Pemarkah Kesantunan Linguistik FAKTOR-FAKTOR PENANDA KESANTUNAN DALAM PERMINTAAN BERBAHASA MINANGKABAU (Kajian Pragmatik)*.

atau kata yang dilesapkan. Berbeda dengan ujaran 12 yang mengalami pelesapan pada semua kata ku dari pukua, ra dari bara, dan ri dari ari. Selain lengkapa, ujaran 12a dianggapa sopan dikarenakan oleh penggunaan vokatif Ni, di akhir ujaran.

3.2 Pemarkah Kesantunan Linguistik

Kesantunan tuturan permintaan, secara linguistik, dapat dimarkahi oleh penggunaan beberapa bentuk lingual. Bentuk-bentuk lingual ini terdiri atas kata- katakelas kata yang kehadirannya mempengaruhi kesantunan tuturan. a Penggunaan kata toloang 13 Angkek balanjo tu ‘Angkat belanja itu’ 123a Toloang angkek balanjo tu’ ‘Tolong angkat belanja itu’ Konteks: Dituturkan oleh seorang ibu yang meminta pembantunya untuk membawa barang belanjaannya ke dapur. Kedua ujaran 13 dan 13a bermaksud sama, yaitu meminta mitra tutur untuk mengangkat barang belanjaan penutur, tetapi berbeda dalam tingkat kesantunan. Ujaran 13a memiliki tingkat kesopanan lebih tinggi dibandingkan 13 karena faktor kehadiran kata toloang ‘tolong’. Dengan demikian, penggunaan kata toloang ‘tolong’ menjadikan ujaran 13a terdengar lebih santun. b Penggunaan Partikel Partikel, dalam bahasa Indonesia, biasanya berfungsi sebagai penegas. Partikel penegas ini tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang ditempelinya. Dalam BMn, partikel penegas ini dimasukkan dalam kategori fatis Agutina 2004 yang lebih berfungsi untuk memunculkan efek stilistika Moussay, 1998. Beberapa partikel yang dapat mempengaruhi kesantunan permintaan dalam BMn adalah –lah, ciek, dan dih, seperti 14 Masuaklah ‘Masuklah’ 14a Masuak ‘Masuk’ Konteks: Dituturkan oleh seorang ibu yang meminta temannya untuk masuka ke dalam rumah. 15 Siko ciek ‘Di sini satuBerhenti’ 15a Siko ‘Di sini’ 7 Konteks: Dituturkan oleh seorang gadis yang meminta agar sopir sebuah angkutan kota menghentikan mobilnya karena dia mau turun. 16 Di rumah sajo dih ‘Di rumah saja ya’ 16a Di rumah sajo ‘Di rumah saja’ Konteks: Dituturkan oleh seorang kakak yang meminta adiknya untuk tinggal di rumah saja. Keenam ujaran 1414a – 1616a berfungsi sama, yaitu untuk meminta, tetapi bernilai kesantnan berbeda. Ujaran 14 –16 memiliki derjat kesantunan yang lebih tinggi dibandingkan 14a – 16a karena menggunakan partikel –lah, ciek, dih. Tanpa kehadiran partikel ini ujaran tetap berterima, tetapi terdengar kurang tegas dan santun. Bahkan, mitra tutur dapat menginterpretasikan ujaran sebagai sebuah ekspresi kemarahan, bukan permintaan semata. Dengan kata lain, selain untuk penegas, sebuah partikel, dalam BMn juga dapat berfungsi sebagai penanda kesantunan. c Penggunaan Sapaan Sapaan merupakan pemarkah lain yang menandai kesantunan permintaan. Sapaan itu bentuknya bermacam-macam, mulai dari sapaan umum, seperti PakBu, gelar adat, seperti DatuakSutanPanggulu, atau nama diri, seperti LindaImam yang penggunaannya disesuaikan dengan konsep kato nan ampek. Contoh konkritnya adalah ketika sapaan ditujukan kepada orang yang usianya lebih muda, penutur diperbolehkan menggunakan nama diri. Namun, sapaan akan berubah jika orang yang diacu itu telah memiliki gelar adat, maka dia akan disapa sesuai gelar adatnya. Dengan demikian, sapaan yang dimaksud di sini tidak hanya menggunakan sapaan dalam sebuah permintaan, tetapi juga penggunaan yang tepat. Contoh, 17 Makanlah ‘Makanlah’ 17a Makanlah, Am ‘Makanlah, Am’ 17b Makanlah, DaTuak ‘Makanlah, Datuak’ Konteks: Dituturkan oleh seorang ibu yang meminta putranya untuk makan. Tidak ada perbedaan maksud dari ketiga ujaran 17 – 17b, yaitu permintaan agar mitra tutur segara makan. Walaupun ujaran ditujukan kepada putra penutur, tetapi penggunaan sapaan nama diri dan gelar adat pada 17adan 17b membuat nilai kesantunan tuturan jadi berbeda. Dikatakan demikian karena dalam budaya Minangkabau, seseorang yang telah bergelar adat hendaklah disapa dengan gelar itu. Penggunaan nama diri untuk konteks di atas diperbolehkan jika peristiwa tutur tidak dihadiri oleh orang lain atau mengandung maksud tertentu, seperti refleksi dari kedekatan hubungan peserta tutur ungkapan kasih sayang ibu kepada anaknya. 8

3.3 Wujud Kesantunan Pragmatik