Penentuan efektivitas prussian blue terhadap eliminasi kontaminan Cs-137 pada kera ekor panjang

PENENTUAN EFEKTIVITAS PRUSSIAN BLUE
TERHADAP ELIMINASI KONTAMINAN Cs-137
PADA KERA EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis)

MUHAMMAD SANUSI

PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M / 1429 H

PENENTUAN EFEKTIVITAS PRUSSIAN BLUE
TERHADAP ELIMINASI KONTAMINAN Cs-137
PADA KERA EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syari Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Muhammad Sanusi
102095026508

PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M / 1429 H

PENENTUAN EFEKTIVITAS PRUSSIAN BLUE
TERHADAP ELIMINASI KONTAMINAN Cs-137
PADA KERA EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis)


Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :
MUHAMMAD SANUSI
102095026508
Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

DR. Mukh Syaifudin
NIP. 33 000 4192

M. Yanis Musdja, A.pt, M.Sc
NIP : 33 000 3139


Mengetahui :
Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DR. Lily Surayya EP, M. Env. Stud
NIP. 150 375 182

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Penentuan Efektivitas Prussian Blue Terhadap
Eliminasi

Kontaminan Cs-137

Pada Kera

Ekor

Panjang


(Macaca

fascicularis)” telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
hari Selasa, 12 Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1). Program Studi Biologi.

Ciputat, Februari 2008
Tim Penguji,

Penguji I

Penguji II

Irawan Sugoro, M.Si
NIP. 33 000 5176

Farida Sulistiawati, A.pt
NIP. 150 377 443


Menyetujui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Ketua Program Studi Biologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
NIP. 150 317 956

DR. Lily Surayya EP, M. Env. Stud
NIP. 150 375 182

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR
PERNAH
ILMIAH


HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM

DIAJUKAN

SEBAGAI

PADA PERGURUAN

SKRIPSI ATAU
TINGGI ATAU

KARYA

LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, Februari 2008

Muhammad Sanusi

NIM.102095026508

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha

Esa, penulis mengucapkan

Alhamdulillah serta memanjatkan puji syukur pada Allah SWT, karena rahmat,
nikmat, dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Efektivitas Prussian Blue
Terhadap Eliminasi Kontaminan Cs-137 Pada Kera Ekor Panjang (Macaca
fascicularis)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal penyusunan
skripsi ini dari awal hingga akhir, penulis banyak menerima bantuan moril dari
berbagai pihak, untuk itu perkenankan penulis melalui suatu kesempatan ini
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak dan Ibu beserta seluruh keluarga tercinta, terimakasih untuk setiap

untaian do’a, dukungan, kasih sayang dan cinta yang telah diberikan sampai
saat ini, semoga ini menjadi cahaya dimasa depan.
2. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. DR. Lily Surayya EP, M. Env. Stud. Selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. DR. Mukh Syaifudin selaku pembimbing I, dan M. Yanis Musdja, A.pt, MSi.
selaku pembimbing II yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Tur Raharjo, SP. Dan Bapak Mugiono Selaku Pembimbing Lapangan
yang telah banyak sekali memberikan bantuan dan bimbingan selama

melaksanakan Penelitian.
6. Irawan Sugoro, M.Si dan Farida Sulistiawati, A.pt selaku Penguji I dan II
yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Dra. Nani Radiastuti, M.Si dan Fahma Wijayanti, M.Si selaku Penguji I dan II
dalam siding skripsi yang banyak memberikan saran dalam penyusunan
skripsi.
8. DR. Susilo Widodo Selaku Kepala PTKMR yang telah Memberikan izin

penelitian di Biomedika dan Standardisasi
9. Bapak Hendrawan Candra, MSi. Yang setia menemani selama penelitian
sampai malam dan sekaligus banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
10. Seluruh Staf Bidang Standardisasi dan Biomedika yang tidak bisa disebutkan
satu persatu
11. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Biologi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
12. Buat seseorang yang selalu setia memberikan motivasi dalam pelaksanaan
Penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini
13. Rekan-rekan Mahasiswa Biologi Angkatan 2002.
14. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Atas segala bantuan, baik moril maupun materil, semoga Allah SWT
membalas semua amal dan kebajikan mereka amien…Demikian pengutaraan
penulis yang sederhana ini kiranya banyak yang peduli untuk setidaknya penulis
mengharapkan saran dan kritik sebagai bekal yang baik dikemudian hari. Semoga
tulisan ini bermanfaat untuk kemaslahatan umat manusia dimuka bumi.

Jakarta,12 Februari 2008

Penulis


ABSTRAK
MUHAMMAD SANUSI Penentuan Efektivitas Prussian Blue Terhadap Eliminasi
Kontaminan Cs-137 Pada Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Skripsi. Program
Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2008.

Cesium-137 merupakan salah satu radionuklida hasil fisi bahan bakar uranium dan
plutonium di reaktor nuklir yang dapat mencemari lingkungan dan manusia jika terjadi
kedaruratan nuklir. Sebagai langkah antisipasi penting dalam penanganan korban kecelakaan
nuklir adalah proses dekontaminasi. Prussian Blue terbukti dapat mengikat Cs-137 dalam
saluran pencernaan serta mempercepat pengeluaran dari dalam tubuh. Dalam penelitian
ini efektivitas pemberian oral Prussian Blue (PB) telah dipelajari pada ekor kera ekor
panjang (Macaca fascicularis ) setelah pemberian oral Cs-137 nitrat 1 µ Ci dengan
konsentrasi total 3600, 4050, 4500 mg/ekor setelah pemberian tiga kali sehari selama 3
hari berturut-turut. Pengamatan aktivitas Cs-137 dalam darah, feces, dan urin dilakukan
pada hari-hari ke 0 (6 jam), 1, 2, 3, 7, 14, 21, 28 dan 35 setelah pemberian cesium nitrat
dengan pencacahan menggunakan spektrometer gamma dengan detektor HPGe. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas Cs-137 dalam darah untuk kelompok kera
yang diberi PB dari 6 jam pertama hingga hari ke-35 pada umumnya lebih rendah daripada
kontrol kecuali pada hari ke 7 dan 14 untuk pemberian PB 3600 mg. Aktivitas Cs-137

