Studi Kasus Terumbu Karang

108 Keterangan : a 1 = pintu air dari saluran air menuju caren tempat budidaya ikan a 2 = pintu air dari caren tempat budidaya ikan menuju hutan mangrove c = hutan mangrove d = caren tempat budidaya ikan Gambar 2. Pola Wanamina Komplangan Gambar 3. Pola-Pola Pengelolaan yang Mungkin Dikembangkan Dari contoh-contoh diatas dapat disimpulkan bahwa bila sumberdaya laut dikelola secara baik bukan hanya berdampak positif bagi sektor perikanan dan kelautan tetapi juga sangat mendukung bagi pengembangan kawasan basis bagi sektor perikanan dan kelautan yang pada akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi wilayah di masyarakat. KAWASAN BASIS SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN 1. Studi Kasus Nelayan Kulon Progo, D.I. Yogyakarta Sampai tahun 1983 Pantai Sadeng, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta adalah kawasan yang tidak tersentuh nelayan kecuali sedikit nelayan dari Cilacap yang menjadikan kawasan ini sebagai tempat persinggahan. Nelayan Cilacap membuat gubuk kayu beratap daun kelapa dibibir tebing pantai. Kehadiran sekitar 20 nelayan Cilacap inilah yang menularkan kegairahan melaut sehingga petani di sekitar kawasan yang dekat ke Pantai Sadeng mulai ikut melaut. Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta yang mendeteksi kehadiran nelayan di Pantai Sadeng meminta bantuan para nelayan untuk mengajari cara penangkapan ikan kepada masyarakat lokal. Dimulai dari pelatihan bagi 60 petani di Sadeng, nelayan Cilacap lalu diminta bantuannya oleh pemerintah setempat untuk menjadi guru diseluruh kawasan pantai di Kabupaten Gunung Kidul, mulai dari Pantai Wendiombo, Siung, Sundak, Drini, Baron, Ngarenehan dan Gesing. Kemudian para nelayan Cilacap juga melanjutkan pengajaran tentang melaut di Kabupaten Bantul. Walaupun tanpa bayaran para nelayan Cilacap berkelana dari pantai ke pantai untuk mengajar ilmu melaut. Awalnya mereka mengaku hanya ingin mengajak petani berubah menjadi nelayan agar punya teman ketika melaut, karena pada saat itu tidak ada satupun warga Gunung Kidul yang berani melaut. Disamping karena faktor pengetahuan yang rendah, perairan pantai Gunung Kidul, masih penuh dengan batu karang yang tajam. Warga lokal biasanya hanya mencari ikan di tepi laut dengan menggunakan pancing. Sekarang jumlah nelayan di Perairan Gunung Kidul telah mencapai 1.313 orang dimana 1.150 orang adalah nelayan lokal. Nelayan-nelayan ini telah dibekali keterampilan membaca tanda alam, musim ikan, merakit jaring dan mendapat bantuan mesin kapal tempel berkekuatan 15 PK berbahan bakar bensin yang bisa menjangkau hingga 90 mil perairan laut. Pantai Sadeng juga telah diubah menjadi pelabuhan perikanan Sadeng sehingga sektor perdagangan ikan juga menjadi mata pencaharian lain bagi masyarakat setempat dimana produksi tangkapan ikan telah memiliki pasar sampai ke Semarang, Jawa Tengah.

2. Studi Kasus Terumbu Karang

Wakatobi, Sulawesi Tenggara Keindahan alam nan damai di gugusan Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, sudah sangat dikenal wisatawan mancanegara. Nama Wakatobi berasal dari nama pulau-pulau terbesar di gugusan kepulauan ini, yakni Wangi-wangi, 109 Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Kawasan seluas 1,39 juta hektare itu pada tahun 1996 ditetapkan sebagai taman nasional laut. Kawasan kepulauan yang merupakan firdaus khatuliswa ini kemudian diresmikan menjadi Kabupaten Wakatobi pada tanggal 18 Desember 2003. Sejak menjadi kabupaten, Wakatobi terus berbenah mempercantik parasnya. Jaringan infrastuktur dibangun untuk menunjang pengembangan pariwisata bahari. Hingga kini, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi mencapai 3.000 – 5.000 orang pertahun. Sebagian besar dtang dari Eropa, Australia, dan Amerika Serikat. Ikon Wakatoni yang membuatnya terkenal ke seantero jagat adalah Karang Kaledupa, yakni terumbu karang terluas dengan atol tunggal terpanjang di dunia yang membentang 48 kilometer. Hamparan karangan ini memiliki topografi bawah laut yang kompleks, seperti bentuk slope, flat, drop-off, attol, dan underwater cave dengan biota laut beraneka ragam. Kajian ekologi The Nature Conservancy TNC dan World Wide Fund for Nature WWF pada tahun 2003 menemukan 396 jenis karang batu penyusunan terumbu karang di kawasan itu. Sebanyak 590 jenis ikan hidup di sana. Lembaga riset Operation Wallacea dari Inggris pada 1995 mencatat, Wakatobi memiliki 942 jenis ikan dan terumbu karang soft and hard coral sebanyak 750 dari total 850 species coral yang telah teridentifikasi di dunia. Jauh lebih kaya dibandingkan dengan Laut Caribia yang hanya memiliki 50 jenis terumbu karang dan Laut Merah yang hanya memiliki 300 jenis. Dari 1, 39 juta hektar, 118.000 hektar adalah terumbu karang. Wakatobi memiliki 142 pulau dengan hanya 7 pulau yang dihuni dengan total peduduk 100.563 jiwa. Sedangkan sisanya pulau- pulau berpasir putih tempat penyu bertelur dimana wisatawan bebas melihat penyu- penyu tersebut. Karena itu, Wakatobi adalah surga bagi penggemar snorkelling dan diving. Wakatobi dijuluki sebagai tempat penyelaman terindah di dunia Wakatobi is the finest diving site in the world. Wisatawan yang datang ke Wakatobi selalu berkesimpulan : The amazing Wakatobi. Pemerintah Daerah menyiapkan 100 titik lokasi penyelaman, dimana salah satu yang paling diminati adalah Pantai Hoga yang memiliki kedalaman 10 – 20 m dengan tebing karang yang sangat indah dan dihuni beragam jenis ikan. Untuk mendukung pengembangan kawasan kelautan ini, Pemerintah Daerah Wakatobi membangun sarana infrastruktur pendukung, seperti bandara di daerah Wangi- wangi dimana diperkirakan di bulan Mei 2009, Wakatobi dapat dicapai dari Kendari dengan menggunakan pesawat komersil dengan frekuensi penerbangan 2 kali dalam sehari. Sarana trasportasi antar pulau juga disiapkan dalam bentuk pengadaan kapal wisata. Selain itu untuk memikat turis mancanegara Pemerintah Daerah mengadakan lomba foto bawah laut internasional, dengan total hadiah US 40.000 yang pemenangnya diumumkan pada tanggal 18 Desember 2009 bersamaan dengan ulang tahun ke-6 Wakatobi. Pada tanggal 26-30 Agustus 2009, Wakatobi menjadi salah satu jalur yang disinggahi Rally Yatch pada turnamen Sail Indonesia Sail Bunaken dimana pesertanya adalah 100 kapal yatch dan 19 kapal perang dari Amerika, Eropa dan Afrika.

3. World Ocean Conference 2009