama, sehingga siswa yang kurang tanggap tentang pengetahuan agama diberikan bimbingan secara khusus oleh para guru, dan kemudian juga Hukuman yakni sangsi yang diterima siswa jika melakukan kesalahan atas perbuatannya.

B. Saran

1. Saran bagi Kepala Sekolah SMP IPIEMS Surabaya

Internalisasi nilai-nilai akhlak pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP IPIEMS telah berjalan dengan baik. Namun hal tersebut perlu ditingkatkan lagi dan perlu mendapatkan perhatian yang lebih juga, selain itu sarana dan prasarana yang menunjang terhadap tercapainya internalisasi nilai-nilai akhlak di SMP IPIEMS Surabaya haruslah memadai, seperti mushollah hendaknya di perbesar/ diperlebar, agar proses internalisasi nilai-nilai akhlak dapat tercapai, melihat dari mushollah yang ada di sekolah SMP IPIEMS ini terbilang sangat kecil, dan jika diisi hanya memuat sekitar 1 kelas saja.


(2)

140

Maka dari itu, terkait dengan penanaman nilai-nilai akhlak, pihak sekolah harus menyempurkan sarana dan prasarana sekolah dan menciptakan lingkungan sekolah yang religius.

2. Saran bagi Guru Pendidikan Agama Islam SMP IPIEMS Surabaya

Alangkah baiknya apabila Guru pendidikan agama Islam harus menggunakan sumber belajar dari berbagai sumber yang ada agar cakupan materi lebih luas. Dan juga hendaklah terus memperbaiki mutu dan kualitas dalam hal pembelajaran, serta memberikan keteladanan dan contoh yang baik kepada siswa-siswi SMP IPIEMS Surabaya. Karena terkait dengan penanaman nilai-nilai akhlak pada siswa di SMP IPIEMS Surabaya yang mana guru PAI di Sekolah SMP IPIEMS Surabaya ini hanya memberikan teorinya saja dalam proses belajar mnegajar di kelas, maka guru sebaiknya memberikan contoh secara langsung agar siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan agar nilai-nilai akhlak dapat tertanam dalam diri siswa-siswi SMP IPIEMS Surabaya.

3. Saran bagi Siswa SMP IPIEMS Surabaya, khususnya kelas 8D dan 8F Semua siswa baik siswa hendaknya senantiasa meningkatkan pemahaman Agama yang terkait dengan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan juga hendaklah terus mengamalkan ajaran Islam dan berakhlak mulia, sehingga kelak dapat berguna bagi dirinya sendiri khususnya dan bagi orang lain (orang tua, masyarakat dan negara) pada


(3)

141

umumya dengan menyebarkan energi-energi positif berupa nilai-nilai akhlak pada mereka/orang lain dan kelak menjadi insan kamil dan berbudi luhur. Mengingat siswa-siswi di SMP IPIEMS Surabaya terutama di kelas 8D dan 8F ini terbilang sangat ramai, dan akhlaknya sangat sulit tertata.

C. Penutup

Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT., Tuhan semesta alam. Berkat rahmat dan petunjuk-Nya akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya.

Penyusunan skripsi ini tentunya masih memiliki kekurangan, karena peneliti menyadari terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang peneliti miliki, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh peneliti untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi lembaga pendidikan khususnya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki Akhlaqul Karimah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1999).

Ahmad bin Hanbal , Al-Imam. Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz II, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, t.th).

Al-Ghazali, Imam. Ihya’ Ulumuddin, Juz III, (Beirut,Dar Al-Fikr, t.th).

Ali al-Jumbulati dan Abdul Fatah at Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, terj. H.M. Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) Cet.1

Al-Qurthuby, Tafsir Al-Qurthuby, Juz VIII, (Cairo: Daarusy Sya’by, 1913 M). An-Nahlawi, Abdurrahman. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Pent.

Dahlan & Sulaiman, (Bandung: CV.Diponegoro, 1992).

As’ad, Aliy. Terjemah Ta’lim Muta’alim: Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, (Kudus: Menara Kudus, t.th).