dalam urin dan feses kera yang diberi PB lebih tinggi daripada kontrol. Hingga hari ke 7
pasca kontamiansi, PB dosis 3600, 4050 dan 4500 mg masing-masing mampu
mengeluarkan Cs-137 sebesar 13,363 %, 7,285 % dan 10,015 %, dibandingkan dengan
kontrol yang hanya mampu mengeluarkan sebesar 4,140 %. Sampai hari ke 35, Cs-137
yang diekskresikan melalui feces dan urin adalah sebesar 15,298 % untuk dosis
3600, 9,216% untuk 4050 mg, dan 11,831% untuk 4500 mg, sedangkan kontrol hanya
mengeluarkan sebesar 6,395%.
Kata Kunci : Dekontaminan Prussian Blue, radionuklida Cs-137, kera ekor
panjang (Macaca fascicularis)

i

ABSTRACT
MUHAMMAD SANUSI Determination of Effectivity of Prussian Blue for Elimination
of Cs-137 Contaminant in Long Tail Monkey (Macaca fascicularis). Thesis. Department
of Biology, Faculty of Science and Technology, Syarif Hidayatullah State Islamic
University, Jakarta, 2008
Cesium-137 is a radionuclide that resulted from fission process of uranium and
plutonium fuels in nuclear reactor which could contaminate the environment and human
after nuclear emergency. An important anticipation act that has to be taken for the victims
of nuclear accident is decontamination processes. Prussian Blue is proven to be effective
to bind Cs-137 in gastrointestinal lumen and could enlarge its excretion from the body. In
this rsearch the effectivity of orally administration of Prussian Blue (PB) was studied
with long tail monkey (Macaca fascicularis ) after orally contamination of nitric Cs-137
with the activity of 1 µ Ci. The total concentrations of PB used were 3600, 4050, 4500
mg/monkey after three times a day treatments for 3 days consecutively. The observation
of Cs-137 activities in the blood, faecal, and urine was done in days of 0 (6 hour), 1, 2, 3,
7, 14, 21, 28 and 35 post cesium administration by counting them with gamma
spectrometer completed with HPGe detector. The results showed that the activity of Cs137 in blood for PB treated monkeys was generally lower than those of control group
from 6 hour to 35 days post contamination except for days 7 and 14 for 3600 mg dose
administration. The activity of Cs-137 in urine and feces of monkey treated with PB was
higher than those of control. Up to day 35 post contamination, the percentage of Cs-137
excreted from the body were 13.363 %; 7.285 % and 10.015 % for the total doses of PB
3600, 4050 and 4500 mg, respectively, whereas for control the percentage of Cs-137
excreted was 4.140 %. Up to day 35, the percentage of Cs-137 excreted into urine and
feces were 15.298 % for the dose of 3600, 9.216 % for 4050 mg, and 11.831 % for 4500
mg whereas control could released only 6.395 %.

Keywords : Prussian Blue, decontaminant, Cs-137, radionuclide, long tail monkey
(Macaca fascicularis)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha

Esa, penulis mengucapkan

Alhamdulillah serta memanjatkan puji syukur pada Allah SWT, karena rahmat,
nikmat, dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENENTUAN EFEKTIVITAS PRUSSIAN
BLUE TERHADAP ELIMINASI KONTAMINAN Cs-137 PADA KERA EKOR
PANJANG (Macaca fascicularis)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal penyusunan
skripsi ini dari awal hingga akhir, penulis banyak menerima bantuan moril dari
berbagai pihak, untuk itu perkenankan penulis melalui suatu kesempatan ini
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak dan Ibu beserta seluruh keluarga tercinta, terimakasih untuk setiap
untaian do’a, dukungan, kasih sayang dan cinta yang telah diberikan sampai
saat ini, semoga ini menjadi cahaya dimasa depan.
2. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. DR. Lily Surayya EP, M. Env. Stud. Selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. DR. Mukh Syaifudin selaku pembimbing I, dan M. Yanis Musdja, A.pt, MSi.
selaku pembimbing II yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini.
5. Bapak Tur Raharjo, SP. Dan Bapak Mugiono Selaku Pembimbing Lapangan
yang telah banyak sekali memberikan bantuan dan bimbingan selama
melaksanakan Penelitian.
iii

6. Irawan Sugoro, M.Si dan Farida Sulistiawati, A.pt selaku Penguji I dan II
yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Dra. Nani Radiastuti, M.Si dan Fahma Wijayanti, M.Si selaku Penguji I dan II
dalam siding skripsi yang banyak memberikan saran dalam penyusunan
skripsi.
8. DR. Susilo Widodo Selaku Kepala PTKMR yang telah Memberikan izin
penelitian di Biomedika dan Standardisasi
9. Bapak Hendrawan Candra, MSi. Yang setia menemani selama penelitian
sampai malam dan sekaligus banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
10. Seluruh Staf Bidang Standardisasi dan Biomedika yang tidak bisa disebutkan
satu persatu
11. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Biologi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
12. Buat seseorang yang selalu setia memberikan motivasi dalam pelaksanaan
Penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini
13. Rekan-rekan Mahasiswa Biologi Angkatan 2002.
14. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Atas segala bantuan, baik moril maupun materil, semoga Allah SWT
membalas semua amal dan kebajikan mereka amien…Demikian pengutaraan
penulis yang sederhana ini kiranya banyak yang peduli untuk setidaknya penulis
mengharapkan saran dan kritik sebagai bekal yang baik dikemudian hari. Semoga
tulisan ini bermanfaat untuk kemaslahatan umat manusia dimuka bumi.

Jakarta, Februari 2008

Penulis
iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................

i

ABSTRACT ......................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR. .....................................................................................

iii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR TABEL. ...........................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

x

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah..................................................................

5

1.3 Hipotesis ...................................................................................

5

1.4 Tujuan Penelitian......................................................................

5

1.5 Manfaat Penelitian....................................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi Pengion.........................................................................

6

2.1.1 Jenis Radiasi Pengion......................................................

7

2.2 Radioaktivitas............................................................................

9

2.2.1 Aktivitas ...........................................................................

9

2.2.2 Aktivitas Specifik.............................................................

10

2.2.3 Waktu Paro .......................................................................

10

2.2.3.1 Waktu Paro Fisika ...............................................

10

2.2.3.2 Waktu Paro Biologi .............................................

10

2.2.4 Waktu Paro Efektif...........................................................

10
v

BAB III

2.3 Interaksi Radiasi dengan Materi................................................

11

2.3.1 Fenomena Fisika ..............................................................

11

2.3.2 Fenomena Biologi ............................................................

12

2.4 Kontaminasi Bahan Radioaktif .................................................

16

2.4.1 Kontaminasi Ekterna ........................................................

17

2.4.2 Kontaminasi Interna .........................................................

18

2.5 Waktu Tinggal Radionuklida ....................................................

19

2.6 Jalan Masuk Radionuklida ke dalam Tubuh .............................

19

2.7 Pengeluaran Radionuklida dari Tubuh ......................................

20

2.8 Radionuklida Cesium-137.........................................................

21

2.9 Dekontaminasi Radionuklida ....................................................

23

2.10 Prussian Blue .........................................................................

26

2.11 Penggunaan Prussian Blue untuk Kontaminasi Radioaktif ...

27

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................

