107 didasari oleh sistem manajemen yang
mantap. Dalam pengelolaan tersebut haruslah diusahakan sedemikian rupa sehingga
sumberdaya ikan tersebut tidak habis dan bahkan dapat ditingkatkan populasinya untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan sumberdaya ikan yang semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tingginya
pendapatan.
Dalam memenuhi tingkat kebutuhan yang semakin tinggi, tidak dapat dihindari
akan adanya proses pengambilan yang berlebihan dan tidak bertanggung jawab
terhadap persediaan ikan yang ada. Hal ini mengandung resiko yang secara tidak
langsung memberi beban sosial, yang dapat mempengaruhi proses kehidupan manusia
khususnya dan masyarakat umumnya. Untuk itu dalam mengatasi permasalahan ini
berbagai pihak termasuk pemerintahan melibatkan diri dalam penanggulangan
pemulihan sumberdaya ikan tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan
perikanan khususnya dan pembangunan yang bijaksana pada umumnya harus berwawasan
lingkungan sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan pemenuhan kebutuhan bagi
generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
3. Pengelolaan Sumberdaya Laut
Seperti sektor perikanan, kelautan juga merupakan subsektor yang penting
karena merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang menarik dalam hal
efisiensi dan distribusi. Subsektor kelautan mencakup banyak bidang produksi termasuk
pertambangan laut lepas pantai. Tetapi dari sudut pandang sektor perikanan dan kelautan,
subsektor kelautan hanya mengyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan
biologis dasar termasuk terumbu karang.
Sektor kelautan ini juga telah cukup banyak mendapat perhatian karena
meningkatnay kerusakan permanen akibat eksploitasi yang tidak memperhatikan faktor
lingkungan dan pola produksi yang salah. Salah satu contoh perhatian yang dilakukan
oleh pemerintah dan pelaku usaha adalah konservasi dan rehabilitasi terumbu karang.
Terumbu karang sebagai bagian ekosistem laut yang berfungsi untuk tempat berlindung
dan berkembangbiaknya ikan telah banyak yang rusak akibat pengelolaan yang salah.
Karena itu diperlukan upaya konservasi dan rehabilitasi terumbu karang yang meliputi :
1. Pengembangan kelembagaan pendidikan
atau pelatihan untuk transformasi pengetahuan dan keahlian akan terumbu
karang. 2. Melakukan inovasi dalam rangka
mengembangkan dan membumikan pengetahuan dan keahlian melalui
penelusaran teori, riset, aksi dan konseptualiasi pengalaman lapangan.
3. Membangun, memfasilitasi dan mempercepat gagasan, modal atau
praktek manajemen kolaborasi. 4. Membangun jaringan kerjasama
khususnya antara Pemerintah dengan dunia usaha.
5. Menggalang dana untuk pengembangan dan percepatan transformasi pengetahuan
dan keahlian kepada stakeholder utama. Contoh lain pengelolaan sumberdaya
laut adalah optimasi pemanfaatan mangrove pohon bakau. Mangrove selain berfungsi
sebagai zona penyangga bagi gelombang dan arus laut juga dapat berfungsi sebagai tempat
berkembangbiaknya biota laut termasuk ikan.
Teknik pengembangan silvo-fishery wanamina dapat digunakan untuk
pengendalian gelombang pasang sekaligus pembuatan empang dengan perbandingan
mangrove 80 dan empang 20 yang kemudian dikembangkan sampai sampai ke
pengembangan silvo-fishery yang bersem- padanan dengan sungai Gambar 1 – 3
Gambar 1. Pengembangan Silvo – fishery Wanamina
108
Keterangan : a
1
= pintu air dari saluran air menuju caren tempat
budidaya ikan a
2
= pintu air dari caren tempat budidaya ikan menuju hutan
mangrove c
= hutan mangrove d
= caren tempat budidaya ikan
Gambar 2. Pola Wanamina Komplangan
Gambar 3. Pola-Pola Pengelolaan yang Mungkin Dikembangkan
Dari contoh-contoh diatas dapat disimpulkan bahwa bila sumberdaya laut
dikelola secara baik bukan hanya berdampak positif bagi sektor perikanan dan kelautan
tetapi juga sangat mendukung bagi pengembangan kawasan basis bagi sektor
perikanan dan kelautan yang pada akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi
wilayah di masyarakat.
KAWASAN BASIS SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN
1.
Studi Kasus Nelayan Kulon Progo, D.I. Yogyakarta
Sampai tahun 1983 Pantai Sadeng, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta
adalah kawasan yang tidak tersentuh nelayan kecuali sedikit nelayan dari Cilacap yang
menjadikan kawasan ini sebagai tempat persinggahan. Nelayan Cilacap membuat
gubuk kayu beratap daun kelapa dibibir tebing pantai. Kehadiran sekitar 20 nelayan
Cilacap inilah yang menularkan kegairahan melaut sehingga petani di sekitar kawasan
yang dekat ke Pantai Sadeng mulai ikut melaut. Dinas Pertanian Provinsi D.I.
Yogyakarta yang mendeteksi kehadiran nelayan di Pantai Sadeng meminta bantuan
para nelayan untuk mengajari cara penangkapan ikan kepada masyarakat lokal.
Dimulai dari pelatihan bagi 60 petani di Sadeng, nelayan Cilacap lalu diminta
bantuannya oleh pemerintah setempat untuk menjadi guru diseluruh kawasan pantai di
Kabupaten Gunung Kidul, mulai dari Pantai Wendiombo, Siung, Sundak, Drini, Baron,
Ngarenehan dan Gesing. Kemudian para nelayan Cilacap juga melanjutkan pengajaran
tentang melaut di Kabupaten Bantul. Walaupun tanpa bayaran para nelayan
Cilacap berkelana dari pantai ke pantai untuk mengajar ilmu melaut. Awalnya mereka
mengaku hanya ingin mengajak petani berubah menjadi nelayan agar punya teman
ketika melaut, karena pada saat itu tidak ada satupun warga Gunung Kidul yang berani
melaut. Disamping karena faktor pengetahuan yang rendah, perairan pantai
Gunung Kidul, masih penuh dengan batu karang yang tajam. Warga lokal biasanya
hanya mencari ikan di tepi laut dengan menggunakan pancing.
Sekarang jumlah nelayan di Perairan Gunung Kidul telah mencapai 1.313 orang
dimana 1.150 orang adalah nelayan lokal. Nelayan-nelayan ini telah dibekali
keterampilan membaca tanda alam, musim ikan, merakit jaring dan mendapat bantuan
mesin kapal tempel berkekuatan 15 PK berbahan bakar bensin yang bisa menjangkau
hingga 90 mil perairan laut. Pantai Sadeng juga telah diubah menjadi pelabuhan
perikanan Sadeng sehingga sektor perdagangan ikan juga menjadi mata
pencaharian lain bagi masyarakat setempat dimana produksi tangkapan ikan telah
memiliki pasar sampai ke Semarang, Jawa Tengah.
2. Studi Kasus Terumbu Karang