Ashshiddiqie, T.M. Hasbi dkk., Al-Qur`an Dan Terjemahnya, (Medinah: Mujamma` al-Malik Fahd Li thiba`at al-Mush-haf al-syarif, 1994).

Azwa, Saifuddin. Sikap Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).

B. Hurlock, Elizabeth. Child Development, Edisi VI, (Kuglehisa, MC. Grow Hill, 1987).

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006). Burhanudin, Tamyiz. Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak,

(Yogyakarta: ITTAQA Press, 2001).

Charisma, Moh. Chadziq. Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, Cet. I, 1991).

Dahlan, dkk, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta: Arkola, 1994).

Darajat, Zakiyah. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1989).

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989).

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991).

Faisal, Sanapiah. Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: YA3 Malang, 1990).


(5)

James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, E.Koeswara, dkk, (Penerj.), (Bandung: Refika Aditama, 1999).

Katsof, Louis O. Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987).

Kusuma Indra dan Dien Amien, Penganta Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973).

Lubis, Mawardi. Evaluasi Pendidikan Nilai, cet. III (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).

Ma’arif, Syafi’i. Pemikiran Tentang Pembaharuan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991).

Mahjuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999). Masy’ari, Anwar. Akhlak Al-Qur'an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990).

Maulana, Achmad, dkk. Kamus Ilmiah Populer lengkap, (Yogyakarta: Absolut, 2004).

Moleung, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 17.

Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1996).

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008) cet. 4.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Hal. 23-24.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, cet. VI, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)

Mulyana, Rohmat. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. (Bandung: VC Alfabeta, 2004).

Padhmasari, Tantry. Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam terhadap Tingkah laku Siswa melalui Kegiatan Ekstrakulikuler Kerohanian Islam di SMAN Mojoagung (Skripsi : Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014).

Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer., (Surabaya: Arkola, 1994).


(6)

Salim, Abdullah. Akhlak Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta: Seri Media Dakwah, 1994).

Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur`an: Tafsir atas pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996) Cet. 2.

Sholihin, Ahmad. Internalisasi Nilai-nilai Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Salafiyah desa Pajarakan Kulon, kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, (Skripsi: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).

Sutrisno, Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fadilatama, 2010).

Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).

Tatapangarsa, Humaidi. Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990). Thoha, HM. Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996).

Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992).

Ya’qub, Hamzah. Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Diponegoro, 1993).


Dokumen yang terkait

INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM UNTUK PEMBENTUKAN AKHLAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD MUHAMMADIYAH 16 KARANGASEM Internalisasi Nilai-Nilai Islam Untuk Pembentukan Akhlak Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD Muhammadiyah 16 Karangasem La

0 3 17

INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM UNTUK PEMBENTUKAN AKHLAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Internalisasi Nilai-Nilai Islam Untuk Pembentukan Akhlak Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD Muhammadiyah 16 Karangasem Laweyan Surakarta.

0 2 23

INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM MELALUI PEMBELAJARAN IPA (BIOLOGI) DI SMP MUHAMMADIYAH 10 SURAKARTA TAHUN Internalisasi Nilai-Nilai Islam Melalui Pembelajaran Ipa (Biologi) Di Smp Muhammadiyah 10 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013.

1 2 16

INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM MELALUI PEMBELAJARAN IPA (BIOLOGI) DI SMP MUHAMMADIYAH 10 SURAKARTA TAHUN Internalisasi Nilai-Nilai Islam Melalui Pembelajaran Ipa (Biologi) Di Smp Muhammadiyah 10 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 0 20

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI METODE PEMBIASAAN PADA SISWA SMP Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Melalui Metode Pembiasaan Pada Siswa SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 16

INTERNALISASI NILAI – NILAI AGAMA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA DI SMP NEGERI 26 SURABAYA.

3 18 114

NILAI NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

0 0 12

AGAMA DAN PENCERAHAN BUDAYA : INTERNALISASI NILAI- NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA BUDAYA MASYARAKAT INDONESIA Sazali

0 0 18

INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH AL IKHSAN JOMBANG

0 0 12

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH SYEKH JANGKUNG DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 2 203