29

3.2 Alat dan Bahan ..........................................................................

29

3.2.1 Alat ..................................................................................

29

3.2.2 Bahan ..............................................................................

29

3.2.2.1 Hewan Uji ..........................................................

29

3.2.2.2 Kontaminan.........................................................

30

3.2.2.3 Dekontaminan ....................................................

30

3.2.2.4 Kandang Hewan Uji ...........................................

30

3.3 Metode Penelitian .....................................................................

30

vi

BAB IV

BAB V

3.4 Cara kerja ..................................................................................

31

3.4.1 Perlakuan terhadap hewan percobaan .............................

31

3.5 Analisis Hasil ...........................................................................

32

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aktivitas Cesium-137 dalam Darah Kera ................................

33

4.2 Aktivitas Cesium-137 dalam Feses Kera .................................

35

4.3 Aktivitas Cesium-137 dalam Urin Kera ...................................

39

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................

45

5.2 Saran ..........................................................................................

45

DAFTAR PUSTAKA. ...................................................................................... 46
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 49

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Skema urutan efek radiasi pada jaringan biologi ......................

Gambar 2.2

Skema masuknya bahan Radioaktif di dalam tubuh,

15

jalur metabolik dan kemungkinan deposit interna
radioaktif dalam tubuh ..............................................................
Gambar 4.1

Aktivitas Cs-137 dalam Darah Kera Setelah Pemberian
PB ..............................................................................................

Gambar 4.2

33

Aktivitas Cs-137 dalam Feces Kera Setelah Pemberian
Cesium dan PB ..........................................................................

Gambar 4.3

16

35

Aktivitas Cs-137 dalam Urin Kera Setelah Pemberian
Cesium dan PB ..........................................................................

40

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Prosentase Penurunan Cs-137 Dalam Darah Kera ..........................

34

Tabel 4.2 Prosentase Ekresi Cs-137 harian dalam feses Kera .........................

36

Tabel 4.2.1 Aktivitas Cs-137 harian dalam feses kera hari ke-0 sampai ke7 ....

38

Tabel 4.2.2 Aktivitas Cs-137 harian dalam feses kera hari ke-0 sampai ke35 ..

38

Tabel 4.3 % Ekresi Cs-137 Pada Urin Kera ...................................................

41

Tabel 4.3.1 Aktivitas Cs-137 harian dalam Urin kera hari ke-0 sampai ke-7....

41

Tabel 4.3.2 Aktivitas Cs-137 harian dalam feses kera hari ke-0 sampai ke-35 ......

42

Tabel 4.3.3 Total Ekresi Cs-137 dalam Feses dan Urin.....................................

43

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Desain Penelitian ..........................................................................

49

Lampiran 2. Hasil Pencacahan Aktivitas Cs-137 dalam Darah, Feses dan Urin
Kera Ekor Panjang ........................................................................

50

Lampiran 3. Hasil pengolahan dengan SPSS 11.5............................................

53

3.1 Tabel Hasil Analisis Sidik Ragam (One Way Anova) ...........

54

3.1a. Aktivitas Cesium-137 dalam Darah Kera ....................

54

3.2b. Uji Duncan Untuk Darah Kera .............................................

54

3.2c. Aktivitas Cesium-137 dalam Feses Kera .......................

55

3.2d. Aktivitas Cesium-137 dalam Urin ................................

55

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Fisik Kera Ekor Panjang ..................................

56

x

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi untuk kesejahteraan manusia,
energi yang dipancarkan oleh radionuklida semakin luas dimanfaatkan di berbagai
bidang seperti industri, kesehatan, pembangkit energi, pangan dan pertanian.
Dengan demikian maka semakin besar kemungkinan terjadi kontaminasi
lingkungan oleh radionuklida tersebut yang akhirnya dapat terendap di dalam
tubuh manusia (NCRP 65, 1979). Radionuklida dapat masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan akibat menelan makanan yang
terkontaminasi radionuklida dan atau melalui kulit yang terluka (Swindon, 1991).
Jika dosis yang masuk ke dalam tubuh berlebihan maka dapat menyebabkan efek
yang serius seperti kematian karena terendap di dalam organ sasaran (Le Gall et
al, 2006).
Berbagai macam konsekuensi tersebut di atas dapat mengarah kepada
kerugian-kerugian baik pada fasilitas, lingkungan hidup maupun pekerja dan
anggota masyarakat di lingkungan instalasi. Salah satu dampak yang dapat
menimbulkan kerugian pada kesehatan dan mengancam keselamatan manusia
adalah kontaminasi zat radioaktif baik pada tubuh manusia bagian luar maupun
bagian dalam. Telah diketahui bahwa efek pajanan radiasi pengion pada bahan
penyusun tubuh manusia dapat menimbulkan gangguan-gangguan kesehatan
manusia, dimana jenis dan tingkat keparahannya sangat tergantung pada intensitas
ionisasi yang terjadi. Sementara, intensitas ionisasi itu sendiri tergantung pada
intensitas radiasi spesifik yang dipancarkan oleh keberadaan fisika bahan
1

kontaminan. Sifat-sifat fisika kontaminan yang dimaksud adalah jenis zat
radioaktif, aktivitas dan luas permukaan tubuh bagian luar maupun dalam. Jenis
kontaminan yang dilepaskan tergantung pada jenis instalasi nuklir yang
mengalami mala operasi(Anonimus, 1972). Pada kejadian kebocoran bahan bakar
reaktor nuklir, kontaminan yang muncul adalah zat radioaktif hasil fisi, yang
didominasi oleh Cs-137, I-131 dan Sr-90 dan kontaminan yang berasal dari
instalasi industri yang menggunakan zat radioaktif

sebagai penunjang suatu

proses adalah Co-60, Ir-92, dll-nya (Guskova, 2001).
Cesium-137 merupakan salah satu radionuklida hasil proses fisi bahan
bakar uranium dan plutonium di dalam reaktor nuklir yang dapat mencemari
lingkungan apabila terjadi kebocoran reaktor (NCRP 65, 1979). Radionuklida ini
juga mempunyai sifat seperti kalium sehingga mudah diserap oleh tumbuhtumbuhan dan hewan, kemudian masuk ke dalam rantai makanan terestial
(Suryowinoto, 1990). Cs-137 mempunyai waktu paro yang panjang. Waktu paro
fisik radionuklida ini adalah 30,5 tahun dan waktu paro bilogik bervariasi antara
14 – 140 hari, tergantung pada spesies yang terkontaminasi.
Bahan radioaktif yang masuk kedalam tubuh dapat dieliminasi secara
alamiah atau terendap selama waktu tertentu dalam berbagai organ atau jaringan.
Bahan radioaktif yang terendap selanjutnya akan meninggalkan organ atau
jaringan itu, bersirkulasi ke seluruh tubuh dan kemudian dieliminasi dari tubuh
atau diambil kembali oleh organ atau jaringan semula atau lainnya yang
mempunyai kemampuan untuk itu (Swindon, 1991). Sebagai langkah antisipasi
penting dalam penanganan korban pada keadaan kecelakaan nuklir adalah proses
dekontaminasi.

