Kota Layak Anak KLA

Adapun manfaat atau Ruang Terbuka Hijau RTH menurut Zoer’aini, antara lain: a. Sebagai paru-paru kota, yaitu sebagai elemen hijau yang dapat menghasilkan O 2 yang sangat diperlukan makhluk hidup bagi pernapasan. b. Pengatur lingkungan mikro yang membuat lingkungan sekitar menjadi nyaman, sejuk dan segar. c. Menciptakan ruang hidup bagi makhluk hidup di alam yang memungkinkan terjadinya interaksi secara alamiah. d. Penyeimbang alam yang memungkinkan terbentuknya tempat hidup alami bagi satwa di sekitarnya e. Oro Hidrologi, pengendalian untuk penyediaan air dan pencegahan erosi f. Perlindungan terhadap kondisi fisik alami seperti angin kencang, terik matahari, gas, atau debu g. Mengurangi polusi udara h. Mengurangi polusi air i. Mengurangi polusi suara kebisingan j. Keindahan estetika k. Kesehatan, yaitu menggunakan warna dan karakter tumbuhan untuk terapi l. Rekreasi dan pendidikan m. Penghijauan kota dapat menjadi indikator adanya hal-hal yang membahayakan perkembangan kota.

D. Konsep Child Friendly Space

1. Kota Layak Anak KLA

Menurut Lynch dalam Widiyanto 2012: 211 konsep Child-Friendly City CFC atau yang selanjutnya disebut Kota Layak Anak KLA sebenarnya berawal dari proyek yang diinisiasi oleh UNESCO dengan program Growing Up City. Kegiatan ini sendiri diujicobakan di empat negara terpilih, yaitu Argentina, Australia, Mexico dan Polandia. Tujuan dari program ini adalah mengetahui bagaimanakah sekelompok anak-anak usia belasan tahun menggunakan dan menilai lingkungan keruangan spatial space sekitarnya. Selanjutnya, konsep Child-Friendly City KLA diperkenalkan oleh UNICEF dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang mengaspirasi hak-hak anak melalui tujuan, kebijakan, program-program dan struktur pemerintahan lokal Widiyanto, 2012: 214. Konsep Child Friendly City diharapkan pemerintah di suatu kota mampu memberikan suatu jaminan terhadap hak-hak anak, seperti: kesehatan, perlindungan, perawatan, pendidikan, tidak menjadi korban diskriminasi, mengenal lingkungan dan budayanya dalam arti yang luas, berpartisipasi dalam merencanakan kota tempat tinggalnya, memiliki kebebasan bermain, dan memperoleh lingkungan yang bebas dari polusi Widiyanto, 2012: 214. Riggio dalam Widiyanto 2012: 215 mengatakan bahwa pada dasarnya tujuan dari suatu kota layak anak bagi anak-anak muda adalah a. Mampu berkontribusi dalam pengambilan keputusan mengenai kota tempat tinggalnya b. Mengekspresikan pendapat c. Berpartisipasi di dalam keluarga, komunitas dan kehidupan sosialnya d. Memperoleh akses terhadap pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan tempat tinggal e. Memperoleh akses untuk meminum air yang sehat dan sanitasi yang memadai f. Terlindungi dari eksploitasi, kekerasan dan pelecehan g. Berjalan dengan aman di jalanan h. Berjumpa teman dan bermain i. Memiliki ruang hijau untuk tanaman dan hewan peliharaan j. Tinggal di lingkungan yang sehat yang bebas polusi k. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kebudayaan l. Didukung, dicintai dan memperoleh kasih sayang m. Sama seperti warga lainnya dalam memperoleh akses terhadap setiap pelayanan tanpa memandang suku, agama, pendapatan, jenis kelamin dan keterbatasan disability. Di Indonesia, konsep kota layak anak sudah terakomodasi dalam satu Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 mengenai Kebijakan KabupatenKota Layak Anak. Di dalam Peraturan Menteri tersebut diketahui bahwa terdapat indikator kota layak anak di Indonesia, antara lain kesehatan, pendidikan, perlindungan, infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata. Indikator-indikator tersebut menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan di atas merupakan indikator umum, sedangkan kebijakan mengenai Kota Layak Anak merupakan indikator khusus. Dalam laporan penelitian Hamid Patilima dalam Laporan Akhir Kajian Pengembangan KLA di Kota Yogyakarta 2011: 17 dengan judul “Persepsi Anak Mengenai Lingkungan Kota: Studi Kasus Kelurahan Kwitang, Jakarta Pusat” menyatakan bahwa pemerintah perlu mempelajari cara anak memenuhi hasratnya mendapatkan tempat bermain dengan mengikuti cara anak, dan bersedia bekerjasama untuk menata ruang yang ada. Dari konsep KLA yang mengacu pada tumbuh kembang anak, wali kota Yogyakarta menginstruksikan terbentuknya Ruang Terbuka Hijau dengan harapan terdapat keseimbangan polusi udara terhadap kehidupan kota yang merupakan pengembangan ekosistem berdampak pada kehidupan sosial termasuk pendidikan, kesehatan, dan hak perlindungan. Hal ini relevan dengan Visi Pembangunan Kota Yogyakarta sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta 2007-2011yang berbunyi: “Kota Yogyakarta Sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya Dan Pusat Pelayanan Jasa Yang Berwawasan Lingkungan”

2. Child Friendly Space