2

Prinsip dekontaminasi zat radioaktif di bagian luar tubuh manusia adalah
mencuci dan menyingkirkan kontaminan tersebut dari permukaan tubuh manusia
tanpa menimbulkan efek negatif, sedangkan prinsip dekontaminasi zat radioaktif
pada bagian tubuh bagian dalam adalah mengeblok (blocking) dan mengikat
(embeding) zat radioaktif sebelum terserap ke dalam organ yang selanjutnya
dieliminasi dari dalam tubuh (Durbin, dkk, 2000 dan Amundson, dkk, 2001).
Prussian Blue (ferri ferrosianida) merupakan senyawa yang bersifat tidak
larut dan tidak beracun, dapat mengikat Cs-137 dalam saluran pencernaan dengan
cara membentuk komplek stabil sehingga mencegah penyerapan Cs-137 serta
mempercepat pengeluaran dari dalam tubuh. Dalam kasus kedaruratan nuklir yang
pernah terjadi Prussian Blue dipergunakan sebagai dekontaminan untuk Cs-137
secara coba-coba. Dari beberapa penelitian pada hewan (tikus, anjing, dan kelinci)
menunjukkan bahwa dekontaminan tersebut sangat efektif dalam mengeliminasi
radionuklida Cs-137 dan dekontaminan lainnya yang juga sering digunakan
adalah zat kimia seperti EDTA, DTPA, KT, LIHOPO, ammonium besi
heksasianoferat (NH4Fe[Fe(CN)6]) dan sebagainya (Guskova, 2001 dan Fliedner,
dkk., 2005).
Kontaminasi interna dapat terjadi secara akut maupun kronis, langsung
maupun tidak langsung yaitu melalui beberapa perantara pada jalur masuk
(pathway). Tahapan berlangsungnya kontaminasi interna adalah masuk tubuh
melalui jalan masuk, (ICRP, 1997) penyerapan ke dalam darah atau cairan getah
bening, (ICRP, 1994) distribusi ke seluruh tubuh dan akumulasi pada organ
sasaran, dan (Petterson, dkk., 2002) pengeluaran melalui urin, feses atau keringat.

3

Tujuan utama dalam penanganan kontaminasi adalah dekontaminasi radionuklida
yang merupakan metode pengeluaran radionuklida dari tubuh sebanyak mungkin
dengan cepat untuk memperkecil efek biologik yang mungkin akan timbul.
Setelah bahan radioaktif masuk ke dalam tubuh, maka sangat penting untuk
dilakukan perkiraan dosis, penentuan toksisitas, dan metode tindakan yang sangat
bergantung pada berbagai faktor seperti identitas radionuklida dan karakteristik
fisik dan kimianya.
Agar hasil pengkajian kegiatan litbang dekontaminasi ini bermanfaat pada
manusia, maka idealnya dilakukan dengan obyek manusia. Namun demikian hal
ini tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu penelitian tersebut akan jauh lebih
representatif apabila dilakukan dengan obyek hewan yang sangat dekat dengan
karakter manusia. Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah hewan yang
sangat optimal untuk dipergunakan sebagai obyek, sehingga diharapkan dapat
memberikan informasi yang dapat diekstrapolasikan kepada manusia.

4

1.2 Perumusan Masalah
Mengkaji efektivitas dekontaminan Prussian Blue dalam mengeliminasi
radionuklida Cesium-137 dari dalam tubuh kera ekor panjang.

1.3 Hipotesis
1. Terjadi pengaruh dekontaminan Prussian Blue terhadap eliminasi Cesium137 dari tubuh kera ekor panjang.
2. Terjadi pengaruh pemberian Prussian Blue terhadap metabolisme tubuh
pada kera ekor panjang.

1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dekontaminan
Prussian Blue dalam mengeliminasi Cesium-137 dari dalam tubuh kera ekor
panjang.

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dosis
optimum dekontaminan Prussian Blue dalam mengeliminasi Cs-137 dan
pengaruhnya terhadap tubuh kera ekor panjang.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiasi Pengion
Radiasi adalah model perambatan energi yang tidak harus memerlukan
medium. Radiasi dibedakan atas dua jenis, yaitu radiasi pengion dan radiasi non
pengion. Radiasi pengion dalam interaksinya dengan suatu bahan mengakibatkan
ionisasi pada medium yang dilewatinya, sedangkan radiasi non pengion tidak
mengakibatkan ionisasi pada medium yang dilewatinya (Martin dan Harbison,
1979).
Sumber radiasi pengion ada dua jenis, yaitu sumber radiasi alamiah dan
sumber radiasi buatan. Sumber radiasi alamiah adalah materi-materi yang
terbentuk secara alamiah (spontan) dan memancarkan radiasi pengion ( , , ,
serta proses-proses yang menyertainya). Contoh sumber radiasi alamiah adalah U238, Rn-222 dan lain-lain (Martin dan Harbison, 1979).
Sumber radiasi buatan adalah peralatan atau materi yang melalui suatu
proses buatan memancarkan radiasi pengion, contoh sumber radiasi buatan adalah
peralatan seperti:
a. Pesawat sinar-X, siklotron dan linier akselerator
b. Zat radioaktif buatan
Sinar-X dapat dihasilkan oleh tabung hampa yang dilengkapi dengan dua
buah elektrode. Antara anode dan katode diberi tegangan tinggi. Elektron yang
dipancarkan oleh tabung sinar-X dipercepat oleh akselerator dan menumbuk

6

target, kemudian disertai dengan pemancaran sinar-X. Pada pesawat-pesawat
radiasi yang menghasilkan berkas partikel (siklotron, linier akselerator), partikel
dihasilkan suatu proses (misal: untuk linier akselerator, elektron dihasilkan oleh
pistol elektron) dan kemudian dipercepat serta difokuskan pada suatu sasaran.
Unsur-unsur yang mempunyai berat atom ringan dapat dibuat menjadi
unsur-unsur radioaktif dengan penembakan partikel inti. Salah satu contoh adalah
dengan penembakan inti atom dari unsur yang stabil dengan neutron yang
dihasilkan suatu reaktor. Jika suatu neutron menumbuk inti atom, maka dapat
berlangsung restrukturisasi partikel dapat energi inti. Pada umumnya hal ini
mengakibatkan inti dalam kondisi metastabil, kemudian inti cenderung tereksitasi
dengan memancarkan gelombang elektromagnetik (sinar- ). Proses seperti ini
dikenal sebagai reaksi neutron-gamma (n, ) (Martin dan Harbison, 1979).

2.1.1 Jenis radiasi pengion
Menurut Martin dan Harbison (1979) jenis-jenis radiasi pengion dibagi
menjadi, yaitu :
a. Partikel alfa ( )
Partikel alfa adalah partikel yang bermuatan listrik positip, terbentuk di
dalam inti atom, terdiri dari dua proton dan dua neutron. Partikel alfa memiliki
sifat yang sama dengan inti atom Helium ( 24 He ).
Transformasi inti atom yang menghasilkan peluruhan alfa ( ), dapat
dinyatakan sebagai berikut:
A
Z

4
X↓
↓→ ZA−4
−2Y + 2 He

7

b. Partikel beta ( )
Partikel beta terdiri dari partikel -( −10 e ), mempunyai sifat sama dengan
elektron dan partikel

+

( +10 e ), massanya sama dengan elektron tetapi

bermuatan listrik positik sebesar muatan elektron atau disebut positron.
Transformasi inti atom yang menghasilkan peluruhan beta ( ), dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Peluruhan -:
A
Z

↓→ Z +1AY + −10 e
X↓

Peluruhan +
A
Z

X↓
↓→ Z +1AY + −10 e

Peluruhan

-

di dalam nuklida terjadi perubahan neutron menjadi

proton. Sedangkan untuk peluruhan

+

di dalam nuklida terjadi perubahan

proton menjadi neutron.
c. Radiasi gamma ( )
Radiasi sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik. Apabila
nuklida tereksitasi maka akan mengalami peluruhan alfa atau beta, dan untuk
mencapai tingkat energi dasar (keadaan stabil) dilakukan pelepasan energi
melalui peluruhan gamma.
Transformasi inti atom yang menghasilkan peluruhan gamma ( ),
dapat dinyatakan sebagai berikut:
A
Z

↓→ ZAY + γ
X *↓

Tanda (*) digunakan untuk menunjukkan nuklida berada dalam keadaan
tereksitasi.
8

d. Radiasi sinar-X
Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik (seperti sinar- ) hanya
panjang gelombangnya lebih panjang.
Sinar-X dibedakan dalam dua jenis radiasi sinar-X berdasarkan proses
terjadinya:
1. Bremstrahlung.

Bremstrahlung

dipancarkan

oleh

elektron

yang

diperlambat ketika elektron tersebut melewati medan magnet inti. Sinar-X
ini merupakan energi kinetik elektron yang dilepaskan pada saat
perlambatan dalam bentuk gelombang elektromagnetik.
2. Sinar-X karakteristik. Sinar-X karakteristik dihasilkan oleh perpindahan
elektron dari suatu orbit ke orbit yang lebih dalam. Sinar-X karakteristik
ini merupakan lepasan potensial elektron tersebut ketika menempati
tingkat orbital (energi potensial) yang lebih rendah.

2.2 Radioaktivitas
Radioaktivitas

adalah

aktivitas

inti

atom

yang

secara

spontan

memancarkan radiasi alfa, beta, atau gamma serta memicu proses penangkapan
elektron yang disertai dengan pemancaran sinar-X karakteristik. Atom yang
mengalami peluruhan inti disebut atom radioaktif.
2.2.1 Aktivitas
Aktivitas adalah jumlah inti atom yang meluruh dalam satuan waktu pada
atom-atom yang radioaktif atau disebut kuantitas laju peluruhan. Satuan dari
aktivitas adalah Becquerel.

9

2.2.2 Aktivitas Spesifik
Besaran Becquerel atau Curie tidak menyatakan suatu besaran massa atau
volume zat radioaktif. Oleh karena itu diperlukan besaran lain untuk memberi
hubungan antara volume atau massa zat radioaktif dengan aktivitas, yang disebut
aktivitas spesifik.

2.2.3 Waktu Paro
Waktu yang diperlukan sehingga jumlah atom dalam suatu elemen
berkurang menjadi separuhnya. Terdapat dua terminologi waktu paro yaitu waktu
paro fisika dan waktu paro biologi.
2.2.3.1 Waktu Paro Fisika
Waktu yang diperlukan oleh radioisotop untuk meluruh hingga mencapai
separuh aktivitasnya.
2.2.3.2 Waktu Paro Biologi
Waktu paro biologi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu radioisotop
untuk keluar atau dieksresikan dari tubuh sebanyak separoh dari semula. Waktu
paro tersebut berkisar antara beberapa jam sampai beberapa tahun, tergantung
pada jenis organ atau jaringan, bentuk kimia bahan dan sifat-sifat atau jenis
individu. Untuk bahan yang sama waktu paro ini dapat bervariasi antara individu
yang satu dengan individu yang lain (Suryowinoto, 1990).
2.2.4 Waktu Paro Efektif
Gabungan antara waktu paro biologi dan waktu paro fisika dari zat
radioaktif yang masuk ke dalam tubuh disebut waktu paro efektif.

10

2.3 Interaksi Radiasi dengan Materi
Apabila suatu radiasi pengion berinteraksi dengan materi biologi maka
terdapat dua macam fenomena, yaitu fenomena fisika dan fenomena biologi.

2.3.1 Fenomena Fisika
Fenomena fisika yang dimaksud di sini adalah proses transfer energi dari
partikel radiasi pengion ke materi. Interaksi radiasi sinar-X dan sinar-

dengan

materi melalui mekanisme alternatif yang bervariasi. Ada tiga peristiwa penting di
antaranya efek fotolistirk, hamburan Compton dan produksi pasangan. Dua dari
mekanisme ini, yaitu efek fotolistrik dan hamburan Compton, melibatkan
interaksi dengan elektron-elektron orbital inti penyerap. Efek fotolistrik terjadi
antara sinar gamma dengan elektron yang terikat kuat dengan kulit atom sebelah
dalam. Jika foton- menumbuk elektron, maka elektron akan menyerap seluruh
energi foton- . Kemudian elektron akan dipancarkan ke luar dari sistem atom
tempat elektron semula terikat. Elektron yang dipancarkan disebut fotoelektron.
Hamburan Compton terjadi antara foton- dengan sebuah elektron bebas atau
yang terikat lemah (berada pada kulir terluar) dalam sistem atom. Apabila fotonmenumbuk elektron bebas, maka berdasarkan hukum kekekalan momentum tidak
mungkin elektron dapat menyerap seluruh energi foton- seperti yang terjadi pada
efek fotolistrik. Foton- hanya memberikan sebagian energi kepada elektron dan
kemudian terhambur. Elektron kulit terluar terpelanting ke luar dari sistem atom
dan disebut elektron Compton (Kanginan, 1992).
Apabila foton- berenergi cukup tinggi melalui medan inti yang sangat
kuat di sekitar inti atom maka foton-

tersebut lenyap dan sebagai gantinya
11

muncul pasangan elektron dan positron (e- dan e+). Peristiwa ini disebut produksi
pasangan. Syarat terjadinya produksi pasangan jika energi mula-mula (Eo) lebih
besar dari 1,022 MeV (Kanginan, 1992).
Partikel-partikel alfa dan beta kehilangan energi terutama melalui interaksi
partikel tersebut dengan elektron-elektron atom dalam medium yang dilaluinya.
Transfer energi dari partikel menyebabkan elektron-elektron tersebut tereksitasi
ke tingkat energi yang lebih tinggi atau terlepas dari orbital dan keluar dari sistem
atomik. Efek penting yang lain adalah jika elektron diperlambat cepat (karena
hukum Coulomb), efek ini memancarkan energi dalam bentuk sinar-X. peristiwa
ini dikenal dengan nama Bremstrahlung dan terjadi terutama pada radiasi , atau
elektron-elektron yang sengaja ditembakkan (Kanginan, 1992).
Neutron adalah partikel tidak bermuatan dan tidak dapat menyebabkan
ionisasi secara langsung. Interaksi antara neutron dengan materi adalah tumbukan
elastik dan tumbukan tak elastik. Tumbukan elastik terjadi karena neutron
(partikel tidak bermuatan) tidak berinteraksi dengan medan inti atom, sehingga
neutron dapat mendekati inti atom tanpa pengaruh gaya tarik-menarik dan gaya
tolak-menolak dari inti atom. Tumbukan tak elastik terjadi pada neutron dengan
energi di atas 0,5 MeV, tumbukan ini menyebabkan inti tereksitasi dan kembali
pada keadaan dasar (stabil) dengan memancarkan foton sinar- (Kanginan, 1992).
2.3.2 Fenomena Biologi
Fenomena biologi yang dimaksud di sini adalah perubahan fungsi dan
perubahan struktur materi biologi yang merupakan kelanjutan dari penyerapan
energi radiasi pengion oleh materi biologi. Dari sudut pandang materi biologi,

12

maka interaksi radiasi dengan materi mengakibatkan ionisasi pada atom atau
molekul materi biologi. Apabila tubuh manusia terkena sinar radiasi, maka
partikel radiasi secara langsung mengadakan interaksi dengan bagian yang terkecil
dari sel yaitu atom-atom yang ada di dalam sel. Ionisasi yang terjadi pada atomatom materi biologi dapat menyebabkan pecahnya ikatan-ikatan kimiawi di dalam
molekul-molekul sel baik bersifat tetap maupun sementara. Baik pada tingkat sel
maupun jaringan hal tersebut menyebabkan perubahan fungsi biologi yang
selanjutnya dapat mengakibatkan kematian jaringan (Suryowinoto, 1990).
Pada dasarnya setiap materi biologi yang hidup memiliki mekanisme
perbaikan atau sering disebut mekanisme perbaikan diri (repair mechanism).
Perubahan sel akibat interaksi dengan radiasi ini dapat pulih dengan sendirinya
melalui proses biologi di dalam sel tersebut. Mekanisme perbaikan diri sesuai
dengan proses yang berjalan meliputi dua kemungkinan, yaitu perbaikan diri
secara sempurna yakin proses perbaikan menghasilkan kondisi seperti semula,
sehingga tidak menyebabkan perubahan struktur kimiawi molekul atau jaringan.
Mekanisme perbaikan diri tak sempurna adalah proses perbaikan yang terjadi
sedemikian rupa sehingga kondisinya tidak sama dengan kondisi semula. Hal ini
menyebabkan perubahan struktur kimiawi molekul-molekul setelah sel terkena
radiasi. Besarnya kerusakan sel tergantung pada lamanya proses sel tersebut
teradiasi. Jika perbaikan diri tak sempurna ini (misalnya terjadi pada rangkaian
kromosom) mengakibatkan perubahan sifat dari sel secara tetap, maka terdapat
kemungkinan perubahan fungsi sel jaringan tersebut. Pada tingkat sel perubahan
yang menetap ini disebut sel tertransformasi. Perubahan sifat sel tergantung pada

13

kemampuan pembelahannya, kemudian mengakibatkan pertumbuhan sel tidak
proporsional. Keadaan yang demikian ini merupakan gejala-gejala pertumbuhan
kanker atau karsinoma. Sedangkan jika sel mengalami kerusakan secara total,
sehingga tidak dapat mengalami perbaikan diri mengakibatkan kematian jaringan.
Efek ini disebut sebagai efek somatik (Suryowinoto, 1990).
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa probabilitas atau kemungkinan
terjadinya kerusakan yang tetap di dalam suatu sel apabila sel tersebut terkena
radiasi ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Besarnya dosis radiasi yang berinteraksi dengan sel.
2. Derajat kepekaan sel terhadap radiasi yang pada umumnya dikaitkan dengan
kemampuan untuk mengadakan perbaikan sendiri dari individu sel-sel yang
bersangkutan.

14

Pengaruh radiasi terhadap jaringan biologi dapat digambarkan dalam
skema berikut:
Waktu

Proses

Fase Proses

Jaringan Normal
10-16-10-1 det

Penyerapan energi radiasi

Fase fisik

Ionisasi dan eksitasi molekul dalam jaringan teradiasi

10-13-10-11 det

Proses keseimbangan termodinamik

Fase fisik-kimia

Alih energi intra-molekuler dan inter-molekuler

10-11-10-2 det

Alih energi
intermolekuler

Reaksi radikal air sebagai
hasil tak langsung iradiasi

Pembentukan radikal
dari molekul
penyusun jaringan

Fase kimia
fisik & kimia

Perubahan struktur kimia molekul dan
penyimpangan fungsi biologis jaringan
detik-jam

Efek Fisiologis

Perubahan senyawa kimia
pada molekul yang rusak

Transformasi Biokimia
Menit jam
Menit tahun

Transformasi genetik

Transformasi Morfologi

Efek biologi tengganggu
kanker, leukemia

Kematian sel

Fase
biologi

Kematian Organ

Gambar 2.1. Skema urutan efek radiasi pada jaringan biologi
(Topo Suprihadi, 1992)

15

2.4 Kontaminasi Bahan Radioaktif
Pada kecelakaan yang melibatkan zat radioaktif, ada kemungkinan seorang
individu terkontaminasi bahan radioaktif. Menurut Swindon (1991), ada tiga
macam kontaminasi yaitu :
1. Kontaminasi eksterna
2. Kontaminasi interna
3. Kontaminasi eksterna dan interna
Kontaminasi dapat berpindah dari makhluk hidup yang satu ke makhluk
yang lain atau berpindah dari satu bagian tubuh yang lain dalam satu individu.
Menelan
Inhalasi
Ekshalasi
Paru-paru

Nodus limpatikus

Jaringan bawah kulit

Luka
Kulit Sehat

Saluran
pencernaan

Darah

Hati

Feses

Jaringan/organ
tubuh

Ginjal

Urin

Keringat

Gambar 2.2 Diagram masuk dan keluarnya bahan radioaktif ke/dari dalam
tubuh, jalur metabolik dan deposit interna dalam tubuh (Swindon,
1991)
16

Untuk mengurangi atau mengeliminasi perpindahan bahan radioaktif, dari
dalam tubuh dapat dilakukan baik secara fisik ataupun kimiawi. Secara alamiah
bahan radioaktif akan diekskresikan melalui urin, feses, pernafasan, dan keringat.

2.4.1 Kontaminasi Eksterna
Menurut Swindon (1991) kontaminasi eksterna dapat terjadi melalui
beberapa cara, yaitu:
1. Kulit
Bahan radioaktif dapat melekat pada kulit oleh berbagai sebab
yaitu:
a. Tegangan permukaan, apabila tegangan permukaan meningkat
bahan radioaktif lebih mudah melekat.
b. Muatan elektrostatis pada kulit dan rambut.
c. Bahan radioaktif membentuk komplek atau berikatan dengan
komponen-komponen kimiawi kulit, seperti minyak pada kulit,
keringat atau keratin yang terdapat dalam sel-sel kulit.
d. Bahan radioaktif masuk ke dalam pori kulit.
e. Bahan radioaktif terjebak di dalam lapisan kulit dan di daerah kulit
yang kasar dan kotor (kuku tangan).
2. Luka
Bahan radioaktif dapat masuk melalui luka, larut di dalam cairan
luka dan masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke bagian lain
dalam tubuh. Kelarutan bahan tergantung pada sifat kimiawi dan ukuran
partikel bahan radioaktif.
17

3. Lubang-lubang tubuh
Kontaminasi melalui mulut dapat terjadi akibat tertelannya
bahan radioaktif dan masuk dengan cepat ke dalam saluran pencernaan.
Selain itu kontaminan dapat masuk melalui lubang hidung, mata dan
telinga.
Beberapa kontaminan yang terkumpul secara eksternal pada
permukaan tubuh dapat masuk ke dalam tubuh dan berpindah ke bagian
tubuh yang lain; kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh sama seperti
kontaminan internal. Kecepatan masuknya bahan radioaktif tergantung
pada sifat kimia dan bagian tubuh yang menjadi sasaran radionuklida.

2.4.2 Kontaminasi Interna
Beberapa bahan, baik yang bersifat radioaktif atau tidak, yang masuk ke
dalam tubuh akan dieliminasi secara alami atau berpindah pada berbagai organ
atau jaringan tubuh. Apabila berikatan, bahan akan tinggal di dalam organ atau
jaringan selama waktu tertenu. Akhirnya, bahan akan meninggalkan organ atau
jaringan, bersirkulasi kembali di dalam tubuh dan kemudian dieliminasi dari
tubuh, diambil kembali oleh organ atau jaringan atau diambil oleh organ atau
jaringan lain yang mempunyai kemampuan untuk itu (gambar 2.2). Perpindahan
bahan radioaktif melalui tubuh tergantung pada jenis partikel, bentuk kimia,
kelarutannya, ukuran partikel dan penyebarannya.

18

2.5 Waktu Tinggal Radionuklida
Waktu tinggal beberapa bahan kimia (bersifat radioaktif atau tidak) di
dalam organ atau jaringan ditentukan oleh waktu paro biologik. Waktu paro ini
berkisar antara beberapa jam sampai beberapa tahun tergantung pada jenis organ
atau jaringan, bentuk kimia bahan tersebut dan sifat-sifat atau jenis individu.
Untuk bahan yang sama, waktu paro ini dapat bervariasi antara individu yang satu
dengan individu yang lain.
Waktu tanggal bahan radioaktif akan mempengaruhi dosis total paparan
interna yang berpengaruh pada efek biologik yang ditimbulkannya. Waktu paruh
biologik dihitung dalam seluruh tubuh atau dalam suatu organ sasaran, tergantung
pada distribusi radionuklida.
Gabungan antara waktu paro biologi dengan waktu paro fisik memberikan
peningkatan waktu paro efektif, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Waktu paro efektif =

waktu paro fisik x waktu paro biologi
waktu paro fisik + waktu paro biologi

2.6 Jalan Masuk Radionuklida ke dalam Tubuh
Radionuklida dapat terendap di dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu:
1. Bahan radioaktif masuk melalui saluran pencernaan. Bahan radioaktif dapat
tertelan dalam bentuk larutan atau makanan yang terkontaminasi bahan
radioaktif. Tempat absorbsi yang utama dalam saluran pencernaan adalah
duodenum, jejenum dan ileum (Moor & Comar, 1962)
2. Bahan radioaktif masuk melalui saluran pernafasan. Bahan radioaktif yang
masuk melalui saluran pernafasan dapat menimbulkan efek yang tiga kali
lipat, karena paru-paru langsung mendapat penyinaran dan paru-paru dapat
19

langsung menyerap bahan radioaktif tersebut. Radionuklida yang masuk ke
dalam saluran pernafasan dapat berupa gas, cairan atau padat, misalnya
partikel aerosol. Contoh radionuklida yang bersifat mudah larut yang masuk
ke dalam saluran pernafasan adalah I-131, Sr-90, Cs-137, sedangkan
radionuklida bersifat tidak larut misalnya Pu-239 (Matsuoka, 1989).
3. Bahan radioaktif masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka maupun
dalam kondisi utuh.
Radionuklida yang telah masuk selanjutnya akan berdifusi ke dalam cairan
ekstra seluler. Setelah mengalami proses yang kompleks, radionuklida akan
terdistribusi ke berbagai organ atau jaringan, beredar ke seluruh tubuh, kemudian
terendap kembali ke dalam organ atau jaringan semula atau jaringan lain, atau
dikeluarkan secara alamiah dari tubuh.

2.7 Pengeluaran Radionuklida dari Tubuh
Pengeluaran radionuklida dari saluran pernafasan dapat terjadi dengan tiga
kemungkinan (Swindon, 1991), yaitu:
1. Pembuangan radionuklida dilakukan oleh rambut getar dan lendir yang
terdapat di dalam saluran pernafasan. Gerakan dari transport butir-butir akan
terjadi dengan bronkiolus terminalis melalui bronkus dan akhirnya sampai ke
trakea. Dari sini akan diteruskan ke sistem lain yaitu melalui saluran
pencernaan.
2. Radionuklida yang larut akan berdifusi melewati membran alveoli dan masuk
ke dalam pembuluh darah.

20

3. Radionuklida akan dirusak dengan cara fagositosis. Setelah itu akan dibawa ke
dalam saluran limfe atau dikumpulkan di dalam kelenjar limfe.
Pengeluaran radionuklida selain melalui udara pernafasan, juga dapat
melalui urin, feses dan keringat.

2.8 Radionuklida Cesium-137
Radionuklida Cesium-137 merupakan jenis radionuklida yang bersifat
mudah larut, sehingga mudah terserap oleh jaringan tubuh, waktu paro biologinya
dalam tubuh mamalia kurang lebih 110 hari. Hasil penelitian menunjukan fraksi
serapan rata-rata adalah 0,99 untuk senyawa berbentuk klorida dan 0,82 untuk
senyawa oksida zat radioaktif yang masuk kedalam tubuh dapat terserap dalam
organ dan jaringan selama waktu tertentu atau dieliminasi alamiah dari dalam
tubuh. Eliminasi tersebut dapat dipercepat atau dicegah penyerapannya pada
dinding usus dengan menggunakan bahan-bahan seperti dietilen triamin penta
asetat (DTPA), Prussian Blue atau isotop stabilnya.
Menurut National Council on Radiation Protection and Measurement
(1979), cesium adalah logam bersifat alkali yang mempunyai 21 isotop yang
bersifat radioaktif. Cesium-137 ditemukan pada tahun 1941 oleh Glenn T.
Seaborg dan Margaret Melhase, kemudian pada tahun 1860 oleh R.W.Bunsen
dan G.R.Kirchoff (menggunakan spektroskop) dan menamakannya berdasarkan
karakteristik 2 garis biru terang pada spektrumnya. Cesium pertama kali diisolasi
oleh Carl Sefferburg pada tahun 1881 dengan mengelektrolisis garamnya.
Cesium-137 berbentuk cair pada suhu kamar namun terkadang berikatan dengan
klorida membentuk bubuk kristal.
21

Cesium-137 terbentuk secara spontan ketika terdapat bahan radioaktif lain
seperti uranium dan plutonium menyerap neutron dan terjadi fisi. Cesium-137
merupakan radionuklida yang terbentuk akibat fisi nuklir, atau terjadi pembelahan
uranium dan plutonium dalam sebuah reactor atau bom atom.
Sinar gamma yang di pancarkan oleh cesium-137 dan produk sampingnya
(Barium-137m) digunakan untuk sterilisasi produk pangan, termasuk gandum,
bumbu-bumbu, tepung dan kentang. Cesium-137 juga digunakan secara luas pada
berbagai instrumen industri seperti pengukur densitas kelembaban dan pengukur
ketebalan. Cesium-137 juga digunakan di rumah sakit untuk diagnosis dan
perawatan, seperti sumber kalibrasi dan sumber dalam jumlah besar digunakan
untuk mensterilkan peralatan kedokteran.
Cs-137 merupakan salah satu isotop yang mempunyai waktu paro fisik
yang panjang yaitu 30 tahun. Cs-137 memancarkan sinar beta dengan energi
sebesar 0,51 MeV (95%) dan 1,17 Mev (5%) serta memancarkan sinar gamma
dengan energi 0,662 MeV. Cesium-137 termasuk jenis radionuklida hasil fisi
yang dominan, berupa jatuhan radioaktif yang telah tersebar di permukaan bumi
sebagai akibat peledakan senjata nuklir, limbah radioaktif, dan kecelakaan reaktor
(Carlsson, 1978).
Bahan radioaktif ini mempunyai waktu paro biologik yang berbeda-beda
tergantung jenis individu yang terkontaminasi. Di dalam tubuh manusia, Cs-137
mempunyai waktu paro biologik selama 110 hari; babi selama 18 hari; anjing
43,30 hari; monyet 40,30 hari; tikus 14 hari dan mencit 6,60 hari (Ekman, 1967
dalam Djojosoebagio, 1976). Di samping itu radionuklida ini mempunyai

22

toksisitas yang tinggi. Cesium-137 diserap seluruh organ tubuh, khususnya ginjal,
otot, hati, paru-paru, jantung dan limpa (Stather, 1970; Syaifudin, dkk., 1993).
Sifat radionuklida ini menyerupai kalium, jadi mudah diserap tumbuhtumbuhan dan hewan dalam siklus rantai makanan manusia (Suryowinoto, 1990).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi serapan rata-rata subyek yang
menelan cesium klorida adalah sebesar 0,99 (ICRP, 1979). Selain itu cesium-137
juga termasuk radionuklida yang mudah larut dan segera diserap oleh saluran
pencernaan serta terdistribusi merata di seluruh tubuh (ICRP, 1989). Cesium-137
terdapat di alam dari percobaan senjata nuklir pada tahun 1950an dan 1960an,
sehingga manusia masih dapat terkontaminasi oleh cesium-137 setiap hari.
Cesium-137 dalam jumlah besar dapat menyebabkan luka bakar, penyakit
radiasi akut, dan bahkan kematian. Cesium-137 juga dapat meningkatkan resiko
kanker, karena sel tubuh terkena radiasi gamma berenergi tinggi. Secara internal,
Cesium-137 masuk melalui makanan atau udara yang terhirup, sehingga bahan
radioaktif dapat disebarkan pada jaringan halus, khususnya ja